Makalah Askep Osteoporosis Kelompok 1

45
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSRTEOPOROSIS DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 : Bogi renaldi Choriza pradesti Duma tiodora Fenti susanti Irza septiadi Ika supiyanti Manda saputra wijaya Riski prima putra Winda ulfa marhamah KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU

description

a

Transcript of Makalah Askep Osteoporosis Kelompok 1

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

OSRTEOPOROSIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

Bogi renaldi

Choriza pradesti

Duma tiodora

Fenti susanti

Irza septiadi

Ika supiyanti

Manda saputra wijaya

Riski prima putra

Winda ulfa marhamah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU

T.A 2015 – 2016

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa sebagai pusat cinta kasih dan sukacita yang tiada pernah berhenti memberikan

berkat serta talenta, atas pertolongan-Nyalah Penulis diberi kekuatan dan kemampuan dalam

menyelesaikan tugas ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS ini

hingga selesai.

Tugas ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

pada prodi Ilmu Keperawatan semester VI di Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini tidak akan terwujud dengan baik tanpa

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang

tulus dan sedalam-dalamnya, terutama kepada semua pihak yang telah membantu selama

proses.

Tidak ada gading yang tak retak, begitupun tugas ini yang jauh dari kesempurnaan

sehingga masih banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab itu segala saran dan masukan

yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan sebagai perbaikan dalam penyusunan

karya tulis selanjutnya.

Bengkulu, Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR.......................................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN................................................................................... A.    Latar Belakang.....................................................................................................

B.     Tujuan..................................................................................................................

BAB II Asuhan keperawatan dengan pasien osteoporosis ................................ A.    faktor resiko..................................................................................................

B.     osteoporosis tipe 1 dan 2.............................................................................

C.     peran osterogen pada tulang......................................................................

D.    patogenesis osteoporosis tipe 1..................................................................

E.     patogenesis osteoporosis tipe 2.................................................................

F.      data fokus osteoporosis...........................................................................

G.    diagnosa.................................................................................................

H.    memilih konsumsi untuk penderita osteoporosis.....................................

I.       intervensi........................................................................................

BAB III PENUTUP............................................................................................. A.    Kesimpulan................................................................................................

B.     Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah manusia

lanjut usia di Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah

penyakit akibat penuaan akan semamkin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang

harus diantisipasi adalah penyakit osteoporosi dan patah tulang. Pada situasi

mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang akan meningkatkan populasi

lanjut usia dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena osteoporosis.

Kelainan ini 2-4 klien lebih serng terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari

seluruh klien, satu antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun Dan satu diantara

enam pria yang berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan

ini.

Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga

tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti

kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan

kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang

memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon

paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron

pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap

kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang.

Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai

kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan

berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral

dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah

osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita,

termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).

Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena

osteoporosis.

B.       Tujuan

Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat memahami tentang konsep

osteoporosis serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit tersebut dan mampu

menerapkannya dalam memberikan pelayanan kesehatan nyata.

BAB II

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

A. PENGKAJIAN.

a. Anamnesa

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan dan sebagainya

2. Riwayat penyakit dahulu

Dalam pengkajian Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelum

diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik, Diabetes Mellitus,  hipertiroid,

hiperparatiroid dan lain sebagainya.

3. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien sehingga ia dibawa ke Rumah

Sakit, seperti nyeri pada punggung.

4. Riwayat penyakit keluarga

Dalam pengkajian, kita juga perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga pasien, yaitu

apakah sebelumnya ada salah satu keluarga pasien yang memiliki penyakit yang

sama.

b. Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

a) Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit

b) Kebiasaan minum alkohol, kafein

c) Riwayat keluarga dengan osteoporosis

d) Riwayat anoreksia nervosa, bulimia

e) Penggunaan steroid jangka panjang

2. Pola nutrisi metabolik

a) Inadekuat intake kalsium

3. Pola aktivitas dan latihan

a) Fraktur

b) Badan bungkuk

c) Jarang berolah raga

4. Pola tidur dan istirahat

a) Tidur terganggu karena adanya nyeri

5. Pola persepsi kognitif

a) Nyeri pada punggung

b) Pola reproduksi seksualitas

a) Menopause

6. Pola mekanisme koping terhadap stres

a) Stres, cemas karena penyakitnya

c. Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing). 

Inspeksi : ditemukan ketidak simetrisan rongga dada Dan tulang belakang.

Palpasi : Taktil Fremitus seimbang kanan Dan kiri.

Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : pada kasus lansia biasanya didapatkan suara ronki.

2. B2 (Blood). 

Sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna

terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitanngan efek obat.

