Tonsilitis THT

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit pada tonsil palatina (tonsil) merupakan permasalahan yang umum ditemukan pada anak. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang sering datang pada praktek dokter ahli bagian telinga hidung tenggorok-bedah kepala dan leher (THT-KL), dokter anak, maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Tonsilitis juga merupakan salah satu penyebab ketidakhadiran anak di sekolah. Ahli THT- KL memainkan peranan penting dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan tonsilitis. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Indonesia masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis kronis pada anak dapat disebabkan karena anak seringmenderita ISPA atau tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat.Berdasarkan data medical record tahun 2010 di RSUP dr M. Djamil Padang bagian THT-KL subbagian laring faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1.110 kunjungan di Poliklinik subbagian laring-faring dan yang menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus. 1

description

THT

Transcript of Tonsilitis THT

Page 1: Tonsilitis THT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pada tonsil palatina (tonsil) merupakan permasalahan yang

umum ditemukan pada anak. Penderita tonsilitis merupakan pasien yang

sering datang pada praktek dokter ahli bagian telinga hidung tenggorok-

bedah kepala dan leher (THT-KL), dokter anak, maupun tempat pelayanan

kesehatan lainnya. Tonsilitis juga merupakan salah satu penyebab

ketidakhadiran anak di sekolah. Ahli THT-KL memainkan peranan penting

dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan tonsilitis.

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Indonesia masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis kronis

pada anak dapat disebabkan karena anak seringmenderita ISPA atau

tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat.Berdasarkan data medical record

tahun 2010 di RSUP dr M. Djamil Padang bagian THT-KL subbagian laring

faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1.110 kunjungan di Poliklinik

subbagian laring-faring dan yang menjalani tonsilektomi sebanyak 163

kasus.

Tonsilitis atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah

peradagan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.

Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam

rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),

tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil Tuba Eustachius (lateral band

dinding faring/Gerlach’s tonsil).

Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena infeksi bakteri

atau virus, kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada

penderita diabetes mellitus akut. Ketidaktepatan terapi antibiotik pada

penderita tonsilitis akut akan mengubah mikroflora pada tonsil, mengubah

struktur pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi faktor

predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronik.

1

Page 2: Tonsilitis THT

Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan

ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tonsilitis adalah peradagan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Tonsil hampir selalu diartikan sebagai tonsil

palatina.Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil yang sifatnya akut,

sedangkan tonsilitis kronik merupakan tonsilitis yang terjadi berulang kali

(kronik).(1,2,3)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, meskipun jarang terjadi

pada anak-anak usia kurang dari dua tahun. Tonsilitis akibat infeksi

Streptococcus secara khusus terjadi pada anak-anak usia 6-15 tahun. Kasus

terbanyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah, yang berkontak dengan

anak lain yang menderita tonsilitis akibat bakteri maupun virus.(1, 3, 4)

2.3 ANATOMI & FISIOLOGI TONSIL

a. Embriologi

Pembentukan tonsil berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang

melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong

2

Page 3: Tonsilitis THT

faringeal kedua diserap dan bagian dorsal menetap kemudian menjadi

epitel tonsil. Pilar tonsil dibentuk dari arkus brakial ke-2 dan ke-3.

Secara nyata perkembangan tonsil terlihat pada usia 14 minggu

kehamilan dengan terjadinya infiltrasi sel-sel limfatik ke dalam

mesenkim di bawah mukosa yang dibentuk di dalam fossa tonsil.

Pembentukan kripta tonsil terjadi pada usia 12-18 minggu kehamilan.

Kapsul dan jaringan ikat lain tonsil terbentuk pada usia kehamilan 20

minggu dengan demikian terbentuk massa jaringan tonsil. Secara

histologi tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau

trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa,

folikel germinativum sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda serta

jaringan interfolikel jaringan limfoid dari berbagai stadium.

b. Anatomi

Tonsil bersama adenoid, tonsil lingual,pita lateral faring, tonsil

tubaria dan sebaran jaringan folikel limfoid membentuk cincin jaringan

limfoid yang dikenal dengan cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer ini

merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil dan adenoid

merupakan bagian terpenting dari cincin Waldeyer. Adenoid akan

mengalami regresi pada usia puberitas.(1)

Gambar 1. Anatomi faring & tonsil(5)

