Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

27
Presentasi Kasus Persiapan Nyeri Kepala Disusun Oleh: Reiva Wishdarilla MD 0906639865 Samuel Raymond RW 0906639915 Wahyu Permatasa ri 0906639972 Mario Markus Nugraha 0906639801 MODUL PRAKTIK KLINIK NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DESEMBER 2012

Transcript of Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    1/2

    Presentasi Kasus Persiapan

    Nyeri Kepala

    Disusun Oleh:

    Reiva Wishdarilla MD 0906639865

    Samuel Raymond RW 0906639915

    Wahyu Permatasari 0906639972

    Mario Markus Nugraha 0906639801

    MODUL PRAKTIK KLINIK NEUROLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIADESEMBER 2012

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    2/2

    BAB I

    ILUSTRASI KASUS

    Anamnesis dilakukan pada tanggal 30 November 2012

    Identitas

    Nama : Nn. N

    TTL : 13 Agustus 1985

    Usia : 27 tahun

    Pekerjaan : Karyawan pabrik

    Status : Belum menikah

    Agama : Islam

    Suku : Jakarta

    Keluhan Utama

    Sakit kepala yang memberat sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien mengeluh sakit kepala yang semakin memberat sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan

    hilang timbul. Sakit kepala awalnya tidak terlalu berat (VAS = 2), dengan durasi 1 kali sehari selama

    2 jam. Semakin lama sakit kepala semakin berat dan semakin sering. Sampai sekitar satu bulan smrs,sakit kepala sangat berat (VAS = 9), terjadi 3 kali sehari, dengan durasi 2 jam dan sangat mengganggu

    aktivitas. Lokasi sakit kepala di sebelah kiri, yang kadang berpindah ke bagian depan. Nyeri kepala

    seperti ditekan dan ditusuk-tusuk. Nyeri kepala timbul tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Nyeri kepala

    tidak lebih berat bila di tempat silau atau keadaan bising. Mual muntah disangkal.

    Enam minggu smrs, pasien mengeluh demam yang naik turun namun tidak terlalu tinggi. Pasien juga

    mengeluhkan batuk, dahak jarang, keringat malam positif, batuk darah disangkal, mual muntah

    disangkal, lemas positif, penurunan berat badan sebesar 12 kg dalam 2 bulan terakhir. Orang tua

    pasien juga mengatakan pasien sering bingung dan melamun.

    Empat minggu smrs, pasien mengalami kejang ketika mau ke WC. Kejang kaku, langsung pada

    seluruh tubuh, tidak mencong ke salah satu sisi, tidak sadar, dan terjadi dengan durasi sekitar 3 menit.

    Pasien baru sadar sekitar 1 jam kemudian. Setelah kejang, pasien tidak dapat BAK dan BAB, dan kaki

    lemas tidak dapat berdiri. Pasien merasakan kelemahan pada kedua kaki, dan tangan kanan. Pasien

    juga merasakan baal dan dan kesemutan pada keempat ekstremitas. Pasien juga mengalami bicara

    pelo. Pasien juga mengeluh nyeri pada pinggang. Pandangan ganda disangkal, gangguan pendengaran

    disnagkal, berdenging disangkal, gangguan penciuman disangkal, kesulitan menelan disangkal.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    3/2

    Kemudian pasien dirawat di RSUD Bekasi sekitar 4 minggu. Dipasang selang kateter, pasien dapat

    BAK. Selama perawatan pasien tidak lagi mengalami kejang. Saat perawatan, pasien mengalami

    kesulitan mengutarakan sesuatu namun sebenarnya mengerti apa yang dikatakan orang lain. Pasien

    diberikan obat untuk paru yang membuat kencing berwarna merah. Dokter mengatakan bahwa pasien

    mengalami bisul di otak dan akan dilakukan MRI. Kemudian pasien dirujuk di RSCM.

    Saat datang ke RSCM, pasien masih mengeluhkan lemah pada kedua kaki. Kesemutan pada keempat

    ekstremitas.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Pasien belum pernah menggunakan Obat

    Anti Tuberkulosis sebelumnya. Hipertensi disangkal, DM disangkal, Stroke disangkal.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Keluarga pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat sakit TB pada

    keluarga disangkal, hipertensi disangkal, DM disangkal, stroke disangkal.

    Riwayat Sosial

    Pasien bekerja sebagai karyawan pabrik di daerah dekat dengan rumah pasien.

