Makalah Osteoporosis

19
MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI ”OSTEOPOROSIS” Oleh : PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI Lidya Dinda Luluk Lusiyana Ika Palupi, S.Farm (138115026) Maria Maya

Transcript of Makalah Osteoporosis

Page 1: Makalah Osteoporosis

MAKALAH KAPITA SELEKTA FARMAKOTERAPI

”OSTEOPOROSIS”

Oleh :

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

Lidya Dinda

Luluk

Lusiyana Ika Palupi, S.Farm (138115026)

Maria

Maya

Page 2: Makalah Osteoporosis

A. DEFINISI OSTEOPOROSIS

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti

berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan

mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan

kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Menurut WHO pada Assesssment of fracture risk and its application to Screening for

postmenopausal osteoporosis pada tahun 1994, osteoporosis adalah satu penyakit metabolik

tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya massa

matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang,

dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecendrungan tulang patah

(Kawiyana, 2009)

B. EPIDEMIOLOGI OSTEOPOROSIS

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2004

pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai

tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Tingkat kecenderungan ini 6 kali lebih besar

dibandingkan di Belanda. Lima provinsi dengaan resiko osteoporosis lebih tinggi yakni

Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara

(22,8%), Jawa Timur (21,42%), dan Kalimantan Timur (10,5%) (Depkes RI, 2008).

Hasil analisa data resiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah sampel 65.727

orang (22.799 laki-laki dan 42.928 orang perempuan) yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi

Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di Indonesia secara selected

people (Sumatera Utara & NAD, Sumatera Barat, Riau, Kep.Riau, Jambi, Sumatera Selatan

& Bangka Belitung & Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali & NTB & NTT, Kalimantan, Sulawesi & Maluku & Papua)

dengan metode pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang) menggunakan alat diagnostic

clinical bone sonometer, menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini)

sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk

Indonesia memiliki resiko untuk terkena osteoporosis usia <5 tahun pada pria cenderung

lebih tinggi disbanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita

enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar

dari pria (Depkes RI, 2008).

Page 3: Makalah Osteoporosis

Sekarang bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik manusia usia lanjut.

Dinyatakan dari tahun 1990 sampai 2025 terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia yang

osteoporosis mencapai 41.4% yang mengancam terjadi patah tulang (14,7-20%) pertahun dan

kecacatan dalam kehidupan. Diperkirakan angka fraktur tulang panggul di dunia meningkat

dari 1,7 juta/tahun 1990 menjadi 6,3 juta/tahun pada tahun 2025 (Suryati, 2006).

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS

Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya, yaitu:

a. Osteoporosis primer yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit

(proses alamiah). Osteoporosis primer berhubungan dengan berkurangnya massa

tulang dan atau terhentinya produksi hormon (khusus perempuan yaitu estrogen)

disamping bertambahnya usia (DepKes RI,2008). Dapat terjadi pada berbagai usia,

dihubungkan dengan faktor resiko meliputi, merokok, aktifitas, berat badan, alkohol,

ras putih kulit Asia, riwayat keluarga, postur tubuh dan asupan kalsium yang rendah.

Osteoporosis primer terdiri dari:

- Osteoporosis primer tipe I.

Sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca menopause yang terjadi pada

wanita usia 50-65 tahun, fraktur biasanya pada vertebra (ruas tulang belakang), iga

atau tulang radius.

- Osteoporosis tipe II.

Sering disebut dengan istilah osteoporosis senile, yang terjadi pada usia lanjut. Hal

ini kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan

dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)

dan pembentukan tulang baru (osteoblas) (Junaidi, 2007). Pasien biasanya berusia

≥70 tahun, pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama terserang, fraktur

biasanya pada tulang paha. Selain fraktur maka gejala yang pelu diwaspadai adalah

kifosis dorsalis, makin pendek dan nyeri tulang berkepanjangan.

b. Osteoporosis sekunder yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai kondisi

klinis/penyakit, seperti infeksi tulang, tumor, pemakaian obat-obatan tertentu dan

immobilitas yang lama. Penyebab paling umum osteoporosis sekunder adalah defisiensi

vitamin D dan terapi glukokortikoid (Dipiro et al, 2005). Defisiensi vitamin D akan

menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di usus, sehingga kalsium dalam darah akan

turun, sehingga untuk memenuhi kalsium darah akan diambil kalsium dari tulang yang

Page 4: Makalah Osteoporosis

dapat menyebabkan kerapuhan tulang. Mekanisme obat yang dapat memicu

osteoporosis dapat digolongkan menjadi 3 kelompok besar yakni :

1. aktivasi osteolklast dan meningkatkan pergantian tulang.