3

Page 4: Tonsilitis THT

Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsil

pada kedua sudut orofaring. Tonsil dibatasi dari anterior oleh pilar

anterior yang dibentuk otot palatoglossus, posterior oleh pilar posterior

dibentuk otot palatofaringeus, bagian medial oleh ruang orofaring,

bagian lateral dibatasi oleh otot konstriktor faring superior, bagian

superior oleh palatum molle, bagian inferior oleh tonsil lingual yang

disebut sebagai fossa tonsil. Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh

jaringan alveolar yang tipis dari fasia faringeal dan permukaan bebas

tonsil ditutupi oleh epitel yang meluas ke dalam tonsil membentuk

kantong yang dikenal dengan kripta.(1)

Gambar 2. Cavum oris dan Oropharynx tampak Anterior(5)

Kripta pada tonsil ini berkisar antara 10-30 buah. Epitel kripta tonsil

merupakan lapisan membran tipis yang bersifat semipermiabel, sehingga

epitel ini berfungsi sebagai akses antigen baik dari pernafasan maupun

pencernaan untuk masuk ke dalam tonsil. Pembengkakan tonsil akan

mengakibatkan kripta ikut tertarik sehingga semakin panjang. Inflamasi dan

epitel kripta yang semakin longgar akibat peradangan kronis dan obstruksi

kripta mengakibatkan debris dan antigen tertahan di dalam kripta tonsil.(1)

Vaskularisasi

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. karotis eksterna,

yaitu :

1) a.maksilaris eksterna (a. fasialis); cabangnya a. tonsilaris dan a. palatina

asendens

2) a. maksilaris interna; cabangnya a. palatina desendens

3) a. lingualis; cabangnya a. lingualis dorsalis

4

Page 5: Tonsilitis THT

4) a. faringeal asendens

Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil:

1) Anterior : A. lingualis dorsal.

2) Posterior : A. palatina asenden.

3) Diantara keduanya: A. tonsilaris.

Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:

1) a. faringeal asenden

2) a. palatina desenden.

Gambar 3. Perdarahan Tonsil

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor

superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri

palatina asenden, mengirimkan cabang melalui m. konstriktor posterior

menuju tonsil. Arteri faringeal asendens juga memberikan cabangnya ke

tonsil melalui bagian luar m. kosntriktor superior. Arteri lingualis dorsal

naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior, dan

plika posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina posterior

memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk

anastomosis dengan a. palatina asendens. Kutub bawah tonsil bagian

anterior (a. lingualis dorsal) dan bagian posterior (a. palatina asenden), di

5

Page 6: Tonsilitis THT

antara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh. A. tonsilaris. Kutub atas

tonsil diperdarahi oleh a. faringeal asendens dan a. palatina desendens.

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan

pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena disekitar kapsul tonsil,

vena lidah, dan pleksus faringeal.

Aliran getah bening menuju rangkaian getah bening servikal profunda

(deep jugular node). Bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus,

selanjutnya ke kelenjar toraks, dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil

hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh

getah bening aferen tidak ada.

Innervasi

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui

ganglion sfenoplatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus (saraf IX).(1)

c. Histologi

Gambar 4. Histologi Tonsil (6)

Secara mikroskopis tonsil memiliki tiga komponen yaitu jaringan ikat,

jaringan interfolikuler, jaringan germinativum. Jaringan ikat berupa

trabekula yang berfungsi sebagai penyokong tonsil. Trabekula merupakan

perluasan kapsul tonsil ke parenkim tonsil. Jaringan ini mengandung

pembuluh darah, syaraf, saluran limfatik efferent. Permukaan bebas tonsil

ditutupi oleh epitel statified squamous.

6

Page 7: Tonsilitis THT

Jaringan germinativum terletak dibagian tengah jaringan tonsil,

merupakan sel induk pembentukan sel-sel limfoid. Jaringan interfolikel

terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai tingkat pertumbuhan.

Pada tonsilitis kronis terjadi infiltrasi limfosit ke epitel permukaan

tonsil. Peningkatan jumlah sel plasma di dalam subepitel maupun di dalam

jaringan interfolikel. Hiperplasia dan pembentukan fibrosis dari jaringan

ikat parenkim dan jaringan limfoid mengakibatkan terjadinya hipertrofi

tonsil.

d. Fisiologi & Imunologi

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil

mempunyai 2 fungsi utama yaitu : (1, 3)

1) Menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan efektif

2) Tempat produksi antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma yang bersal

dari diferensiasi limfosit B.

Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit B. Bersama-

sama dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh limfosit pada

kedua organ tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil

dan adenoid. Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian

menyebarkan sel limfosit terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori

di seluruh tubuh.

Antigen dari luar, kontak dengan permukaan tonsil akan diikat dan

dibawa sel mukosa (sel M), antigen presenting cells (APCs), sel makrofag

dan sel dendrit yang terdapat pada tonsil ke sel Th di sentrum germinativum.

