makalh infksi nosokomial

65
MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT INFEKSI NOSOKOMIAL Disusun oleh : Amalia Pramastuty, S.Farm (1006835066) Rizky Farmasita Budiastuti, S.Farm (1006835495) Itasika Praditha H.F S.Farm (1006835311)

Transcript of makalh infksi nosokomial

Page 1: makalh infksi nosokomial

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

INFEKSI NOSOKOMIAL

Disusun oleh :

Amalia Pramastuty, S.Farm (1006835066)

Rizky Farmasita Budiastuti, S.Farm (1006835495)

Itasika Praditha H.F S.Farm (1006835311)

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPARTEMEN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2011

Page 2: makalh infksi nosokomial

INFEKSI NOSOKOMIAL

PENDAHULUAN

Istilah infeksi pada umumnya digunakan untuk mengartikan penumpukan dan

pelipatgandaan bakteri, serta mikro organisme lain dalam jaringan atau pada permukaan tubuh

tempat mereka dapat menyebabkan efek merugikan. Jika respon tuan rumah kecil atau tidak ada,

biasanya disebut kolonisasi. Sepsis berarti hadirnya radang, pembentukan nanah, dan tanda

kesakitan lain dalam luka yang dikolonisasi oleh mikroorganisme serta dalam jaringan yang

padanya infeksi itu telah menyebar.

Nosokomial berasal dari kata Nosos yang berarti penyakit dan kooeo yang berarti

merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat penyakit atau rumah sakit, sehingga

nosokomial berarti yang berhubungan dengan rumah sakit dan infeksi nosokomial berarti infeksi

yang berasal dari atau terjadi di rumah sakit .

Infeksi Nosokomial merupakan infeksi banyak terjadi pada penderita yang dirawat di

rumah sakit dan merupakan penyebab penyakit kesakitan dan kematian terutama pada penderita

dengan imuno compromise. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan

tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi

sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam

pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.

Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam

tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection,

sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari

rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Siregar, 2004).

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh

rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100

Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg

pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat)

berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen.

Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton

Page 3: makalh infksi nosokomial

per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat

dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan

menimbulkan kecelakaan  serta penularan penyakit.

Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya

membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg

per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling

baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing jenis

kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah

rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri) (KLMNH,

1995).

Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan

perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-

kebijakan yng mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.

Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen

Kesehatan  terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk  pembangunan insilasi pengelolaan

limbah rumah sakit melalui  anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana lainnya.

Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan

fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa

pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan  permasyarakatan terutama

dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).

DEFINISI

Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections atau Hospital-Acquired Infections) adalah

suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan infeksi itu

tidak ditemukan/diderita pada saat pasien masuk rumah sakit

Infeksi Nosokomial sangat nyata merupakan penyebab kesakitan dan kematian. Infeksi

nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan instrumenisasi ataupun intervensi pada saat

dirawat di rumah sakit, misalnya pemasangan kateter, infus, tindakan-tindakan operatif lainnya.

Infeksi oportunistik terjadi pada penderita yang mengalami immuno compromise yang

dirawat di rumah sakit, infeksi biasa berasal dari luar dan dari dalam penderita sendiri yang

disebabkan oleh kerusakan barier mukosa.

Page 4: makalh infksi nosokomial

Infeksi nosokomial transmisi berasal dari dokter, perawat dan pelayan medik yang lain

bisa berasal dari tangan yang tidak steril, infeksi dari makanan, minuman atau ventilasi, kateter

dan alat endoscope ataupun tindakan invasif yang lain.

Infeksi Nosokomial mempunyai angka kejadian 2 – 12% (rata-rata 5%) dari semua

penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kematian 1-2 % dari semua kasus yang dirawat di

rumah sakit di USA 1,5 juta pertahun dan meninggal 15.000 orang.

Organisasi utama yang menyebabkan infeksi nosokomial meliputi Pseudomonas

aeruginosa (13%), Staphylococcus aereus (12%), staphylococcus koagulase-negatif (10%),

Candida (10%), enterococci (9%), dan enterobacter (8%). Di negara berkembang angka

kejadian infeksi Nosokomial belum bayak diketahui dengan pasti (Siregar, 2004).

PENTINGNYA INFEKSI NOSOKOMIAL

Survei prevalensi (jumlah pasien penyakit tertentu) infeksi rumah sakit pada banyak

negara, menunjukkan bahwa kira-kira seorang dalam sepuluh pasien di rumah sakit telah

memperoleh infeksi dan sejumlah infeksi yang serupa yang diperoleh masyarakat. Infeksi

nosokomial utama yang diperoleh adalah saluran urin, luka bedah, saluran nafas bagian bawah,

pneumonia, bakterimia dan kulit. Frekuensi dan keparahan beragam dengan umur pasien, jenis

operasi dalam kasus bedah, lama waktu katerisasi (urin dan vaskular), pengobatan imuno

supresif (penghambatan reaksi imunitas, pencegahan atau usaha pengurangan respon rentan,

misalnya dengan penyinaran).

Pentingnya infeksi rumah sakit dapat dipertimbangkan, berkenaan dengan kesakitan

pasien dan dengan perpanjangan hospitalisasi. Kesakitan disebabkan infeksi rumah sakit dewasa

ini jarang menyebabkan kematian, walaupun hal ini dapat trejadi pada pasien dengan resistensi

yang lemah (misalnya, pasien dengan luka bakar yang luas) atau dari organisme sangat patogen

(misalnya, beberapa strain virus hepatitis B). Biaya suatu perpanjangan tinggal di rumah sakit

adalah suatu ukuran biaya infeksi yang baik, walaupun itu menunjukkan pengurangan sejumlah

tempat tidur yang tersedia bagi pasien daftar tunggu daripada suatu biaya sebenarnya yang

meningkat pada rumah sakit (Siregar, 2004).

Page 5: makalh infksi nosokomial

BATASAN-BATASAN YANG DIPAKAI UNTUK INFEKSI NOSOKOMIAL

Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita selama/oleh karena dia dirawat

di rumah sakit. Suatu infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan sebagai infeksi nosokomial bila

memenuhi beberapa kriteria/batasan tertentu :

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari

infeksi tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari

infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak

mulai perawatan.

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi

tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu lalu, serta

belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial (Siregar, 2004).

Dampak

Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :

1. Meningkatnya lama hari rawat

2. Biaya perawatan semakin besar

3. Morbiditas dan mortalitas semakin tinggi

4. Penurunan mutu pelayanan rumah sakit

5. Adanya tuntutan secara hukum

6. Penurunan citra rumah sakit

Rantai penularan

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada

pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara

penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit

rentan terhadap infeksi (terutama ODHA yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah),

mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari

pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.

Page 6: makalh infksi nosokomial

BERBAGAI FAKTOR YANG TERLIBAT DALAM INFEKSI RUMAH SAKIT

Kejadian dan berbagai efek infeksi rumah sakit, pada dasarya bergantung pada

mikrorganisme, tuan rumah (pasien dan staf), lingkungan dan pengobatan.

1. Mikroorganisme agen infeksi

Walaupun sebenarnya, setiap infeksi dapat diperoleh dari pasien atau staf rumah sakit,

ada beberapa organisme patogen tertentu yang terutama berkaitan dengan infeksi rumah sakit

dan beberapa yang jarang menyebabkan infeksi dalam lingkungan lain. Peranan mereka sebagai

penyebab infeksi rumah sakit, bergantung pada patogenitas aau virulensi (kemampuan dari

spesies atau strain menyebabkan penyakit), dan pada jumlah mereka, juga bergantung pada

ketahanan pasien, dan karena banyak pasien dalam rumah sakit yang resistensinya kurang,

disebabkan oleh penyakit atau pengobatan mereka, organisme yang relatif tidak berbahaya pada

orang sehat dapat menyebabkan penyakit dalam rumah sakit. Organisme oportunistik demikian

(misalnya Pseudomonas aeruginosa) biasanya resisten terhadap banyak antibiotik dan mampu

tumbuh dengan subur dibawah kondisi yang di dalamnya kebanyakan organisme penyebab

penyakit tidak dapat berkembang.