    Pemeriksaan Fisik

    Status Generalis

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Kompos mentis

    Tekanan Darah : Kanan : 124/76 mmHg Kiri: 128/78 mmHg

    Frekuensi Nadi : 99x/menit, isi cukup, teratur

    Napas : 18x/menit, abdominotorakal, dalam, teratur

    Suhu : 36,40C

    Kulit : Coklat, tidak tampak ada bekas luka

    Mata : Normal

    Kepala : Normocephal, tampak benjolan difus leher depan dan belakang sebelah kiri,

    serta benjolan seukuran koin di dahi sebelah kanan

    Rambut : Rambut hitam, kuat, persebaran merata

    Wajah : Simetris

    Mulut : oral hygiene baik

    Leher : terdapat benjolan di sebelah leher kiri, KGB tidak membesar

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    4/2

    Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, gallop negatif, murmur negatif

    Paru : Bunyi nafas vesikuler, rhonki negatif/negatif, wheezing negatif/negatif

    Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan negatif, bising usus + normal, nyeri ketok CVA

    negatif/negatif

    Punggung : deformitas negatif

    Ekstremitas : Akral hangat, edema negatif/negatif

    Status Neurologis

    Skala Koma Glasgow : E4 M6 V5

    Pupil

    Ukuran : 3 mm/3 mm

    Bentuk : Bulat/Bulat

    Refleks Cahaya Langsung : +/+

    Refleks Cahaya Konsensual : +/+

    Konvergensi : +/+

    Isokorik : Ya

    Tanda Rangsang Meningeal

    Kaku Kuduk : negatif

    Bruzinsky I : negatifBruzinsky II : negatif

    Laseque : > 70o/ > 70

    o, Nyeri negatif/negatif

    Kernique : > 135o/ > 135

    o, Nyeri negatif/negatif

    Saraf Kranialis

    I. N. I : Anosmia bilateralII. N. II :

    Visus : > 6/60 / >6/60

    Lapang Pandang : Sama dengan pemeriksa

    Warna : Baik / Baik

    III. N. III, IV, dan VI :Kelopak Mata : Normal

    Kedudukan Bola Mata : Normal

    Gerak Bola Mata :

    N. III : normal/normal

    N. IV : normal/normal

    N. VI : normal/normal

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    5/2

    IV. N. V

    Sensoris : Normal

    Motorik : Normal

    Refleks Kornea : Normal

    V. N. VII

    Motorik otot wajah : Normal

    Kelenjar air mata : Normal

    Kelenjar liur : Normal

    Pengecapan lidah : Normal

    Sensorik retro auricular : Normal

    VI. N. VIII

    Cochlearis

    Tes berbisik/gesekan : +/+, Kanan = Kiri

    Rhinne : Konduksi tulang dan udara normal

    Webber : Tidak ada lateralisasi

    Schwabach : Sama dengan pemeriksa

    Tinnitus : Tidak ada

    Vestibularis

    Romberg Test : NormalRomberg Test dipertajam : Normal

    Nistagmus : Normal

    Fukuda Test : Normal

    Tandem Gait Test : Normal

    VII. N. IX, X

    Arkus faring : Normal

    Uvula : Normal

    Tes Menelan : Normal

    Refleks Muntah : Normal

    Disfonia : Normal (riwayat disfonia sebelumnya)

    VIII. N. XI

    M. Trapezius : Normal

    M. Sternocleidomastoideus : Normal

    XI. N. XII

    Saat lidah istirahat : Normal

    Saat lidah dijulurkan : Normal

    Kekuatan otot lidah : Normal

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    6/2

    Disarthria : Tidak ada

    Motorik

    Ekstremitas atas :

    Tonus : eutoni/eutoni

    Trofi : atrofi negatif/atrofi negatif

    Kekuatan :

    -Lengan atas : +5/+5

    -Lengan bawah : +5/+5

    -Pergelangan tangan : +5/+5

    -Jari tangan : +5/+5

    Ekstremitas bawah :

    Tonus : eutoni/eutoni

    Trofi : atrofi negatif/atrofi negatif

    Kekuatan :

    -Tungkai atas : +4/+4

    -Tungkai bawah : +4/+4

    -Pergelangan kaki : +4/+4

    -Jari kaki : +4/+4

    Refleks Fisiologis :

    Biceps : +2/+2

    Triceps : +2/+2

    Patella : +2/+2

    Achilles : +2/+2

    Refleks Patologis

    Hoffman-tromer : negatif/negatif

    Babinsky : negatif/negatif

    Chaddock : negatif/negatif

    Schaeffer : negatif/negatif

    Oppenheim : negatif/negatif

    Gordon : negatif/negatif

    Mendel Bechterew : negatif/negatif

    Rosollimo : negatif/negatif

    Patrick : negatif/negatif

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    7/2

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    8/27

    CT Scan

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    9/2

    Diagnosis

    1. Meningoensefalitis susp TB2. Spondilitis TB

    Rencana Terapi

    1. Pemeriksaan CSS2. Rifampisin 1 x 450 mg3. INH 1 x 450 mg4. Pirazinamid 1 x 1000 mg

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    10/

    5. Etambutol 1 x 1000 mg6. B6 3 x 10 mg p.o.7. Tramadol 3 x 450 mg p.o. k/p

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    11/

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Nyeri KepalaNyeri pada kepala dan wajah diakibatkan oleh iritasi pada strukturstruktur sensitif yang berada di

    daerah tersebut, diantaranya pembuluh darah, bagian basal dari duramater dan piamater; sinus

    venosus; komponen sensorik nervus kranial; dan struktur ekstrakranial. Otak sendiri tidak memiliki

    kepekaan terhadap stimulus nyeri.