Kemudian sel Th ini akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel

B. Sel B membentuk imunoglobulin IgM pentamer diikuti oleh

pembentukan IgG dan IgA. Sebagian sel B menjadi sel memori.

Imunoglobulin IgG dan IgA secara fasif akan berdifusi ke lumen. Bila

rangsangan antigen rendah akan dihancurkan oleh makrofag. Bila

konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon proliferasi sel B pada

sentrum germinativum sehingga tersensititasi terhadap antigen,

7

Page 8: Tonsilitis THT

mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon imun

merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan

pembentukan imunoglobulin.(1, 5)

Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4 sampai 10 tahun. Tonsil

mulai mengalami involusi pada saat puberitas, sehingga produksi sel B

menurun dan rasio sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada Tonsilitis

yang berulang dan inflamasi epitel kripta retikuler terjadi perubahan

epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas sel imun

dan menurunkan fungsi transport antigen. Perubahan ini menurunkan

aktifitas lokal sistem sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan

sel B pada sentrum germinativum juga berkurang.(1)

2.4 KLASIFIKASI

Adapun jenis-jenis dari tonsilitis, yakni:

1. Tonsilitis Akut

Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang

ditandai nyeri tenggorok, nyeri menelan, panas, dan malaise.

Pemeriksaan fisik dapat ditemukan pembesaran tonsil, eritema dan

eksudat pada permukaan tonsil, kadang ditemukan adanya limadenopati

servikal. Korblut, menjelaskan gejala tonsilitis akut akan berkurang 4-6

hari. Penyakit ini biasanya akan sembuh setelah 7-14 hari. Tonsilitis

akut berdasarkan penyebab infeksi, yaitu(1, 2):

a. Tonsilitis Viral

Tonsilitis yang disebabkan oleh virus. Gejala lebih menyerupai

common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang

sering Epstein Barr, influenza, para influenza, coxasakie,

echovirus, rhinovirus. Douglas seperti dikutip Kornbult

menemukan bahwa kebanyakan tonsilitis virus terjadi pada usia

prasekolah sedangkan infeksi bakteri terjadi pada anak yang lebih

besar.

b. Tonsilitis Bakterial

Tonsilitis akut bakterial paling banyak disebabkan

8

Page 9: Tonsilitis THT

Streptococcus β hemoliticus. Lebih kurang 30%-40% tonsilitis

akut disebabkan oleh Streptococcus β hemoliticus grup A. Brook,

menyatakan dalam mendiagnosis tonsilitis keterlibatan

Streptococcus β hemoliticus grup A harus tetap dipertimbangkan

disamping bakteri lain yang juga dapat ditemukan pada

pemeriksaan bakteriologi.

Gambar 5. Tonsilitis Akut dengan Detritus

Infiltrasi bakteri ke dalam jaringan tonsil akan menimbulkan

reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga

terbentuk eksudat dikenal dengan detritus. Eksudat yang terbentuk

biasanya tidak melengket ke jaringan di bawahnya. Bentuk

tonsilitis akut dengan eksudat yang jelas disebut dengan tonsilitis

folikularis. Bila eksudat yang terbentuk membentuk alur-alur maka

akan terjadi tonsilitis lakunaris. Infeksi tonsil dapat juga melibatkan

faring, seluruh jaringan limfoid tenggorok. Terlihat lidah kotor dan

juga lapisan mukosa tipis di rongga mulut.

2. Tonsilitis Membranosa

Penyakit yang termasuk dalam golongan membranosa ialah (a)

Tonsilitis difteri, (b) Tonsilitis septik (Septic Sore Throat), (c) Angina

Plaut Vincent, (d) Penyakit kelainan darah seperti leukemia akut,

anemia pernisiosa, neutropenia maligna serta infeksi mono-nukleosis,

(e) proses spesifik lues dan tuberkulosis, (f) infeksi jamur moniliasis,

9

Page 10: Tonsilitis THT

aktinomikosis dan blastomikosis, (g) Infeksi virus morbili, pertusis dan

skarlatina.

a. Tonsilitis Difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak

semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan

ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin

sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar

imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia

kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 5 tahun.(2)

Gambar 9. A. Karakteristik membran tipis pada infeksi difteri di pharynx

posterior. B. Gambaran mikrobiologi Corynebacterium diphtheriae gram

positif dengan pewarnaan metilen blue.(16)

Gejala klinik terbagi dalam tiga golongan yaitu : umum, lokal,

dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala

infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri

kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan

nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil

membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin

meluas dan bersatu membentuk membrane semu (pseudomembran)

yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan

10

A.

B.

