Makalah Pbl Blok 24

22

Click here to load reader

description

polisistemia vera

Transcript of Makalah Pbl Blok 24

Tinjauan Pustaka

Polisitemia vera Gita Pupitasari

102011327

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

e-mail: [email protected]

Pendahuluan Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen di dalam sel darah merah akan berganbung dengan besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia.

Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang ditemui tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Polisitemia menggambarkan peningkatan jumlah sel-sel darah di dalam darah yang beredar hingga di atas nilai yang normal. Kenaikan ini biasanya, kendati tidak selalu, disertai sekaligus dengan peningkatan jumlah hemoglobin dan nilai hematokrit. Peningkatan tersebut bisa disertai atau tidak disertai dengan kenaikan jumlah total sel-sel darah merah di dalam tubuh.

Penderita polisitemia vera biasanya datang ke dokter karena adanya gangguan yang lebih berat misalnya sesak napas, stroke dan gangguan ekstremitas, pasien juga mengeluhkan nyeri sendi akibat hiperurisemia dan mengalami pembesaran hati atau limpa. Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit yang bertambah serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Terapi yang dapat dilakukan berupa phlebotomy yang bertujuan untuk mengurangi viskositas darah. Dapat juga diberikan terapi agen miolosupresif tetapi kedua terapi ini mempunyai resiko terjadinya leukemia sekunder. Oleh itu rencana terapi pada pasien dengan PV harus dievaluasi dengan hati-hati untuk mengurangi resiko penyakit lain muncul.Anamnesis Menanyakan adakah wajah pucat, kulit yang merah atau mata yang merah

Adakah cepat lelah, pusing, sakit kepala yang berat ?

Apakah disertai dengan rasa berdebar-debar ?

Adakah penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal ?

Adakah di keluarga yang memiliki keluhan yang sama ?

Dikeluarga adakah yang mengalami anemia ?

Bagaimana asupan makanan sehari-hari ? Bagaimana dengan frekuensi dan kualitas kebutuhan istirahat dan tidur ?Pemeriksaan fisik

Dimulai terlebih dahulu dengan lihat keadaan umum apakah pasien telihat lemah, lesu, muka pucat, setelah itu di lakukan pemeriksaan dasar yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, setelah itu kita inspeksi lihat dari mata adakah konjungtiva anemis, tidak terlewatkan juga pemeriksaan pada mukosa lidah untuk mengetahui apakah adanya sianosis sentral. Kemudian permukaan kulit adakah warna kulit yang kemerahan. Kita juga perlu lakukan pemeriksaan fisik pada abdomen khususnya pada saat palpasi adakah hepatosplenomegali. Pemeriksaan penunjang 1. EritrositUntuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit haruslah didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.12. GranulositGranulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus policitemia, berkisar antara 12-25 ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat basofilia. 13. TrombositJumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat >1 juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal. 14. B12 SerumB12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi dapat pula menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC meningkat pada > 75% kasus policitemia. 15. Pemeriksaan sumsum tulangPemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel blas dalam hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik policitemia.16. Pemeriksaan sitogenetikPada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kariotip 20q-,+8,+9,13q-,+1q. Variasi abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk tersebut di atas terutama jika pasien telah mendapatkan pengobatan P53 atau kemoterapi sitostatik sebelumnya. 1Selain pemeriksaan penunjang dkiatas tadi perlu juga mecakup foto rontgen toraks, elektrokardiogram dan penentuan saturasi oksigen dalam darah arteri untuk mencari penyakit jantung serta paru-paru. Di samping itu, imaging harus dilakukan pada lien untuk mengetahui ukurannya dan terhadap ginjal untuk mencari lesi yang menghasilkan eritropoetin. Differential Diagnosis 1. Polisitemia SekunderPolisitemia sekunder, terjadinya peningkatan volume sel darah merah secara fisiologis karena kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat seperti pada penyakit paru kronis, penyakit jantung kongenital atau tinggal didaerah ketinggian, merokok dll, disamping itu peningkatan sel darah merah juga dapat terjadi secara non fisiologis pada tumor yang menghasilkan eritropoitin seperti tumor ginjal, hepatoma, tumor ovarium. Hipoksemia biasanya disertai dengan sianosis dan clubbing.2