    Berikut adalah pendekatan yang dilakukan terhadap pasien dengan keluhan nyeri kepala.

    Tabel 2.1.Anamnesis Nyeri Kepala1

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    12/

    Dari etiologinya, nyeri kepala dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Headache Classification

    Committee of the International Headache Society):

    2.1.1. Nyeri Kepala SekunderNyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang disebabkan oleh suatu etiologi (disease entity)

    dengan nyeri kepala sebagai manifestasinya. Nyeri kepala sekunder yang paling sering ditemui

    adalah: (1) Nyeri kepala karena penyakit vaskular organik; (2) Nyeri kepala karena massa

    intrakranial; (3) Nyeri kepala karena gangguan sirkulasi CSF; (4) Nyeri kepala spondilogenik; (5)

    Psikogenik; (6) Nyeri kepala non-neurologis; dan (7) Neuralgia wajah serta nyeri wajah atipikal.

    Tabel 2.2.Klasifikasi Nyeri Kepala

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    13/

    2.1.1.1.Nyeri Kepala pada Penyakit Vaskular Organik2.1.1.1.1. Oklusi Arteri Kranial. Etiologi ini jarang menyebabkan nyeri kepala, namun nyeri

    kepala yang terjadi biasanya cukup hebat. Oklusi carotid biasanya menyebabkan nyeri

    kepala orbital, sedangkan oklusi basilar akan menyebabkan nyeri difus nyang melingkari

    kepala. Diseksi spontan dari arteri karotis interna dapat membuat nyeri yang luar biasa

    hebat pada satu sisi wajah. Sedangkan diseksi pada arteri vertebral dapat membuat nyeri

    pada satu sisi leher dan bagian oksipital kepala.

    2.1.1.1.2. Perdarahan Subarakhnoid. Sembilan puluh persen pasien dengan SAH datang dengankeluhan nyeri kepala hebat; sebagian besar diantaranya mengeluhkan nyeri kepala

    ekstrem yang paling menyakitkan dan belum pernah dialami sebelumnya (thunderclap

    headache) yang persisten. Pada setengah dari kasus, nyeri kepala dimulai dari bagian

    oksipital dan dengna cepat menyebar secara holosefalik. Pada kejadian ini, sering terjadi

    penurunan kognitif.

    2.1.1.1.3. Hipertensi. Pada orang dengan hipertensi kronik atau hipertensi kritis, nyeri kepala yangbiasa mereka alami biasanya menyerupai TTH. Nyeri ini biasanya muncul di pagi hari

    dan persisten selama seharian penuh dengan intensitas sedang secara difus. Dengan

    hipertensi dan papilledema, diagnosis banding dari gangguan ini adalah peningkatan TIK.

    Bedanya, pasien yang mengalami peningkatan TIK biasanya juga datang dengan defisit

    neurologis defisit.

    2.1.1.1.4.

    Arteritis. Kondisi ini sering disebut juga sebagai Sindroma Horton, Giant-Cel Arteritis,atau Arteritis Kranial. Mekanisme autoimun pada penderitanya menyerang tunika media

    dan lapisan elastis dari arteri, iasanya dialami pasien dengan usia >50 tahun. Keluhan

    utama nyeri kepala sangat hebat; biasanya bilateral, pada pelipis atau dahi, dengan

    klaudikasio intermiten pada rahang saat mengunyah. Kualitasnya adalah berdenyut dan

    nyeri terus-menerus, dengan arteri temporal yang menebal. Gejala lainnya adalah

    kelelahan, anoreksia, kehilangan berat badan, keringat malam, demam subfebris, dan

    polimialgia rematika.

    2.1.1.2.Nyeri Spondilogenik dan Migrain ServikalPerubahan patologis pada medulla spinalis servikal dapat menyebabkan nyeri yang menjalar ke

    kepala. Perubahan degenerative atau post traumatic pada segmen servikal ketiga teratas dapat

    menyebabkan nyeri oksipital. Nyeri kepala spondilogenik hanya boleh didiagnosis apabila tanda

    radikuler atau vegetatif nyeri sudah jelas, terdapat gangguan atau trauma servikal, serta nyeri khas

    spondilogenik (unilateral leher, radiasi ke oksipital hingga regio frontal).

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    14/

    2.1.1.3.Nyeri Kepala Karena Peningkatan Tekanan IntrakranialNyeri kepala dapat menjadi gejala yang muncul di awal atau pertengahan onset. Nyeri biasanya

    awalnya ringan sehingga tidak terlalu dikeluhkan, namun pada banyak kasus dapat bertambah berat,

    dengan kualitas berdenyut, diiringi dengan muntah proyektil, defisit neurologis, serta gangguan

    kesadaran. Lokasi paling sering adalah di oksipital.