Page 11: Tonsilitis THT

mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher

akan membengkak sedemikian besarnya sehingga lehernya

menyerupai leher sapi (Bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat

terjadi miokarditis sampai decompensatio cardio, pada saraf

kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot

pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.(2, 14)

b. Tonsilitis Septik

Penyebab ialah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam

susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia

susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum

maka penyakit ini jarang ditemukan.

c. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulsero Membranosa)

Disebabkan oleh bakteri spirochaeta atau triponema, penyakit

ini sering terjadi pada orang-orang dengan higine mulut yang

buruk dan defisiensi vitamin C. Pada tonsil terbentuk bercak-

bercak pseudomembran nekrotik yang berwarna putih keabuan

dikelilingi areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil

ataupun keduanya. Lesi dapat menyebar ke palatum molle, faring

dan rongga mulut. Lesi yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang

terda

pat pada membran mukosa yang menyebabkan nekrosis

membran mukosa tersebut. Dapat juga terbentuk pseudomembran

pada laring dan trakhea yang bila dilepas akan bedarah. Infeksi

dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening submaksilar atau

servikalis.

d. Penyakit Kelainan Darah

Leukimia Akut

11

Page 12: Tonsilitis THT

Gejala pertama sering berupa epiktaksis, perdarahan mukosa

mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak

kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak

hiperemis dan rasa nyeri hebat di tenggorok

Angina Agranulositosis

Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan

amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di

mukosa mulut dan faring serta di sekitarr ulkus tampak gejala

radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran

cerna.

Infeksi mononucleosis

Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa

bilateral. Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat

tanpa timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa

leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran darah khas yaitu

terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas

yang lain ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi

terhadap sel darah merah domba (reaksi Paul Bunnel).

3. Tonsilitis Kronik

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai

akibat infeksi akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil

membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan

obstruksi kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan tonsil yang relatif

kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis. Brodsky, menjelaskan

durasi maupun beratnya keluhan nyeri tenggorok sulit dijelaskan.

Biasanya nyeri tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari 4

minggu dan kadang dapat menetap. Brook dan Gober, seperti dikutip

oleh Hammouda menjelaskan tonsilitis kronis adalah suatu kondisi

yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil sebagai akibat infeksi

tonsil yang berulang.

12

Page 13: Tonsilitis THT

Gambar 6. Tonsilitis kronik dengan eksudasi purulen yang menutupi

kedua tonsil. Pada uvula dan arkus tampak hiperemis dan edema.(8)

Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripta tonsil

mengakibatkan peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam

kripta, juga terjadi penurunan integritas epitel kripta sehingga

memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil. Bakteri yang masuk

ke dalam parenkim tonsil akan mengakibatkan terjadinya infeksi tonsil.

Pada tonsil yang normal jarang ditemukan adanya bakteri pada kripta,

namun pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat

ganda. Bakteri yang menetap di dalam kripta tonsil menjadi sumber

infeksi yang berulang terhadap tonsil.

Pada tonsillitis kronik dapat ditemukan nyeri menelan persisten,

anoreksia, disfagia, dan eritem pharyngotonsillar. Karakteristik lain

juga dapat ditemukan sekret tonsil yang malodorous dan pembesaran

kelenjar limfe nodi jugulodigastrik.(9)

4. Tonsilitis Rekuren

Tonsilitis rekuren merupakan peradangan pada tonsil yang ditandai

gejala episode tonsilitis akut pada saat pasien datang dimana ada

riwayat penyembuhan lengkap diantara episode akut tersebut. Menurut

Brodsky, tonsilitis rekuren didefiniskan sebagai tonsilitis akut yang

berulang lebih dari 4 kali dalam satu tahun, atau lebih dari 7 kali dalam

1 tahun, 5 kali setiap tahun selama 2 tahun, atau 3 kali setahun selama 3

tahun. (1, 9)

Kebanyakan pada anak tidak ditemukan adanya keluhan diantara

13

Page 14: Tonsilitis THT

episode, dengan gambaran maupun ukuran tonsil yang kembali normal.

Letak tonsil, jumlah dari kripte, dan celahnya tampaknya sebagai

tempat berkembangnya bakteri. Pengobatan secara cepat pada tonsilitis

akut mungkin saja tidak berhasil dalam mencegah infeksi lanjutan.(1, 9)

2.5 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya

secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung

kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu

melalui mulut masuk bersama makanan.

Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk

bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita

tonsilits kronis jumlah kuman yang paling sering adalah Streptococcus Beta

Hemoliticus group A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal

pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi infeksius yang

memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan

Morexella catarrhalis.