Pada pasien yang sangat rentan, pasien yang menglami transplantasi, pasien yang

terinfeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan pasien yang memerlukan kemoterapi

Page 7: makalh infksi nosokomial

yang diperpanjang, beberapa mycobacteria, fungi (misalnya, Candida albicans, Aspergilli, dan

Cryptococcus neoformans), virus (misalnya, Herpes simplex dan cytomegalovirus) dan protozoa

(misalnya, Pneumocystis carinii) adalah penyebab infeksi berat dan sering menimbulkan

kematian. Cryptosporidia adalah penyebab diare berat pada pasien dengan infeksi HIV.

Perjangkitan infeksi (infeksi epidemik) dapat disebabkan oleh agen (zat, kekuatan atau

prinsip yang dapat menimbulkan efek) penyakit infeksi tertentu, biasanya disebabkan masuknya

pasien terinfeksi atau hadirnya suatu pembawa dalam ruang perawatan. Perjangkitan infeksi ini

dapat juga terjadi melalui kesalahan luar biasa dalam suplai aseptis atau steril (misalnya

kontaminasi tetes mata atau cairan infus).

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit.

Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala

klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.

Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:

karakteristik mikroorganisme

resistensi terhadap zat-zat antibiotika

tingkat virulensi

banyaknya materi infeksius

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan

infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari

orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri

(endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan

karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan

benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini

kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang

sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.

a. Bakteri

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.

Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri

patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut

mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli

Page 8: makalh infksi nosokomial

paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih

berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya :

Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren

Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung

dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah

serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.

Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus,

Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan

air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri

gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.

Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru,

dan peritoneum.

b. Virus

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk

virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan

endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan

dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan

melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama

seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius,

penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial

adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster

virus, juga dapat ditularkan.

c. Parasit dan Jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa

maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat

antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans,

Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

d. Infection by direct or indirect contact

Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab

infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan

staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum

Page 9: makalh infksi nosokomial

suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril,

tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross

infection.

2. Tuan Rumah (Pasien atau Anggota Staf)

Kerentanan tuan rumah dan virulensi (derajat patogenitas suatu mikroorganisme, diukur

dengan derajat kemajuan menimbulkan penyakit). Seorang pasien dapat memiliki resistensi

umum yang lemah, misalnya pada bayi, sebelum antibodi terbentuk dan apabila jaringan yang

menghasilkan antibodi belum sempurna dikembangkan, atau resistensi lemah mungkin

berhubungan dengan penyakit (seperti diabetes atau leukemia yang tidak terkendali atau luka

bakar yang parah), atau dengan gizi yang buruk, atau dengan bentuk pengobatan tertentu, seperti

penggunaan obat-obat imunosupresif yang diberikan untuk mencegah penolakan organ yang

ditransplantasi atau kemoterapi kanker. Resistensi umum juga dapat dikurangi oleh infeksi,

contoh ekstrim adalah infeksi HIV.

Pasien dapat juga mempunyai resistensi lokal yang lemah karena suplai darah yang tidak

sempurna ke jaringan, atau karena kehadiran jaringan mati atau pembekuan darah dan bakteri

dapat hidup tanpa gangguan pertahanan alami, benda asing termasuk benang bedah dan

prosthesis (pengganti alat tubuh yang hilang dengan alat palsu) juga meningkatkan kerentanan

jaringan terhdap sepsis lokal. Operasi bedah dan operasi instrumentasi (misalnya kateterisasi)

memungkinkan masuknya bakeri ke jaringan yang biasanya dilindungi terhadap kontaminasi.

Beberapa dari ini, terutama dalam rongga mata, meninges, tulang sendi, endokardium, dan

saluran urin, mempunyai resisensi yang rendah terhadap infeksi dengan organisme oportunistik.

Tidak saja pasien, tetapi staf (termasuk staf laboratorium) dapat terpapar pada bahaya

khusus infeksi dengan organisme virulen. Resiko infeksi diantara anggota staf melalui

kontaminasi dengan darah dan eksudat (campuran serum, sel atau sel yang rusak yang keluar dari

pembuluh darah ke dalam jaringan, biasanya akibat radang), pasien dengan hepatitis B (HBV)

atau HIV telah mendapat perhatian dalam tahun-tahun terakhir ini. Risiko dalam kebanyakan

rumah sakit sangat rendah, tetapi ketakutan terhadap AIDS telah dikaitkan dengan suatu respon

yang berlebihan.

Page 10: makalh infksi nosokomial

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien adalah:

Umur

status imunitas penderita

penyakit yang diderita

Obesitas dan malnutrisi

Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid

Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi

kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia,

leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan

toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan

yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya

prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan

tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

Tabel 1. Penyebab Infeksi Nosokomial

Bakteri Gram Positif Staphylococcus aureus

Staphylococcus Koagulase

Enterococcus

Bakteri Gram Negatif Escherichia coli

Proteus mirabilis

Klebsiella enterobacter

Pseudomonas sp

Bacteriosies sp

Jamur Cardioda sp

Aspergillus sp

Virus Hepatitis A,B, C

HIV

Sitomegalo

Virus saluran pernafasan

Herpes simplek

Page 11: makalh infksi nosokomial

3. Lingkungan

Tempat ketika pasien ditangani mempunyai suatu pengaruh penting pada kemungkinan

infeksi yang diperolehnya serta pada sifat infeksi demikian. Suatu keragaman mikroorganisme

yang luas, termasuk strain virulen, mungkin ditemui dalam rumah sakit tempat banyak orang,

termasuk beberapa dengan infeksi, dikumpulkan. Organisme ini kemungkinan mencakup

sebagian besar bakteri resisten antibiotika yang dapat tumbuh dengan subur yang penggunaan

antibiotika ditujukan untuk penindasan bakteri yang peka.

Berbagai lokasi rumah sakit yang berbeda mempunyai bahaya infeksi tersendiri. Dalam

meja bedah, terdapat suatu bahaya khusus infeksi luka karena pemaparan sering dalam beberapa

jam dan jaringan yang rentan, dan kehadiran sejumlah kemungkinan sumber manusia serta benda

mati. Dalam ruangan, pasien dapat terpapar pada kontaminan untuk beberapa minggu, luka

bedah terbuka, biasanya dilindungi oleh suatu bentuk tutup. Walaupun hal ini tidak sempurna

pada banyak pasien, terutama pasien dengan drainase (suatu bahan kasa atau selang karet untuk

mengeluarkan cairan keluar dari suatu luka atau rongga).

Bahaya khusus terdapat dalam ruang neonatus melalui kemungkinan kontaminasi

makanan, alat penyedotan dan resusitasi (usaha menghidupkan kembali dengan nafas buatan atau

pijat dan rangsang jantung), dll., dan karena penanganan bayi yang sering dan berbagai masalah

yang sama terdapat dalam unit pelayanan intensif dan ruang perawatan luka bakar. Dalam rumah

sakit penyakit infeksi, terdapat suatu bahaya khusus infeksi rumah sakit dengan agen penyakit

menular akut. Suatu tujuan dalam pengendalian infeksi rumah sakit adalah untuk memaparkan

semua pasien kepada lingkungan yang paling sedikit bebas dari bahaya mikrobia, seperti yang

mereka dapati di luar rumah sakit.

PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencanan yang terintegrasi,

monitoring dan program yang termasuk:

Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan

penggunaan sarung tangan, tindakan dan aseptic, strerilisasi dan desinfektan.

Mengontrol resiko penularan dari lingkungan

Page 12: makalh infksi nosokomial

Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup dan

vaksinasi.

Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive.

Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

1) Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan hiegene dari tangan. Tetapi

pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti

kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai

pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung

tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien

dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: memakai sarung tangan

ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,

membrane mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci

tangan setelah melepas sarung tangan.

2) Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit

Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di

Negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai

berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan

antibiotika). Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:

Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan

Pergunakan jarum steril

Penggunaan alat suntik yang disposable.

Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitu pun

dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker

saat keluar dari kamar penderita

Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses

maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut

luka atau terkena benda yang kotor, sarung tangan harus segera diganti.

Page 13: makalh infksi nosokomial

Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan

suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

3) Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih

dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 %

dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk

membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat

medis yang telah dipakai berkali-kali.

Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya

pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau

bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan

udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis.

Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga

kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri.

Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas

matahari.

Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk

mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi

disinfektan.

Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.

Disinfeksi yang dipakai adalah:

Mempunyai kriteria membunuh kuman

Mempunyai efek sebagai detergen

Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein

Tidak sulit digunakan

Tidak mudah menguap

Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien

Efektif

tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

Page 14: makalh infksi nosokomial

4) Perbaiki ketahanan tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang

secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu

ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara

populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam

saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang

dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat

dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat.

Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat

dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

5) Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan

pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui

udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat.

Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang

mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu

diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan,

peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus

selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada

dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi

kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita

penyakit yang sama.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL

Secara umum di bagi dua :

1. Faktor endogen antara lain umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan

kondisi-kondisi lokal.

2. Faktor eksogen antara lain lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta

lingkungan.

Page 15: makalh infksi nosokomial

PRINSIP PENGENDALIAN INFEKSI

Pasien dilindungi terhadap infeksi dalam rumah sakit oleh suatu sistem berbagai metode,

termasuk bedah asepsis dan higienen rumah sakit.

1. Untuk menghilangkan berbagai sumber atau smber infeksi yang mungkin, hal ini

mencakup penanganan pasien yang terinfeksi, demikian juga mensterilkan, mendisinfeksi

dan membersihkan bahan serta permukaan yang terkontaminasi.

2. Untuk merintangi rute perpindahan bakteri dari sumber dan reservoir, mungkin pada

pasien yang tidak terinfeksi, mencakup mengisolasi pasien yang terinfeksi atau pasien yang

rentan, operasi aseptik dan terutama mencucu tangan.

3. Untuk meningkatkan resistensi pasien terhadap infeksi (misalnya selama operasi dengan

penanganan jaringanyang teliti serta menghilangkan bagian tubuh yang mengelupas dan

asing, juga dengan meningkatkan pertahanan umum, seperti pengendalian diabetes,

pemberdayaan imunitas terhadap tetanus, serta penggunaan profilaksis antibiotik jika dan

bila hal ini diusulkan.

Adanya pemahaman yang meningkat, pentingnya faktor pribadi dalam mencegah infeksi

rumah sakit, dan perlunya pengertian yang tepat tentang fakta itu oleh semua anggota staf rumah

sakit. Walaupun subjek itu rumit dan melibatkan banyak disiplin, pemikiran dasar adalah

sederhana dan banyak rincian asepsis dapat dibuat lebih mudah oleh berbagai bentuk

standardisasididasarkan pada bukti keefektifan dan kepraktisan.

TIM PENGENDALI INFEKSI

Anggota Tim Pengendali Infeksi

Tim pengendali infeksi terdiri atas anggota staf rumah sakit yang berminat dan

berpengetahuan khusus pada pengendalian infeksi dalam rumah sakit.. Tim terdiri atas dokter

pengendali infeksi, perawat pengendali infeksi, apoteker rumah sakit, dan bila tersedia seorang

anggota dari staf ilmiah atau staf teknis yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi.

Dalam rumah sakit yang besar, lebih dari seorang dokter atau perawat dapat diangkat menjadi

anggota. Ketua tim adalah dokter pengendali infeksi yang biasanya adalah mikrobiologis.

Dokter Pengendali Infeksi

Dokter pengendali infeksi, hendaknya seorang anggota senior staf medis yang dengan

mudah berakses ke berbagai komite di rumah sakit dan mempunyai otoritas yang cukup untuk

Page 16: makalh infksi nosokomial

memberi perintah pada semua kategori staf. Ia harus mempunyai minat dan pelatihan khusus

dalam infeksi rumah sakit dan hendaknya memahami perkembangan mutakhir dalam masalah

ini. Mikrobiologis, biasanya adalah pilihan yang logis karena memenuhi syarat: dan dalam suatu

posisi yang ideal untuk memelihara sistem rekaman di bawah penelitian yang cermat dan tetap.

Fungsi dokter pengendali infeksi bersama-sama dengan anggota tim lain adalah mengkaji resiko

infeksi ,memberi nasihat tentang tindakan pencegahan dan memeriksa efikasinya dalam semua

bagian rumah sakit, termasuk katering, binatu, bagian pelayanan steril, IFRS, bagian

engineering, ruang perawatan, klinik, dan semua lokasi bagian rumah sakit.

Tanggung Jawab Tim Pengendali Infeksi

Tanggung jawab tim pengendali infeksi adalah, antara lain untuk:

1. Memantau infeksi dan dan metode pengendalian, mengidentifikasi, dan

mengidentifikasi dengan cepat perjangkitan (outbreak)atau berbagai prosedur bahaya

yang mungkin;

2. Menyediakan petunjuk tentang mengisolasi pasien terinfeksi dan berbagai prosedur

bahaya atau prosedur yang tidak efektif;

3. Memberi petunjuk, membuat keputusan dari hari ke hari, dan menjalin hubungan

dengan staf di semua lokasi dalam rumah sakit tempat resiko infeksi yang mungkin

terjadi.

4. Menyediakan kebijakan pemantauan dan evaluasi untuk pencegahan infeksi dan

penyebarannya.

5. Mengomunikasikan dan menyediakan informasi yang segera tersdia bagi staf, tentang

tindakan dari pengendalian infeksi.

Tugas Sehari-Hari Perawat Pengendali Infeksi

Tugas sehari-hari perawat pengendali infeksi dapat mencakup berbagai hal berikut

1. Mengidentifikasi secepat mungkin bahaya infeksi yang mngkin dalam pasien, staf, atau

peralatan.

2. Mengumpulkan berbagai rekaman pasien yang terinfeksi dari pemberitahuan ruang, catatan

kasus, laporan laboratorium, dan informasi yang dikumpulkan dalam unjungan dan diskusi

rutin.

3. Mengatur pengisolasian dengan cepat, pasien yang terinfeksi (bekerja sama dengan perawat

petugas ruang dan konsultan yang mempunyai tanggung jawab mula) sesuai dengan

Page 17: makalh infksi nosokomial

kebijakan rumah sakit dan memastikan bahwa ada fasilitas yang memadai untuk mengisolasi

pasien, melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi atau

organisme yang sangat resisten terhadap antibiotika.

4. Mengecek dengan menginspeksi bahwa prosedur pengendalian infeksi dan aseptik telah

dilaksanakan sesuai dengan kebijakan rumah sakit.

5. Menghubungkan antara laboratorium dan staf ruang; memberi informasi pada kepala bagian

dan memberikan nasihat tentang masalah pengendalian infeksi.

6. Melakukan kerjasama dengan staf kesehatan okupasi (occupational health staf) dalam

pemeliharaan rekaman infeksi staf medis, perawat, katering, domestik, dan berbagai

golongan staf lainnya yang terinfeksi; memastikan spesimen bersihan (Clearance spesiments)

diambil sebelum staf terinfeksi kembali bertugas.

7. Melakukan kerjasama dengan dan memberi petunjuk kepada perawat komunitas tentang

berbagai masalah infeksi.

8. Memberi informasi segera melalui telepon, tentang penyakit yang harus diberitahukan

(notifiable) kepada petugas kesehatan masyarakat.

9. Memberitahu berbagai rmah sakit lain, praktisi lain, dan lain-lain yang berkepentingan ketika

pasien yang terinfeksi dibebaskan dari rumah sakit atau dipindahkan ke tempat lain, dan

menerima informasi yang relevan dari rumah sakit lain atau dari komunitas apabila perlu.

10. Melakukan partisipasi dalam edukasi dan demonstrasi praktis tentang teknik pengendalian

infeksi kepada staf medis, perawat domestik, katering, pembantu, dan staf lainnya.

11. Memberitahu perawat tentang masalah dan kesulitan praktis dalam melaksanakan prosedur

rutin yang berkaitan dengan aspek perawatan pengendalian infeksi.

12. Menghadiri berbagai komite relevan yang biasanya mengendalikan infeksi dari berbagai

komite prosedur perawatan.

13. Melakukan perundingan dengan pimpinan pelayanan steril, tentang infeksi tertentu dalam

rumah sakit (misalnya HBV = Hepatitis B virus).

Perawat pengendali infeksi bekerjasama dengan berbagai komite anggota tim investigasi

perjangitan (outbreak) penyakit, mengadakan survey, mengunjungi dapur dan perusahaan

katering, memantau unit khusus, mengumpulkan sampel mikrobiologi, menyiapkan laporan

untuk komite pengendalian infeksi, klinis, pimpinan rumah sakit, dan membantu dalam proyek

penelitian.

