Makalah pengalengan salak

19
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya pertumbuhan populasi di dunia memunculkan pertanyaan bagaimana kebutuhan makanan dapat dipenuhi. Hal tersebut sangat jelas bahwa peningkatan suplai makanan penting untuk memenuhi kebutuhan gizi untuk setiap orang. Pengembangan metode produksi, pascapanen, penyimpanan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran yang lebih baik sangat penting untuk menghasilkan penggunaan buah- buahan, sayuran, dan produk pertanian lainnya yang lebih efisien. Bahan makanan terdiri atas 4 komponen utama yaitu air, karbohidrat, protein dan lemak. Bahan makanan ini ada yang tahan lama ada juga yang tidak (cepat mengalami kerusakan). Penyebab utama kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan; serangga, parasit, tikus, suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, kadar air, udara terutama oksigen, sinar dan jangka waktu penyimpanan (Dwiari,2008). Tujuan utama pengolahan makanan adalah untuk mengawetkan makanan yang mudah rusak dalam bentuk

description

makalah teknologi buah dan sayur

Transcript of Makalah pengalengan salak

Page 1: Makalah pengalengan salak

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tingginya pertumbuhan populasi di dunia memunculkan pertanyaan

bagaimana kebutuhan makanan dapat dipenuhi. Hal tersebut sangat jelas bahwa

peningkatan suplai makanan penting untuk memenuhi kebutuhan gizi untuk setiap

orang. Pengembangan metode produksi, pascapanen, penyimpanan, pengolahan,

pengemasan, penyimpanan dan pemasaran yang lebih baik sangat penting untuk

menghasilkan penggunaan buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian lainnya

yang lebih efisien.

Bahan makanan terdiri atas 4 komponen utama yaitu air, karbohidrat,

protein dan lemak. Bahan makanan ini ada yang tahan lama ada juga yang tidak

(cepat mengalami kerusakan).  Penyebab utama kerusakan bahan pangan dapat

disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba

terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan;

serangga, parasit, tikus, suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, kadar

air, udara terutama oksigen, sinar dan jangka waktu penyimpanan (Dwiari,2008).

Tujuan utama pengolahan makanan adalah untuk mengawetkan makanan

yang mudah rusak dalam bentuk stabil yang dapat disimpan dan dikirim ke pasar

yang jauh selama berbulan-bulan. Pengolahan juga dapat merubah makanan

menjadi bentuk yang baru atau yang lebih bermanfaat dan membuat makanan

tersebut lebih mudah untuk disiapkan (Dwiari,2008).

Manisan buah salak merupakan salah satu komoditas yang menarik untuk

dikembangkan. Kualitas manisan buah salak berhubungan erat dengan bahan

tambahan yang digunakan, cara pengolahan, dan lama penyimpanan.

Buah Salak (Salacca ectulis) merupakan produk asli daerah tropis

Indonesia. Mempunyai kandungan protein 0,40%, Karbohidrat 20,90%, kadar abu

0,67%, kalsium 0,0028%, posfor 0,0018% dan zat besi 0,0042% (Depkes RI,

1972 dalam Marsono,1991). Sama seperti buah-buahan yang lainnya, salak

mempunyai pola klimaterik, yaitu mudah rusak sehingga umur simpannya relatif

Page 2: Makalah pengalengan salak

pendek, juga umum nya dipanen dengan kandungan air yang tinggi sekitar 70-

80% .

Palma berbentuk perdu atau hampir tidak berbatang, berduri banyak,

melata dan beranak banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat. Batang

menjalar di bawah atau di atas tanah, membentuk rimpang, sering bercabang,

diameter 10-15 cm.

Salak dapat diawetkan dengan cara diolah atau dengan modifikasi

penyimpanan agar mendapatkan salak yang seolah-olah masih Fresh seperti

bentuk asli nya meskipun sudah disimpan beberapa lama tergantung dari cara

pengemasannya. Salah satu pengawetan salak yaitu dengan penyimpanan dengan

udara terkendali, atau dengan pengalengan (Rozali,2009).

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan

yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat

mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng

yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah

bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan

paling tahan terhadap pemanasan (Rozali,2009).

Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh mikroorganisme

dalam makanan dan mencegah rekontaminasi. Panas merupakan agensia umum

yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Penghilangan oksigen

digunakan bersama dengan metode lain untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme yang memerlukan oksigen. Dalam pengalengan konvensional

buah dan sayur, ada tahapan proses dasar yang sama untuk kedua tipe produk

(Rozali, 2009)

B. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan daya simpan

dan nilai ekonomis buah salak dengan metode pengalengan.

Page 3: Makalah pengalengan salak

II. TINJAUAN PUSTAKA

Buah Salak (Salacca Edulis) merupakan buah tropis asli Indonesia yang

banyak tersebar di seluruh kepulauan Nusantara (Tahmrin, 2011). Buah salak

memiliki klasifikasi :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Palmales

Suku : Palmae

Marga : Salacca

Jenis : Salacca edulis Reinw

(Anarsis, 1996 dalam Rosyid, 2012)

Salak mempunyai kandungan dalam tiap 100g, yaitu kalori 77%, protein

0,40%, karbohidrat 20,90%, kadar abu 0,67%, kalsium 0,0028%, posfor 0,0018%,

zat besi 0,0042%, vitamin B 0,0004%, kadar air 78 % dan bagian yang dapat

dikonsumsi 50% (Depkes RI, 1981 dalam Rosyid, 2012). Dengan kadar air yang

tinggi (78%) dan juga menurut Soetanto (1996) buah salak sama seperti buah-

buahan yang lainnya mempunyai pola klimaterik maka mudah rusak sehingga

umur simpannya relatif pendek.

Gambar 1. Pola respirasi buah-buahan (Phan et al., 1975 dalam Rosyid, 2012 )

Selain itu, produksi salak sangat melimpah saat panen. Namun, pada

waktu panen tiba harga jual buah ini sangat rendah bahkan tak bernilai sehingga

tidak semua buahnya dipanen untuk dijual tetapi malah dibiarkan begitu saja

hingga membusuk. Sehingga sangat disayangkan apabila buah ini tidak baik

Page 4: Makalah pengalengan salak

penanganannya dan tidak dimanfaatkan untuk dijadikan sesuatu yang lebih

berguna, agar nilai guna dari buah ini bisa ditingkatkan (Tahmrin, 2011).

Penanganan buah-buahan yang tidak tepat menyebabkan kerusakan fisikokimia

dan fisiologis yang tidak dapat dihindari sehingga susut pascapanennya bisa

mencapai 80%. Pengolahan buah salak dalam bentuk manisan merupakan salah

satu cara memperoleh nilai tambah, adapun penyimpanan dalam kemasan kaleng

akan lebih memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai ekonominya

(Kurniadi, 2005).

Menurut Brody (1971), panas yang dibutuhkan dalam proses pengalengan

buah-buahan yang termasuk klasifikasi asam yaitu 212oF. dengan suhu ini bakteri

termofil dari kelompok Steptococus sp., Lactobacillus sp., dan Clostridium sp.

akan menghambat pertumbuhannya. Rentang pertumbuhan bakteri-bakteri

tersebut adalah 80o-167oF kecuali Clostridium botulinum yang memiliki resistensi

terhadap suhu 250OF selama 2,8 menit per ml larutan fosfat netral.

Komponen utama yang berperan dalam buah salak adalah asam askorbat dan

senyawa tanin. Asam tanin merupakan himpunan polihidroksi fenol-fenol yang

rumit, berperan dalam rasa sepat segamnya buah salak dan hubungannnya dengan

warna buah (Marsono, 1991). Proses enzimatis senyawa fenol dapat menyebabkan

proses pencoklatan (browning). Hal ini mudah terjadi apabila daging buah salak

terkupas kulinya dan selanjutnya terjadi iritasi (Kurniadi, 2005).

De Lange (1953) dalam Harris (1989) menyatakan, bahwa retensi asam

askorbat lebih baik dalam kaleng dibandingkan dalam kantong plastik polietilen

atau pliofilm. Asam askorbat sangat bergantung pada derajat kepermeabelan

kemasan serta perbedaan kemasan selama penyimpanan yang di proses panas

dalam kemasan yang tak permeable.

Kendala utama dalam pengalenga buah salak, yaitu sifat daging buah yang

sangat tidak tahan pada pemanasan, setelah terlepasnya biji dan kulit, sehingga

terjadinya penurunan tekstur dan cenderung jadi lunak. Hal ini sangat tidak

diharapkan oleh konsumen, yang menginginkan produk pengolahan kelihatan

tetap segar (Kurniadi, 2005).