Pada polisitemia sekunder dengan hipoksia, PaCo2 biasanya menurun, kadar eritripoetin meningkat, sementara kadar alkali fosfatase, leukosit, kadar vitamin B12 dalam serum, jumlah trombosit, jumlah total sel darah putih dan hitung jenis biasanya normal. Hepar dan lien tidak membesar, pada pemeriksaan sumsum tulang hanya memperlihatkan hiperplasia eritroid. 3

2. MielofibrosisMielofibrosis merupakan suatu kelainan yang dihubungkan demgan adanya timbunan substansi kolagen berlebihan didalam sumsum tulang. Kelianan ini secara definitif merupakam kelainan sel stem he,atopoesis klonal, dihubungkan chronic myeloproliferatif disorders (CMPD), dimana adanya hematopoesis ekstramedular merupakan gambaran menyolok. Gejala klinis yang terjadi kelelahan otot dan penurunan berat badan, demam, lemah, keringat malam, petekie, limpadenopati, hepatomegali, splenomegali, anemia,didapat juga adanya hipertensi portal.4,5Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan sel eritrosit berbenruk tear drop yang dihubungkan adanya eritrosit berinti besar abnormal. Retikulosit meningkat, eritrosit polikromasi, fragmentasi dan sel target kadang juga diketemukan. Abnormalitas morfologi ini di akibatkan adanya perubahan hematopoesis, bebasnya sel lebih awal dari sumsum tulang dan hematopoesis ekstramedular. Anemia dengan Hb kurang 10gr/dL sering ditemukan pada pasien mielofibrosis yang dapat terjadi akibat adanya hemodilusi akibat volume plasma meningkat, gangguan produksi sumsum tulang dan hemolisis. 4Kadar asam urat dan LDH hampir selalu menigkat, menggambarkan adanya massa yang berlebihan dari sel hematopoetik atau adanya hematopoesis yang tidak efektif atau keduanya. Dan juga dapat terjadi kenaikan alkali fosfatase serum yang merupakan keterlibatan tulang, terjadi juga penurunan kadar albumin dan lipoprotein. Dapat juga terjadi peningkatan kadar vitamin B12 pada pasien dengan leukositosis, yang merupakan refleksi dengan peningkatam masa neutrofil. 43. LGK Leukemia granulositik kronik merupakan kelainan myeloproliferative yang ditandai dengan peningkatan proliferasi dari seri sel granulosit tanpa disertai gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat ditemukan berbagai tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit bahkan mieloblas, meta mielosit, mielosit, sampai granulosit. Gejala klinis yang ditemukan adanya rasa cepat kenyang, demam, keringat malam, lemah badan, penurunan berat badan, nyeri perut, splenomegali, hepatomegali.6,7Pada fase kronik kadar HB umumnya normal atau sedikit menurun, leukosit antara 20-60.000/mm3. Presentasi eosinofil basofil meningkat, serta didapat trombosit yang meningkat antara 500-600.000/mm3. Eritrosit sebagian besar normokrom normositer, sering ditemukan adanya polikromosai eritroblas asidofil atau polikromatofil. Pada apusan sumsusm tulang didapatkan hiperselular akibat terjadi proliferasi sel-sel leukemia, sehingga rasio mieloid dengan eritroid menigkat.5Working Diagnosis : Polisitemia Vera

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Pada pasien polisitemia terjadi kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.1Pada polisitemia vera kadar eritopoetin biasanya tidak terdeteksi atau dibawah normal, kadar alkali fosfatase leukosit, kapasitas peningkatan vitamin B12 serta kadar vitamin B 12 dan jumlah trombosit serta jumlah total sel darah putih biasanya meningkat dan splenomegali sering dijumpai. Kadar asam urat dan LDH (Laktat Dehidrogenase) dalam serum dapat meningkat. Pada pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan hiperplasia semua unsur. 3

Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, PV dapat memberikan kesulitan dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan berbagai keadaan polisitemia lainnya (polisitemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group kedua menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera dari 2 kategori diagnostik. Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria : 1a. Dari kategori : A1 + A2 + A3, atau

b. Dari kategori : A1 + A2 + 2 kategori BKategori A11. Meningktanya massa sel darah merah diukur dengan krom-radioaktif Cr51. Pada pria > 36 mL/kg, dan pada wanita > 32 mL/kg.