2. menekan aktivitas osteoblast

3. menghambat mineralisasi tulang.

Beberapa obat yang memicu osteoporosis adalah kortikosteroid, obat – obatan

antikonvulsi, heparin, progestin, hormon tiroid, dan sebagainya (Hulisz, 2006).

c. Osteoporosis Idiopatik yaitu osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya (Sudoyo,

2005). Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi

hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang

jelas dari rapuhnya tulang (Junaidi, 2007)

D. PATOGENESIS OSTEOPOROSIS

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel

osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas. Keadaan ini mengakibatkan

penurunan massa tulang (Kawiyana, 2009). Osteoklas adalah sel multinuklear yang

mengerosi dan meresorpsi tulang yang sebelumnya terbentuk. Osteoklas sekarang dianggap

berasal dari stem sel hemopoitik melalui monosit. Mereka tampak memfagositosis tulang,

mencernakannya dalam sitoplasmanya; itulah sebabnya mengapa tulang sekitar osteoklas

aktif mempunyai sifat berkerut atau pinggir yang seperti terkunyah (Ganong, 1983). Sel

osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang, berasal

dari sel hematopoitik/fagosit mononuclear. Osteoblast adalah sel pembentuk tulang yang

mengsekresi kolagen, membentuk matriks sekitar mereka sendiri yang kemudian mengalami

kalsifikasi (Ganong, 1983). Proses peningkatan formasi tulang dan penghambatan resorpsi

tulang oleh esteoklas adalah efek langsung estrogen yang merupakan regulator pertumbuhan

dan homeostatis pada tulang.

Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga

mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh

karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel

pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang (Association AM,

2004).

Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan

linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar korteks (Association

AM, 2004). Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama :

Page 5: Makalah Osteoporosis

(1) Untuk memperbaiki kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk

mempertahankan kekuatan tulang rangka, dan

(2) Untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium

serum.

Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil dari

kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang

dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik

kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan

kehilangan jaringan tulang secara keseluruhan (Lindsay, 2008).

Page 6: Makalah Osteoporosis

Patogenesis dari Osteoporosis tipe I :

Pasca menopause terjadi penurunan estrogen yang menyebabkan produksi sitokin

seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang meningkatkan kerja osteoklas sehingga menyebabkan

aktifitas osteoklas meningkat, yang apabila aktifitas osteoklas maka akan terjadi peningkatan

resorbsi tulang sehingga dapat menyebabkan osteoporosis karena terjadi penurunan densitas

tulang terutama pada tulang trabekuler. Selain itu, menopause juga meningkatkan eksresi

kalsium di ginjal sehinga terjadi reabsorpsi kalsium di ginjal sehingga timbul keseimbangan

negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat karena tejadi pengaturan

kadar ion Ca dalam jaringan sehingga didapatkan peningkatan kadar kalsium dalam serum

(Robbins, 2005).

Patogenesis Osteoporosis tipe II :

Lebih disebabkan oleh usia lanjut, terutama pada dekade kedelapan dan kesembilan

kehidupannya terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang

meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Defisiensi kalsium dan

vitamin D terjadi karena asupannya berkurang sehingga terjadi hiperparatiroidisme sekunder

yang persisten sehingga akan semakin meningkatakan resorpsi tulang dan kehilangan massa

tulang. Selain itu juga terjadi penurunan sekresi GH dan IGF-1, penurunan aktifitas fisik,

penurunan sekresi estrogen yang menyebabkan terganggunya fungsi oesteoblas dan

Page 7: Makalah Osteoporosis

peningkatan turnover tulang yang memicu terjadinya osteoporosis, yang padat menimbulkan

fraktur apabila terjadi trauma ringan.

Pada semua tipe osteoporosis, awalnya terjadi perubahan yang menyolok pada tulang

spongiosa, dimana jaringan pengapuran yang normal menjadi tipis dan renggang. Cortex

tulang menjadi tipis dan keropos akhirnya pada beberapa individu tulang menjdai lunak pada

osteomalasia, menjadi fragile, menjadi mengecil yang mudah menjadi fraktur patologik.