Page 5: Makalah pengalengan salak

Untuk itu dalam proses pengalengannya diupayakan melakukan teknik

yang sesuai degan karakteristik buah salak tersebut. Menurut Supli Efendi (2009)

Salah satunya adalah dengan menggunakan teknik hot filling, yaitu melakukan

pengisian buah terlebih dahulu, kemudian pengisian larutan gula dalam keadaan

panas (80-90oC) dengan konsentrasi yang berbeda-beda tergantung jenis buah dan

kualitas produknya. Buah yang dengan kualitas baik ini dapat memakai larutan

gula dengan konsentrasi 10o Brix. Teknik hot filling tersebut tak perlu dilakukan

exhausting setelah pengisian langsung dilakukan penutupan kaleng. Tetapi

pemanasan/pemasakan pasca penutupan kaleng dilakukan denga suhu serendah

mungkin agar tidak merusak jaringan buahnya. Dan juga penggunaan suhu

serendah mungkin tersebut saat penutupan berfungsi untuk mencegah terjadinya

gejala lewat masak pada produk dan mencegah tumbuhnya spora mikroorganisme

yang tahan panas. Menurut Norman W Desrosier (1988), pengalengan ini

berfungsi untuk mencegah terjadinya kontaminasi kembali serta mencegah

terjadinya perusakan-perusakan oleh lingkungan.

Page 6: Makalah pengalengan salak

III. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan selama 1 (satu) tahun dari bulan Januari 2004

sarnpai Desember 2004 di laboratorium proses pengolahan pangan UPT BPPTK-

UPI Yogyakarta di Desa Gading, Gunung kidul.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penutup kaleng

(Canseamer), autoclave, timbangan duduk, alat-alat gelas untuk analisis, alat

penetronometer Lloyd Instrumen, spektrofotometer.

Bahan yang digunakan terdiri dari buah salak pondoh dari Kecamatan Turi

Kabupaten Sleman, kaleng ukuran 301 x 407 dari PT. Cometa Can Jakarta, gula

pasir, asam sitrat, natrium metabisulfit dan bahan-bahan kimia untuk analisa.

Percobaan meliputi tahap pembuatan manisan salak, pengemasan dalarn

kaleng dan pemanasan. Perlakuan pemanasan pesce proses penutupan kaleng

(seaming) ada tiga macam, yaitu: pemanasan dengan suhu 63°C selama 30 menit,

pemanasan dengan suhu 100oC selarna 5 menit, dan pemanasan dengan suhu

110oC selama 5 menit. Ketiga produk perlakuan pemanasan disimpan dalam suhu

kamar dan diamati perubahannya secara berkala, yakni pada bulan ke 0, bulan

pertama, bulan kelima dan bulan kesepuluh. Diharapkan, selama masa simpan

sepuluh bulan tersebut telah terlihat perbedaan antara ketiga perlakuan. Dalam

penelitian ini digunakan dua kali ulangan dan rancangan percobaan yang

digunakan adalah rancangan.factorial. Diagram alir pengalengan manisan salak

disajikan pada Gambar 1.

Untuk melihat perubahan mutu dilakukan pengamatan-pengamatan

terhadap parameter-parameter organoleptik, kimia dan mikrobiologi. Parameter

orqanoleptik yang dilakukan meliputi uji cita rasa, warna dan keterimaan dengan

skala Hedonik skala Sembilan (Larmond, 1977), dan angka tekstur atau kekerasan

dengan alat Uoyd Instrument. Parameter kimia adalah kadar asam tannin dengan

analisa cara Renggana dan vitamin C dengan cara Spektrofotometri. Sedangkan

parameter mikrobiologi yang diamati adalah Total Plate Count (TPG)

menggunakan nutrient agar diinkubasikan pada suhu 27°C selama 48 jam.

Page 7: Makalah pengalengan salak

(William, 1984), Hasil pengamatan selanjutnya diolah dan dianalis secara

deskriptif

Page 8: Makalah pengalengan salak

IV. PEMBAHASAN

Pengalengan merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan

dengan cara memasukkan produk kedalam wadah yang tertutup rapat (hermetis)

dan disterilisasi dengan panas. Pengalengan terdiri atas beberapa tahap,

diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam kaleng, pengisian

medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan (Desrosier, 1988).

