Makalah THT
-
Upload
nyoman-d-airbud -
Category
Documents
-
view
21 -
download
3
Transcript of Makalah THT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laryngitis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak ditemukan pada laring.
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun
kronik. 1
Tuberculosis laring merupakan bentuk jarang dari tuberculosis ekstrapulmoner. Pada era
preantibiotik merupakan penyakit yang paling biasa terjadi pada laring, mengenai 35-83% pasien
dengan tuberculosis. 2
Akhir-akhir ini insidensnya diperkirakan kurang dari 1% dari seluruh kasus TB. Oleh
karena presentasi klinisnya yang meragukan, laryngitis TB sering dibingungkan dengan kelainan
seperti carcinoma laring dan laryngitis kronis lainnya. Manifestasi klinisnya meliputi odinofagi,
batuk dan suara yang serak. Penyakit ini sangat mudah menular dan karenana diagnosanya
dininnya sangat penting. Pada hakekatnya semua pasien dengan laryngitis TB mempunyai TB
paru aktif, sputum yang positif berkisar 90-95%.2
Pemahaman bahwakarsinoma laring juga sering menunjukkan gejala serupa merupakan
keharusanuntuk mengevaluasi laringitis. Gejala pada saluran pernapasan seperti batuk kronis,
hemoptisis dan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan penurunan berat badan
merupakan gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien dengan tuberkulosis. Pada
laringitis tuberkulosis proses inflamasi akan berlangsung secara progresif dan dapat
menyebabkan kesulitan bernapas. Kesulitan bernafas ini dapat disertai stridor, baik pada periode
inspirasi, ekspirasi atau keduanya. Jika tidak segera diobati, stenosis dapat berkembang, sehingga
diperlukan trakeostomi.Akan tetapi, sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya
sembuh tetapi laringitis tuberkulosisnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring
yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik diparu, sehingga bila sudah
mengeni kartilago, pengobatannya lebih lama. (Referat Laringitis TB)
1
Oleh karena itu, pembahasan mengenai laringitis tuberculosis lebih lanjut diperlukan agar
dapat memberi pengetahuan mengenai cara diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat guna
mencegah komplikasi yang akan terjadi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Laring
2.1.1 Anatomi Laring
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah.
Batas atas laring adalah aditus laring., sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago
krikoid. Batas depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotik, ligamentum
tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas
lateralnya ialah membrane kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elatikus dan arkus kartilago
krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah m. aritenoid transverses dan lamina kartilago
krikoid. 4
Bangunan kerangkan laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hyoid, dan beberapa
buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan atasnya
dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan,
kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam,
maka otot-otot bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakan lidah. Gerakan laring
dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. 4
Otot ekstrinsik ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahyoid), dan ada yang dibawah
tulang hyoid (infrahyoid) . Otot-otot suprahyoid ialah m.digastrikus, m.geniohyoid, m.stilohyoid,
m.milohyoid. Otot-otot yang infrahyoid adalah m.sternohyoid, m.omohyoid, dan m.tirohyoid.
Otot-otot suprahyoid menarik laring ke bawah dan otot-otot infrahyoid menarik laring kebawah.4
Otot-otot intrinsik laring ialah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m
tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m. krikotiroid. Otot-otot tersebut terletak dibagian lateral
3
laring. Otot-otot intrinsik yang terletak di posterior laring ialah m.aritenoid transversum,
m.aritenoid oblik, dan m. krikoaritenoid posterior.4(Gambar 1)
Gambar 1. Otot-otot laring
Diambil dari Illustration in Anatomy Atlas/www.netterimage.com/10 April 2013 pkl.04.20 WIB
Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah adduktor (kontraksinya mendekatkan kedua pita
suara ke tengah) kecuali m.krikoaritenoid posterior yang merupakan otot abduktor (kontraksinya
akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral).4
4
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago krikoid, kartilago
aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.4
Pada laring terdapat dua buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. 4
Ligamentum yang membenutk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior,
lateral dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,
ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hiotiroid lateral dan medial, ligamentum
hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
arutenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika. 4
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare,
maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu).4
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glottis, sedangkan antara kedua
pika ventrikularis, disebut rima vestibuli.4
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu
vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat
diatas plika ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik.4
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring
Morgagni. Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang diantara kedua plika vokalis dan terletak
dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago
aritenoid dan terletak dibagian posterior. 4
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringis superior dan n laringis
inferior (Gambar 2,3). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.4
5
Gambar 2. diambil dari www.svpow.com 7 April 2013 pkl.21.30
Pendarahan untuk laring terdiri dari dua cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis
inferior. Vena laringis superior dan inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan
inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.4(Gambar 3)
Gambar 3
diambil dari www.studyblue.com 4 April 2013 pkl.21.45
2.1.2 Fisiologi Laring4
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk
kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan.