Page 18: makalh infksi nosokomial

KOMITE PENGENDALI INFEKSI

Komite Pengendali Infeksi dari suatu rumah sakit umum yang besar, misalnya rumah

sakit kelas A dan B, hendaknya mempunyai perwakilan dari semua bagian dan SMF utama yang

bersangkutan dengan pengendalian infeksi, yakni medis, keperawatan, kesehatan okupasi, bagian

enginering, IFRS, bagian suplai, sentra sterilisasi, katering, mirobiologi, administrasi, kesehatan

masyarakat, dan juga tim pengendali infeksi. Ketua komite dapat juga kepala pengendali infeksi,

tetapi dapat seorang klinisis yang berminat dalam pengendalian infeksi. keuntungan utama suatu

komite yang besar adalah edukasi dan memastikan komunikasi yang memadai antara berbagai

departemen (bagian) yang berbeda. Namun, keputusan utama akan diambil oleh tim pengendali

infeksi tentang masalah rumah sakit. Tugas dan fungsi komite adalah sebagai berikut;

1. Mendiskusikan setiap masalah yang dibawa kepada kepada komite oleh dokter pengendali

infeksi, perawat, apoteker, atau oleh anggota komite lainnya.

2. Mengambil tanggung jawab utuk keptusan besar.

3. Menerima laporan tentang masalah mutakhir dan tentang timbulnya infeksi, serta

mengevaluasi berbagai laporan lain yang mencakup resiko infeksi (misalnya, infeksi dapur)

4. Mengatur koordinasi dan edukasi antar departemen dalam pengendalian infeksi (karena itu

adalah bermanfaat mempunyai seorang anggota perwakilan dengan berbagai minat).

5. Mengajukan, memelihara dan apabila perlu memodifikasi berbagai kebijakan, (misalnya,

desinfektan, antibiotika dan isolasi)

6. Memberi petunjuk tentang seleksi peralatan untuk pencegahan infeksi (misalnya, kotak

pembuangan benda tajam).

7. Membuat rekomendasi kepada berbagai komite lain dan berbagai bagian lain (SMF) tentang

tekhnik pengendalian infeksi.

8. Memberi petunjuk /masukan kepada pejabat kesehatan tentang semua aspek pengendalian

infeksi dan membuat rekomendasi untuk penggunaan berbagai sumber.

9. Mengembangkan standar terdokumentasi untuk sanitasi dan asepsis ruah sakit.

10. Mengembangkan, menyebarkan berbagai prosedur dan tekhnik untuk memenuhi standar,

serta memantau kepatuhan pada prosedur dan tekhni tersebut.

11. Mengembangkan dan menerapkan suatu sistem untuk memperoleh, pelaporan dan

mengevaluasi data tentang infeksi pada pasien serta populasi personl rumah sakit.

Page 19: makalh infksi nosokomial

12. Mengembangkan dan menerapkan, dengan bekerja sama dengan PFT, suatu sistem untuk

surveilan rutin dan mengkaji penggunaan antimikroba dalam rumah sakit.

PENGUNJUNG (TAMU) PASIEN

Infeksi dapat dibawa ke dalam rumah sakit oleh pengunjung,atau dipindahkan oleh

mereka dari seorang pasien ke yang lain, atau diperoleh oleh mereka dari pasien yang terinfeksi.

Walaupun pengunjung tidak tampak memainkan suatu peranan penting dalam infeksi rumah

sakit, beberapa tindakan pencegahan diperlukan untuk mencegah bahaya yang telah diketahui.

Calon pengunjung hendaknya ditunjukkan suatu pemberitahuan yang memperingatkan

mereka, agar tidak memasuki ruangan jika mereka sedang menderita salesma, sakit tenggorokan,

diare, borok, atau penyakit menular lain. Tindakan pencegahan khusus (pakaian, gerakan

terbatas, tidak menyentuh) hendaknya dilakukan jika pengunjung hendaknya diterima pasien

dengan kerentanan meningkat terhadap infeksi.

Pemberitahuan hendaknya menginstruksikan pengunjung membatasi kunjungan pada

seorang pasien, Jika instruksi ini dilakukan, kunjungan oleh orang sehat (misal, ibu dari anak)

tidak memberikan bahaya khusus dari infeksi silang.Adalah perlu bagi perawat ruangan

mengusir atau mengeluarkan mereka dari ruangan jika mengabaikan instruksi ini atau dilanggar.

Kunjungan ini hendaknya dilarang bagi orang yang tidak imun (khususnya anak-anak)

kepada pasien dalam isolasi dengan penyakita yang sangat menular. Apabila kunjungan harus

diizinkan, pengunjung kepada pasien, dengan demikian, hendaknya diinstruksikan untuk

melakukan tindakan melindungi diri sendiri, seperti mengenakan pakaian, dan mereka

hendaknya menahan diri untuk tidak menyentuh pasien, tempat tidur pasien dan barang-barang

miliknya. Apabila kontak tidak dapat dihindarkan (misalnya, dalam kunjungan ibu pada anak

kecil), pengunjung dianjurkan menggunakan sarung tangan. Kontak yang intim hendaknya

dihindari. Tangan hendaknya dicuci sepenuhnya pada waktu meninggalkan pasien.

SURVEILAN, REKAMAN DAN PELAPORAN

Dalam kebanyakan rumah sakit, timbulnya infeksi secara menyeluruh tidak diketahui.

Metode surveilan (yakni, penemuan dan merekam infeksi) berubah-ubah dan rekaman infeksi,

apabil disimpan oleh staf ruangan, sering tidak akurat. Surveilan telah didefinisikan sebagai

Page 20: makalh infksi nosokomial

penelitian cermat dari semua aspek terjadinya dan penyebaran suatu penyakit yang berkaitan

dengan pengendalian yang efektif serta dilakukan terus-menerus.

Surveilan infeksi di rumah sakit adalah perlu untuk alasan berikut :

1. Untuk mengetahui setiap tingkat yang tidak biasa atau perubahan dalam tingkat insiden,

penyebaran yang ada atau akan datang dari suatu perjangkitan (outbreak) dan terutama untuk

mengidentifikasi setiap organisme yang berbahaya.

2. Menilai sifat yang diinginkan dari tindakan khusus yang di ajukan untuk mengendalikan

suatu perjangkitan (outbreak), atau perjangkitan yang mengancam dan untuk mengkaji

keefektifan tindakan itu.

3. Untuk mengkaji keberhasilan tindakan pencegahan tetap yang masih digunakan di rumah

sakit.

4. Untuk mengurangi tingkat infeksi yang dapat di hindari, mengidentifikasi pasien resiko

tinggi agar tindakan selektif dapat diajukan, dan untuk memastikan upaya pengendalian

berhasil maksimum serta hasil yang paling efektif biaya.

Dari yang paling penting adalah pengetahuan awal dari suatu perjangkitan yang akan

datang atau bahaya yang mungkin, seperti inkubator yang telah terkontaminasi, mungkin diikuti

oleh infeksi.

Surveilan dan pemeliharan rekaman, meski tidak dianggap sebagai suatu akhir, tetapi

sebagai suatu alat untuk mengukur keefektifan program pengendalian infeksi dan untuk

memberikan petunjuk dini dari lokasi perjangkitan atau masalah. Maksud utama perekaman

infeksi adalah untuk menyediakan informasi untuk tindakan yang akan diambil.

STERILISASI DAN DESINFEKSI FISIK

Kontaminan mikroba dapat dihilangkan oleh pembersihan dengan suatu detergen dan air,

atau dimusnahkan oleh sterilisasi atau desinfeksi. Pembersihan yang diikuti oleh pengeringan

permukaan dapat hampir sama efektif dengan penggunaan suatu disinfektan.

Sterilisasi adalah perlakuan yang mencapai pembunuhan menyeluruh atau

menghilangkan semua mikroorganisme, termasuk spora tetanus dan basilus gangren gas yang

resisten terhadap kebanyakan disinfektan serta lebih resisten terhadap panas daripada

mikroorganisme nonspora.

Page 21: makalh infksi nosokomial

Desinfeksi adalah yang mengurangi jumlah mikroorganisme vegetatif (misalnya,

Staphylococci, salmonella) dan virus, tetapi tidak spora bakteri atau virus ”lambat” sampai

tingkat aman atau tingkat relatif aman.

