Makalah Pbl Blok 19 (Final)

38
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alasan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari berbagai jenis penyakit yang menyerang sistem kardiovaskular atau yang berpengaruh pada sistem kardiovaskular dan sering terjadi di masyarakat. Juga sebagai wadah pengetahuan untuk membantu masyarakat awam dan juga praktisi kesehatan untuk dapat mengenal lebih jauh penyakit-penyakit sistem respirasi. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui etiologi, epidemiologi, penatalaksanaan, prognosis, dan pencegahan dari penyakit-penyakit sistem kardiovaskular yang umumnya sering terjadi pada manusia. 1

description

19

Transcript of Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Page 1: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alasan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari berbagai jenis penyakit

yang menyerang sistem kardiovaskular atau yang berpengaruh pada sistem

kardiovaskular dan sering terjadi di masyarakat. Juga sebagai wadah pengetahuan untuk

membantu masyarakat awam dan juga praktisi kesehatan untuk dapat mengenal lebih jauh

penyakit-penyakit sistem respirasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui etiologi, epidemiologi,

penatalaksanaan, prognosis, dan pencegahan dari penyakit-penyakit sistem

kardiovaskular yang umumnya sering terjadi pada manusia.

1

Page 2: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

II

PEMBAHASAN

2.1 Anamnesa

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan

memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit

pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri maupun dari keluarga terdekat.

Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan

30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan).

Hal yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain1:

Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan

penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan

serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk

memulai evaluasi pasien.

Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti data

diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan.

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,

lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien

pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami

sekarang.

Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter

dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.

Pada riwayat penyakit sekarang dokter dapat menanyakan mengenai:

sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut,

frekuensi serangan / kualitas penyakit

sifat serangan / kuantitas penyakit

lamanya penyakit tersebut diderita

perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya

lokasi sakitnya

akibat yang timbul

gejala-gejala yang berhubungan

2

Page 3: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Berdasarkan anamnesa, maka keluhan yang didapat adalah :

Seorang pria 55 tahun keluhan sesak nafas yang memberat sejak 3 hari

terakhir.

Sesak nafas awalnya timbul saat beraktifitas dan berkurang saat istirahat,

namun sejak 1 hari yang lalu sesak timbul terus menerus.

Pasien merasa lebih nyaman dan sesaknya berkurang dengan posisi ½

duduk.

Pasien adalah seorang perokok, memiliki riwayat sakit darah tinggi dan

jantung koroner, namun tidak berobat teratur.

Sejak 1 tahun terakhir ini pasien merasa kondisinya menurun dan mudah

lelah jika melakukan aktifitas berat.

2.2 Pemeriksaan

Setelah melalui proses anamnesa dan diketahui keluhan dari pasien lalu dapat dilakukan

pemeriksaan-pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan

yang dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang1.

2.2.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik jantung

1. Inspeksi

Yang dinilai pada pemeriksaan inspeksi antara lain2 :

Bentuk thorax yakni astenikus (bentuk thorax pada orang berbadan kurus), piknikus

(bentuk thorax pada orang berbadan gemuk), dan atletikus (bentuk thorax pada

orang berbadan atlet)

Jenis pernafasan yakni abdomen, toracal, abdomen-toracal, atau thoracal-abdominal.

Iktus cordis, Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau

berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea

midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV.

Kadang-kadang kita tidak dapat melihat iktus kordis sehingga hanya dapat diketahui

dengan palpasi.

Bentuk dada : pada orang normal diameter transversal terhadap diameter

enteroposterior adalah 2:1 dan simetris.

3

Page 4: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

2. Palpasi

Yang dinilai pada periksaan palpasi antara lain:

Pemeriksaan iktus cordis2

o Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat

angkat atau tidak, iramanya regular atau tidak, dan frekuensinya.

o Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak

ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.

o Diameter iktus kordis pada keadaan normal sekitar 1-2 cm.

3. Perkusi

Pada pemeriksaan perkusi paru akan terdengar sonor pada kedua lapang paru, kecuali

daerah jantung3.

Pemeriksaan perkusi pada jantung menentukan2:

Batas atas jantung

Perkusi pada linea parasternal sinistra sampai terdengar perubahan bunyi dari sonor

ke redup. Terdapat pada intercostal 2-3 linea parasternal sinistra.