Manisan salak merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang mudah

rusak dan dibutuhkan metode penyimpanan yang baik sehingga umur simpan nya

lebih lama. Salah satu penyimpanan nya adalah dengan menyimpan nya di dalam

kaleng. Penyimpanan manisan salak pada kaleng akan memperpanjang umur

simpan produk dan meningkatkan nilai ekonomis nya. Oleh karena itu dilakukkan

penelitian untuk menguji kualitas salak setelah disimpan dalam pengemas kaleng.

Karakteristik manisan salak setelah penyimpanan

Manisan salak yang disimpan dalam pengemas kaleng selama 10 bulan

akan mengalami perubahan kima dan perubahan fisika. Pada jurnal ini, pengujian

terhadap cita rasa, warna dan bau pada manisan salak tidak memperlihatkan

kerusakan mutu pada ketiga nya dengan variabel yang berbeda.

Meskipun cita rasa tidak sama seperti salak yang belum dikemas dengan

kaleng (salak segar) akan tetapi rasa salak tidak hilang dan warna tetap putih

(utuh), tidak cokelat. Pada rasa, hal ini terjadi karena proses pemanasan. Menurut

Muchtadi (1994), proses pemanasan tidak hanya bertujuan untuk membunuh

Page 9: Makalah pengalengan salak

mikroba patogen tetapi juga berguna membuat produk menjadi masak yang dilihat

dari penampilan, tekstur dan cita rasa. Jadi dengan terhambat nya pertumbuhan

mikroba maka rasa salak akan tetap dipertahankan pada proses pemanasan.

Sedangkan warna putih pada manisan salak disebakan karena adanya

perlakuan pendahuluan yaitu blanching pada suhu 90oC selama 2 menit. Proses

blanching bertujuan untuk mencegah terjadinya pencokelatan enzimatis. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Siddiq et. all. (1992) dalam Kumalaningsih, dkk (2004)

yang menyatakan bahwa perlakuan blanching diatas 700 oC dapat menginaktifkan

enzim PPO sehingga perubahan warna dapat dicegah. Selain itu, pada aroma tidak

terjadi kerusakan dan hanya mengalami sedikit penurunan aroma dari buah salak

segar karena akibat dari proses pemanasan.

Pada hasil uji harga pH dan uji mikrobiologi, tidak memperlihatkan

adanya perubahan yang signifikan. Salak merupakan bahan pangan asam sehingga

dalam proses pemanasan dibutuhkan suhu tunggi sebesar 240o – 250oF (Desrosier,

1988). Hasil pemanasan tersebut membuat mikroba tidak tumbuh pada produk

sehingga produk menjadi lebih steril. Hal ini sesuai pada jurnal ini dan dapat

dilihat pada tabel 1, uji mikrobiologi dengan TPC.

Pengaruh suhu pemanasan dan lama penyimpanan terhadap tekstur manisan

salak

Page 10: Makalah pengalengan salak

Pada jurnal ini digunakan Lloyd Instrument untuk mengukur kekerasan

atau tekstur manisan buah salak. Hasil pengukuran diatas dapat diketahui bahwa

suhu dapat mempengaruhi tekstur buah salak. Salak segar sebelum dilakukkan

proses pengalengan mempunyai tekstur 0,5667 N/mm2. Produk yang dipanaskan

pada suhu 63oC selama 30 menit mengalami tingkat penurunan tekstur yang

rendah menjadi 0,1791 N/mm2 kemudian disusul dengan perlakuan pemanasan

100oC selama 10 menit dan pemanasan 110oC selama 5 menit. Dari grafik diatas

dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penyimpanan dan perlakuan panas yang

diberikan pada produk dapat menurunkan tekstur nya.

Desrosier (1988) menyatakan bahwa pemanasan yang terlau lama dapat

menyebabkan gelatin pecah dan kehilangan daya penjendalannya. Menurut

Tranggono dan Sutardi (1989), perubahan tekstur buah disebabkan oleh aktifitas

enzim pektin metilesterase dan poligalakturose yang merombak senyawa pektin

yang tidak larut dalam air (protopektin) menjadi senyawa pektin yang larut dalam

air sehingga tekstur buah menjadi lunak. Semakin lama pemanasan yang

dilakukkan maka tekstur produk akan menurun tingkat kekerasannya. Jadi,

perlakuan terbaik adalah produk yang dipanaskan pada suhu 63oC selama 30

menit.

