Pengalengan Ikan Bandeng

download Pengalengan Ikan Bandeng

of 25

Transcript of Pengalengan Ikan Bandeng

LAPORAN PENGOLAHAN MODERN Pengalengan Ikan Bandeng Medium Saos Padang

Oleh: ADHE HILDA MAYASARI TASMAS NRP: 450 932 854 3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA 2011

Pengalengan Ikan Bandeng Dengan Medium Saos Padang

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu penghasil Ikan yang cukup besar karena memiliki wilayah kelautan yang cukup luas, dengan bentangan luas laut mencapai kurang lebih 5,82

Juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan/ laut Nusantara 2,3 juta km , perairan territorial2 2,

0,8 juta km dan ZEEI 2,7 km dan mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km. yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Terdapat perairan umum di wilayah daratan seluas 0,54 juta km2. Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut masih belum optimal, baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan ekspor. Produksi perikanan Indonesia didominasi oleh perikanan tangkap dengan potensi lestari sumber daya ikan laut sekitar 6,40 juta ton/tahun, sedangkan pemanfaatan ikan laut baru mencapai 4,1 juta ton pada tahun 2006 sedangkan produksi perikanan budidaya mencapai 2,6 juta ton/tahun pada tahun 2006. Industri pengolahan ikan masih bergantung terhadap import bahan penolong seperti kaleng, minyak kedelai, bahan kemasan dan lainnya. Terdapat berbagai jenis ikan bandeng di perairan Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan produk ikan bandeng kaleng. Selain digemari

konsumen, produksinya juga cukup tinggi. Usaha diversifikasi ini selain memperbanyak jenis produksi ikan kaleng dalam negri, pada gilirannya nanti diharapkan juga akan menurunkan volume dan nilai ikan kaleng. 1.2. Tujuan Dengan dilaksanakannya kegiatan ini diharapkan dengan medium saos padang. y Taruna dapat menghitung rendemen pada pengalengan ikan bandeng :

y Taruna mengetahui dan dapat melaksanakan teknik pengalengan ikan bandeng

y Taruna dapat mengamati mutu bahan mentah dan produk akhir pada pengalengan ikan bandeng. 1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada hari Rabu tanggal 01 Juni 2011 dari pukul 08.00 13.00 bertempat di Workshop Pengolahan Sekolah Tinggi Perikanan.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Bandeng Sebagai Bahan Baku Adapun klasifikasi ikan bandeng sebagai berikut :

Bandeng Klasifikasi ilmiah kerajaan: Animalia Kelas: Ordo: Famili: Genus: Actinopterygii Gonorynchiformes Chanidae Chanos

Spesies: C. chanos Nama binomial Chanos chanos Ikan Bandeng (chanos chanos ), termasuk ikan yang penting di kawasan asia tenggara. Bandeng mempunyai penampilan yang umumnya simetris dan berbadan ramping, dengan sirip ekor yang bercabang dua. Mereka bisa bertambah besar menjadi 1. 7 m, tetapi yang paling sering sekitar 1 meter panjangnya. Mereka tidak memiliki gigi, dan umumnya hidup dari ganggang dan invertebrata. insang terdiri dari tiga bagian tulang, yaitu operculum suboperculum dan radii branhiostegi. seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan, pada bagian tengah tubuh terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus menghadap kebelakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris. Sirip ekor homocercal Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina, bandeng jantan dapat diiketahui dari lubang ansunya yang hanya dua buah dan ukuran

badan agak kecil sedangkan bandeng betina memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan. 2.2. Prinsip Dasar Pengalengan Pengalengan, yaitu salah satu cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetic dalam suatu wadah yang disebut can (kaleng) dan kemudian disterilkan, sehingga diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak mengalami kerusakan baik fisik, kimia maupun biologis. Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada (http://www.x3-prima.com) Prinsip utamanya yang dilakukan pada makanan kaleng adalah selalu menggunakan perlakuan panas yang ditujukan untuk membunuh mikroba yang kemungkinan ada. 2.3. Kaleng Sebagai Bahan Pengemas Spesifikasi standard kaleng / kemasan kaleng mencakup beberapa criteria sebagai berikut : y y y y Bahan tinplate, tebal dan tin coating. Bahan lapisan tarnbahan ( protective coating ) Dimensi / volume kaleng. Double seaming. Bahan pengisi ( isi kaleng )