Batas kanan jantung

Tentukan batas paru hati yakni perkusi pada linea midclavicula sampai terdengar

perubahan bunyi dari sonor ke pekak kemudian naik 2 jari ke atas sampai terdengar

perubahan bunyi dari sonor ke redup. Biasanya pada linea sternalis dextra dan linea

midsternalis.

Batas kiri jantung

Tentukan batas baru lambung yakni perkusi pada linea axilaris anterior sampai

terdengar perubahan bunyi dari sonor ke timpani kemudian naik 2 jari ke atas

sampai terdengar perubahan suaran dari sonor ke redup. Terdapat pada intercosta 4-5

linea midclavicula sinistra.

4. Auskultasi

Pada pemeriksaan ini hal yang dinilai adalah bunyi jantung dan lokasi bunyi jantung.

Pada keadaan normal, ada 2 jenis bunyi jantung, yakni2:

BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada

saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole

4

Page 5: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis

pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal

selalu lebih lemah daripada BJ I

Bunyi jantung tambahan/abnormal2 :

Murmur : bunyi yang diakibatkan turbulensi

Gallop : irama derap kuda

Spliting : bunyi yang trimbul karena penutupan katup

yang tidak bersamaan

Opening snap : terjadi pada sternosis

Lokasi bunyi jantung :

Katup mitral (atas iktus cordis, linea midclavicula kiri intercostal 4-5)

Katup trikuspid (linea sternalis kanan intercostal 4-5)

Aorta (lateral linea sternalis kanan intercostal 2)

Pulmonal (lateral linea sternalis kiri intercostal 2)

Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan :

Berat Badan : 9 kg

Suhu Tubuh : 37,8°C

Pernapasan : 33x/menit

Nadi : 112/menit

Anak pucat pada wajah dan konjungtiva, tidak sianostik

Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher

Suara napas vesikuler, tanpa disertai retraksi dinding dada

2.2.2 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Radiologi4

Pemeriksaan Rontgen thorax

Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet

jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis

5

Page 6: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari

20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis

Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg

didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya

udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,

tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.

Echocardiography

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada

gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif

mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan

ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah

bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan

fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark

miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui

adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

Angiografi

Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung.

Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global

maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi

jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan,

ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary

wedge pressure.

B. EKG (Elektro Kardio Grafi)

Diagnosa klinik terutama bergantung pada sejarah pasien, dan yang

selanjutnya pada pemeriksaan fisik. EKG dapat dijadikan penunjang

diagnosis, dan dalam beberapa kasus dapat menjadi sangat penting bagi

manajemen perawatan pasien. Bagaimanapun, kita penting untuk melihat

bahwa EKG digunakan sebagai alat penunjang untuk diagnosis dan bukan

mutlak digunakan sebagai dasar kita menegakkan diagnosis.5 (buku ECG

made easy)

6

Page 7: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Dari sekenario didapatkan hasil EKG:

- Hipertrofi ventrikel kiri yang dapat dilihat dari gelombang R yang

meninggi ( > dari 25 mm) di sadapan V5 dan V6 dan gelombang S yang

dalam pada sadapan V1 dan V2.

- Takikardi dapat dilihat dari adanya gelombang R dari PVC (Premature

Venticular Complex) pada gelombang T denyutan sebelumnya.

C. Biokimiawi

Beberapa pemeriksaan biokimiawi yang bermakna antara lain: elektrolit,

fungsi ginjal, dan hematologi (anemia).6

Uji elektrolit (serum): Normalnya: Kalium 3,5-5,3 mEq/l. Natrium: 135-145

mEq/l.

Kadar elektrolit serum menjadi normal segera setelah kerusakan miokardium.