6
Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi
otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi
m.tiroritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan
kanan mendekat karena adduksi otot-otot intrinsik.
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat
dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid
bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka (abduksi).
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan tiga mekanisme, yaitu
gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan
turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti berteriak, mengeluh,
menangis dan lain-lain. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi. Dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis.
Bila plika vokalis dalam keadaan adduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid
kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belekang. Plika vokalis ini dalam
keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta
mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahya nada.
2.2 Definisi Laringitis Tuberculosa
Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laryngitis tuberkulosis. Laringitis tuberkulosis
adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama
yang disebabkanoleh kuman Mycobacterium tuberculosa.
7
Tuberculosis laring jarang bersifat primer dan hampir selalu disertai dengan tuberculosis
paru. Sputum terinfeksi mengkontaminasi laring menimbulkan ulserasi dan infiltrasi pada
dinding laring dan pembentukan granuloma tuberculosis.5
Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang
lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. Radang akut
laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut (common cold). Sedangkan
laringitis kronik merupakan radang kronis laring yang dapat disebabkan oleh sinusitis kronis,
deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis. Mungkin juga disebabkan oelh
penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak- teriak atau biasa berbicara keras. Laringitis
kronis dibagi menjadi laringitis kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik
dapat disebabkan oleh faktor eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan
kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) atau faktor endogen (bentuk
tubuh, kelainan metabolik). Sedangkan laringitis kronik spesifik disebabkan tuberkulosis dan
sifilis. Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Laringitis
tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam
jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.3
2.3 Epidemiologi 3
Sebagaimana insidensi dan prevalensi tuberkulosis paru yang mengalami penurunan,
kejadian laringitis tuberkulosis juga mengalami penurunan, meskipun kecenderungan
peningkatan kejadian laringitis tuberkulosis dalam beberapa tahun terakhir. Dulu, dinyatakan
bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok usia muda yaitu 20 – 40 tahun. Dalam 20 tahun
belakangan, insidens penyakit ini pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun jelas
meningkat. Saat ini tuberkulosis dalam semua bentuk dua kali lebih sering pada laki-laki
dibanding dengan perempuan. Tuberkulosis laring juga lebih sering terjadi pada laki-laki usia
lanjut, terutama pasien-pasien dengan keadaan ekonomi dan kesehatan yang buruk, banyak
diantaranya adalah peminum alkohol.
Riwayat kesehatan pada pasien yang sering ditemui meliputi tidak pernah mendapat
vaksinasi BCG, malnutrisi, dan AIDS. Pada umumnya terjadi pada dekade keempat dan lima.
Sebagian pada akhir dekade kedua, laporan mengenai epiglotitis TB meningkat. 2
2.4 Etiologi3
8
Hampir selalu disebabkan tuberkulosis paru. Setelah diobati biasanya tuberkulosis paru
sembuh namun laringitis tuberkulosisnya menetap, karena struktur mukosa laring sangat lekat
pada kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru. Infeksi laring oleh Mycobacterium
tuberculosa hampir selalu sebagai komplikasi tuberkulosis paru aktif, dan ini merupakan
penyakit granulomatosis laring yang paling sering.
2.5 Patofisiologi 5
Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung
kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa.
Tuberculosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fosa
interaritenoid, kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglottis, serta terakhir
ialah subglotik.
2.6 Gambaran Klinis5
Secara klinis, laryngitis tuberculosis terdiri dari empat stadium, yaitu:
1. Stadium infiltrasi
2. Stadium ulserasi
3. Stadium perikondritis
4. Stadium pembentukan tumor
1. Stadium Infiltrasi
Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa laring bagian
posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini mukosa laring
berwarna pucat.
Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak
bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa
tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat,
karena meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus.
2. Stadium Ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya
ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien.
3. Stadium Perikondritis
9
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling sering terkena
ialah kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan,
sehingga terbentuk nanah dan berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk sekuester
(squester). Pada stadium ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal
dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit ini berlanjut dan masuk dalam
stadium terahir yaitu stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium Fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik.