Disinfektan adalah suatu senyawa kimia yang dapat memusnahkan mikroorganisme

vegetatif dan virus; Antiseptik sering digunakan untuk disinfektan yang digunakan pada kulit

atau pada jaringan hidup, tetapi karena maksud antiseptik adalah untuk mendesinfeksi (disebut

desinfeksi kulit) perkataan antiseptik nampaknya berlebihan; tetapi berguna sebagai suatu

petunjuk bahwa senyawa dapat aman digunakan pada jaringan.

Perkataan sterilan kadang-kadang digunakan rentang kecil senyawa kimia (etilen oksida,

formaldehide dan glutaraldehid) yang dibawah kondisi terkendali dapat membunuh bakteri

berspora. Semua benda (barang) yang akan disterilkan, harus secara fisik bersih sebelum menjadi

sasaran suatu proses sterilisasi baku. Semua instrumen bedah, pembalut dan objek lain atau

larutan yang dimasukkan ke dalam luka traumatik (bersifat menimbulkan cedera) atau luka

operasi, atau oleh injeksi harus steril (yakni, disterilkan dan dengan memadai dilindungi terhadap

kontaminasi berikutnya).

Sterilisasi dapat dicapai dengan panas lembab pada tekanan atmosfer yang ditingkatkan;

dengan panas kering pada tekanan biasa; dengan radiasi ionisasi (radiasi gamma atau sinar

elektron); dengan sterilan, seperti etilen oksida, dan glutaraldehid atau dengan filtrasi. Jika

barang yang di sterilkan tidak rusak oleh panas, metode sterilisasi panas sebaiknya selalu

digunakan sebagai pilihan terhadap metode lain, sebab metode panas lebih andal dan dapat lebih

efektif di pantau.

Desinfeksi

Kebanyakan rumah sakit telah menetapkan suatu kebijakan untuk menggunakan

disinfektan, tetapi masih mungkin menemukan disinfektan yang tidak tepat digunakan pada

konsentrasi yang tidak memadai. Disinfektan mahal dan tidak efektif masih digunakan, sedang

zat yang lebih murah atau lebih efektif ada tersedia, atau digunakan apabila suatu disinfektan

tidak dibutuhkan sama sekali. Diperlukan suatu standarisasi disinfektan nasional dan suatu

kebijakan disinfektan yang baik, hendaknya sungguh-sungguh meningkatkan keefektifan biaya

disinfektan dalam rumah sakit.

Page 22: makalh infksi nosokomial

Jenis Disinfektan Kimia

Disinfektan kimia terdiri atas golongan fenolik, kloroksilenols; senyawa halogen;

senyawa kuarterner amonium; klorheksidin; heksaklorofan; triklosan, alkohol (etilalkohol 70%

dan isopropil alkohol 60-70%); senyawa aldehid (formaldehid, glutaraldehid); hidrogen

peroksida; senyawa amfolitik dan senyawa anti mikroba lainnya (akridin dan trifenil metan).

Formulasi Suatu Kebijakan Desinfeksi

Komite pengendalian rumah sakit, hendaknya menyiapkan kebijakan disinfektan dan

menetapkan jenis disinfektan yang digunakan; hal ini memerlukan konsultasi antara

mikrobiologis, dokter pengendali infeksi, perawat pengendali infeksi apoteker rumah sakit,

petugas perbekalan dan perwakilan dari staf medis, perawat dan staf administrasi. Permintaan

untuk disinfektan datang dari berbagai bagian (unit) rumah sakit dan terdapat banyak sumber

suplai. Semua permintaan disinfektan harus disetujui oleh apoteker rumah sakit yang dapat

mengecek, apakah disinfektan yang diminta itu sesuai dengan kebijakan rumah sakit.

Prinsip Umum Untuk Memformulasikan Suatu Kebijakan Desinfeksi.

1. Buat daftar semua maksud untuk apa saja disinfektan digunakan, kemudian cek permintaan,

dan order untuk memastikan bahwa daftar telah lengkap.

2. Eliminasi penggunaan disinfektan kimia, apabila panas dapat secara wajar digunakan

sebagai suatu alternatif, atau apabila sterilisasi dipersyaratkan; atau pembersihan seksama

saja sudah cukup, atau alat sekali pakai dapat digunakan secara ekonomis. Hendaknya,

hanya sedikit penggunaan cairan disinfektan.

3. Pilih sejumlah terkecil disinfektan yang praktis untuk sisa penggunaan, yakni satu

disinfektan rutin untuk tiap bidang penggunaan (lingkungan, kulit, peralatan), ditambah

suatu alternatif untuk penggunaan ketika pasien atau staf peka terhadap disinfektan rutin,

untuk instrumen yang dapat dirusak oleh disinfektan, dan untuk penggunaan apabila

disinfektan rutin kebetulan tidak tersedia, atau tidak sesuai untuk suatu maksud tertentu.

4. Atur distribusi disinfektan yang dipilih pada pengenceran penggunaan yang benar, atau

sediakan alat untuk menyiapkan dan mengukur disinfektan di tempat penggunaan.

5. Semua pengguna disinfektan mungkin perlu menerima instruksi yang memadai dalam

penyiapan dan penggunaannya. Hal ini hendaknya termasuk informasi tentang:

a) Disinfektan dan konsentrasi yang benar untuk digunakan bagi setiap tugas.

Page 23: makalh infksi nosokomial

b) Usia guna (shelf-life) disinfektan pada konsenrasi yang disuplai, jenis wadah yang

digunakan, dan perubahan frekuensi larutan dalam penggunaan.

c) Zat atau materi yang akan bereaksi atau menetralkan disinfektan.

d) Suatu pengkajian toksis atau resiko lain pada personel yang menggunakan disinfektan atau

detergen yang dipersyaratkan; juga tindakan yang dipersyaratkan untuk melindungi

personel. Tindakan keselamatan pribadi, misalnya, hendaknya menggunakan sarung tangan

karet, cara bagaimana produk dapat dibuka dan dicampur dengan aman; tindakan apa yang

diperlukan, jika produk masuk berkontak dengan kulit atau mata.

6. Kebijakan hendaknya dipantau untuk memastikan bahwa kebijakan itu terus efektif.

Kadang-kadang pengujian dalam penggunaan dan estimasi konsentrasi dapat dipersyaratkan.

Seleksi Disinfektan

Sifat Antimikroba

Apabila sesuai dengan persyaratan lain, disinfektan yang digunakan sebaiknya bersifat

bakterisidal (membunuh bakteri) daripada bakteriostatik (menghentikan atau merintangi

pertumbuhan bakteri), aktif terhadapsuatu rentang mikroba yang luas dan tidak cepat

inaktivasi. Manufaktur dapat menyuplai informasi tentang sifat-sifat disinfektan, tetapi

uji anti mikroba secara bebas (dilakukan sendiri) juga diperlukan.

Sifat-sifat lain

Sifat-sifat disinfektan yang dipilih harus dipertimbangkan menyangkut aseptabilitas, juga

aktivitas antibakteri. Stabilitas, toksisitas, dan sifat korosif perlu dikaji oleh apoteker

rumah sakit dengan bantuan informasi yang relevan, diperoleh dari manufakturnya.

Aseptabilitas dan sifat membersihkan, hendaknya dikaji oleh personel pengawas rumah

sakit atau pengguna. Harga, jelas penting sipertimbangkan, sebab penggunaannya cukup

banyak di rumah sakit. Untuk mengurangi harga, ada baiknya pengadaan dilakukan

dengan kontrak untuk satu atau dua disinfektan yang pada umumnya dapat diterima.

Dekontaminasi Lingkungan, Peralatan, dan Kulit

Pilihan metode dekontaminasi, yakni pembersihan, desinfeksi, sterilisasi bergantung pada

banyak faktor, tetapi pilihan awal dapat didasarkan pada pada risiko infeksi pada pasien. Hal ini

dapat dikategorikan sebagai kategori resiko tinggi, menengah, rendah, dan minimal. Namun,

Page 24: makalh infksi nosokomial

terdapat tumpang tindih antara golongan ini dan persyaratan untuk dekontaminasi dapat beragam

dalam suatu kategori. Risiko infeksi pada pasien berasal dari alat, bahan dan lingkungan.

Risiko Tinggi

Benda (barang) dalam kontak langsung dengan suatu robekan (luka) dalam kulit atau

selaput lendir atau dimaksudkan ke dalam suatu lokasi tubuh steril {misalnya, alat bedah,

pembalut, kateter, dan alat prostetik (pengganti alat tubuh yang hilang)}, dipersyaratkan

steril (jika sterilisasi tidak praktis tercapai, disinfeksi tingkat tinggi dapat memadai,

walaupun tidak optimal) .