Kalium seluler hilang dan begitu juga kadar kalium serum dapat meningkat

jika pengeluaran urine menurun. Kadar tersebut dapat dapat normal atau

menurun jika natrium berpindah ke dalam sel jantung. Diuretik boros kalium

(mis; hidroklorotiazid, furosemid) yang digunakan untuk mengobati gagal

jantung kongestif, dapat menyebabkan pengeluaran kalium dan natrium.7

Fungsi ginjal

Uji klirens kreatinin (12 atau 24 jam) dilakukan untuk menentukan laju

filtrasi Glomerulus (GFR) dan insufisiensi ginjal. Biasanya uji ini mencakup

kadar serum kreatinin di pagi hari atau di awal uji. Laju kadar kreatinin serum

dan urin dikaji, sedangkan laju klierens kreatinin dihitung. Jika hasil uji <40

ml/ min, uji tersebut memberikan kesan terjadinya kerusakan ginjal sedang

sampai berat.7

Hematologi (pemeriksaaan Laju Endap Darah); Normalnya: Dewasa di bawah

usia 50 tahun (metode Westergren): 0-10mm/jam; wanita: 0-20mm/jam. Di

atas usia 50 tahun (metode Westergren), pria: 0-20 mm/jam; wanita: 0-30

mm/jam.7

Peningkatan laju endap kemungkinan dapat terjadi setelah MI atau

endokarditis bacterial.

7

Page 8: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Penurunan laju endap darah kemungkinan dapat terjadi karena polisitemia

vera, CHF (Chronic Heart Failure), angina pectoris, anemia sel sabit,

mononucleosis infeksius, defisiensi faktor V, arthritis degenerative.7

2.3 Differential Diagnosis

2.3.1 Gagal Jantung Akut 8

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda

akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya

sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau

disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau

ketidakseimbangan dari pre-load atau after-load, seringkali memerlukan

pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada

kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.

Gejala dan Tanda Klinis

Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis

dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester) atau

berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan

dominasi  gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF),

Left heart backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right heart

backward failure (berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah

kanan)

Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:

Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang

disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme

yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan

perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika

otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya

nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa

orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan

nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia).

Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung.

8

Page 9: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di

paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).

Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa, maka

aliran darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang,

menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali

bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita biasanya mengurangi

aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini sebagai bagian dari

penuaan.

Palpitasi (jantung berdebar-debar)

Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama

jantung yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk,

bisa menyebabkan pusing dan pingsan.

2.3.2 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 9

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.

Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons

inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.

Gejala danTanda Klinis

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus

diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa

terjadi pada proses penuaan.

- Batuk kronik hilang timbul selama 3 bulan yang tidak

hilang dengan pengobatan yang diberikan

- Berdahak kronik terus menerustanpa disertai batuk

- Sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana

eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya (Lihat

Buku Penemuan dan Tatalaksana PPOK)

Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:

9

Page 10: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

1. Pemberian obat obatan

a. Bronkodilator

Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi

digunakan oral atau sistemik

b. Anti inflamasi

Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka

panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat

digunakan dalam bentuk oral atau sistemik

c. Antibiotik

Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi.

Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.

d. Mukolitik

Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan simtomatik

bila tedapat dahak yang lengket dan kental.

e. Antitusif

Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan

secara rutin merupakan kontraindikasi

2.3.3 CKD (Chronic Kidney Disease) 10

Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan

fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia

Manifestasi klinis

Gangguan pernafasan

Udema

Hipertensi

Anoreksia, nausea, vomitus

Ulserasi lambung

Stomatitis

Proteinuria

10

Page 11: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Hematuria

Letargi, apatis, penuruna konsentrasi

Anemia

Perdarahan

Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit

Distrofi renal

Hiperkalemia

Asidosis metabolic

Penatalaksanaan

1. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki

abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan

membantu penyembuhan luka.

2. Penanganan hiperkalemia

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal

akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada

gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui

serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI :

5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat

tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi

dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat

[kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.

3. Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,

pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,

tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral

11

Page 12: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan

digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.

2.4 Working Diagnosis

Dari informasi yang didapat melalui anamnesis, pemeriksaan penunjang diduga

pasien tersebut menderita Gagal Jantung Kronik.