    Nyeri terjadi secara hebat saat berbaring (nyeri postural), pada pagi hari atau saat pasien baru bangun

    dari tidur, karena tidur membuat penurunan laju respirasi yang berakibat pada kenaikan kadar CO 2,

    menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak yang meningkatkan

    tekanan intrakranial. Fenomena ini jugalah yang membuat pasien seringkali mengeluhkan terbangun

    tengah malam karena nyeri. Nyeri juga bertambah saat maneuver mengejan, batuk, atau bersin

    (Valsava). Diagnosis dari gangguan ini terletak pada deteksi adanya gejala fokal, defisit neurologis

    seperti gangguan kesadaran, papilledema, dan SOL yang menjadi agen kausatif (tumor, hematoma,

    abses, dll). Pada presentasi gejala seperti ini, scanning otak secara radiologis sangatlah

    direkomendasikan.

    Nyeri kepala tak hanya diakibatkan oleh peningkatan TIK, tapi juga penurunan. Gejala yang terjadi

    adalah kebalikannya; pasien merasa lega saat berbaring, namun nyeri kembali saat posisi tubuh

    ditegakkan. Penyebabnya bisa karena pasca pungsi lumbal (kebocoran CSF pada teka terjadi secara

    persisten), atau terjadi secara spontan, karena kebocoran pada selubung nervus torakal setelah batuk.Nyeri juga mereda dengan istirahat dan kafein.

    2.1.1.4.Nyeri Kepala Karena Obstruksi Aliran SerebrospinalMirip dengan nyeri kepala TIK namun terjadi secara lebih episodic (dengan attack atau serangan

    hebat yang berlangsung tiba-tiba memberat). Penyebab paling sering adalah kista koloid atau tumor

    lainnya pada ventrikel ketiga.

    2.1.1.5.Nyeri Kepala Karena Penyebab Non-neurologisDapat disebabkan oleh penyakit okular (nyeri periorbital yang semakin menurun seiring dengan

    berjalannya hari), seperti glaukoma. Pada glaukoma akut, dapat terjadi nyeri kepala frontal mendadak

    dengan muntah, bradikardia, dan gangguan visus. Penyebab lainnya adalah sistem telinga, hidung, dan

    tenggorokan; yaitu sinusitis, otitis kronik, serta massa di THT.

    2.1.1.6.Nyeri Kepala PsikogenikFaktor psikologis dikatakan berperan beesar dalam munculnya tension headache (tidak sama dengan

    TTH). Keluhan yang dilaporkan baisanya nyeri seperti kontraksi spasmodil pada regio oksipital, yang

    memberat saat terdapatnya stressor mental. Gejala ini sulit dibedakan dengan neuralgia oksipital.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    15/

    2.1.1.7.Drug-Induced HeadachePenggunaan analgesia yang rutin dan kronik dapat menimbulkan nyeri kepala yang difus dan

    persisten. Kejadian ini meningkat apabila analgesik yang digunakan dalam satu hari lebih dari 1

    macam, atau penggunaan lebih dari 6 bulan, serta penggunaannya pada nyeri kepala terdahulu dan

    bukan pada pasien dengan nyeri di tempat lain tanpa ada nyeri kepala.

    2.1.1.8.Neuralgia2.1.1.8.1. Neuralgia Trigeminal (Tic Douloreux)Kondisi ini diakibatkan oleh adanya konduksi aberan dari impuls saraf somatosensori ke nosiseptif

    pada nervus trigeminal pada lokasi di mana terjadi kerusakan lokal di selubung myelin. Lesi myelin

    ini sendiri berkontribusi terhadap stress mekanik neuralgia, walaupun mekanismenya masih belum

    diketahui dengan jelas.Neuralgia ini juga dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, iskemia pontin,

    serta lesi massa pada nervus trigeminal.

    Rasa nyeri biasanya menjalar pada regio yang dipersarafi oleh nervus trigeminus pertama dan kedua

    (maksila dan mandibula). Oleh karena itu, yang khas pada penyakit ini adalah biasanya pasien

    mengunjungi dokter gigi terlebih dahulu. Rasa sakitnya selalu unilateral, dan selalu di tempat yang

    sama. Nyeri yang terasa adalah lightning-like atau lancinatingdengan durasi beberapa detik, dengan

    intensitas sangat hebat. Serangan ini dapat diprovokasi dengan gerakan mengunyah atau menekan titik

    tertentu di wajah atau mulutnya (berbeda-beda tiap individu).