2.6 Gejala Klinis5
Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut :
- Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring.
- Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul
afoni.
- Hemoptisis.
- Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang
lainnya, merupakan tanda yang khas.
- Keadaan umum memburuk.
- Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologic) terdapat proses aktif ( biasanya pada
stadium eksudatif atau pembentukan kaverne)
2.7 Diagnosa Banding5
1. Laringitis luetika
2. Karsinoma laring
2.8 Diagnostik Laryngitis TB
Anamnesa
Langkah pertama dalam mendiagnosis laryngitis TB adalah dengan mengali informasi
melalui anamnesa terhadap pasien. Anamnesa pada pasien harus kita gali sedalam-dalamnya
dengan memperhatikan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu.
Selain itu riwayat pengobatan dan riwayat paparan terhadap TB juga harus kita tanyakan. 2
10
Perlu kita ketahui bahwa laryngitis TB bisa didahului dengan gejala infeksi TB paru atau
gejala-gejala dari laryngitis TB itu sendiri, hal ini disebabkan karena pada kebanyakan kasus
laryngitis TB didahului dengan infeksi TB Paru. Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa
apa yang kita dapatkan pada anamnesa dan pemeriksaan dapat berupa gejala dari infeksi TB Paru
dan Laryngitis TB itu sendiri. 2
Keluhan utama pada anamnesa bervariasi tergantung stadium klinis dari laryngitis TB yang
diderita oleh pasien. Berikut adalah beberapa keluhan utama yang biasa ada pada laryngitis TB :
Rasa panas dan tertekan di daerah laring.
Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat
timbul afoni.
Hemoptysis.
Nyeri telan hebat yang dirasakan melebihi dari neyri telan karena radang yang khas,
merupakan tanda khas dari laryngitis TB. 4
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu adalah ditanyakan apakah ada tanda-tanda penyerta
dari infeksi TB Paru. Tanda-tanda tersebut ialah sperti batuk yang sudah berminggu-minggu,
berdahak berwarna kuning, penurunan berat badan atau bahkan terapi TB Paru yang tidak tuntas.
Kita juga harus menanyakan juga apakah ada orang sekitar yang terkena TB untuk menegakkan
paparan terhadap kuman TB. 2,4
Pemeriksaan Fisik 2,6
Setelah kita lakukan anamnesa kita lanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
dimulai dengan melihat keadaan umum dari pasien. Kedaan umum dari pasien umumnya dalam
keadaan buruk karena laryngitis tb adalah komplikasi yang biasanya menyertai infeksi TB paru
yang tidak tertangani.
Setelah itu dilakukan inspeksi pada laring maka akan terlihat pembengkakan dan luka pada
pita suara. Kadang kala disertai dengan pembentukan massa berwarna abu-abu. Hiperemi dan
edema juga dapat ditemukan disekitar laryng. (Gambar 4)
11
Gambar 4 A) gambaran laryngoscopy pada pasien 37 tahun dengan bentukan ulkus pada pita
suara. B) gambaran foto chest x-ray pasien tersebut dengan bentukan infiltrat pada daerah atas
kiri dari paru-paru. C) gambaran laryngoscpoy pada pasien 50 tahun dengan bentukan ulkus dan
massa berwarna abu-abu pada pita suara. D) foto x-ray pada pasien tersebut dengan bentukan
infiltrat pada kedua paru-paru. Kedua pasien tersebut dinyatakan mengidap TB dengan hasil
pemeriksaan sputum BTA positif.
Pada pemeriksaan palpasi maka akan didapatkan bentukan limfadenitis tb. Limfadenitis
biasa terjadi pada leher dan axilla pasien. Limfadenitis berkonsistensi keras dan imobil.
Limfadenitis juga tidak mempunyai batas tegas. (Gambar 5)
12
Gambar 5 Gambaran Lifadenitis TB
Palpasi pada pasien dengan laryngitis tb baru menunjukkan tanda-tanda yang signifikan
jika sudah ada manifestasi infeksi TB paru. Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa
ketika meletakkan tangan di dada pasien saat pasien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan
oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada
dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada
dinding dada disebut taktil fremitus. Pada pasien dengan TB paru vremitus taktil meningkat.
Perkusi pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan
bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang
sehat.