2.5 Etiologi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan mempertahankan curah jantung yang cukup

untuk kebutuhan tubuh; sehingga timbul akibat klinis dan patofisiologi yang khas.11

Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik

yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam

keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung

dalam keadaan istirahat.12

Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,

pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan

Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat infark miokard, yang

merupakan penyebab paling sering pada usia < 75 tahun, disusul hipertensi dan

diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah

sakit di Palembang menunjukan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul

penyakit jantung koroner dan katup.12

2.6 Epidemiologi

Gagal jantung terjadi 1-2% pada orang berusia >= 65 tahun dan 10% pada usia >=75

tahun.13 Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia

yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan

jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki.14

2.7 Patofisiologi

12

Page 13: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

Gagal jantung merupakan sindrom, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun bila

terjadi memiliki gejala , tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah jantung yang tidak

adekuat menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip dengan respons terhadap

hipovolemia. Walaupun awalnya bermanfaat, pada akhirnya mekanisme ini menjadi

maladaptive:15

Aktivasi neurohormonal terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin,

angiotensin, katekolamin) yang memicu retensi garam dan air serta

meningkatkan beban akhir (afterload) jantung. Hal tersebut mengurangi

pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang

menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga

meningkatkan afterload dan seterusnya, yang akhirnya membentuk lingkaran

setan.

Dilatasi Ventrikel: terganggu fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan

retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang

berdilatasi tidak efisien secara mekanis (‘hukum Laplace’). Jika persediaan

energi terbatas (misalnya pada penyakit koroner) selanjutnya bisa

menyebabkan gangguan kontraktilitas dan aktivasi neuroendokrin.

Beberapa klasifikasi gagal jantungKlasifikasi menurut New York Heart Association.15

Kelas NYHA Sesak napas

I Tidak ada

II Pada aktivitas berat

III Pada aktivitas sedang

IV Saat istirahat

· NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan

fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak

nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.16

· NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka

tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat

menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,

sesak nafas atau nyeri dada.16

13

Page 14: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

· NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik.

Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang

kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung

seperti yang tersebut di atas.16

· NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa

menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik

meskipun sangat ringan.16

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American

Heart Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 yang menekankan pembagian HF

berdasarkan progressivitas kelainan struktural dari jantung dan perkembangan status

fungsional. Klasifikasi dari ACC/AHA ini, perkembangan HF dibagi juga menjadi 4

stages A, B, C, dan D. Stage A dan B jelas belum HF, hanya mengingatkan pelaksana

pelayanan kesehatan (health care provider) bahwa kondisi ini kedepan dapat masuk

kedalam keadaan HF. Stage A menandakan ada faktor risiko HF (diabetes, hipertensi,

penyakit jantung koroner) namun belum ada kelainan fungsional. Sedangkan pada

stage B ada faktor-faktor risiko HF seperti pada stage A dan sudah terdapat kelainan

structural, LVH cardiomegali dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun bersifat

asimptomatik. Stage C, sedang dalam dekompensasi dan atau pernah HF, yang

didasari oleh kelainan structural dari jantung. Stage D adalah yang benar-benar masuk

ke dalam refractory HF, dan perlu advanced treatment strategics. Juga apabila dilihat

dari segi onset nya, maka HF dapat diabagi menjadi new onset HF, transient HF dan

Chronic HF. New onset HF merujuk ke HF simptomatik terbatas pada periode waktu

tertentu, walaupun pengobatan jangka panjang masih diperlukan, misalnya HF karena

myokarditis ringan dan sembuh secara baik. HF karena ischemia, dilakukan

revaskularisasi dan berhasil. HF pada infark akut yang tidak memerlukan terapi

diuretic jangka panjang. Chronic HF dapat berupa persisten atau perburukan HF atau

mengalami dekompensasi akut dari Chronic HF. Perburukan HF yang didasari

Chronic HF (dekompensasi) merupakan HF terbanyak dari seluruh HF yang dirawat

di di rumah sakit yaitu sekitar 80% dari semua kasus.17

Respons Kompensatorik18

Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat

dilihat: (1) meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, (2) meningkatnya beban awal

akibat aktivasi renin-angiotensin aldosteron, dan (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga

14

Page 15: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

respons kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah

jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung

pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada

keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunna curah jantung

biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi

menjadi semakin kurang efektif.

I. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons

simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang

pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.

Denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk menambah curah

jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan

tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke

organ-organ yang metabolismenya rendah (misal, kulit dan ginjal) untuk

mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Veno konstriksi akan meningkatkan

aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan

kontraksi sesuai dengan hukum Starling.

Seperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada

gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada

katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.

Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan

menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.