Risiko Menengah

Barang atau benda dalam kontak dengan selaput lendir, cairan tubuh atau terkontaminasi

dengan terutama organisme virulen atau cepat menular atau jika benda/barang itu

digunakan pada pasien atau tempat yang sangat rentan, dipersyaratkan didesinfeksi

(misalnya, gastroskop = alat untuk memeriksa bagian dalam lambung; alat pernapasan).

Risiko Rendah

Benda atau barang dalam kontak dengan kulit normal dan utuh. Pembersihan dan

pengeringan, biasanya memadai (misalnya, menyuci mangkuk, toilet, dan seprai, selimut

serta kain-kain tempat tidur).

Risiko Minimal

Benda atau barang tidak dalam kontak langsung dengan pasien atau di sekelilingnya.

Tidak mungkin terkontaminasi dengan jumlah patogen signifikan atau pada suatu tempat

yang rentan. Pembersihan untuk memindahkan organisme dan pengeringanbiasanya

memadai (misalnya lantai,dinding, dan bak cuci).

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DAN ZAT KEMOTERAPI ANTIMIKROBA

Antibiotik terdiri dari senyawa sintetik (Yakni, zat kemoterapi antimikroba) dan zat yang

diproduksi secara alami (antibiotika). Jika seseorang pasien diketahui atau dicurigai menderita

suatu infeksi klinisis, wajib menetapkan organisme apa yang diketahui atau mungkin

bertanggungjawab dan apada antibiotika mana organisme itu akan atau mungkin sensitif.

Tujuan utama kemoterapi adalah untuk membantu pertahanan alamiah tubuh, guna

mengeliminasi miroba dari jaringan dengan mencegah perkembangan / pembiakkannya. Untuk

Page 25: makalh infksi nosokomial

mencapai efek ini, darah dan jaringan terinfeksi harus mengandung, suatu konsentrasi antibiotika

yang lebih tinggi dari ”konsentrasi inhibitor minimal” (KIM) (Bakteriostatik) antibiotika untuk

organisme penyebab infeksi.

Dalam infeksi yang sangat parah, terutama septikaemia (suatu penyakit sistemik akibat

mikroorganisme dan racunnya dalam aliran darah), endokarditis (endocarditis= radang

endokardium=lapisan endotel/ sel gepeng dari lumen jantung ditambah jaringan ikat

dibawahnya), osteomielitis (radang pada pasien dengan pertahanan alami yang lemah atau pada

pasien yang menerima obat imunosuprsif atau steroid, kemoterapi wajib bertujuan membunuh

organisme penyebab infeksi, yakni cairan jaringan harus megandung lebih dari ”konsentrasi

minimal bakterisidal” (KMB) antibiotika. Untuk mencapai ini obat wajib diberikan melalui rute

yang tepat, misalnya, obat yang tidak diabsorpsi dari usus halus mestinya tidak diberikan per

oral, kecuali kerja lokal dalam usus besar diperlukan.

Strain yang resisten antibiotika dari organisme tertentu adalah umum dalam rumah sakit.

Staphylocuccus aureus dan basilus Gram negatif tertentu penyebab infeksi rumah sakit, telah

menjadi semakin bertambah resisten terhadap antibiotika yang umum digunakan. Organisme

resisten ini dapat terjadi karena salah satu akibat berikut, yaitu sebagai akibat seleksi strain yang

pada hakikatnya resisten oleh penggunaan antibiotika yang ekstensif dan sering sembarangan

atau oleh mutasi bakteri yang sebelumnya sensitif, dan seleksi setelah terpapar pada berbagai

antibiotika. Beberapa organisme resisten, terutama basilus Gram negatif, dapat memindahkan

resisten antibiotik ke bakteri yang lain. Mengingat sejumlah besar antibiotika yang tersedia,

diperlukan pedoman tentang penggunaannya.

Komponen kebijakan Antibiotika

Petunjuk dan contoh pribadi

Diskusi antara dokter senior dan dokter muda akan berpengaruh pada kebiasaan

penulisan resep antibiotika yang rasional. Penggunaan antibiotika yang efektif

memerlukan pengalaman dan hal ini tidak segara diperoleh.

Petunjuk dan edukasi umum

Page 26: makalh infksi nosokomial

Edukasi dokter penulis antibiotika juga dapat dibantu jika beberapa catatan peringatan

tersedia dalam ruangan perawatan. Terutama penting agarada petunjuk tentang

penggunaan obat topical, tentang profilaksis, dan tentang sediaan yang mahal.

Penyediaan data survey

Kebijakan antibiotika sangat banyak tergantung pada pola sensitivitas strain bakteri yang

diisolasi terakhir.Persentase bakteri yang resisten pada sejumlah antibiotika, sangat

bervariasi dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain dan antara berbagai unit berbeda

dalam rumah sakit yang sama. Variasi yang sama akan terjadi dari waktu ke waktu dalam

rumah sakit yang sama. Laporan tetap dapat disediakan dari informasi yang tersedia

dalam kebanyakan laboratorium tempat pengujian sensitivitas dilakukan, dan

pengetahuan tentang pola resisten terakhir, memberi klinisis suatu pedoman berharga

tentang terapi yang paling mungkin digunakan.

Cadangan antibiotika

Beberapa rumah sakit perlu mengelompokkan antibiotic ke dalam berbagai kategori yang

berbeda, untuk menyimpannya sebagai cadangan bagi organisme tertentu atau jenis

pasien tertentu.

Kebijakan pembelian

Antibiotika baru perlu secara teliti dipertimbangkan oleh PFT dan hanya dibeli jika

unggul dalam satu atau lebih antibiotika yang telah ada.

Tindakan apabila resistensi terhadap antibiotika penting menjadi biasa

Kadang-kadang penghentian penggunaan antibiotik yang dibicarakan, akan menimbulkan

suatu pengurangan yang besar atau bahkan meniadakan dari organisme yang resisten.

Apabila multi resistensi terjadi, semua antibiotika yang terlibat dalam pola resistensi

perlu ditarik dan tidak digunakan kembali sampai berbagai strain ini ditiadakan. Dalam

beberapa perjangkitan (outbreaks), penarikan antibiotika belum efektif; pemindahan

semua pasien yang membawa atau terinfeksi dengan strain yang menunjukkan pola

resistensi ke satu ruangan yang tertutup bagi pasien yang baru masuk, sampai semua

pembawa strain yang resisten dibebaskan, mungkin efektif dalam suatu situasi demikian.

Pola resistensi antibiotik secara tetap berubah di rumah sakit maka perlu untuk mengubah

suatu kebijakan, sebagai respon terhadap perubahan dalam resistensi.

Page 27: makalh infksi nosokomial

Contoh Kebijakan Antibiotik yang digunakan dalam Suatu Rumah Sakit Umum

Penggunaan yang tidak dibatasi

Penisilin

Flukloksasilin

Tetrasiklin

Eritromisin

Metronidazol

Ampisilin dan turunannya

Gentamisin

Sefuroksim

Kotrimoksazol (Timetoprim)

Penggunaan yang dibatasi

(dengan nasihat dari dokter

penyakit infeksi atau

mikrobiologis)

Azlosilin

Seftazidim

Netilmisin

Klindamisin

Vankomisin

Kloramfenikol

Siprofloksasin

Tidak direkomendasikan dan tidak

disediakan dalam rumah sakit

Semua sefalosproin lain

Amikasin

Tobramisin

Ureidopenisilin

Antibiotika dan laboratorium

Klinisi rumah sakit dapat menggunakan antibiotika secara rasional jika hanya tersedia

pelayanan laboratorium yang memadai. Peranan laboratorium dalam penggunaan antibiotika

sacara rasional, antara lain:

- Pengadaan uji sensitivitas yang akurat pada isolate yang relevan dari pasien individun

terhadap antibiotika yang paling sesuai. Pilihan agen dan pedoman kerentanan yang

digunakan, harus dipelihara di bawah pengkajian yang tetap.

- Menyediakan data ringkas tetap tentang prevalensi bakteri resisten dan fasilitas untuk

pemantauan beberapa konsentrasi antibiotika.

- Melaporkan kepada klinisis, suatu jumlah sensitivitas yang terbatas terhadap

antimikroba yang tepat untuk membatasi rentang antibiotika yang digunakan.