2.3.1. Tin Plate dan TFS Jenis kaleng dibedakan berdasarkan komponen pelapisan, cara pelapisan, dan komponen baja utama, sehingga ada yang disebut kaleng pelat timah, kaleng TFS, kaleng 3 lapis dan kaleng lapis ganda. Kandungan Sn harus 1-1.25% dari berat kaleng. Cara pelapisan bisa dengan celup atau elektrolisa. Tipe kaleng yang dikenal antara lain N jika ditambah 0.02% nitrogen untuk meningkatkan daya kaku dan cocok untuk produk berkarbonat; D jika ditambah lapisan alumunium dan 2 CR yang merupakan kependekan dari cold reduce sehingga lebih ringan dan sangat cocok untuk bir dan sari buah.

2.3.2. Lapisan enamel Lapisan enamel merupakan lapisan non logam pada kaleng, melapisi metal (mencegah korosi), melindungi kontak langsung dengan produk. Enamel dalam berfungsi untuk mencegah korosi, sedangkan enamel luar berfungsi untuk mencegah korosi dan untuk dekorasi. 2.3.3. Alumunium dan Alufo Penggunaan alumunium secara komersial sangat tergantung dari campuran yang dikandungnya untuk memperbaiki sifat-sifatnya dan meningkatkan daya tahan korosi. Bahan campuran (alloy) yang sering dipakai antara lain tembaga 0.15%, magnesium, mangan, khromium 0.1-0.3%, besi, seng dan titanium. Manfaat lain alumunium adalah untuk tutup kaleng (tutup datar, penutup tipe mahkota, tutup sistem pembuka tarik, tutup sistem pembuka cincin) dan tube logam lunak (collapsible tube). 2.3.4. Retort Pouch Kemasan ini tahan suhu sterilisasi, mempunyai daya simpan tinggi, kuat, tidak mudah sobek/tertusuk dan teknik penutupannya relatif mudah. Contoh bahan komposit yang banyak dibuat retort pouch adalah PP-Alufo-PET. Penggunaan kemasan jenis ini antara lain untuk produk buah-buahan, produk sayuran, produk daging, produk ikan, kerang, produk susu dan minuman. 2.3.5. Kemasan Aerosol Kemasan ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu produk cair, propelan pendorong cairan dan gas. Jenis kemasan aerosol ditentukan berdasarkan komposisi bahan (produk, propelan dan gas) dan mekanisme pengeluaran produk. 2.3.6. Tube Logam Lunak (Collapsible Tube) Kemasan jenis ini dikenal pertama kali pada tahun 1841 yang dibuat dari tube logam timah putih untuk mengemas cat minyak. Mulai tahun 1895 digunakan untuk kemasan pasta gigi (dominan).

2.3.7. Drum dan Wadah Logam Lain Drum baja/campuran logam kadang-kadang digunakan untuk mengemas minyak goreng, minyak tanah, bensin dan bahan kimia. Kadang terdapat drum dari karton, plastik dan campuran bahan-bahan kemasan, isinya kira-kira 250 L. Beberapa wadah logam lain antara lain :y y

Jemblung: kaleng besar dengan seng untuk kerupuk, produk kering Kaleng/blek: bentuk kubus, bahan plat timah dengan atau tanpa enamel, untuk

minyak goreng dan minyak atsiriy y y

Silinder kecil: dari plat timah Ember: dari plat timah, seng

Kemas logam kertas majemuk (komposit)( http://ehsablog.com)