II. Peningkatan Beban awal Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air

oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan

beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum

Starling.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa

berikut:

(1) Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus, (2)

pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin dengan

angiotensinogen dalam darah untuk mengahsilkan angiotensin I, (4) konversi

15

Page 16: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) rangsangan sekresi aldosteron dari

kelenjar adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus

pengumpul. Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang

meningkatkan tekanan darah.

Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan

menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati,

sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik

akan meningkat pada agagal jantung berat, yang selanjutnya akan

meningkatakan absorbs air pada duktus pengumpul.

III. Hipertrofi Ventrikel

Respons kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium

atau bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam

sel-sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial

tergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.

Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai

dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam.

Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta,

ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini

diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial

2.8 Manifestasi Klinik18

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat

latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala

hanya timbul saat beraktivitas fisik; tetapi , dengan bertambah beratnya gagal

jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih

awal dengan aktivitas yang lebih ringan.

Dispnea, atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung yang paling

umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti

vascular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara

juga menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktivitas menunjukan gejala awal dari

gagal jantung kiri.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi

berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah cirri

16

Page 17: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

khas gagal jantung ; ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena

pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi akibat

distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan

kompresi oesofagus dan disfagia (sulit menelan).

Gagal ke belakang pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti

vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis (JVP); vena-vena

leher mengalami bendungan. Tekanan vena central (CVP) dapat meningkat secara

paradox selama inspirasi. Meningkatnya CVP selama inspirasi ini dikenal sebagai

Tanda Kussmaul. Jika terjadi insufisiensi katub trikuspidalis, terliahat gelombang V

pulsatil pada pada vena jugularis. Hasil uji refluks yang positif dapat dibang kitkan;

kompresi manual pada abdomen kuadran kanan atas menyebabkan peningkatan

tekanan vena jugularis karena jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan

dengan aliran balik vena.

Dapat terjadi Hepatomegali (pembesaran hati); nyeri tekan hati dapat terjadi akibat

peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna lain (seperti anoreksia, rasa penuh,

atau mual) dapat disebabkan oleh kongesti hati dan usus.

2.9 Penatalaksanaan19

Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat berupa :

- Sarana umum,tnapa obat-obatan

- Pemakaian obat-obatan

- Pemakaian alat dan tindakan bedah

Penatalaksanaan umum,tanpa obat-obatan :

1.Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya

bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan

2.Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi, aktivitas seksual, serta

rehabilitasi

3.Edukasi pola diet, kontrol asupan garam dan air dan kebiasaan alkohol

4.Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba

5.Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas

6.Hentikan kebiasaan merokok

17

Page 18: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

7.Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas

memerlukan perhatian khusus

8.Konseling mengenai obat,baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu

seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil,diltiazen,dihidropiridin efek

cepat,antidepresan trisiklik,steroid.

Terapi Farmakologi :

1.Angiotensin-converting enzyme inhibitors/penyekat enzim konversi angiotensin

- Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan

fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki

simtom,mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit.

- Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai

retensi cairan harus diberikan bersama antidiuretik

- Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung,segera sesudah

infark jantung,untuk meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta

kekerapan rawat inap

-Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis,

bukan berdasarkan perbaikan gejala.

2.Diuretik

Loop diuretic,metolazon

- Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,

kongesti paru dan edema perifer.

- Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan

penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.

3.β blocker (obat penyekat beta)

- Direkomendasikan pada semua gagal jantung ringan, sedang dan berat yang stabil

baik karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti

diuretic atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan

adanya kontraindikasi terhadap penyekat beta.

- Terbukti menurunkan angka masuk rumah sakit, meningkatkan klasifikasi fungsi

- Pada disfungsi jantung sistolik sesudah suatu infark miokard baik simtomatik atau

asimtomatik,penambahan penyekat beta jangka panjang pada pemakaian penyekat

enzim konversi angiotensin terbukti menurunkan mortalitas

18

Page 19: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

- Sampai saat ini hanya beberapa penyekat beta yang direkomendasikan yaitu

bisprolol, karvedilol, metoprolol suksinat dan nebivolol

4.Antagonis Reseptor Aldosteron

- Penambahan terhadap penyekat enzim konversi angiotensin, penyekat beta,

diuretic pada gagal jantung berat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas

- Sebagai tambahan terhadap obat penyekat enzim konversi angiotensin dan

penyekat beta pada gagal jantung sesudah infark jantung atau diabetes, menurunkan

morbiditas dan mortalitas

5.Antagonis Penyekat Reseptor Angiotensin II

- Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap penyakit enzim

konversi angiotensin

- Penyekat angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin

pada gagal jantung kronik dan menurunkan morbiditas dan mortalitas

- Pada infark miokard akut dengan gagal jantung atau disfungsi ventrikel,penyekat

angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin dalam

menurunkan mortalitas

- Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian

penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simtomatik guna

menurunkan mortalitas

6.Glikosida (Digitalis)

- Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal

jantung,terlepas apakah gagal jantung bukan atau sebagai penyebab

- Kombinasi digoksin dan penyekat beta lebih superior dibandingkan bila dipakai

sendiri-sendiri tanpa kombinasi

- Tidak mempunyai efek terhadap mortalitas, tetapi dapat menurunkan angka

kekerapan rawat inap

7.Vasodilator

- Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagal jantung kronik

8.Hidralazin-isosorbid Dinitrat

- Dapat dipakai sebagai tambahan,pada keadaan dimana pasien tidak toleran

terhadap penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat angiotensin II. Dosis

19

Page 20: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

besar hidralazin (300mg) dengan kombinasi isosorbid dinitrat 160 mg tanpa

penyekat enzim konversi angiotensin dikatakan dapat menurunkan mortalitas. Pada

kelompok pasien Afrika-Amerika pemakaian kombinasi isosorbid dinitrat 20mg dan

hidralazin 37,5mg,tiga kali sehari dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dan

memperbaiki kualitas hidup

9.Nitrat

- Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak

terbukti memperbaiki simtom gagal jantung.Dengan pemakaian dosis yang sering,

dapat terjadi toleran oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam atau

kombinasi dengan penyekat enzim konversi angiotensin

10.Obat Penyekat Kalsium

- Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan dan

dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan penyekat beta

- Felodipin dan amlodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival

bila digabung dengan obat penyekat enzim konversi angiotensin dan diuretic. Data

jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap survival, dapat dipertimbangkan

sebagai tambahan obat hipertensi bila kontrol tekanan darah sulit dengan pemakaian

nitrat atau penyekat beta

11.Nesiritid

Merupakan klas obat vasodilator baru, merupakan rekombinan otak manusia yang

dikenal sebagai natriuretik peptide tipe B. Obat ini identik dengan hormone endogen

dari ventrikel,yang mempunyai efek dilatasi arteri, vena dan koroner, dan

merupakan pre dan afterload meningkatkan curah jantung tanpa efek

inotropik.Sejauh ini belum banyak data klinis yang menyokong pemakaian obat ini

12.Inotropik Positif

- Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena meningkatkan

mortalitas

- Pemakaian intravena pada kasus berat sering digunakan,namun tidak ada bukti

manfaat,justru komplikasi lebih sering muncul

- Penyekat fosfodiestrase,s eperti milrinon, enoksimon efektif bila digabung dengan

penyekat beta dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan koroner. Namun disertai

20

Page 21: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

juga dengan efek takiaritmia atrial dan ventrikel dan vasodilatasi berlebihan dapat

menimbulkan hipotensi

- Levosimendan merupakan sensitasi kalsium yang baru,mempunyai efek

vasodilatasi namun tidak seperti penyekat fosfodiestrase, tidak menimbulkan

hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin.

13.Anti Trombotik

- Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium,riwayat fenomena

tromboemboli, bukti adanya thrombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat

dianjurkan

- Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner,dianjurkan pemakaian

antiplatelet

- Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dangan gagal jantung

yang memburuk

14.Anti Aritmia

- Pemakaian selain penyekat beta tidak dianjurkan pada gagal jantung

kronik,kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi

- obat anti aritmia klas I tidak dianjurkan

- Obat anti aritmia klas II (penyekat beta) terbukti menurunkan kejadian mati

mendadak,dapat dipergunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron

- Anti aritmia klas III,amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel

aritmia.Amiodaron rutin pada gagal jantung tidak dianjurkan

Suatu data survey di eropa menunjukkan bahwa pemakaian obat-obat pada gaal

jantung kronik masih belum maksimal,demikian juga yang terjadi dalam praktek

sehari-hari di Indonesia.Sebagai acuan praktis dari ESC guidelines 2005,strategi

pemilihan kombinasi obat pada berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis.

