TPP Pengalengan Daging Ayu
description
Transcript of TPP Pengalengan Daging Ayu
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PENGALENGAN DAGING
DISUSUN OLEH :
ALFI NUR ROCHMAH (AK12730002)
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
I.1 Teori
Proses termal merupakan proses pengawetan bahan makanan dengan
menggunakan panas tinggi. Tujuan utama proses termal adalah untuk
menghasilkan pangan yang ”sterilkomersial”. Perbedaan sterilisasi total
dengan sterilisasi komersial adalah pada sterilisasi komersial, masih
terdapatnya beberapa mikroba yang masih dapat hidup setelah pemberian
panas (sterilisasi). Namun, karena kondisi dalam kemasan selama
penyimpanan yang terjadi dalam praktek komersial sehari-hari, maka mikroba
tersebut tidak mampu tumbuh dan berkembang biak, sehingga tidak dapat
membusukkan produk yang terdapat di dalam kemasan (Winarno 1994).
Penentuan proses termal didasarkan atas beberapa faktor. Pertama, daya
tahan panas dari mikroorganisme yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk
membunuh mikroorganisme harus diketahui untuk setiap produk yang
spesifik. Kedua, penentuan kebutuhan panas spesifik produk (National Food
Processors Association 1995).
Pengalengan sendiri merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam
wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas yang dalam
pengolahannya merupakan pengawetan bahan pangan yang dipak secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam
suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Terdapat
perbedaan antara pengalengan buah-buahan/sayuran dengan daging/ikan. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan mikroba yang menjadi target pemanasan. Pada
umumnya tingkat keasaman/ pH yang terdapat pada buah dan sayur di bawah
lima, sehingga menyebabkan mikroba mudah dimatikan. Serta penggunaan
suhu 100°C dan waktu 30 menit sudah cukup untuk pengawetan produk.
Pada daging/ikan yang memiliki pH netral, memerlukan pemanasan
yang lebih tinggi dari suhu 100°C dan waktu yang lebih lama utnuk
memperoleh hasil pengalengan yang tahan lama.
I.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui serta memahami teknologi
pengolahan pengalengan daging.
II. METODOLOGI
II.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengetahuan Bahan Pangan mengenai mengetahui
dan memahami karakeristik susu dilaksanakan pada hari Kamis,
Januari 2012 pukul 13.00-16.00 WIB dan bertempat di Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Negeri Lampung.
II.2 Alat dan Bahan
a. Alat : kaleng, panci, pisau.
b. Bahan : daging, saus bumbu.
II.3 Cara Kerja
a. Daging sapi disortasi, dipisahkan dari lemak putihnya dan dicuci.
b. Kemudian dipotong dadu.
c. Siapkan air panaskan hingga mendidih, kemudian daging direbus
selama sepuluh menit.
d. Bahan saus bumbu telah disiapkan, diolah kemudian dimasak hingga
mendidih.
e. Kaleng disterilisasi dengan cara direbus dalam air mendidih.
f.Setelah kaleng siap, kemudian daging dimasukan dalam kaleng beserta
saus bumbu dengan perbandingan 1: 1.
g. Kemudian diekhausting dengan cara dimasukan dalam waterbatch
hinggu suhu bahan 850C selama 15 menit.
h. Kemudian ke proses penutupan kaleng dengan mesin penutup kaleng.
i.Daging kaleng kemudian disterilisasi dengan suhu 1210C selama 30 menit.
j.Daging kaleng kemudian didinginkan langsung dengan air mengalir
hingga suhu 400C.
k. Disimpan dalam suhu ruang dan pada hari kelima penyimpanan
dilakukan pengamatan.
III.PENGAMATAN DAN HASIL PEMBAHASAN
III.1 Hasil Pengamatan
Daging kaleng setelah lima hari penyimpanan didapatkan hasil daging
kaleng menggembung, sehingga tidak dilanjutkan pada pengamatan
organoleptik.
III.2 Pembahasan
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan
pangan yang dikemas secara hermentis (kedap terhadap udara, air, mikroba,
dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan
secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen dan pembusuk.
Secara umum proses pengalengan daging dan ikan dalam skala industry
umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi
pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian
bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium
pengalengan, penghambatan udara, penutupan kaleng, pemasakan
(retorting), pendinginan, dan pemberian label.
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan
adalah :
1. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermentis
dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau
bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan
kebusukanatau penyimpangan penampakan dan cita rasanya
2. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan
kadar air yang tidak diinginkan
3. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan
oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radio aktif
yang terdapat di atmosfer
4. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi
fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya.