    2.1.1.8.2. Neuralgia AurikulotemporalRasa nyeri pada depan telinga dan pelipis, akrena penyakit yang melibatkan kelenjar parotid, dan

    merusak bagian intraparotid dari nervus tersebut. Mengunyah dan stimuli gustatory, seperti makanan

    yang panas atau pedas, akan menimbulkan nyeri yang membakar serta berkeringat pada sepanjang

    inervasi (depan telinga).

    2.1.1.8.3. Neuralgia NasosiliarKondisi ini jarang terjadi. Penyebabnya adalah gangguan fungsional dari ganglion silier. Ciri-cirinya

    adalah nyeri yang bersifat episodic atau terus-menerus pada regio hidung dan canthus dalam, serta

    eritema dahi, pembengkakan mukosa hidung, hingga injeksi konjungtiva dan lakrimasi.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    16/

    Singkatnya, diagnosis dari nyeri kepala dan wajah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    17/

    2.2. Meningoensefalitis TBMeningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh

    Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan

    kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.

    Tabel 2.3.Diagnosis Banding Nyeri Kepala1

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    18/2

    2.2.1. EpidemiologiSebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering ditemukan terutama

    pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New York diantara tahun 1930

    sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis TB dan meninggal. Setelah perang

    dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal

    tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000

    diantaranya meningitis TB.

    2.2.2. Etiologi dan PatogenesisInfeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang secara

    alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15

    sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP

    dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat

    mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari

    sirkulasi. Pada 24 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri,

    maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2

    sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan

    makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah

    dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan

    diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar makaakan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang

    masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka

    fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada

    penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan

    menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.

    2.2.3. PatofisiologiMeningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak. Bentuk

    patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. Pada ventrikel

    lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut

    merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit

    diantara benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya,

    pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi

    fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada

    tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan

    sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang

    menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    19/

    parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus

    merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang ditimbulkan dari

    kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena akan menekan angka

    kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan

    lapisan intima akan mengalami fibrosis.

    2.2.4. Manifestasi KlinisStadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak kalangan yang

    menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis. Penderita dengan stadium

    pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena tanpa disertai dengan gejala dan

    tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala

    iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta

    tidak ada penurunan kesadaran. Pada stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang

    besar, stupor, dan koma. Penyakit ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat

    pernah mengalami penyakit TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan

    derajat klinis. Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku seperti

    apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal penyakit, hanya pada

    10% sampai 15% pasien.

    2.2.5.

    DiagnosisDari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat yang diikuti

    dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif

    terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan

    kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan

    memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque)

    ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila

    tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis harus dipikirkan pada penderita dengan panas

    dan disertai dengan perubahan status mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba

    menjadi abnormal. Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran

    ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya saat

    korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang maka akan

    menyebabkan terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan

    dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan

    menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan meningitis kronik

    yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih terlihat pada

    fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan

    densitas pada sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    20/

    Pada pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan bayangan

    inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks sampai adanya

    kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena jarang menunjukkan hasil

    yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB tidak bereaksi pada tes tuberkulin,

    faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi,

    dan imunosupresi umum karena penyakit sistemik.

    Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam menegakkan

    diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita dengan meningitis

    bakterialis beresons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan dengan cara menusukkan

    jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena jarum memasuki daerah lumbal

    (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia

    dan sitologi maka CSS pada penderita dengan meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih

    dan agak pekat, jaringan protein akan terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat

    ditemukan pada meningitis TB yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut

    dengan pelikel , yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel

    sel proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%,

    pada meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai

    glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.

    2.2.6. Tata LaksanaPrinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat obat harus dapat

    mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk mengeliminasi basil intraselular

    maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan serebrospinal maka tergantung pada tingkat

    kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul, kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan

    meningitisnya. Keterlambatan dalam pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial

    dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan terhadap

    toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung jenis darah dan fungsi hati dan ginjal).

    Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal

    sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid.

    Panduat obat antituberkulosis dapat diberikan selama 912 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE /

    7-10 RH. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 6 minggu untuk

    menurunkan gejala sisa neurologis.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    21/

    2.2.7. KomplikasiKomplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis. Komplikasi akut

    meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of Inappropriate Antidiuretic

    Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari

    TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat

    sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik

    (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan

    edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas

    efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya

    fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik.

    2.3. Spondilitis TuberkulosisSpondilitis tuberkulosis merupakan peradangan granulomatosa yang bersifak kronik destruktif yang

    disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini disebut juga Penyakit Pott

    (bila disertai paraplegia atau defisit neurologis). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra

    T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus

    vertebra, jarang arkus vertebra.

    Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang

    sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada

    negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria danwanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1.

    Spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu bentuk sentral, paradiskus, dan anterior.

    Pada bentuk sentral, destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk paradiskus terletak di

    bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Pada bentuk anterior, lokus

    awal terletak di bagian anterior korpus vertebra dan merupakan penjalaran per kontinuatum dari

    vertebra di atasnya.