3. B3 (Brain). 

Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat

mengeluh pusing dan gelisah.

a) Kepala Dan Wajah : terdapat sianosis

b) Mata : skelera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

c) Leher : biasanya JVP dalam batas normal.

4.  B4 (Bladder).

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system

perkemihan

5. B5 (bowel).

Pada kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi, namun juga penting dikaji

frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

6. B6 (Bone).

Pada Inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering

menunjukkan kifosis atau ngibbus (dowager’s hump) Dan penurunan tinggi badan

Dan berat badan. Ada gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, Dan

nyeri spinal. Lokasi fraktur sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 Dan

lumbalis 3.

B. FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS

Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur

merupakan salah satu faktor resiko yang terpenting yang tidak tergantung pada

densitas tulang. Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatan resiko

osteoporosis 1,4 – 1,8 kali. Ras kulit putih dan wanita juga merupakan faktor resiko

osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian puncak

masa tulang juga merupakan faktor resiko osteoporosis, seperti sindrom klinefelter,

sindrom turner, terapi glukortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, hipertiriodisme

atau defisiensi hormon pertumbuhan. Pubertas terlambat, anoreksia nervosa dan

kegiatan fisik yang berlebihan yang menyebabkan amenore juga berhubungan erat

dengan puncak masa tulang yang tidak maksimal. Defisiensi kalsium dan vitamin D

juga merupakan faktor resiko osteoporosis, oleh sebab itu harus diperhatikan masalah

ini pada penduduk yang tinggal didaerah 4 musim. Selain kalsium dan vitamin D

defisiensi protein dan vitamin K juga berhubungan dengan osteoporosis. Faktor

hormonal juga berperan pada pertumbuhan tulang, termasuk hormon seks gonadal

dan androgen adrenal (dehidroepiandro osteron dan androstenedion). Aspek

hormonal yang berperan pada peningkatan massa tulang adalah IGF – 1,1,25 (OH)2

D, reabsorbsi fosfat anorganik ditubulus dan peningkatan fosfat serum. Faktor

hormonal yang berhubungan dengan kehulangan masa tulang adalah hiperkortiso

lisme, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme. Faktor lain yang juga berhubungan

dengan osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol yang berlebiahan.

Aspek skletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko osteoporosis adalah

densitas masa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur tulang, derajat

mineralisasi dan kualitas kolagen tulang.

Selain faktor resiko osteoporosis, maka resiko terjatuh juga harus diperhatikan

karena terjatuh berhubungan dengan resiko terjatuh adalah usia tua

ketidakseimbangan, penyakit kroonikk seperti sakit jantung, gangguan neurologic,

gangguan penglihatan, lantai yang licin dan sebagainya.

C. OSTEOPOROSIS TIPE 1 DAN 2

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (infolusional) dan

osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui

penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui

penyebabnya. Pada tahun 1940-an, albright mengemukakan pentingnya estrogen

pada patogenesis osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan Melton,

membagi osteoporosis primer atas osteoporosis tipe 1 dan tipe 2. Osteoporosis tipe 1

disebut juga pasca menopause. Osteoporosis tipe 2 disebut juga osteoporosis senilis,

disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium diusus sehingga menyebabkan

hiperparatiriodisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.

Belakangan konsep itu berubah, karena ternyata peran esterogen juga menonjol

pada osteoporosis tipe 2. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada

osteoporosis tipe 2 juga tidak memberikan hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun

1990-an, Riggs dan melton memperbaiki hipotesis nya dan mengemukakan bahwa

estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer,

baik pasca menopause maupun semilis.

TABEL.3 KARAKTERISTIK OSTEOPOROSIS TIPE 1 DAN 2

TIPE 1 TIPE 2

Umur (tahun) 50 – 75 70

Perempuan : laki-laki 6 : 1 2 : 1

Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan kortikal

Bone turnover tinggi Rendah

Lokasi fraktur terbanyak Verttebra, radius distal Vertebra, kolum vemoris

Fungsi paratiroid menurun Meningkat

Efek esterogen Terutama skeletal Terutama ekstraskletal

Etiologi utama Defisiensi estrogen Penuaan, defisiensi

estrrogen.

D. PERAN ESTROGEN PADA TULANG

Steruktur estrogen vertebrata terdiri dari 18 karbon dengan 4 cincin. Estrogen

manusia dapat dibagi 3 kelompok, yaitu estron (E1), 17β-estradiol (E2), estriol (E3).