2. Saturasi oksigen arterial > 92%. Eritrositosis yang terjadi sekunder terhadap penyakit atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah merah yang meningkat. Salah satu pembeda yang digunakan adalah diperiksanya saturasi oksigen arterial. Pada polisitemia vera tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila pasien tersebut berada dalam keadaan :

Alkalosis respiratorik, dimana kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri, dan

Hemaglobinopati, dimana afiitas oksigen meningkat sehingga kurva pO2 juga akan bergeser ke kiri.

3. SplenomegaliKategori B11. Trombositosis : Trombosit > 400.00/mL

2. Leukositosis : Leukosit > 12.000/mL (tidak ada infeksi)

3. Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP) score meningkat dari 100 (tanpa adanya panas atau infeksi)

4. Kadar vitamin B12 > 900pg/mL dan atau UB12BC dalam serum > 2200 pg/mLEtiologi

Penyebab terjadinya polisitemia vera tidak diketahui, tetapi ada pendekatan penelitian yang didefinisikan adanya kelainan molekul. Salah satu penelitian sitogenitika menunjukan adanya karotipe abnormal di sel induk hemopoisis pada pasien dengan polisitemia vera dimana tergantung dari stadium penyakit. Beberapa kelainan tersebut sama dengan penyakit meilodisplasia sindrom yaitu; deletion 20q ( 8,4%), deletion 13q (4%), trismoi 8 (7%), trisomi 9 (7%), trisomi 1q (3%) deletion 5q atau monosomi 5 (3%), deletion 7q atau monosomi 7 (1%).1Epidemiologi

Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun walaupun kadang-kadang ditemukan sebanyak 5% pada mereka yang berusia lebih muda, rasio perbadingan antara pria dan perempuan antara 2:1. Di Amerika Serikat angka kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun, sedangkan diIndonesia belum ada laporan tentang angka kejadiannya. 1Patofisiologi

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui. Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah. 8Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus) dan terjadi proses transkripsi. 8Pada penderita Polisitemia vera, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 sehingga menyebabkan kesalahan pengkodean quanin-timin menjadi valin-fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Sehingga proses eritropoisis tidak memerlukan eritropoitin. Pada pasien polisitemia vera serum eritropoetinnya rendah yaitu < 4 mU/mL, serum eritropoitin normal adalah 4-26 mU/mL. 8

Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal. 8Manisfestasi klinisTanda dan gejala yang predominan dibagi menjadi 3 fase :1. Gejala awal (early symptoms)Gejala awal dari PV sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun telah diketahui melalui tes laboratorium. Gejala awal yang biasanya terjadi dapat berupa sakit kepala (48%), telinga berdenging (43%), mudah lelah (47%), gangguan daya ingat, susah bernafas (26%), darah tinggi (72%), ganguan penglihatan (31%), rasa panas pada tangan atau kaki (29%), pruritus (43%), juga terdapat perdarahan dari hidung, lambung (stomach ulcers) (24%) atau sakit tulang (26%).12. Gejala akhir (later symptoms) dan komplikasiSebagai penyakit progresif, pasien dengan PV mengalami perdarahan atau thrombosis. Thrombosis merupakan penyebab kematian terbanyak dari PV. Komplikasi lain berupa peningkatan asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang menjadi gout dan peningkatan resiko ulkus peptikum (10%).13. Fase splenomegali (spent phase)Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada fase ini terjadi kegagalan sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat, kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa membesar. 1Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat. Beberapa hal penting yang berhubungan dengan gejala yaitu : 11. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan : 1 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit. Penurunan laju transpor oksigenKedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas. 12. Penurunan shear ratePenurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus policitemia, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.13. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada policitemia tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus policitemia. 14. Basofilia (hitung basofil >65/mL)Lima puluh persen kasus policitemia datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin. 15. SplenomegaliSplenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular. 16. HepatomegaliHepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular. 17. Laju siklus sel yang tinggiSebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera. 18. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus policitemia karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.1Penatalaksanaan