    2.3.1. PatogenesisInfeksi tuberkulosis merupakan infeksi granulomatosa yang spesifik, dengan karakteristik destruksi

    tulang progresif lambat (osteolisis lokal) pada bagian anterior korpus vertebra yang disertai dengan

    osteoporosis setempat.

    Penyebaran tuberkulosis biasanya terjadi karena kelenjar hilus yang mengalami perkijuan memecah

    dan basil tuberkulosis masuk kedalam pembuluh darah. Infeksi bermula pada korpus vertebra dengan

    terbentukya ruangan yang berisi bahan perkijuan, dikelilingi jaringan fibrosis dan tulang yang atrofi.

    Proses infeksi kadang disertai pembentukan banyak cairan yang nantinya mengalami nekrosis.

    Nekrosis ini bisa menghasilkan massa seperti keju (limfadenitis kaseosa) yang mencegah

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    22/

    pembentukan tulang dan membuat tulang menjadi avaskuler sehingga timbul tuberculous sequstra.

    Jaringan granulasi tuberkulosis masuk ke dalam korteks korpus vertebra membentuk abses

    paravertebra yang meluas hingga ke beberapa vertebra, ke atas, ke bawah, ligamen longitudinal

    anterior dan posterior.

    Pada vertebra, kerusakan terjadi pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya.

    Kerusakan pada bagian depan korpus akan menyebabkan kompresi vertebra sehingga terjadi kifosis

    yang dikenal sebagai gibbus. Pada bentuk sentral akan terjadi osteoporosis dan destruksi hingga dapat

    terjadi kompresi vertebra. Bentuk paradiskal yang disertai destruksi korpus vertebra yang

    bersebelahan dengan diskus akan mengakibatkan iskemia sehingga terjadi nekrosis diskus, yang pada

    foto Rontgen akan tampak gambaran penyempitan diskus intervertebra. Bila proses terus berlanjut,

    akan terjadi osteoporosis dan penyebaran ke seluruh korpus vertebra sehingga timbul kompresi

    vertebra. Proses ini bisa menyerang lebih dari satu korpus vertebra. Jaringan granulasi tuberkulosis

    dapat pula menembus korteks korpus vertebra, yang akan membentuk abses paravertebra yang dapat

    menyebar dari satu vertebra ke vertebra lainnya. Diskus intervertebra yang avaskular relatif resisten

    terhadap infeksi tuberkulosis, namun diskus yang berdekatan dengan tempat infeksi dapat menyempit

    karena dehidrasi atau yang lebih sering karena dirusak oleh jaringan granulasi.

    Selain merusak vertebra, abses dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di

    sepanjang garis ligamen yang lemah. Di vertebra lumbal, abses akan turun ke bawah melalui selaaponeurosis otot psoas dan nanahnya akan dikeluarkan melalui fasia otot psoas sehingga terbentuk

    abses psoas. Abses dapat turun ke regio inguinal dan teraba sebagai benjolan. Abses dingin di daerah

    torakal dapat menembus rongga pleura sampai terjadi abses pleura, atau ke paru bila parunya

    melengket pada pleura. Di daerah servikal, abses dapat menembus dan berkumpul di antara vertebra

    dan faring.

    Abses dapat pula berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medula spinalis dan

    mengakibatkan paraplegia Pott yang disebut paraplegia awal. Paraplegia awal selain karena tekanan

    abses dapat juga disebabkan oleh kerusakan medula spinalis akibat gangguan vaskuler. Namun

    keadaan ini sangat jarang ditemukan pada tuberkulosis karena merupakan proses kronik sehingga

    telah membentuk pembuluh darah kolateral. Paraplegia dapat juga disebabkan oleh tuberkulosis pada

    medula spinalis.

    2.3.2. Manifestasi KlinisSecara klinik gejala spondilitis tuberkulosis hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya,

    yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat

    (subfebril) terutama pada malam hari. Pasien biasanya anak-anak, dengan keluhan utama berupa nyeri

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    23/

    punggung atau nyeri pinggang bawah. Pada umumnya nyeri meningkat pada malam hari, makin lama

    makin berat, terutama pada pergerakan. Pada pemeriksaan fisik tulang belakang dapat ditemukan

    kifosis (gibbus), abses retroperitoneal atau abses inguinal. Selain itu, dapat ditemukan gangguan

    medula spinalis berupa paresis dan gangguan sensibilitas.

    Gejala awal paraplegia pada tuberkulosis tulang belakang dimulai dengan keluhan kaki terasa kaku

    atau lemah, atau penurunan koordinasi tungkai. Proses ini dimulai dengan penurunan daya kontraksi

    otot tungkai dan peningkatan tonusnya. Kemudian terjadi spasme otot fleksor dan akhirnya

    kontraktur. Pada permulaan, paraplegi terjadi karena udem sekitar abses paraspinal, tetapi akhirnya

    karena kompresi. Karena tekanan timbul terutama dari depan, gangguan pada paraplegia ini umumnya

    terbatas pada traktus motorik. Paraplegia kebanyakan ditemukan di daerah torakal dan bukan lumbal,

    karena kanalis lumbalis agak longgar dan kauda ekuina tidak mudah tertekan.