Selain itu juga terdapat jenis-jenis estrogen lain, seperti estrogen dari tumbuh-

tumbuhan (fitoestrogen), estrogen sintetik (misalnya etinilestradiol, dietilstillbestrol,

klomifen sitrat), xenobiotik (DDT, bifenol, dll). Saat ini terdapat struktur lain yang

dikenal sebgai anti-estrogen, tetapi pada organ nonreproduktif bersifat estrigenik,

struktur ini disebut selective estrogen receptor modulators (SERMs).

Estrogen yang terutama dihasilkan oleh ovarium adalah estradiol. Esttron juga

dihasilkan oleh tubuh manusia, tetapi terutama berasal dari hidroksilasi-16 estron dan

estradiol. Estrogen berperan pada pertumbuhan pada seks sekunder wanita dan

menyebabkan pertumbuhan uterus, penebalan mukosa vagina, penipisan mukus

serviks dan pertumbuhan saluran-saluran pada payu darah. Selain itu estrogen juga

mempengaruhi profil lipid dan endotel pembuluh darah, hati, tulang, susunan saraf

pusat sistem imun, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal.

Saat ini telah ditemukan 2 macam reseptor estrigen (ER), yaitu reseptor

estrogen-α (Erα) dan reseptor estrogenβ (ERβ). ERa dikode oleh game yang terletak

di kromosom 6 dan terdiri dari 595 asam amino, sedangkan Erβ dikode oleh gen

yang terlletak di kromosom 14 dan terdiri dari 530 asam amino. Sampai saat ini

fungsi Erb belum diketahui secara pasti. Selain itu, distribusu kedua reseptor ini

bervariasi pada berbagai jaringan, misalnya di otak, ovarium, uterus, dan prostat.

Reseptor estrogen juga di ekpresikan oleh berbagai sel tulang, termasuk osteoblas,

ostoesit, osteoblas, dan kondrosit (lihat tabel 4).ekspresi ERα dan Erβ meningkat

bersamaan dengan diferensiasi dan maturasi osteoblas. Laki-laki dengan osteoporosis

idopatik mengekspresikan mRNA ERa yang rendah pada osteoblas maupun osteosit.

Delesi era pada tikus jantan dan betina menyebabkan penurunan densitas tulang,

sedangkan perusakan Erβ pada wanita ini ternyata meningkatkan bone mneral conten

(BMC) tulang kortikal maupun pada tikus tidak memberikan perubahan pada tulang

kortikal maupun trabekular. Delesi gen Erα dan Erβ juga menurunkan kadar IGF – 1

serum.

TABEL.4 DISTRIBUSI RESEPTOT ESTROGEN PADA SEL-SEL TULANG

Sel tulang Reseptor estrogen

osteoblas Erα dan Erβ

osteosit Erα dan Erβ

Bone marrow stromal cells Erα dan Erβ

osteoklas Erα dan Erβ ?

kondrosit Erα dan Erβ

Estrogen merupakan regulator pertumbunhan dan homeostatis tulang yang

penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak

langsung meliputi estrogen terhadap tulang berhubungan dengan homeostasis

kalsium yang meliputi regulasi absorsi kalsium diusus, modulasi 1,25 (OH)2D,

ekskresi CA diginjal ddan sekresi hormon paratiroid (PTH).

Terhadap sel-sel tulang, estrogem memiliki beberapa efek seperti terterra pada

tabel 5. Efek-efek ini akan meningkatkan formasi tulang dan menghambat resorpsi

tulang oleh osteoklas.

TABEL.5. EFEK ESTROGEN TERHADAP BERBAGAI SEL TULANG

Osteoblas osteosit osteoklas kondrosit

Peningkatan.proliper

asi osteoblas

Penurunan.apopt

osis osteosit

Peningkata.c-fos, c-

jun, TGF-β

Peningkatan.pertumbu

han endokondral

selama pubertas,

mempercepat

penutupan lempeng

pifisis

Peningkatan.sintesis

DNA

Peningkatan

ekspresi Erα

Penurunan.TRAP,

cathepsin B, D

Peningkatan.alkali

pospatase

Peniingkatan.apopt

osis osteoklas

Penurunan.kolagen

tipe 1

Penurunan.formasi

osteoklas

Peningkatan.minerali

sasi tulang

Peningkatan.sintesis

IGF-1

Peningkatan.sintesis

TGF-β

Peningkatan.sintesis

BMP-6

Penurunan.sintessi

TNF-β

Peningkatan.sintesis

OPG

Penurunan aksi PTH

Peningkatan.ekspresi

Erα

Penurunan.apoptosis

osteoblas

E. PATOGENESIS OSTEOPOROSIS TIPE 1

Setelah menopause , maka resorpsi tulang akan meningkat , terutama pada

dekade awal setelah menopause , sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vetebra

dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang

trabekular , karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan

terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang,keduanya meningkat

menunjukan adanya peningkatan bone turnover .

Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone

marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear , seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang

berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen

akan menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga

aktivitas osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga

menurunkan absorpsi kalsium diusus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal.

Selain itu ,menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa

1,25 (OH) D, sehingga pemberiaan estrogen akan meningkatkan kosentrasi 1,25

(OH)2 D didalam plasma. Tetapi pemberian estrogen transdermal tidak akan

meningkatkan sintesis protein tersebut , karena estrogen transdermal tidak dianggkut

melewati hati . Walaupun demikian , estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan

absorsi kalsium polisi diusus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar

PTH akan meningkat pada wanita menopause , sehingga osteoporosis akan semaki

berat. Pada menopause ,kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan

hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma , meningkatnya kadar albumin dan

bikarbonat , sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga

kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks . Peningkatan bikarbonat pada

menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi ,sehingga terjadi relatif

asidosis respiratorik . walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat

albumin dan kalsium dalam garam kompleks , kadar ion kalsium tetap sama dengan

keadaan premenopause.

F. PATOGENISIS OSTEOPOROSIS TIPE II

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar

42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade kedelapan dan

sembilan kehidupannya , terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi

tulang meningkat , sedangkan pormasi tidak berubah atau menurun . Hal ini akan

menyebabkan kehilangan massa tulang ,perubahan mikroarsitektur tulang dan

peningkatan risiko fraktur. Peningkatan resopsi tulang merupakan risiko fraktur yang

independen terhadap BMD . Peningkatan osteokalsin seringkali didapatkan pada

orang tua , tetapi hal ini lebih menunjukkan peningkatan turnover tulang dan bukan

peningkatan formasi tulang . Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab

penurunan fungsi osteoblas pada orang tua , diduga karena penurunan kadar estrogen

dan IGF-1.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal

ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang , anoreksia ,

malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah . Akibat defisiensi kalsium ,akan

timbul hiperparatoroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin

meninggkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada orang-

orang yang tinggal didaerah 4 musim.

Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan

penurunan sintesis IGF -1. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis

karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang , misalnya osteokalsin.

Defisiensi estrogen ,ternyata juga merupakan masalah yang penting sebagai

salah satu penyebab osteoporosis pada orang tua , baik pada laki-laki maupun

perempuan . Demikian juga kadar terstosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen

pada laki-laki juga berpelan pada kehilangan masa tulang . Penurunan kadar estradiol

dibawah 40 pMo1/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis. Karena laki-laki

tidak pernah mengalami menopause (Penurunan kadar estrogen yang mendadak ) ,

maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi.

Falahati –Nini dkk menyatakan bahwa estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur

formasi tulang. Kehilangan massa tulang trabekular pada laki-laki terjadi karena

penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita disebabkan

karena peningkatan resorpsi yang berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang

drastis pada waktu menopause.

Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun

sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG) akan meningkat .

Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron

membentuk kompleks yang inaktif. Laki-laki yang menderita kanker prostat dan

diterapi dengan antagonis androgen atau agonis gonadotropin juga akan mengalmi

kehilangan massa tulang dan peningkatan risiko fraktur.

Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF -1, juga berperan terhadap

peningkatan resorpsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen adrenal (DHEA dan

DHEA-S) ternyata menunjukkan hasil yang kontroversial terhadap penurunan massa

tulang pada orang tua.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada

orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok ,alkohol,obat-

obatan ,imobilisasi lama).

Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan intrakortikal

akan meningkat ,sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan

meningkatkan risiko fraktor tulang kortikal,misalnya pada femur proksimal. Total

permukaan tulang untuk remodeling tidak berubah dengan bertambahnya umur ,

hanya berpindah dari tulang trabekular ketulang kortikal . Pada laki-laki

tua ,peningkatan resorpsi endokortikal tulang panjang akan meningkat dan

menurunkan risiko fraktur pada laki-laki tua.

Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih

tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda . Hal ini berhubungan

dengan penurunan kekuatan otot ,gangguan keseimbangan dan stabilitas

postural ,gangguan penglihatan ,lantai yang licin atau tidak rata dan dan sebagainya .

Pada umumnya resiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab

tunggal .