PENGENDALIAN SAMPAH DAN LIMBAH DI RUMAH SAKIT

Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar

semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah

Page 28: makalh infksi nosokomial

sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di

sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam

limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia

termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum

dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh

kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah

sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik

padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang

terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau

bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,

perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini

memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.

Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan

mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan

pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium

yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi

penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan

tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan

obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah

farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch

yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang

oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi

bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan.

Page 29: makalh infksi nosokomial

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan

medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari

penggunaan medis atau riset radio nukleida. (Arifin. M, 2008).

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah

non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari

kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang

pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan,

sayur dan lain-lain).

Berdasarkan karakteristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Limbah cair

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah cair

Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP 82

thn 2001). Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan pada :

a.Sifat Fisika dan Sifat Agregat . Keasaman sebagai salah satu contoh sifat limbah dapat diukur

dengan menggunakan metoda Titrimetrik

b. Parameter Logam, contohnya Arsenik (As) dengan metoda SSA

c. Anorganik non Metalik contohnya Amonia (NH3-N) dengan metoda Biru Indofenol

d. Organik Agregat contohnya Biological Oxygen Demand (BOD)

e. Mikroorganisme contohnya E Coli dengan metoda MPN

f. Sifat Khusus contohnya Asam Borat (H3 BO3) dengan metoda Titrimetrik

g. Air Laut contohnya Tembaga (Cu) dengan metoda SPR-IDA-SSA

Limbah padat

Page 30: makalh infksi nosokomial

Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada

umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan,

perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat:

kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll

Limbah gas dan partikel

Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat (limbah) yang

mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap

kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan timah.

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau

beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak

atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk

limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi

karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan

penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah

satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun,

menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat

diketahui termasuk limbah B3.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal

dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap

Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi

Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur

aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses

tersebut

Page 31: makalh infksi nosokomial

Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested

aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan

banyak mengandung padatan organik.

Macam Limbah Beracun :

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan

gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api,

gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala

akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau

menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia

dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam

tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit

atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang

diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau

mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang

bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

Sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan pemerintah No.18 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3 terbagi atas dua macam

yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik.

Perbedaan pokok antara limbah B3 spesifik dan tidak spesifik terletak pada cara

penggolongannya. Pada limbah spesifik digolongkan kedalam jenis industri, sumber

pencemaran, asal limbah, dan pencemaran utama sedangkan pada limbah tidak spesifik

penggolongannya atas dasar kategori dan bahan pencemar

Page 32: makalh infksi nosokomial

Dampak Limbah Pada Kesehatan Masyarakat

Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat

gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk

memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan

kelompok yang paling rentan Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-

harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga,

pengunjung / pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan

kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit,

lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana

mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun

kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di

lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan

rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit

(Kusnoputranto.H, 1993).

Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit

dengan menggunakan warna :

JENIS LIMBAH WARNA

Bangsal/Unit

Klinik Kuning

Bukan klinik Hitam

Kamar Cuci Rumah Sakit

Kotor/Terinfeksi Merah

Habis dipakai Putih

Dari kamar operasi Hijau/Biru

Dapur

  Sarung tangan dengan warna yang berbeda untuk memasak dan

Page 33: makalh infksi nosokomial

membersihkan badan.

  Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilaksanakan dengan baik,

tempat limbah diseluruh rumh sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat

dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.

1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah

klinik dan yang lain untuk bukan klinik

2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah klinik

3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan

perlu dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992).

Pengelolaan limbah

Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara yang

diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan

kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment)

(Slamet Riyadi, 2000).

Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan

kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :

1. Pemisahan Limbah

-  Limbah harus dipisahkan dari sumbernya

-  Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

-  Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan

kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).

2. Penyimpanan Limbah

Page 34: makalh infksi nosokomial

Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan

kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah)

kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan

kode warna dibangsal dan unit-unit lain.

3. Penanganan Limbah

Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat

bagian atasnya dan diberik label yang jelas

Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga  jika dibawa mengayun

menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat  tertentu untuk dikumpulkan

Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan  warna yang sama

telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai.

Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak

sebelum diangkut ketempat pembuangan.

4. Pengangkutan limbah

Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah

bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator.

Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum)

kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan

dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada  kebocoran kantung limbah) dibersihkan

dengan menggunakan larutan klorin.

5. Pembuangan limbah

Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat

penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin

harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama

sehingga tidak sampai membusuk (Bambang Heruhadi, 2000).

Page 35: makalh infksi nosokomial

Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator

berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau lebih tinggi dan

mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah

sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani

insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang

baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah

klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak

terpakai lagi.

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan

ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :

1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter

2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi  75 cm

3. Tambahkan lapisan kapur

4. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai ketinggian

0,5 meter dibawah permukaan tanah

5. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah

(Setyo Sarwanto, 2003).

CONTOH INFEKSI NOSOKOMIAL

Terdapat 4 macam infeksi nosokomial yang menonjol yaitu infeksi luka operasi

(ILO), infeksi saluran kencing (ISK), pneumonia dan bakteremia.

1. Infeksi Saluran Kencing / Urinary Tract Infections (ISK/UTI)

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, infeksinya dihubungkan dengan

penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat

menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian.

Bakteri yang sering menyebabkan infeksi ini antara lain:

E. Coli

Enterococcus sp.

Klebsiella sp.

Pseudomonas aeruginosa

Page 36: makalh infksi nosokomial

Proteus mirabilis

Penyebaran mikroorganisme yang terdapat pada permukaan ujung kateter yang

masuk ke dalam uretra menyebabkan terjadinya infeksi saluran kencing.

Pencegahannya antara lain dengan cara kateterisasi dengan teknik benar dam hindari

jika tidak perlu. Kemudian pemasangan kateter secara asepsis, pengambilan sampel

urin secara steril, serta alat yang digunakan harus di sterilkan terlebih dahulu.

Dipastikan bahwa alat-alat tersebut steril dan tidak terkontaminasi oleh alat-alat yang

tidak steril. Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah memakai sarung

tangan.

2. Infeksi Luka Operasi / Surgical Site Infections (ILO/SSI)

Sebanyak 14-16% dari keseluruhan infeksi nosokomial sehingga menempati

Infeksi Luka Operasi di posisi kedua setelah Infeksi Saluran Kencing. Infeksi Luka

Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/Surgical Site Infection

(SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari

paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber

bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan

termasuk juga instrumentasi.

Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :

1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien.

2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument

dan pasien itu sendiri.

Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif,

ataupun paska operatif. Pencegahan ILO pada pasien dilakukan dengan perawatan

praoperasi, pencukuran rambut bila mengganggu operasi, cuci dan bersihkan daerah

sekitar tempat insisi dengan antiseptik pada kulit secara sirkuler ke arah perifer yang

harus cukup luas. Antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian ILO dan

dianjurkan untuk indakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti pada infeksi kelas

II dan III. Selain itu, antibiotik profilaksis juga diberikan jika diperkirakan akan

terjadi infeksi dengan resiko yang serius seperti pada pemasangan implan,

penggantian sendi, dan operasi yang lama. Selain itu, pada saat praoperatif harus

Page 37: makalh infksi nosokomial

juga diperhatikan mengenai tindakan antiseptik pada lengan tim bedah, gaun operasi

dan drapping.

Pada tahap intra operatif, yang harus diperhatikan adalah bahwa semakin

lama operasi, resiko infeksi semakin tinggi, tindakan yang mengakibatkan

terbentuknya jaringan nekrotik harus dihindarkan, pencucian luka operasi harus

dilakukan dengan baik, dan bahan yang digunakan untk jahitan harus sesuai

kebutuhan seperti bahan yang mudah diserap atau monofilamen.

Paska operasi, hal yang harus diperhatikan adalah perawatan luka insisi dan

edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara primer dan dressing

yang steril selama 24-48 jam paska operasi. Dressing luka insisi tidak dianjurkan

lebih dari 48 jam pada penutupan primer. Tangan harus dicuci sebelum dan

sesudah penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka pada kulit, maka luka

tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing yang steril.