    Berdasarkan defisit neurologisnya, Frankel mengklasifikasikan spondilitis tuberkulosis menjadi

    beberapa tipe, yaitu:

    Frankel A (complete paraplegia)

    Frankel B (preserved sensation)

    Frankel C (useless motor)

    Frankel D (useful motor)

    Frankel E (normal)

    2.3.3. DiagnosisPada pemeriksaan darah tepi didapatkan laju endap darah meningkat, sedangkan kadar hemoglobin

    rendah. Pemeriksaan imunologi dengan uji tuberkulin dapat membantu menegakkan diagnosis. Untuk

    melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan pungsi abses atau dari debris yang didapat

    melalui pembedahan.

    Diagnsosis dapat dipastikan dengan aspirasi pus paravertebra, yaitu dengan melakukan pemeriksaan

    mikroskopik untuk menemukan basil tuberkulosis serta ditanam di media agar (guinea pig).

    Sensitivitas basil tuberkulosis terhadap obat-obat antituberkulosis harus diperiksa. Jaringan yang

    diperoleh baik melalui biopsi tertutup atau biopsi terbuka saat pembedahan dapat menunjukkan

    gambaran histologi infeksi tuberkulosis yang khas, termasuk histiosit dan giant cells.

    Pada pemeriksaan rontgen stadium awal ditemukan lesi osteolitik pada pars anterior korpus vertebra,

    osteoporosis regional dan penyempitan diskus intervertebralis. Sementara pada stadium lanjut

    ditemukan destruksi pars anterior korpus vertebra yang menyebar ke vertebra dan gambaran bayangan

    otot psoas yang melebar karena adanya abses psoas ataupun bayangan paravertebra karena

    terbentuknya abses paravertebra.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    24/

    Pada CT Scan dan MRI, gambaran di atas akan tampak lebih jelas. CT scan dapat memberi gambaran

    tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, sklerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi

    tulang. CT Scan juga dapat mendeteksi lebih awal serta lebih efektif untuk menegaskan bentuk dan

    kalsifikasi dari abses jaringan lunak. MRI baik untuk mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan

    osteomielitis tulang belakang, menunjukkan adanya penekanan saraf, serta membedakan spondilitis

    tuberkulosis dari spondilitis piogenik dari gambaran absesnya.

    2.3.4. Tata LaksanaTujuan penatalaksanaan tuberkulosis pada vertebra ini adalah untuk menghilangkan kuman penyebab

    dan mencegah deformitas dan komplikasi paraplegi. Terapi konservatif berupa istirahat serta diet

    tinggi kalori dan protein. Tuberkulostatik diberikan untuk mengatasi sumber infeksinya. Pemberian

    tuberkulostatik dilakukan sebelum, sewaktu, dan sesudah pembedahan untuk mencegah kekambuhan.

    Selain itu, perlu dilakukan upaya pencegahan untuk menghindari dekubitus serta kesulitan miksi dan

    defekasi.

    Tindakan pembedahan dilakukan setelah 3 minggu pemberian tuberkulostatik. Terapi bedah dilakukan

    untuk menghilangkan pus dan sequestra, serta untuk menggabungkan segmen-segmen vertebra yang

    terkena, terutama bagian anterior dengan menggunakan autogenous bone grafts. Biasanya dilakukan

    bedah kostotransversektomi, berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan

    tulang spongiosa atau kortikospongiosa. Tulang ini sekaligus berfungsi menjembatani vertebra yang

    sehat, yaitu di atas dan di bawah yang terkena tuberkulosis. Pada paraplegia, terapi ini dilakukanuntuk dekompresi medula spinalis. Disamping itu, akhir-akhir ini dilakukan tindakan stabilisasi

    posterior tulang belakang untuk koreksi deformitas.

    Di negara dimana fasilitas pembedahan masih kurang, dapat dilakukan terapi alternatif dengan

    kemoterapi antituberkulosis jangka panjang dikombinasikan dengan spinal brace atau cast.

    2.3.5. KomplikasiKomplikasi yang paling serius dari spondilitis tuberkulosis adalah paraplegia (paraplegia Pott), yang

    dapat terjadi di awal atau akhir perjalanan penyakit. Paraplegia of active disease muncul lebih cepat,

    terjadi karena penekanan ekstradural (pus, sequestra, sequestrated intervertebral disc) atau

    keterlibatan langsung medulla spinalis oleh jaringan granulasi. Paraplegia of healed disease selalu

    muncul lebih lambat, terjadi karena perluasan tulang yang mempengaruhi kanalis spinalis atau fibrosis

    jaringan granulasi. Mielografi atau MRI dapat membantu membedakan paraplegia tipe tekanan (dapat

    diatasi dengan pembedahan) dengan paraplegia karena invasi ke dura dan medulla spinalis.