2.10 Prognosis19

Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium.  Menurut New York

Heart Assosiation, CHF kelas I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-

masing 25% dab 52%.  Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-

50%.

21

Page 22: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

2.11 Pencegahan19

Pencegahan gagal jantung harus selalu menjadi objektif primer terutama pada

kelompok dengan resiko tinggi :

- Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard,faktor risiko jantung

koroner.Pengobatan infark jantung segera di triase,serta pencegahan infark ulangan

- Pengobatan hipertensi yang agresif

- Koreksi kelainan congenital serta penyakit jantung katup

- Memerlukan pembahasan khusus

- Bila sudah ada disfungsi miokard,upayakan eliminasi penyebab yang

mendasari,selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung

22

Page 23: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

III

KESIMPULAN

Gagal jantung adalah ketidakmampuan mempertahankan curah jantung yang cukup

untuk kebutuhan tubuh; sehingga timbul akibat klinis dan patofisiologi yang khas.

Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang

komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat

atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,

pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Semakin tua juga dapat

meningkatkan resiko gagal jantung.

Pencegahan gagal jantung harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok

dengan resiko tinggi :

- Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard,faktor risiko jantung

koroner.Pengobatan infark jantung segera di triase,serta pencegahan infark ulangan

- Pengobatan hipertensi yang agresif

- Koreksi kelainan congenital serta penyakit jantung katup

- Memerlukan pembahasan khusus

- Bila sudah ada disfungsi miokard,upayakan eliminasi penyebab yang

mendasari,selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung

23

Page 24: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

DAFTAR PUSTAKA

1. Santoso M. Pemeriksaan Fisik Diagnostik. Anamesa. Jakarta: Bidang Penerbitan

Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.2-3.

2. Santoso M. Pemeriksaan Fisik Diagnosis. Pemeriksaan Fisis Sistem Organ. Jakarta:

Bidang Penerbit Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.p.50-65.

3. Burnside, Mc Glynn. Adams Diagnosis Fisik. Thoraks : Pemeriksaan Dasar. Jakarta:

EGC; 1995.p.195-202.

4. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive).

In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment.

New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

5. Hampton J.R. The EGC Made Easy. Abnormalities of P Waves, QRS complexes and

T Waves. United Kingdom: Elsevier.p.66-103.

6. Davey P. At a Glance Medicine. In: Rahmalia A, Novianti CR. Penyakit

Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Erlangga : 2006.p.150-1.

7. Kee JLF. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6. Dalam:

Kapoh RP, editor. Pengkajian Laboratorium/Diagnostik Fungsi Tubuh. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2008.p.686-93.

8. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis

dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007.p.125-37

9. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaannya di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diunduh dari:

http://www.klikpdpi.com. 02 September 2010.

10. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;

2001.

11. Davey P. At a Glance Medicine. In: Rahmalia A, Novianti CR. Penyakit

Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Erlangga : 2006.p.150-1.

12. Simadibrata MK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Gagal Jantung

Kronik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2009.p.1596-1601.

13. Davey P. At a Glance Medicine. In: Rahmalia A, Novianti CR. Penyakit

Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Erlangga : 2006.p.150-1.

24

Page 25: Makalah Pbl Blok 19 (Final)

14. Simadibrata MK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Gagal Jantung

Kronik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2009.p.1596-1601.

15. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. In:

Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Disfungsi Mekanis Jantung

dan Bantuan Sirkulasi. Volume 1, Edisi 22. Jakarta: EGC; 2005.h.630-41.

16. Gagal Jantung   Kongestif . Kepala Medikal Bedah. Diunduh dari:

http://ilmukeperawatan.wordpress.com. 02 September 2010.

17. Simadibrata MK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Gagal Jantung

Kronik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2009.p.1596-1601.

18. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. In:

Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Disfungsi Mekanis Jantung

dan Bantuan Sirkulasi. Volume 1, Edisi 22. Jakarta: EGC; 2005.h.630-41.

19. Simadibrata MK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi V. Gagal Jantung

Kronik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;

2009.p.1596-1601.

25