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok

didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis

Kronis yaitu Streptococcus Alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus,

Streptococcus beta Hemolitikus group A, Staphylococcus epidermidis dan

kuman gram negatif berupa Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa,

Klebsiella dan E. Coli.

Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan

yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab

penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes

simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi

dengan Coxackievirus A, yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi

pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat

menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan

14

Page 15: Tonsilitis THT

obstruksi jalan nafas yang akut. Infeksi jamur seperti Candida sp tidak

jarang terjadi khususnya di kalangan bayi atau pada anak-anak dengan

immunocompromised.(3)

Tonsilitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana

kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil

menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman

sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi

pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi)

dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya

pada saat keadaan umum tubuh menurun.

Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana

terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Karena proses /radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami

pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak

diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan

bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-

kuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga

terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak,

proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala klinis tonsilitis akut maupun kronik dapat ditemukan adanya

nyeri tenggorok, di mana pada tonsilitis kronik didahului gejala tonsilitis

akut seperti nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna. adapun gejala

pada tonsilitis akut ditandai dengan nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam,

dan malaise. Halitosis akibat debris yang tertahan di dalam kripta tonsil,

yang kemudian dapat menjadi sumber infeksi berikutnya.(1, 2)

Tabel 1. Perbedaan Tonsilitis(1, 2, 7, 9)

Tanda Tonsilitis

Akut

Tonsilitis

Kronis

Tonsilitis

Rekuren

15

Page 16: Tonsilitis THT

Warna Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Edema (+) (-) (+)

Kripte Melebar (-) Melebar (+) Melebar (+)

Detritus (+/-) (+) (+)

Perlengketan (-) (+) (+)

Onset 7-14Hari >4 minggu Ada fase sembuh

diantara 2 fase

akut/lebih

Gambar 7. Sistem Derajat Tonsil.(11)

Tabel 2. Derajat Tonsilitis(12)

Derajat Tonsil Keterangan

Derajat 0 Post tonsilektomi

Derajat I Tonsil pada fossa tonsilar, hampir tidak tampak

dibelakang arkus anterior

Derajat II Tonsil tampak dibelakangarkus anterior.

Derajat III Melewati linea paramediana, tetapi belum mencapai

linea mediana.

Derajat IV Mencapai linea mediana

Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga

timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apnue dan gangguan suara. Pada

16

Page 17: Tonsilitis THT

pemeriksaan fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai

ukuran, dengan pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil,

arsitektur kripta yang rusak seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan

sikatrik pada pilar.

2.7 DIAGNOSIS

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis

berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang

mengganjal di tenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi

pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang

paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertrofi. Gejala-gejala

konstitusi dapat ditemukan seperti demam, tetapi tidak mencolok. Pada anak

dapat ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfa submandibular.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang

tidak rata, kripte melebar dan beberapa kripte terisi oleh detritus.. Pada

umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh

dimasukkan ke dalam kategori tonsilitis kronik.

Pemeriksaan Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi dari tonsil dapat dilakukan dengan

pemeriksaan sediaan swab secara gram dengan pewarnaan Ziehl-Nelson

atau dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Pemeriksaan ini dapat

diambil dari swab permukaan tonsil maupun jaringan inti tonsil.

Daerah tenggorok banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil

mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen

yang didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang

menginfeksi tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak

selalu menunjukkan bakteri patogen yang sebenarnya.

Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran

penyebab tonsilitis yang lebih akurat. Bakteri yang menginfeksi tonsil

adalah bakteri yang masuk ke parenkim tonsil. Bakteri ini sering menumpuk

di dalam kripta tersumbat.

17

Page 18: Tonsilitis THT

Pemeriksaan swab dari permukaan tonsil dilakukan pada saat pasien

telah dalam narkose. Permukaan tonsil diswab dengan lidi kapas steril.

Sebelumnya tidak dilakukan tindakan aseptik anti septik pada tonsil.

Pemeriksaan bakteriologi dari inti tonsil dilakukan dengan mengambil swab

sesaat setelah tonsilektomi. Tonsil yang telah diangkat disiram dengan

cairan salin steril kemudian diletakkan pada tempat yang steril. Tonsil

dipotong dengan menggunakan pisau steril dan jaringan dalam tonsil diswab

memakai lidi kapas steril.

Spesimen yang telah diambil dimasukkan ke dalam media transportasi

yang steril. Biakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat dilakukan

dengan menggunakan agar darah, agar coklat, eosin-methilene blue (EMB).

Tempat pembiakan ini di inkubasi pada suhu 37°C, 5% CO2.