    Paraplegia yang terjadi karena penekanan selama perjalanan penyakit tuberkulosis sendiri relatif

    merupakan suatu kegawatan yang harus diatasi dengan pembedahan dekompresi medula spinalis dan

    akar-akar saraf.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    25/

    Komplikasi yang lebih jarang adalah ruptur abses paravertebra torakal kedalam pleura yang

    menyebabkan empiema tuberkulosis. Di regio lumbal, abses dapat masuk ke otot iliopsoas dan

    menyebar sebagai abses psoas, yang merupakan salah satu contoh abses dingin.

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    26/

    BAB III

    DISKUSI

    Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala. Onset nyeri kepala 3 bulan yang lalu dan bertambah

    berat.selain itu, frekuensi nyeri kepala pasien juga bertambah sering. Dapat dikatakan bahwa nyeri

    kepala pasien bersifat kronik, progresif. Hal ini berbeda dengan karakteristik nyeri kepala primer yang

    cenderung memiliki intensitas dan frekuensi yang menetap. Selain itu, keluhan juga disertai dengan

    defisit neurologik berupa:

    1. Kejang2. Kelemahan ekstremitas3. Rasa baal dan kesemutan4. Kesulitan BAK dan BAB

    Hal ini memperkuat bukti untuk nyeri kepala sekunder.

    Nyeri kepala yang bersifat kronik progresif, dapat diduga merupakan suatu kelainan infeksi atau

    neoplasma. Keluhan lain berupa demam dan riwayat batuk, serta riwayat pengobatan OAT

    sebelumnya mengarahkan diagnosis pasien kearah infeksi. Apabila pasien dicurigai mengalami

    infeksi intrakranial, maka pasien dilakukan pemeriksaan HIV. Pada pasien, test HIV adalah

    nonreaktif. Dan pada hasil CT scan menujukan lesi nonfokal. Sehingga diagnosis mengarah kepada

    penyakit meningoensefalitis TB, meningobakterial, ensefalitis HSV.

    Infeksi TB yang dialami pasien mengarahkan pasien mengalami meningoensefalitis dengan suspect

    TB. Pada stadium awal penyakit, manifestasi iritasi meningeal biasanya tidak ditemukan. Gejala yang

    paling menonjol biasanya sakit kepala, perubahan tingkah laku seperti bungung dan apatis, dan

    beberapa pasien mengalami kejang. Gejala lain pada pasien yang mendukung kearah ensefalitis

    adalah demam, cara berjalan yang tidak stabil, kejang, kelemahan otot. Pasien memiliki riwayat

    kelemahan sisi kanan. Sehingga kemungkinan terdapat lesi pada hemisfer kiri.

    Saat ini kaki kanan dan kiri mengalami kelemahan yang didugaterjadi pada medula spinalis. Pada

    pasien dengan riwayat TB, diduga lesi pada vertebra disebabkan oleh spondilitis TB. Hasil CT scan

    vertebra menunjukan lesi di T12 L3. Hal ini sesuai dengan predileksi spondilitis, yaitu sering

    ditemukan pada vertebra T8-L3. Spondilitis TB sering mengenai korpus vertebra.

    Diagnosis Klinis : nyeri kepala, meningoensefalitis suspek TB, Spodilitis TB

    Diagnosis Topis : Hemisfer kiri, vertebra torakalis 12lumbal 3

    Diagnosis Patologis : Lesi perkijuan

    Diagnosis Etiologis : infeksi TB

  • 5/25/2018 Makalah+Presentasi+Kasus+Nyeri+Kepala+[ISI]

    27/

    BAB IV

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mumenthaler M, Mattle H, editor. Neurology. 4 thEd. Philadelphia: Thiemer Publishing; 2004. (841-62)

    2. Wilkinson, Lennox G. Essential Neurology. 4thEd. New York: Blackwell Publishing; 2007. (213-20)3. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victors Principles of Neurology. 8thEd. San Fransisco: McGraw-

    Hill Companies; 2008.

    4. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta:Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.11

    5. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical InfectiousDisease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.

    6. Ravighone M, OBrien R. Tuberculosis. Dalam : Harrisons Principles of Internal Medicine Edisi 16.New York: McGraw-Hill. 1998. h. 10041014.

    7. Linssen WHJP, Gabreels FJM, Wevers RA. Infective acute transverse myelopathy. Report of twocases. Neuropediatrics 1991;22:107-9.

    8. Kalita J, Misra U.K: Neurophysiological studies in acute transverse myelitis. J-Neurol. 2000 Dec;247(12): 943-8.

    9.

    Altrocchi P.H. Acute transverse myelopathy. Arch Neurol.1963:9;111-9.