Penurunan asam tanin selama penyimpanan

Page 11: Makalah pengalengan salak

Pemanasan juga mempengaruhi kandungan asam tanin pada salak. Pada

buah salak segar kandungan asam tanin nya masih tinggi sekitar 0,09% tetapi

setelah proses pengalengan kadar tanin mengalami penurunan selama

penyimpanan. Pada salak yang dilakukkan pemanasan dengan suhu 63oC selama

30 menit mengalami penurunan terendah dibandingkan perlakuan lainnya.

Penurunan asam tanin disebabkan karena proses pemanasan yang berlangsung

secara terus menerus sehingga tanin dapat mengalami degradasi.

Penurunan vitamin C selama penyimpanan

Selama penyimpanan manisan salak selama 10 bulan dalam pengemas

kaleng terjadi penurunan kadar vitamin c pada salak. Pada manisan salak dengan

perlakuan suhu 63oC selama 30 menit mengalami penurunan dari 0,115% menjadi

0,008% setelah proses pemanasan. Menurut penelitian ini, ada kecendrungan

penurunan kadar vitamin C bahwa semakin lama masa penyimpanan akan

mempengaruhi penurunan vitamin C pada manisan salak. Hal ini dimungkinkan

karena vitamin C yang larut air. Menurut Winarno (2004), kerusakan vitamin C

disebabkan kerana adanya oksidasi vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat

dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L- diketogulonat yang tidak

memiliki keaktifan vitamin C sehingga vitamin C tidak opimal lagi yang

berfungsi sebagai antioksidan.

Page 12: Makalah pengalengan salak

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh pemanasan pasca seamin terhadap tekstur, kandungan asam

tannin, dan vitamin C manisan salak kaleng.

Suhu pemanasan yang terbaik yaitu pada suhu 63ºC selama 30 menit

dengan menghasilkan penurunan tekstur, asam tannin, dan vitamin C paling

rendah. Semakin lama penyimpanan maka semakin menurun tekstur, asam tannin

dan vitamin C manisan salak dalam kaleng.

B. Saran

Sebaiknya dalam penelitian ini dijaga suhu dan waktunya nya agar tepat

sesuai dengan yang semestinya karena penurunan atau peningkatan walau sedikit

dapat memberikan pengaruh terhadap tekstur, asam tannin, dan vitamin C pada

manisan salak kaleng.

Page 13: Makalah pengalengan salak

Daftar Pustaka

Brody, A. 1971. Food Canning in Rigid and Flexible Packages. CRC. Critical Rev. Food Techno.2. No.2. 187.

Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.

Effendi, Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pagan. Bandung : Alfabeta.

Harris, S. dan Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung : ITB press

Kurniadi, Muhammad. 2005. Aplikasi Tknik Hot Filling dalam Pengalengan Salak. Jurnal. Yogyakarta : UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI.

Marsono. 1991. Penyimpanan Buah Salak Pondoh (Salacca Edulis) dalam Udara Terkendali dalam Kemasan Plastik pada Beberapa Suhu. Yogyakarta : UGM press.

Muchtadi D. 1994. Makanan Kaleng : Teknologi dan Pengawasan Mutu. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rosyid, Moh., dkk. 2012. Penyimpanan Buah Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw.) Menggunakan Kemasan Aktif Penyerap Etilen. Jurnal. Bogor : IPB.

Rozali , Zalniati. 2009. Pengalengan Makanan. Institut Pertanian Bogor.Siddiq, M., N.K Sinha, and Cash J.N. 1992. Characterization of PPO from

Stanley Plums dalam Kumalaningsih, S., S Haryono dan Y. F. Amir. 2004. Pencegahan Pencoklatan Umbi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Untuk Pembuatan Tepung: Pengaruh Kombinasi Asam Askorbat dan Sodium Acid Phyrophosphate. Jurnal Teknologi Pertanian 5 (1): 11-19

Soetanto. 1996. Manisan Buah-Buahan. Yogyakarta : Kanisius.Thamrin, Raymond., dkk. 2011. Produksi Bio-Ethanol dari Daging Buah Salak

(Salacca zalacca). Jurnal. Manado : Universitas Samratulangi.Trenggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka

Utama.