Gaffney, melakukan pemeriksaan bakteriologi inti tonsil dengan

menggunakan aspirasi jarum halus pada tonsil. Teknik pengambilan dengan

aspirasi jarum halus dilakukan pada orang dewasa dengan posisi duduk

kemudian tonsil dianestesi lokal menggunakan silokain semprot. Pada anak-

anak dilakukan dalam narkose umum setelah pengangkatan tonsil.

Pemeriksaan Histopatologi

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey

terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis

Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga

kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan-sedang infiltrasi limfosit,

adanya Ugra’s abses dan infiltrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal

tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas

menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronik.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Faringitis

Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh

virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin. Infeksi bakteri dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini

18

Page 19: Tonsilitis THT

melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan demam

reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena

fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen

antibody.(2, 10, 13)

Gambar 8. A. Pharynx posterior dengan peteki dan eksudat. B. Pemeriksaan

bakteriologi Streptococcus pyogenes.(15)

Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri

tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak

tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada

palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan

nyeri pada penekanan.(2, 13, 14)

Hipertrofi Adenoid

Adenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang

terletak pada dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian

cincin Waldeyer. Secara fisiologik adenoid ini membesar pada anak

usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang sama sekali pada

usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran napas bagian atas maka

dapat terjadi hipertrofy adenoid. Akibat dari hypertrophy ini akan

timbul sumbatan Koana dan tuba eustachi. Akibat sumbatan di Koana

pasien akan bernapas melalui mulut. Akibat sumbatan tuba Eustachi

akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan

akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik.(2)

19

A.

B.

Page 20: Tonsilitis THT

Gambar 10. Choana posterior sinistra yang mengalami obstruksi oleh

massa jaringan adenoid pada pemeriksaan nasoendoskopi(8)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinik,

pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan

velum palatum molle pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi

posterior. Pemeriksaan digital untuk meraba adanya adenoid dan

pemeriksaan radiologic dengan membuat foto lateral kepala (lebih

sering dilakukan pada anak). Terapi pada hipertrofy adenoid dilakukan

terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom.

Tumor Tonsil

Neoplasma bukanlah penyebab dari tonsilitis akut maupun kronik,

tetapi seringkali menjadi penanda akan adanya etiologi infeksi. Pasien

yang mendapat penanganan faringitis infeksi yang tidak membaik, perlu

dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya neoplasma. Gejala

umum dari tumor tonsil antara lain, nyeri tonsil unilateral, disfagia,

odinofagia, penurunan berat bedan, dan otalgia.(9, 14)

Gambar. Tumor jinak tonsil sinistra(8)

20

Page 21: Tonsilitis THT

Pada pemeriksaan fisis, massa faring yang asimetris adalah

karakteristik penemuan yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Massa tersebut bisa ulseratif, ditutupi oleh mukosa atau fungi dan hanya

dapat dideteksi dengan palpasi. Adenopati servikal muncul pada

penyakit lanjut yang telah bermetastasis pada limfonodus lokoregional.

Faktor risiko meliputi penggunaan tembakau dan alkohol. Human

papilloma virus juga menjadi etiologinya pada sebagian kecil kasus.(14)

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada

pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur X-ray dan biopsi.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tonsilitis terdiri atas terapi medikamentosa dan

operatif, yakni(2, 11, 17) :

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa diterapi sesuai dengan penyebabnya. Pada

tonsilitis viral dilakukan penatalaksanaan berupa istirahat, minum yang

cukup, analgetika, dan obat antiviral jika menunjukkan gejala yang berat.(2)

Pada tonsilitis bakterial diberikan obat antibiotik spektrum luas

penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung

desinfektan. Pemberian antibiotik yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis

Kronis yaitu cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika

disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam kalvulanat

(jika bukan disebabkan mononukleosis).(2)

Pada tonsillitis difteri diberikan Anti Difteri Serum (ADS) diberikan

segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000 – 100.000 unit

tergantung dari umur dan beratnya penyakit. Antibiotika Penisilin atau

Eritromisin 25 – 50 mg per kg berat badan dibagi dalam 3 dosis selama 14

hari. Kortikosteroid 1,2 mg/kg/bb per hari. Antipiretik untuk simtomatis.

Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus

istirahat di tempat tidur selama 2 -3 minggu.

21

Page 22: Tonsilitis THT

Pada Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa) antibiotika

spectrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene mulut. Vitamin C

dan vitamin B kompleks.

2. Operatif

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,

gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.(9, 10)

Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat

perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.

Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat

ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi

tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi

relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada

keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa

usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.