2.4. Penambahan Medium Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa medium yang digunakan dalam pengalengan bandeng adalah saos padang. Pada penambahan saos padang, mula-mula

medium dimasukkan seperempatnya dan dibiarkan beberapa menit, yang bertujuan agar dapat meresap kedalam daging, selanjutnya setelah itu isi sampai batas pengisian medium. Pengisian medium tidak boleh berlebih, karena menutupi kaleng pada saat penutupan dan dapat menyebabkan kaleng membengkak atau bocor. Oleh karena itu, batas pengisian medium harus sampai batas head space atau 6-10 % dari tinggi kaleng. Menurut SNI 012712.2-1992, suhu medium tidak boleh kurang dari 700C. suhu medium yang tinggi akan membuat kondisi vakum yang semakin tinggi. Pada suhu yang tinggi peluang udara yang terperangkap diantara bagian produk dalam kaleng lebih kecil ( Winarno, 1994). 2.5. Tahapan Proses Pengalengan Tahapannya yaitu pada dasarnya meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng, pemasakan (retorting), pendinginan, dan pemberian label. Pada dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan, baik dilakukan di rumah maupun di pabrik ternyata sama saja. Tahapan pengalengan terdiri dari :

Penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah, dan proses pengalengan. Penyiapan Wadah Penyiapan wadah terdiri dari proses : 1. Pembersihan wadah sebelum dipakai Wadah perlu dicuci terlebih dahulu, dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. 2. Pemberian kode Pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan , tanggal, tempat, dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan. Penyiapan Bahan Mentah Penyiapan bahan umumnya terdiri dari pemilihan/sortasi dan grading, pencucian, pengupasan atau pemotongan bahan mentah. 1. Pemilihan (Sortasi/Grading) Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran/diameter, berat jenis atau warna. 2. Pembersihan (Washing) Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku; dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk menghilangkan bagianbagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air. 3. Pengupasan

Tujuan pengupasan ialah membuang bagian-bagian yang tidak dapat dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat atau busuk, dll. Pengupasan dapat dilakukan dengan : Pisau (sebaiknya stainless steel) Secara mekanis 4. Penambahan Bahan Tertentuy y

Larutan garam dengan konsentrasi 1- 3 % sebagai media untuk ikan Minyak dipakai untuk pengalengan ikan

Pengisian (Filling) Pengisian bahan ke dalam wadah (kaleng atau botol) harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam wadah. Pengisian bahan jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah ( head space ). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Gunanya head space adalah supaya waktu proses sterilisasi masih ada tempat untuk pengembangan isi. Pengisian bahan dilakukan dengan tangan atau mesin. Besar head space dalam wadah sangat penting. Bila terlalu kecil akan sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan. Bila head space tidak cukup, kecepatan pemindahan panas menurun, dengan demikian waktu pengolahan lebih lama. Sebaliknya apabila head space terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan. Dalam pengalengan buah-buahan, kaleng diisi dengan buah-buahan dahulu, kemudian ditambahkan larutan gula, konsentrasinya berbeda-beda tergantung dari jenis buah dan kualitas produknya. Buah-buahan yang sudah manis menggunakan larutan gula yang lebih encer. Demikian pula untuk menghasilkan produk dengan kualitas lebih rendah dipakai larutan gula yang encer, sedangkan untuk kualitas baik dipakai larutan kental. Dalam pengalengan buah-buahan, sirup berfungsi sebagai :y y

Bahan pemanis Pemberi flavor

y y

Mengurangi rasa asam Membantu dalam pengawetan bahan, karena sifat osmotiknya. udara dan gas dari wadah dan bahan serta mengurangi tekanan

y Mengusir

selama pengolahany

Pada beberapa bahan pangan misalnya apel dapat mencegah pencoklatan

Penambahan garam ke dalam wadah dapat berbentuk larutan garam atau tablet garam, kemudian ditambahkan air secukupnya untuk memperoleh konsentrasi yang diinginkan. Proses Pengalengan Terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1. Pembuangan Udara/Penghampaan / (Exhausting) 2. Penutupan Wadah (Sealing) 3. Sterilisasi (Processing) 4. Pendinginan (Cooling) 1. Pembuangan Udara/Penghampaan/Exhausting Sebelum wadah ditutup, biasanya dilakukan penghampaan/exhausting untuk

memperoleh keadaan vakum parsial. Tujuan penghampaan: Untuk memperoleh keadaan vakum dalam wadah yaitu dengan jalan mengeluarkan udara terutama oksigen (O2) yang ada dalam head space Maksud penghampaan :y

Mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan dalam wadah pada waktu

sterilisasiy y

Mengeluarkan O2 dan gas-gas dari makanan dan kaleng Mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi

y y

Agar tutup kaleng tetap cekung mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan kerusakan flavor serta

kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam bahan dan juga agitasi (pengadukan) serta isi kaleng selama sterilisasi. Cara Melakukan Penghampaan Penghampaan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : Exhausting termal Wadah yang telah diisi bahan dipanaskan untuk mengeluarkan gas-gas, baru ditutup. Hal ini dimungkinkan karena daya larut udara pada suhu tinggi dalam head space rendah, sehingga akan keluar bersama-sama dengan uap air. Wadah akan diisi oleh uap air. Pada pendinginan kembali, uap air dalam head space akan mengembun kembali, dan terjadilah keadaan vakum. Cara pengisian panas-panas. Bahan makanan dipanaskan sampai 71 82 oC, kemudian diisikan panas-panas ke dalam wadah dan langsung ditutup. Secara mekanis menggunakan pompa vakum Dengan cara menginjeksikan uap air panas ke dalam head space untuk menggantikan udara dan gas-gas, selanjutnya wadah ditutup, lalu didinginkan agar uap air mengembun dan terjadi keadaan vakum.

2.

Penutupan Wadah (Sealing) Tujuan Penutupan Wadah (Sealing) Tujuan penutupan wadah : Memasang tutup dari wadah sedemikian rupa, sehingga

faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya setelah dilakukan sterilisasi. Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali. 3. Sterilisasi (Processing) Cara Melakukan Sterilisasi pada Pengalengan Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktorfaktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC selama 20 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan. Setiap jenis bahan pangan mempunyai suhu dan lama sterilisasi yang berbeda, tergantung dari : Kecepatan penetrasi panas ke dalam bahan pangan. Kecepatan penetrasi panas dipengaruhi pula oleh konsistensi bahan Ketahanan panas (heat resistance) dari bakteri penyebab kerusakan dan penyakit. Faktor ini ditentukan oleh jenis bakteri, jumlah bakteri pada saat akan dilakukan sterilisasi dan pH dari bahan pangan.

Pada umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan pada ikan di atas 100 oC ( pada 121 oC). 4. Pendinginan (Cooling) Tujuan Pendinginan : mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati Cara Pendinginan : Kaleng / wadah yang sudah dipanaskan kemudian didinginkan dengan air dingin sampai suhunya 35 40 oC. Pendinginan dapat dilakukan : # di dalam otoklaf sebelum autoklaf dibuka atau # di luar otoklaf dengan jalan menyemprotkan air dingin. Air pendingin sebaiknya mengalami khlorinasi terlebih dahulu. Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar, maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan dan Syarat Penyimpanan (Storage ) Tujuan penyimpanan : agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan. Suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya : korosi kaleng perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng Syarat-syarat penyimpanan yang baik :

1. Suhu rendah 2. RH rendah 3. Ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik. 2.6. Kemunduran Mutu Bahan Pangan Dalam Kaleng Makanan kaleng memiliki daya simpan (shelf life) yang lama, sekalipun tidak menggunakan bahan pengawet. Tetapi, seperti sifat makanan pada umumnya, makanan kaleng tetap mengalami penurunan mutu seiring dengan lamanya penyimpanan. Daya simpan diberi batasan sebagai kisaran waktu sejak selesai pengolahan di pabrik sampai konsumen menerima produk tersebut dalam kondisi mutu yang baik. Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan. 2.6.1. Kerusakan Pada Kaleng Proses Sterilisasi Makanan yang diawetkan dengan proses sterilisasi komersial, masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal. Proses sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada

derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan. Dengan pengolahan yang aseptik, makanan kaleng memiliki daya simpan (shelf life) yang lama, sekalipun tidak menggunakan bahan pengawet. Tetapi, seperti sifat makanan pada umumnya, makanan kaleng tetap mengalami penurunan mutu seiring dengan lamanya penyimpanan. Daya simpan diberi batasan sebagai kisaran waktu sejak selesai pengolahan di pabrik sampai konsumen menerima produk tersebut dalam kondisi mutu yang baik. Tidak satu jenis makanan pun yang memiliki daya simpan tak terbatas atau memiliki mutu yang baik sepanjang segala abad, meski sudah mengalami pengolahan dengan teknologi tinggi seperti HTST (high temperature short time) atau UHT (ultra high temperature) pada susu ultra, serta pembekuan dan bahkan freeze drying. Ini artinya, tidak ada jaminan sehat mengkonsumsi makanan kaleng. Bakteri Berbahaya Kerusakan dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun. Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun) Clostridium botulinum yang kerap hadir dalam makanan kaleng. Bakteri yang berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora.

Cara hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6 atau nilai keasaman relatif rendah.

Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian. Lima Kelompok Kerusakan Makanan kaleng yang sudah mulai mengalami kerusakan atau kebusukan dapat dilihat dari kondisi kaleng yang sudah mengalami penggembungan. Namun, ada juga yang tidak terdekteksi dari luar, karena kedua ujung kaleng datar.

Kerusakan produk makanan kaleng yang perlu diwaspadai, dapat dikelompokkan sebagai berikut: Flat Sour Permukaan kaleng tetap datar tapi produknya sudah bau asam yang menusuk. Ini disebabkan aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi. Flipper Permukaan kaleng kelihatan datar, namun bila salah satu ujung kaleng ditekan, ujung lainnya akan cembung. Springer Salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, sedang ujung yang lain sudah cembung. Jika ditekan akan cembung ke arah berlawanan.

Soft Swell, kedua ujung kaleng sudah cembung, namun belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke dalam. Hard Swell Kedua ujung permukaan kaleng cembung dan begitu keras sehingga tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari.

Kembung lunak Yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu jari. Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan atas kerusakan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan fisik pada umumnya tidak membahayakan konsumen, misalnya terjadinya penyok-penyok karena benturan yang keras. Kerusakan kimia dapat berupa kerusakan zat-zat gizi, atau penggunaan jenis wadah kaleng yang tidak sesuai untuk jenis makanan tertentu sehingga terjadi reaksi kimia antara kaleng dengan makanan didalamnya. Beberapa kerusakan kimia yang sering terjadi pada makanan kaleng misalnya kaleng menjadi kembung karena terbentuknya gas hidrogen, terbentuknya warna hitam, pemudaran warna, atau terjadi pengkaratan kaleng. Kerusakan mikrobiologis pada makanan kaleng dapat dibedakan atas 2 kelompok, yaitu: - Tidak terbentuk gas sehingga kaleng tetap terlihat normal yaitu tidak kembung. Beberapa contoh kerusakan semacam ini adalah: Busuk asam, yang disebabkan oleh pembentukan asam oleh beberapa bakteri pembentuk spora yang tergolong Bacillus dan busuk sulfida, yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk spora yang memecah protein dan menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan berwarna hitam karena reaksi antara sulfida dengan besi. - Pembentukan gas, terutama hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2 ) sehingga kaleng menjadi kembung, yaitu disebabkan oleh pertumbuhan berbagai spesies bakteri pembentuk spora yang bersifat anaerobik yang tergolong Clostridium, termasuk C. botulinum yang memproduksi racun yang sangat mematikan. 2.7 Standar Mutu Makanan Kaleng Menurut SNI 01-3548.2- 1994 Standar mutu produk ikan kaleng adalah sebagai berikut Jenis uji Satuan Persyaratan mutu a. Organoleptik - Keadaan kaleng Normal - Organoleptik min 7 b. Cemaran Mikroba - Bakteri aerob termopilik, 7 Kol/gr maks 0 Kol/gr

- Bakteri anaerob, maks - Coliform - Clostridum perfringens c. Cemaran logam - Timah - Timbal - Arsen, maks - Raksa, maks - Seng - Tembaga d. Fisika - Kehampaan - Bobot tuntas - Rongga udara (head space)

APM/gr mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg inch Hg %b/b %