G. DATA FOKUS

1. Data subjek

- Klien mengatakan nyeri pinggangnya

- Klien mengatakan merasa bertambah pendek

- Klien mengatakan malu ( gangguan citra diri )

- Klien mengatakan sesak

- Klien mengatakan pernah fraktur

- Klien mengatakan pusing

- Klien mengatakan keringat kering

- Klien mengatakan kurang mengkonsumsi kalsium

- Klien mengatakan pernah / konsumsi alkohol , rokok , dan kafein

2. Data objek

- Patah tulang biasanya terdapat pada vertebrata torokalis 8 dan lumbalis 3

- Terdapat kelainan vertebrata ( kifosis , lordosis, dan skilosis )

- Pasien tampak bradipneu

- Pasien terlihat lemah

- Tidak simetris rongga dada dan tulang belakang

- Traktil fremitus seimbang

- CTR < 1 detik

- Ada pulgus perifer ( terjadi gangguan pembuluh darah dan edema akibat

efek dari obat )

- Tampak terlihat perubahan gaya berjalannya

- Terdapat Deformitos tulang

- Klien menunjukkan nyeri pada spinal ss

H. DIAGNOSIS

Ada beberapa jenis cara yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis osteoporosis.

Pemeriksaan biasaya dilihat dari gejala apa yang dihadapi,pemeriksaan tubuh, dan

melalui rontgen.

1. Tes Untuk Menguur Bone Mineral Dencity (BMD)

Ada beberapa macam untuk mengukur epadaan tulang atau yang lebih dikenal

dengan nama bone mineral dencity (BMD). Diagnosis ini memeng digunakang

untuk mengetahui apakah seseorang terkena osteoporosis atau tidak.

a. Densitometer dengan teknologi DXA (Dual Enerfy X-ray Absorptiometry)

Metode ini adalah diagnose yang paling sering digunakan dalam

pemeriksaan osteoporosis. Merode ini sering disebut dengan bone density

scan atau densitometer tulang, pada dasarnya ada dua jenis tulang yang

digunakan teknologi sinar-X ini, diantaranya adalah central dual energy X-

ray absorptiometry yang dikenal dengan sebutan DXA atau DEXA dan

peropherall Dual Energy X-ray absorptiometry atau pDXA, pada dasarnya

pDXA digunakan untuk memeriksa pergelangan tangan dan kaki atau tumit.

Alat ini digunakan karena praktis

DXA menggunakan cahayadari sinar X untuk mengukur kepadatan

tulang. Kelebihan metode ini adalah mampu mengukur tingkat kemungkinan

rusaknya tulang. Ppasien pun bida mengetahui sejauh mana obat yang

dikonsumsinya berpengaruh paa sembuhnya oateoporosis.

Baagian tuuh yang didiagnosis lewat DXA adalah tulang belakang dan

pinggul. Diarea tersebut, terdapat dua jenis tulang anatara lain tulang kortikal dan

tulangt rabekular. Diagnosis ini diasarankan untuk orang-orang dengan criteria :

1. Semua wanita yang berusia 65 tahun keatas dan pria yang berusia 70 tahun

keatas.

2. Wanita yang sudah mengalami menopause dengan tingkat resiko osteoporis

yang tinggi.

3. Semua orang berusia 50 tahun keatas dan menderita kertaan tulang karena

osteoporosis

4. Orang yang sudah lama menjalani pengobatan kortikostiroid

5. Pria yang mengalami hipongadisme

6. Para penferita yang memiliki penyakit lain dan berhubungan dengan keretaaan

atau hilangnya kepadatan tulang

7. Orang yang sudah mengalami pegobatan osteoporosis paling tidak selama satu

tahun.

b. Densitometer-USG

Tes yang dilakukan adalah dengan metode screnning. Hasil yng diberikan berupa

T-score. Tes ini disebut sebagai tes awal pada penederita osteoporosis. Harga

diagnosis ini masih tergolong murah.

c. Quantitative computed tomoogaphy

Tes ini mengunakan tes CT-scan dengan bantuan software computer.

Kelebihannya adalah diagnosis ini mampu menghitung stress-strain index (SSI)

den geometri tulang disamping mengukur BMD. Kedua diagnosis BMD lainnya

tidak memiliki kemampuan tersebut. Tes ini pun termasuk tes yang paling sering

digunakan.

1. Markers of Bone Turnover

Tes ini dilakukan untuk meliht pengukuran terhadap fungsi osteoklas dan osteoblas

tes ini jarang dijumpai dan memakai biaya yang cukup besar. Tidk banyak dokter

yang menganjurkan diagnosis ini. Perlu diketahui juga bahwa pada dasarnya tess ini

bukan untuk mengetahui apakah seseorang terserang osteoporosis atau tidak. Hanya

saja, tes ini diunakan untuk mengetahui fisiologis tulang saat berkaitan dengan

penyakit yang mempengaruhi keadaannya.

a. Pengukuran fungsi osteoblas

1. Alkalin fosfatase (AP)

Alkalin fosfatase adalah anzim yang terikat tualng dan ditemukan dihati,

usus, ginjal, tulang, dan limpa. AP yang dikaitkan dengan fungsi sel osteoblas

dan diperkirakan memiliki peran dan minineralisasi tulang. Yang diambil

untuk mngetahui kondisi AP adalah darah.