1) Indikasi Absolut

a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia,

gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonar.

b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan

drainase

c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

2) Indikasi Relatif

a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi

antibiotik adekuat.

b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian

terapi medis.

c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak

membaik dengan pemberian antibiotik β laktamase resisten.

22

Page 23: Tonsilitis THT

Dugaan keganasan dan obstruksi saluran napas merupakan indikasi absolut

untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang

dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi

semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti

halitosis, debris kriptus dari tonsil (cryptic tonsilitis) dan pada keadaan yang

lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak

enak di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat

berdasarkan terdapat dari beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien

seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena

gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam

nyawa.

Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-

head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah:

a) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah

mendapat terapi yang adekuat.

b) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial.

c) Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan

cor pulmonal.

d) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilits, abses peritonsil yang

tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

e) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

f) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus

beta hemolitkus.

g) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

h) Otitis media difusa/otitis media supuratif.

Kontraindikasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa keadaan yang disebabkan sebagai kontraindikasi,

namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan

23

Page 24: Tonsilitis THT

tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut

adalah:

1. Gangguan perdarahan.

2. Risiko anastesi yang besar atau penyakit berat.

3. Anemia.

4. Infeksi akut yang berat.

Persiapan pasien Tonsilektomi

Ketika dicapai keputusan untuk melakukan tonsilektomi harus

disadari bahwa mungkin tindakan ini merupakan prosedur pembedahan

yang pertama kali bagi pasien. Riwayat penyakit yang komplit dan

pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan perhatian khsuus terhadap

adanya gangguan yang bersifat diturnkan terutama kecenderungan

terjadinya pendarahan. Di samping itu riwayat saudara pasien yang

mungkin mengalami kesulitan dengan anastesi umum sebaiknya diketahui

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hipertermia maligna.

Pemeriksaan lab seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin,

jumlah trombosit, pemeriksaan hitung darah lengkap dan urinalisa

sebaiknya dilakukan. Selain itu pemeriksaan antistreptolisisn titer O

(ASO) dilakukan untuk mengetahui tingkat infeksi serta sebagai salah satu

indikasi tonsilektomi. Antistreptolisisn meningkat pada minggu pertama

dan mencapapi puncaknya pada minggu ketiga sampai keenam setelah

infeksi. Pemeriksaan dikatakan positif bila konsentrasi ASO dalam serum

darah lebih dari 200 IU/mL. Selain itu pemeriksaan radiologi dada dan

elektrokardiogram sebaiknya dilakukan sebelum pembedahan.(10)

Teknik Operasi Tonsilektomi

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah

dilakukan pada abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan

menggunakan jari tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang

terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.(17, 19)

24

Page 25: Tonsilitis THT

a) Diseksi : Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag,

tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi

pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau

gunting sampai mencapai pole bawah dilanjutkan dengan

menggunakan senar untuk menggangkat tonsil.

b) Guilotin : Teknik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat

dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera

oleh infeksi berulang.

c) Elektrokauter : Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat

digunakan pada teknik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya

perdarahan, tetapi dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

d) Laser tonsilektomi : Diindikasikan pada penderita gangguan

koagulasi. Teknik yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada

teknik diseksi.

Komplikasi Tonsilektomi(18, 19)

Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca

pembedahan. Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan

trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung

pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin

lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya

infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang

lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma

dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan

sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena

kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon

tekan. Perdarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh

darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan

kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fossa

tonsil diletakkan tampon atau gelfoam, kemudian pilar anterior dan pilar

25

Page 26: Tonsilitis THT

posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri

karotis eksterna.

Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi

pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat

umumnya berupa kerusakan jaringan disekitarnya seperti kerusakan

jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi

sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.

Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya

yaitu immediate, intermediate, dan late complication.

Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat

berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anatesi.

Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan

yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup

berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk

belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas

menyebabkan asfiksi. Penyebabnya diduga karena hemostatis yang tidak

cermat atau terlepasnya ikatan.

Yang terpenting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah :

1. Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal.

2. Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur.

3. Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah

yang terkumpul di faring dan,

4. Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di

tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fossa tonsil. Bekuan

darah di fossa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan

jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila

perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon

yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal

dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fossa tonsil dan

hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas

26

Page 27: Tonsilitis THT

perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi

dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.

Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi,

laporan di berbagai kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-

beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering dijumpai pada

cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan

anastesi segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan

terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang

tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.

Pasca bedah, komplikasi yang terjadi kemudian (intermeddiate

complication) dapat berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem

uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia. Perdarahan sekunder

adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya

terjadi pada hari ke 5. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah

infeksi serta trauma akibat makanan, dapat juga oleh karena ikatan

jahitan yang terlepas jaringan granulasi yang menutupi fossa tonsil

terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah

dibawahnya terbuka dan terjadi perdarahan.

Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari

pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan

perdarahan primer. Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari

kedua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan bila

dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah yang

memperdarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi

melalui bakterimia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan

sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgia biasanya

merupakan nyeri alih dari fossa tonsil, tetapi kadang-kadang

merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui

tuba Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi,

karena secara anatomik fossa tonsil berhubungan dengan ruang

parafaring.

27

Page 28: Tonsilitis THT

Dengan kemajuan teknik anastesi, komplikasi paru jarang

terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan

tonsil. Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan

parut di palatum mole. Bila berat, gerakan palatum terbatas dan

menimbulkan rinolalia. Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan

tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bila

cukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses

peritonsilar.

2.10 KOMPLIKASI

1. Abses peritonsil

Abses peritonsiler merupakan suatu akumulasi pus yang

terlokalisasi pada jaringan peritonsil yang diakibatkan oleh tonsillitis

yang supuratif.Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, terdapat juga

odinofagia (nyeri menelan yang hebat), biasanya pada posisi yang sama

dan juga nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau

(foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia),

dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta

pembengkakan kelenjar submandibular dengan nyeri tekan.(13, 20)

Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi jarum (needle

aspiration). Aspirasi yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas,

dan material dapat dikirim untuk dibiakkan.(13)

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan

sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil

dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering

terjadi pada penderita dengan serangan berulang.

2. Abses parafaring

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di

sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding

28

Page 29: Tonsilitis THT

lateral faring sehingga menonjol ke arah medial. Abses dapat

dievakuasi melalui insisi servikal.(17)

3. Abses intratonsilar

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.

Biasanya diikuti dengan penutupan kripte pada Tonsilitis folikular akut.

Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat

membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian

antibiotik dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan

tonsilektomi.(17)

4. Tonsilolith (kalkulus tonsil)

Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronik bila kripte

diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan

magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu yang

dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi

dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah

rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa

dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya

permukaan yang tidak rata pada perabaan.(17, 14)

5. Kista tonsilar

Disebabkan oleh blokade kripte tonsil dan terlihat sebagai

pembesaran kekuningan di atas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa

disertai gejala. Dapat dengan mudah didrainase.(17)

6. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis

Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal

antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33%

diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus β hemolitikus pada swab

tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil

ini mengindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesis

terjadinya penyakit glomerulonefritis.(14)

2.11 PROGNOSIS

29

Page 30: Tonsilitis THT

Perkembangan medis membuat komplikasi yang menyangkut tonsilitis

berupa kematian sangatlah jarang. Tonsilitis dapat sembuh dalam beberapa

hari dengan istirahat dan pengobatan suportif. Penanganan gejala-gejala

yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila

antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antiviotik tersebut harus

dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila

penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-

gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami

infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada

telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi

sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

BAB III

KESIMPULAN

Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsil pada kedua

sudut orofaring. Tonsilitis atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah

peradagan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.

Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang ditandai nyeri

tenggorok, nyeri menelan, panas, dan malaise. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan

pembesaran tonsil, eritema dan eksudat pada permukaan tonsil, kadang ditemukan

adanya limadenopati servikal.

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi

akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia

parenkim obstruksi kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan tonsil yang relatif

kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis. Tonsilitis rekuren merupakan

peradangan pada tonsil yang ditandai gejala episode tonsilitis akut pada saat

30

Page 31: Tonsilitis THT

pasien datang dimana ada riwayat penyembuhan lengkap diantara episode akut

tersebut.

Tonsilitis akut maupun kronis merupakan permasalahan yang sering dijumpai

pada praktek dokter maupun pelayanan kesehatan lainnya. Penyebab tonsillitis

akibat infeksi. Adapun infeksi terbanyak dari berbagai literatur dikatakan bahwa

Streptococcus β haemolyticus group A. Pemilihan antibiotik dalam

penatalaksanaan tonsillitis perlu memperhatikan bakteri penyebab sesuai dengan

bukti empiris yang ada. Hal ini akan mengurangi resistensi bakteri terhadap

antibiotik. Kultur pada tonsillitis diambil dari swab permukaan tonsil dan inti

tonsil. Terdapat perbedaan hasil kultur bakteri yang berasal dari permukaan tonsil

demgan inti tonsil.

Penatalaksanaan untuk tonsilitis terdiri atas terapi medikamentosa dan

operatif. Pada terapi medikamentosa diterapi sesuai dengan penyebabnya.

Tindakan operatif tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau

kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

31