Pemeriksaan Penunjang 7,8
Foto Rontgen
Foto rontgen pada penderita laryngitis TB dilakukan dengan dua metode yaitu foto lateral
dari leher dan foto frontal dari dada. Pada foto lateral leher didapatkan penebalan
13
epiglottis dan jaringan sub epiglottis (Gambar 6). Sedangkan pada foto dada dapat terlihat
pembentukan infiltratif bahkan hingga kavitas
Gambar 6 Panah yang lebih panjang menunjukkan penebalan epiglottis. Panah yang lebih
pendek menunjukkan penebalan jaringan subepiglottis.
14
Gambar 7 Terlihat infiltrat reticulonodular pada kedua bagian atas dari paru-paru
CT SCAN
CT Scan pada pasien laryngitis TB dilakukan pada bagian leher. Pada potongan setinggi
supra glottic di gambar PP 3 bagian A terlihat penebalan jaringan pelipatan aryepligottic
(panah berwarna putih) dan pembesaran jaringan limfa leher bagian dalam (panah
berwarna hitam). Pada potongan setinggi pita suara di gambar b terdapat pembesaran
jarinagan paralaryngeal bilateral (ditunjuk dengan panah). Pada potongan setinggi glottis
di gambar C terdapat penebalan jaringan yang memanjang sampai commisura
anterior(ditunjuk dengan panah).
15
Gambar 8 Foto CT SCAN Leher Axial
Gambar 9 Gambar A CT SCAN Leher potongan Coronal. Gambar B CT SCAN Leher
potongan Sagittal
Pada gambar PP 4 terlihat 2 macam hasil CT SCAN penderita laryngitis TB. Pada
gambar A terlihat penebalan pelipatan aryepiglottic dan supraglottic dengan hancurnya
jaringan lemak paralaryngeal. Pada gambar B terlihat penebalan epiglottis (panah putih)
dan penebalan jaringan pre-epiglottis (panah hitam).
16
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untukmengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saatmenyerahkan dahak
pagi.
2.9 TERAPI 7
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.
Pada pasien laryngitis TB cara dan parameter evaluasi sama dengan penderita tb pada
umumnya. Pembeda dari laryngitis TB adalah masa pengobatannya yang lebih lama karena
infeksi TB telah masuk ke jaringan tulang.
Tabel 1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
17
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT –KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
18
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi
pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana
dan meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT dan peruntukannya.
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru
TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra
paru.
Tabel 2. Dosis dan Panduan untuk KDT OAT kategori 1
19
2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh.
Pasien gagal.
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).
Tabel 3. Dosis dan Panduan untuk KDT OAT kategori 2
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg
tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)
20
3. OAT Sisipan (HRZE). Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Tabel dosis dan panduan
untuk KDT OAT sisipan
Tabel 4. dosis dan panduan untuk KDT OAT sisipan
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebi h rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu
dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju
Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak
spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen
tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang
dahak tersebut dinyatakan
positif.
Tabel 5. Tindak Lanjut
Hasil
Pemeriksaan Dahak
21
Hasil Pengobatan
Sembuh. Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
Pengobatan Lengkap. Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal. Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
Pindah. Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.
Default (Putus berobat) Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Gagal. Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Efek Samping Pengobatan
Table 6. Efek Samping Ringan Pengobatan
22
1. ____. 2010. Medical Jurnal. Laringitis.diambil dari http://dinarhealth.blogspot.com
/2010/06/laringitis.html pada 10 April 2013 pkl.05.00 WIB
2. Beltagi, Ahmad H El.,et al. 2011. Case Report : Acute tuberculous laryngitis presenting
as acute epiglottitis. Head and Neck Radiology vol.21; pg. 284-286.tersedia di
www.ijri.org pada 09 April 2013 pkl.15.00 WIB
3. Azzilzah, Yarah.,dkk. 2012. Referat : Laringitis Tuberkulosis. Tersedia di
http://www.slideshare.net/yar_azz/laringitis-tuberkulosa pada 7 April 2013 pkl.
14.00WIB
4. Soepardi, Efiaty. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher Edisi VI. Jakarta: Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher FKUI. hal.239-241
5. Adams, George L. dkk. 1997. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. hal.386
6. Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
7. Aditama, Tjandra. 2006 Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
8. Hsiao, Tsu-Yu. Journal of voice : official journal of the Voice Foundation 1 March 2011
(volume 25 issue 2 Pages 230-235 DOI: 10.1016/j.jvoice.2009.09.008)
24