E. GEJALA DAN TANDA OSTEOPOROSIS

Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena pengeroposan tulang terjadi secara

progresif selama beberapa tahun tanpa disertai dengan adanya gejala. Beberapa gejala yang

terjadi umumnya baru muncul setelah mencapai tahap osteoporosis lanjut. Gejala-gejala

umum yang terjadi pada kondisi osteoporosis adalah : fraktur tulang, postur yang bungkuk

Page 8: Makalah Osteoporosis

(Toraks kifosis atau Dowager's hump), berkurangnya tinggi badan, nyeri pada punggung,

nyeri leher dan nyeri tulang (Setyohadi,2009).

Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan

mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap. Fraktur pada distal radius

akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan kekuatan genggaman, sehingga akan

menurunkan kemampuan fungsi gerak.Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah

nyeri punggung, penurunan gerak spinal dan spasme otot di daerah fraktur. Semua keadaan di

atas menyebabkan adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari (Setyohadi,

2009).

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun

tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau

hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis

biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:

Gejala osteoporosis yaitu:

1. Nyeri

2. Immobilitas

3. Depresi, ketakutan dan rasa rendah diri karena keterbatasan fisik.

Tanda osteoporosis:

1. Pemendekan tinggi badan, kifosis atau lordosis

2. Fraktur tulang punggung, panggul dan pergelangan tangan

3. Kepadatan tulang rendah pada pemeriksaan radiografi

(Hannan, 2001)

F. DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS

Hingga saat ini deteksi osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.

Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang tidak memberikan

tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnose penyakit osteoporosis kadang

- kadang baru diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang

pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Biasanya

dari waktu ke waktu massa tulangnya terus berkurang, dan terjadi secara luas dan tidak dapat

diubah kembali.

Page 9: Makalah Osteoporosis

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1142/Menkes/SK/VII/2008,

pelaksanaan diagnosis adalah sebagai berikut:

1. Anamnesis

Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan osteoporosis ialah:

a. Adanya faktor resiko (faktor prediposisi)

b. Terjadi patah tulang secara tiba-tiba karena trauma yang ringan atau tanpa trauma

c. Timbul rasa nyeri yang hebat sehingga pasien tidak dapat melakukan pergerakan

d. Tumbuh makin pendek dan bongkok (kifosis dorsal bertambah)

Anamnesis dapat dilengkapi dengan menggunakan formulir test semenit resiko

osteoporosis yang dikeluarkan oleh IOF (International Osteoporosis Foundation).

Anamnesis diperlukan karena keluhan utama dapat langsung mengarah ke pada

diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis, kesemutan dan rasa kebal

disekitar mulut, immobilisasi yang lama, pengaruh obat-obatan, alcohol, merokok. (De

Jong, 2005).

2. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan mengamati penurunan tinggi badan dan postur tubuh. Tinggi

badan dan berat badan harus diukur pada pasien osteoporosis, gaya berjalan, nyeri spinal,

sering ditemukannya kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Kadar serum puasa kalsium, fosfat fosfatase alkali.

Bila ada indikasi dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan fungsi tiroid,

hati dan ginjal. Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan

pasien malabsorpsi kalsium (total ekskresi 24 jam <100 mg) dan untuk pasien yang

jumlah ekskresi kalsium sangat tinggi (>250 mg/24 jam) yang bila diberi suplemen

kalsium atau vitamin D atau metabolismenya mungkin berbahaya.

Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya hiperparatiroidisme,maka

perlu diperiksa kadar hormone paratiroid (PHT). Bila ada dugaan k earah malabsorpsi

maka perlu diperiksa kadar 25 OH D.

b. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi osteoporosis

lanjut atau jika hasil BMD yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan

alat densitometer menunjukkan positif tinggi.

Page 10: Makalah Osteoporosis

c. Pemeriksaan densitometer (ultrasound)

Pemeriksaaan densitometer untuk mengukur kepadatan tulang (BMD)

berdasarkan standar deviasi (SD) yang terbaca oleh alat tersebut. densitometer

merupakan alat test terbaik untuk mendiagnosis seseorang penderita osteopeni atau

osteoporosis, namun tes ini tidak dapat menentukan cepatnya proses kehilangan massa

tulang. Jika densitometer ultrasound menunjukkan nilai rendah (T-score dibawah -2,5)

sebaiknya disarankan menggunakan densitometer X-ray. Penilaian osteoporosis dengan

densitometer:

- Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1 selisih pokok

di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah rata-rata orang

dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD).

- Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral tulang

lebih dari 1 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak lebih dari 2,5

selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, (T-score antara -1 SD sampai -2,5

SD).

- Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5 selisih

pokok di bawah nilai ratarata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata atau kurang

(T-score di bawah -2,5 SD).

- Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5

selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata ini atau

lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis (T-score di

bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis).

d. Diagnosa Banding

1. Osteomalasia

Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai oleh

kurangnya mineral dari tulang pada orang dewasa, berlangsung kronis dan dapat

terjadi deformitas skeletal yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D. penurunan

densitas tulang secara umum (pseudofraktur) merupakan pita translusen yang

sempit, pada tepi kortikal dan merupakan tanda diagnostic untuk osteomalasia.

2. Penyakit Cushing

Steroid menghambat sintesis kolagen tulang, dan mencegah transfomasi sel-

sel precursor menjadi osteoblast. Disamping itu steroid jugA sangat mereduksi

sintesis protein. Gambaran histomorfometrik akan menunjukkan penurunan tingkat

Page 11: Makalah Osteoporosis

aposisi mineral dan penipisan dinding tulang yang diduga karena umur osteoblast

yang semakin pendek.

3. Multiple myeloma

Multiple myeloma merupakan tumor ganas pada sumsum tulang, dimana

terjadi infiltrasi pada daerah yang memproduksi sumsum tulang ddan proliferasi sel-

sel plasma yang ganas. Tulang tengkorak, tulang belakang,pelvis, iga, scapula dan

tulang aksial proksimal merupakan yang terkena secara primer dan mengalami

destruksi sumsum. Saat timbul gejala sekitar 80-90% diantaranya telah mengalami

kelainan tulang.

4. Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme terdapat dalam bentuk primer dan sekunder. Bentuk

primer adalah karena fungsi yang berlebihan dari kelenjar paratiroid. Namun sejak

dikenalnya hemodialis, penyebab yang lebih umum untuk hiperparatiroidisme

adalah bentuk sekundernya yaitu karena penyakit ginjal kronis. Penyakit tulang yang

terlihat pada pasien ini biasanya disebut osteodystrophy ginjal (Wirakusumah,

2007).

G. PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS

Kasus

Page 12: Makalah Osteoporosis

DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Wim; Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. pp 907-10.

Depkes. 2008. Kecendrungan Osteoporosis di Indonesia 6 kali lebih Tinggi Dibanding

Negeri Belanda. http://www.depkes.go.id

Dipiro, et all. 2005. Pharmacotheraphy a Pathophysiologic Approach 1 Fifth Edition.

McGraw-Hill Companies, Inc : USA

Ganong W.F. 1983. Fisiologi kedokteran. Edisi kesepuluh. EGC Penerbit Buku Kedokteran :

Jakarta

Hannan, et all. 2001. Fracture: risk factors and risk-adjusted hospital outcomes. JAMA.

Hayes,WS. 2004, Bone density studies : dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA). Pp1-11

Hulisz,H. 2006. Drug Induced Osteoporosis, Effect of Medications on Bone Density.

Associate Proffesor of Family Medicin : New York.

Junaidi, I. 2007. Osteoporosis. PT. Bhuana Insan Popular : Jakarta.

Kawiyana, I Ketut Siki. 2009. Osteoporosis: Patogenesis, Diagnosis dan Penanganan

Terkini. FK UNUD : Denpasar.

Menteri Keseharan Republik Indonesia. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

No.1142/Menkes/SK/VII/2008 tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis.

Jakarta.

Robbins, Stanley L; Kumar, Vinay. 2005. Buku Ajar Patologi II. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. pp 463-4.

Setyohadi, B. 2009. Osteoporosis, dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta.

Sudoyo S. et al, 2005, Tulang, Sendi dan Infeksi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Ed.3 jilid

1, FKUI, Jakarta, Hal : 145-150

Suryati, N. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Osteoporosis pada Sekelompok Wanita di RSIJ.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol.2

Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis. PT.

Gramedia Pustaka : Jakarta.

Wirakusumah, E.S. 2007. Mencegah Osteoporosis. Penebar Plus : Jakarta.