2. Osteocalcin (OC)

Osteocalcin adalah protein yang dihasilkan oleh tulang. Hidroksiaapatit yang

mengikat protein yang sudah tersintesis oleh osteoblas. OC mampu

mengindentifikasi tingkat kehilangan tulang pada wanita yang sudah

mengalami menopause.jika mengunakan diagnosis ini sebaiknya jangan

mengkonsumsi obat warfarin karena akan mempengaruhi hasil diagnosis.

3. Procollagen type 1 N-Treminal Propeptide (P1NP)

P1NP dibentuk oleh osteoblas. Selain itu, I menunjukan tingkat kolagen dan

pembentukan tulang. Tes ini disebut sebagai Bone Marker test yang paling

sensitive dan tepaat untuk men=lihat efek terapi pengbatan osteoporosis tes

darah ini bisa diikuti dengan test fung osteoblas.

1. C-peptida

2. N-peptida.

b. Pengukuran fungsi osteoklas

Pengukuran terdiri dari

1. Hydroxyproline (OHP)

OHP menunjukan rusaknya kolagen pada tulang OHP ini bisa diambil dari

urine. Namun hubungan antara Hydroxyproline dan resopsi tulang masih

terbilang kecil. Tes ini diambil dari urine dan dilakukan pada pagi hari

disertai dengan puasa.

2. Crossed type collagen

a. N-Telopeptida (NTx)

NTx adalah molekul yang dilepaskan ketika tread kerusakan pada tulang.

Tes ini dilakukan dengan menguji urine dan darah penderita.

Sama seperti OHP, ntx pun menandakan kondisi kolagen type I makin

tinggi tingkat NTx makin tinggi pula tingakt resiko osteoporosis.

b. C-telopeptida (CTx)

CTx adalah hasil pengukuran kolagen tulang yang dilepaskan kedarah.

Tes ini bisa dilakukan dengan menguji darah.

c. Deoksipirididinolina (DPD)

Sama rti CTx dan NTx. DPD juga terdapat pada kolagen dan dilakukan

tes urine.

d. Hidroksilisin glikosida

Hidroksilisin glikosida mengindentifikasi keadaan kolagen pada tulang.

Penenda kondisi tulang ini diambil dari urine pasienn.

e. Tartrate-resistanst acid phospatase

Tes ini biasanya digunakan untuk menganalisis adanya keretaan tulang

dan memastikan konndisi sel darah pada penderita leukemia

retikuloendoteliosis, osteoklastoma, dan penyakit yang berhubungan

dengan metabolism tulang lainnya.

Pada ddasarnya tes ini tidak hanya dilakukan sekali. Tes ini bisa diulang

bergantung pada kondisi pasien dan pengobatan yang digunakannya. Tujuannya

adalah untuk megetahui bagaimana perkembangan rgenerasi tulang pasien

osteoporosis yang menggunakan bifosfonat seperti alengronat, residronat, dan

raloksifen, sebaiknya mengulang tes ini setelah 3 bulan. Sementara itu pasien yang

menggunakan terapi hormone (hormone therapy replacement), harus mengulang tes

seteleh 6 bulan.

Melihat waktu pengulangan diagnosis ini tes ini bisa menjadi pillihan daripada

menggunakan DXA scan diulang setiap 1-2 tahun sementara diagnosis ini diulang

setiap 3-6 bulan. Sebaiknya diagnosis dilakukan sebelum mengambil pengobatan dan

3 atau 6 bulan setelah pengobatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan

tulang.

Ada kalanya sebelum mengambil diagnosis ini, terutama jika mengambil dari

satu jenis, pasien diminta untukk melakukan puasa atau pantang terhadap obat-

obatan tertentu. Paling tidak , puasa atau pantang ini akan mencegah pengaruh pada

hasil diagnosis bone turnover markers.

A. Kumpulan untuk osteoporosis skunder

Ada beberapa tes laboratorium yang disarankan jika osteoporosis yang tread

merupakan osteoporosis sekunder. Tes-tes ini dapat menjadi penyebab mengapa

osteoporosis sekunder tread. Misalnya saja, jika osteoporosis disebabkan oleh

kekurangan kalsium dan vitamin D atau karena penyakit hiperparatiroid. Sejumlah

diagnosis yang diambil antara lain:

a. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit dalam keluarga

pasian akan di ukur tekanan darah dan lain-lain. Selain itu riwayat penykit

osteoporosis dalam keluarga juga perlu diketahui.

b. 25-hydroxy vitamin D test

tes ini digunakan untuk mengukur kadar vitamin di dalam tubuh.vitamin D

memang penting untuk tulang. Nama lain tes ini adalah 25-hydroxy vitamin D

test.pada tes ini penderita kan di minta untuk puasa selama 4 jam sebelum tes.