3. Pneumonia Nosokomial (PNO)

Bakteri adalah penyebab yang tersering dari Pneumonia nosokomial. Jenis kuman

penyebab ditentukan oleh berbagai faktor antara lain berdasarkan imunitas pasien,

tempat dan cara pasien terinfeksi. Kuman penyebab PNO sering berbeda jenisnya

antara di ruangan biasa dengan ruangan perawatan intensif (ICU): infeksi melalui

slang infus sering berupa Staphylococcus aureus sedangkan melalui ventilator Ps.

aeruginosa dan Enterobacter. PNO bakteril dapat dibagi atas onset awal yaitu 48-72

jam pemasangan intubasi trakheal, bakteri penyebabnya adalah Staphylococcus

aureus, Haemophylus influenzae, Streptococcus pneumoniae. Onset lebih lanjut yaitu

lebih dari 72 jam sering disebabkan oleh basil gram negatif seperti Pseudomonas

aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, escherichia coli, Serratia marcescens. Penyebab

lain PNO diantaranya virus dan fungus yaitu Candida albicans, Aspergillus

fumigatus. Penyebaran Infeksi karena adanya kolonisasi bakteri pada traktus

aerodigestive dan aspirasi sekret yang terkontaminasi di saluran napas bawah.

Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:

Tipe dan jenis pernapasan

Perokok berat

Page 38: makalh infksi nosokomial

Tidak sterilnya alat-alat bantu

Obesitas

Kualitas perawatan

Penyakit jantung kronis

Penyakit paru kronis

Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ

Tingkat penggunaan antibiotika

Penggunaan ventilator dan intubasi

Penurunan kesadaran pasien

4. Bakteremia (CRBSI)

Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian.

Organisme penyebab infeksi : Terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan

antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.

Penyebaran : Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum

suntik, kateter urin dan infus.

Penyebab : Panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan

perawatan dari pemasangan kateter atau infus.

POSISI APOTEKER RUMAH SAKIT

Sebagai pelaku pelayanan kesehatan, apoteker rumah sakit mempunyai suatu

tanggung jawab yang jelas untuk berpartisipasi dalam program pengendalian infeksi.

Keefektifan apoteker dalam pengendalian infeksi dan pengkajian penggunaan antibiotika

dapat diwujudkan melalui berbagai komite rumah sakit dan staf medis yang sesuai.

Fungsi Apoteker Rumah Sakit dam Pengendalian Infeksi

Berbagai tanggung jawab apoteker untuk pengendalian infeksi diberikan

dalam berbagai bidang berikut: pengendalian infeksi nosokomial, peningkatan

penggunaan yang rasional dari berbagai zat antimikroba dan edukasi.

a. Pengendalian infeksi nosokomial

Tanggung jawab apoteker dalam bidang ini, dapat dipenuhi melalui berbagai

fungsi berikut:

Page 39: makalh infksi nosokomial

1. Berpartisipasi dalam berbagai urusan komite pengendalian infeksi (KPI) atau

yang setara.

2. Memberi petunjuk kepada rumah sakit tentang seleksi dan penggunaan

antiseptic, disinfektan, dan sterilan yang sesuai.

3 Menetapkan berbagai kebijakan, prosedur, dan program pengendalian mutu

internal IFRS untuk mencegah kontaminasi pada sediaan obat yang

disiapkan/dibuat dalam atau didispensing dari IFRS. Yang paling penting dalam

bidang ini adalah pembuatan dan penanganan sediaan steril.

4. Mendorong penggunaan kemasan dosis tunggal obat steril sebagai pengganti

wadah multidosis.

5. Memberi rekomendasi berbagai kebijakan untuk frekuensi penggantian

perlengkapan intravena dan alat pemberian intravena lain serta pembalut.

6. Memberi rekomendasi penyimpanan sediaan steril dan wadah multidosis yang

tepat.

b. Meningkatkan penggunaan zat-zat antimikroba yang rasional

Suatu tanggung jawab klinik penting apoteker adalah untuk meningkatkan

penggunaan antibiotik yang rasional dan berbagai zat antimikroba lainnya. Dalam

hubungan dengan pengendalian infeksi, tanggung jawab ini diperluas dengan

penetapan tindakan untuk meminimalkan perkembangan strain mikroorganisme yang

resisten, dan juga mengoptimasi kesempatan keberhasilan hasil (outcomes) terapi

pada pasien individu. Berbagai fungsi berkaitan dengan tanggung jawab ini

mencakup:

1. Bekerja di dalam struktur PFT untuk mengendalikan jumlah dan berbagai

antibiotika dan berbagai antimikroba lain yang diterima dalam formularium.

Pertimbangn berbagai factor terapi, mikrobiologi serta factor keterbatasan biaya

harus mempengaruhi keputusan penerimaan antimikroba dalam formularium.

2. Bekerja sama dengan staf medis dalam menetapkan berbagai kebijakan berkaitan

dengan penggunaanantibiotika profilaksis, pembatasan penggunaan antibiotika

tertentu, dan berbagai kebijakan penggunaan obat lain berkaitan denganantibiotik

dan berbagai zat antimikroba lain.

Page 40: makalh infksi nosokomial

3. Menetapkan dan melaksanakan (bersama dengan staf medis) suatu program

evaluasi penggunaan antibiotika konkuren dan prospektif terus-menerus untuk

mengkaji serta menyempurnakan mutu terapi antimikroba.

4. Menghasilkan dan menganalisis data kuantitatif tentang penggunaan obat

antimikroba.

5. Bekerja dengan laboratorium mikrobiologi untuk meningkatkan uji penapisan

sensitivitas mikroba dan melaporkan hasilnya.

6. Bekerja dengan individu dan komite yang sesuai dalam rumah sakit yang

bertanggung jawab untuk menyeleksi, mengendalikan perlengkapan intravena, alat

infuse, danperalatan serta perlengkapan lain yang berkaitan dengan pemberian

antibiotik intravena.

c. Kegiatan edukasi

Berbagai fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam bidang ini, mencakup:

1. Melaksanakan program edukasi inservice, konferensi klinik, dan berbagai jenis

penyajian lain bagi professional keehatan tentang pokok pembicaraan yang

sesuai, mencakup:

a) Terapi antimikroba

b) Berbagai zat dekontaminasi (disinfektan, antiseptic, dan sterilan)

c) Teknik dan prosedur aseptik

d) Metode sterilisasi

2. Memberi edukasi dan konseling kepada PRT, pasien ambulatori dan pasien

rawat rumah (PRR) dalam bidang berikut:

a) Pentingnya kepatuhan pada petunjuk tertulis untuk antibiotik (dan semua

obat lain).

b) Informasi lain yang perlu untuk penggunaan obat yang aman dan sesuai

(misalnya, apakah dikonsumsi atau tidak dengan makanan).

c) Instruksi tentang kondisi penyimpanan, termasuk obat yang digunakan

melalui program perawatan rumah.

d) Prosedur pengendalian infeksi lain yang perlu dilaksanakan dalam suatu

rumah tangga pasien rawat rumah (PRR).

Page 41: makalh infksi nosokomial

3. Menetapkan dan melaksanakan berbagai kegiatan jaminan mutu terus-menerus

dan penyajian inservice bagi staf IFRS, tentang pokok pembahasan yang

sesuai, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

a) Teknik dan prosedur aseptik

b) Metode sterilisasi

c) Pengendalian mutu lingkungan (misalnya, pemeriksaan cabinet laminair

air flow, cabinet keselamatan biologis)

4. Berpartisipasi dalam edukasi kesehatan masyaralat dan kampanye kesadaran,

berkenaan dengan pengendalian penyebarab penyakit menular.

Page 42: makalh infksi nosokomial

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, Charles., 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Buku kedokteran EGC,

Jakarta.

2. Hermawan Guntur, 2004. Perspektif Masa Depan Imunologi-Infeksi. Sebelas Maret

University Press, Surakarta.

3. Soeparman, dkk., 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta

4. Parhusip, 2005. Jurnal Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Serta Pengendalian di BHG. UPF. Paru RS. Dr. Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-

USU Medan. e-USU Repsoitory.

5. Anonim, 2011. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal, availalbe at

http://spiritia.or.id/, diakses tanggal 13 Februari 2011.

6. BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta.

7. Arifin.M, 2008,  Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI, Jakarta.

8. Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum. Jakarta

9. Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan Sampah.

Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah Sakit.  UnAir.

10. Sarwanto, Setyo. 2009. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah

Sakit : Limbah Rumah Sakit Belum Dikelolah Dengan Baik . Jakarta : UI.

11. Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap

lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian

Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.