Dalam proses biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan.
Di Indonesia, dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam
(brine), minyak, atau minyak yang ditambahkan dengan cabai dan bumbu
lainnya, serta saus tomat. Pada praktikum ini, kami melakukan penambahan
medium pengalengan dengan bumbu dan rempah (bawang merah,bawang
putih, kunyit,lengkuas, daun salam, sereh) yang telah dilarutkan.
Penambahan medium ini bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa
yang spesiik pada produk akhir, sebagai media pengantar panas, sehingga
memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat keasaman yang lebih
tinggi, dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng.
Biasanya, apabila menginginkan produk siap olah, media saus tomat banyak
dijadikan refrensi, sedangkan bila ingin mengolah produk dalam kaleng
lebih lanjut, produk berlarutan garam dan minyak nabati dapat dipilih.
Beberapa hal yang menyebabkan awetnya daging/ikan dalam kaleng
adalah:
1. Daging/ikan yang digunkan telah melewati tahap seleksi, sehingga
mutu dan kesegarannya dijamin masih baik
2. Daging/ikan tersebut telah melalui proses penyiangan,sehingga
terhindar dari sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat
pada insang dan isi perut (pada ikan), atau telah terpisah dari
karkasnya (untuk daging)
3. Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan
penyebab sakit
4. Daging/ikan termasuk dalam makanan golongan berasam rendah
hingga netral, yaitu memiliki kisaran pH 5,6-6,5. Adanya medium
pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman, sehingga
produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingat keasaman tinggi
(dibawah pH 4,6) mikroba banyak yang tidak dapat tumbuh
5. Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermentis, yaitu rapat
sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, mkroba, udara,
uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk dalam
kaleng menjadi lebih awet.
Namun saat praktikum, terjadi penggembungan pada kaleng yang
memuat daging. Hal ini di duga dikarenakan kerusakan mikrobiologis pada
daging, sehingga kaleng menjadi kembung karena terbentuknya gas
hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2). Pembentukan gas, terutama
hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2) sehingga kaleng menjadi
kembung, yaitu disebabkan oleh pertumbuhan berbagai spesies bakteri
pembentuk spora yang bersifat anaerobik yang tergolong Clostridium,
termasuk C. botulinum yang memproduksi racun yang sangat mematikan.
Masih adanya aktifitas mikroba di dalam kaleng dapat disebabkan
karena kondisi bahan yang memang sudah tidak baik/tidak fresh lagi
sehingga dimungkinkan jumlah mikroba awalnya menjadi lebih banyak,
kemudian proses pemanasan awal dan sterilisasi daging yang kurang lama.
Waktu pemanasan yang dibutuhkan oleh tiap bahan berbeda, tergantung dari
jenis bahan, kualitas awal bahan, pH, kadar air, dal lainnya.
Pada saat praktikum proses sterilisasi untuk daging dan ikan
disamakan dengan sterilisasi baby corn (sayuran), menggunakan suhu
121°C dan tekanan 1,05 bar. Seharusnya suhu awal kaleng harus berada di
atas 60°C, hal ini dikarenakan pada suhu dibawah 60°C dikhawatirkan
terjadi ertumbuhan mukroba mesofilik maupun termofilik yang tumbuh
pada kisaran suhu 37-55°C, jadi jika suhu 60°C tidak tercapai maka akan
menambah jumlah awal mikroba yang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan proses sterilisasi. Bila kondisi tersebut tetap dipertahankan,
maka kemungkinan akan terjadi under process, yaitu proses tidak cukup
membunuh mikroba patogen dan pembusuk sangat tinggi, hal ini bisa dilihat
dari kaleng yang menggembung saat penyimpanan.
IV.KESIMPULAN
Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan dengan tema mengetahui dan
memahami karakteristik daging kaleng didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Prinsip pengawetan daging kaleng yaitu dengan pengalengan.
2. Teknik pengolahan daging kaleng yaitu dengan ekhausting, sterilisasi dan
pengalengan.
3. Karakteristik bahan pangan menentukan metode pengolahan makanan kaleng
agar dihasilkan produk makanan kaleng yang berkuaitas.
4. Daging kaleng setelah lima hari penyimpanan didapatkan hasil daging kaleng
menggembung, sehingga tidak dilanjutkan pada pengamatan organoleptik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pengalengan Ikan Segar. www.agrokompleksonline.blogspot.com.
Anonim. 2011.Teknik Dan Teknologi Pengawetan Pada Makanan.http://organisas i.org/.
Gsianturi. 2003. Ikan Kalengan Tetap Kaya Gizi. www.gizi.netLawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.