Dalam tes darah pasien akan diambil dari vena yang terletak di tangan atau siku.

c. tes kadar kalsium

Tes ini untuk mengetahui seberapa besar kadar kalsium dalam tulang. Prose tes

yang dillakukan denga diagnosis 25-hydroxy vitamin D. darah pasien di ambil

untuk di analisis

Sebulm diagnosis, dianjurkan untuk menghndari beberapa asupan obat dan

komsumsi jenis makan tertentu bianya yang tidak boleh dikomsumsi adalah

berbgai nutrisi yang mengandung vitamin D atau kalsium yang cukup banyak

d. tes kadar fosfor dalam darah

Pengecekan kadar fosfor diakukan melalui darah. Twes ini bweguna untuk

mengetahui apakah pasien terserang hiperparatiroid yang meningkatkan kadar

resiko terhadap osteoporosis. Sama seperti tes pengecekan kalsium, pasien tidak

boleh mengkomsmsi bat-obatan yang berpengaruh pada kadar fosfor dalam

darah.

e. tes hormone paratiroid

Tes ini dilakukan untuk mengetahu kadar hormone paratiroid di dalam darah.

Biasanya, ada gangguan terhadap kadar kalsium yang terlihat yang terlihat

sehingga tes ini dilakukan. Selain kalsium, hormone paratoroid juga

mengendalikan kadar fosfor.baik kalsium dan fosfor berpengaruh pada tulang.

Darah yang diambil dari pasien akan diuji. Sebelumnya,pasien diminta untuk

melakukan puas selama 8 sampai 10 jam.kadar hormone ini akan naik setelahkita

bangun.oleh karena itu,tes dilakukan pagi hari. Jika anda merasa keberatan

melakukan tes pada pagi hari, konsultasikanlah dengan dokter yang menangani

anda

I. DIAGNOSA KEPERWATAN

1. Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae

2. Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap

perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.

3. Risiko injury (cedera)  berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal

dan ketidakseimbangan tubuh.

J. RENCANA KEPERAWATAN

NO

DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL

INTERVENSI RASIONAL

1 Nyeri sehubungan

dengan dampak

sekunder dari

fraktur ver

tebrae

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

diharapkan nyeri

berkurang dengan

Kriteria :

1. Klienakan

mengekspresikan

perasaan nyerinya

2. Klien dapat tenang

dan istirahat yang

cukup

3. Klien dapat mandiri

dalam perawatan

dan penanganannya

secara sederhana

1. Pantau tingkat nyeri

pada punggung,

terlokalisisr atau

nyeri menyebar pada

abdomen atau

pinggang

2. Ajarkan pada klien

tentang alternatif lain

untuk mengatasi dan

mengurangi rasa

nyerinya.

3. Kaji obat-obatan

untuk mengatasi

nyeri

4. Rencanakan pada

1. Tulang

dalam

peningkatan

jumlah

trabekuler,

pembatasan

gerak spinal.

2. Laternatif

lain untuk

mengatasi

nyeri

pengaturan

posisi,

kompres

hangat dan

sebagainya.

3. Keyakinan

klien tidak

dapat

mentolelir

akan obat

yang

adequaty

atau tidak

adequat

untuk

mengatasi

nyerinya.

4. Kelelahan

dan

klien tentang periode

istirahat adequat

dengan berbaring

dengan posisi

terlentang selam

kurang lebih 15

menit

keletihan

dapat

menurunkan

minat untuk

aktivitas

sehari-hari.

2 Perubahah

mobilitas fisik

berhubungan

dengan disfungsi

sekunder terhadap

perubahan skletal

(kiposis), nyeri

sekunder atau

frkatur baru.

Setelah diberi

tindakan keperawatan

diharapkan klien

mampu melakukan

mobilitas fisik,

dengan kriteria hasil :

1. Klien dapat

meningkatkan

mobilitas fisik

2. Klien mampu

melakukan ADL

secara

independent

1. Pantau tingkat nyeri

pada punggung,

terlokalisisr atau

nyeri menyebar

pada abdomen atau

pinggang

2. Ajarkan pada klien

tentang alternatif

lain untuk

mengatasi dan

mengurangi rasa

nyerinya.

3. Kaji obat-obatan

untuk mengatasi

nyeri.

1. Tulang

dalam

peningkatan

jumlah

trabekuler,

pembatasan

gerak spinal.