A. Prinsip pengobatan11. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan phlebotomi.2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : 1 Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala thrombosis Leukositosis progresif Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.B. Media Pengobatan11. PhlebotomiPhlebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang apsien polisitemia selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. 1Indikasi phlebotomi : 1 Polisitemia vera fase polisitemia Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55 % (target Ht < 55%) Polisitemia sekunder nonfisiologis bergtantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate, sebagai penatalaksanaa terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik. Pada PV tujuan prosedur phlebotomi tersebut adalah mempertahankan hematokrit < 42% pada wanita, dan < 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi phlebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur. 12. Kemoterapi SitostatikaTujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Saat ini lebih dianjurkan menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena afek leukemogenik, dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. 1Indikasi penggunaan kemoterapi sitostatik : 1 Hanya untuk polisitemia vera Phlebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan 2 kali sebulan Trombositosis yang terbukti menimbulkan thrombosis Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin Splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpaCara pemberian kemoterapi sitostatik : 1 Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan. Klorambusil (Leukeran 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kgBB/hari selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu. Busulfan (Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8mg/m2/hari, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit : 1 Pada pria < 47% dan memberikannya lagi jika > 52% Pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%

3. Fosfor Radiokatif (P32)Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosiekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama : 1 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.Panmeiosis dapat dikontrol dengan cara ini pada sekutar 80% pasien untuk jangka waktu 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3 bulan sekali setelah keadaan stabil. 1Trombositosis dan trombositemia yang mengancam (hiperagregasi) atau terbukti menimbulkan trombosis masih dapat terjadi meskipun eritrositosis dan leukositosis dapat terkendali. 14. Kemoterapi Biologi (Sitokin)Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit >800.000/mm3), produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A 3&5 juta IU, Roveron-A 3 & 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositema yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/subkutan atau intramuskular 3 kali seminggu. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan 25 mg & 50 mg/tablet) dengan dosis 100mg/m2/hari, selama 10-14 ahri atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100mg/m3 1-2 kali seminggu. 15. Pengobatan Suportif 1 Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA) Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2 Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan juga dapat menekan trombopoesis.Komplikasi7 Trombosis

Perdarahan

Gagal jantung Stroke Leukemia mieloblastik

Mielofibrosis

Gout dan nefrolithiasis

Prognosis

Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang biasanya mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi meninggal karena berbagai komplikasi perdarahan. Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian diakibatkan kelainan vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis dibuat. Tetapi bila massa sel darah merah masih bisa dipertahankan mendekati normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10 tahun dapat diusahakan.1

Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali apabila sering terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif terhadap terapi yang diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung. Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun dapat mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia akut, dan saat ini terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan penyakit. Dahulu sebagian besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular. Leukemia akut dapat timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat alkilasi atau radioterapi. 1Kesimpulan

Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang ditemukan tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini adalah suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal.

Etiopatogenesis polisitemia vera belum sepenuhnya dimengerti, tetapi penelitian sitogenetik menyatakan adanya kelainan molekular yaitu kariotip abnormal di sel induk hematopoisis. Dan ditemukan mutasi JAK2V617F, ini merupakan hal penting pada etiopatogenesi PV. Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport oksigen. Penatalaksanaan Polisitemia Vera pada prinsipnya menurunkan hematokrin untuk mencegah terjadinya komplikasi trombosis.Daftar Pustaka

1. Prenggono MD. Polisitemia vera. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1214-9.2. Hilman RS, Kenneth AA, Henry MR. Hematology in clinical practice. Edition 4. New york: Mcgraw hill; 2005.p. 159-60.

3. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-prinsiop immu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 1. Jakarta: EGC; 2000.h. 211.

4. Maryono S. Mielofibrosis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1225-9.5. Clark DA, Williams WL. Myelofibrosis. In: Greer JP, Foerester J, Luknes JN, Rodrgers GM, Paraskevas F, Gladwer B. Wintrobes clinical hematology. Edition 11. Volume 2. Philadelpia: Lippincott williams & wilkins; 2003.p. 2273-6. 6. Fadjari H, Sukrisman L. Leukemia granulositik kronis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1209-12.7. Clark DA, Williams WL. Chronic myeloid leukemia. In: Greer JP, Foerester J, Luknes JN, Rodrgers GM, Paraskevas F, Gladwer B. Wintrobes clinical hematology. Edition 11. Volume 2. Philadelpia: Lippincott williams & wilkins; 2003.p. 2235-7.

8. Tefferi A. Polycythemia vera: A comprehensive review and clinical recommendations. Volume 78. Mayo clin proc; 2003.p. 174-94.1