2. Laternatif

lain untuk

mengatasi

nyeri

pengaturan

posisi,

kompres

hangat dan

sebagainya.

3. Keyakinan

klien tidak

dapat

mentolelir

akanb obat

yang

adequate

atau tidak

adequat

4. Rencanakan pada

klien tentang

periode istirahat

adequat dengan

berbaring dengan

posisi terlentang

selam kurang lebih

15 menit

untuk

mengatasi

nyerinya.

4. Kelelahan

dan

keletihan

dapat

menurunkan

minat untuk

aktivitas

sehari-hari.

3 Risiko injury

(cedera) 

berhubungan

dengan dampak

sekunder

perubahan skletal

dan

ketidakseimbanga

n tubuh

setelah dilakukan

tindakan keperawata

Injury (cedera) tidak

terjadi dengan criteria

hasil :

1. Klien tidak jatuh

dan fraktur tidak

terjadi

2. Klien dapat

menghindari

aktivitas yang

mengakibatkan

fraktur

1. Ciptakan lingkungan 

yang  bebas dari

bahaya :

a. Tempatkan klien

pada tetmpat tidur

rendahAmati lantai

yang

membahayakan

klien

b.Berikanpenerangan

yang cukup

c. Tempatkan klien

pada ruangan yang

tertutup dan mudah

untuk diobservasi

d.Ajarkan klien

tentang pentingnya

menggunakan alat

pengaman di

ruangan

2. Berikan support

ambulasi sesuai

1. Menciptkan

lingkungan

yang aman

danmengura

ngi resiko

terjadinya

kecelakaan.

2. Ambulasi

yang

dengan kebutuhan :

a. Kaji kebutuhan

untuk berjalan

b. Konsultasi

dengan ahli

terapis

c. Ajarkan klien

untuk meminta

bantuan bila

diperlukan

d. Ajarkan klien

waktu berjalan

dan keluarg

ruangan

3. Bantu klien untuk

melakukan ADL

secara hati-hati

4. Ajarkan pad aklien

untuk berhenti secara

pelan-pelan, tidak

naik tangga dan

mengangkat beban

berat.

dilakukan

tergesa-gesa

dapat

menyebabk

an mudah

jatuh.

3. Penarikan

yang

terlaluk

keras

akanmenye

bakan

terjadinya

fraktur.

4. Pergerakan

yang cepat

akan lebih

mudah

terjadinya

fraktur

kompresi

vertebrae

pada klien

dengan

osteoporosis

.

5. Ajarkan pentingnya

diit untuk mencegah

osteoporosis :

a. Rujuk klien pada

ahli gizi

b. Ajarkan diit yang

mengandung

banyak kalsium

c. Ajarkan klien

untuk

mengurangi atau

berhenti

menggunakan

rokok atau kopi

6. Ajarkan efek dari

rokok terhadap

pemulihan tulang.

5. Diit calsium

dibutuhkan

untuk

mempertahn

kan kalsium

dalm serum,

mencegah

bertambah

nya

akehilangan

tulang.

Kelebihan

kafein akan

meningkatk

an

kehilangan

kalsium

dalam urine.

Alkohorl

akan

meningkatk

an

asioddosis

yang

meningkatk

an resorpsi

tulang.

6. Rokok

dapat

meningkatk

an

terjadinya

asidosis

7. Obat-obatan

7. Observasi efek

samping dari obat-

obatan yang

digunakan

seperti

deuritik,

phenotiazin

dapat

menyebabk

an dizzines,

drowsiness

dan

weaknes

yang

merupakan

predisposisi

klien untuk

jatuh.

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang,

peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn

arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga

tulang menjadi mudah patah.

Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi

kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,

siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain

sebagainya.

Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda

vertebra mengakibatkan deformitas skelet

B.       Saran

1.      Lansia

Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor resiko

osteoporosis serta memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama untuk tulang

2.      Tenaga medis

Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang

baik terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penyakit

osteoporosis

3.      mahasiswa

harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system musculoskeletal

“osteoporosis” sehingga mampu menerapkannya di lhan praktik demi memberi pelayanan

kesehatan yang baik bagi klien

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim editor, 2006. Buku ajar penyakit dalam. Pusat penerbit depertemen IPD, fakultas

kedokteran UI. Jakarta

2. Nency E.lane DKK, 2001. Osteoporosis PT raja grafindo persada : jakarta.

3. Anonim.OSTEOPOROSIS(AskepOsteoporosis.pdf).

http://www.4shared.com/office/rBkkM-fK/Askep_Osteoporosis.html, diakses pada 10

September 2013 13.20 WITA.

4. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

5. Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar

Interpratama Offset.

6 Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

7. Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :

OSTEOPOROSIS(41_2.pdf).