MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

23
BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI, 1996). Anemia menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie (1996) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. Anemia sendiri ada beberapa jenis yaitu anemia mycrocitic hipochrom, anemia sel sabit, anemia megaloblastic dan anemia aplastic. Sedangakan berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan menjadi 3 kelompok (wintrobe at all, 1999) yaitu : 1. Anemia karena kehilangan darah Anemia karena kehilangan darah akibat pendarahan yaitu terlalu banyaknya sel-sel darah merah yang hilang dari tubuh seseorang karena kecelakaan dimana pendarahan mendadak dan banyak jumlahnya, yang disebut pendarahan eksternal. Dapat pula disebabkan karena racun, obat-obatan atau yang lainnya. 2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi karena bibit penyakit atau parasit yang masuk kedalam

description

2011

Transcript of MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

Page 1: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang

dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI, 1996).

Anemia menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie (1996)

diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan

normal untuk kelompok yang bersangkutan.

Anemia sendiri ada beberapa jenis yaitu anemia mycrocitic hipochrom, anemia sel

sabit, anemia megaloblastic dan anemia aplastic. Sedangakan berdasarkan patogenesisnya,

anemia digolongkan menjadi 3 kelompok (wintrobe at all, 1999) yaitu :

1. Anemia karena kehilangan darah

Anemia karena kehilangan darah akibat pendarahan yaitu terlalu banyaknya sel-sel darah

merah yang hilang dari tubuh seseorang karena kecelakaan dimana pendarahan

mendadak dan banyak jumlahnya, yang disebut pendarahan eksternal. Dapat pula

disebabkan karena racun, obat-obatan atau yang lainnya.

2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah

Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi karena bibit penyakit atau

parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti malaria atau cacing tambang, hal ini dapat

menyebabkan anemia hemolitik.

3. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah

Sum-sum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah yang baru sama

cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang hilang, sehingga jumlah sel darah

merah yang dipertahankan selalu cukup banyak di dalam darah, dan untuk

mempertahankannya diperlukan cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zat gizi

dalam jumlah yang cukup akan terjadi gangguan pembentukan sel darah merah baru.

Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah dapat timbul karena,

kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat, asam pantotenat, vitamin B12,

protein kobalt, dan tiamin yang kekurangannya biasa di sebut “anemia gizi”.

Page 2: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

- LATAR BELAKANG

Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat

besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah

karena kurangnya zat besi.

Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen

tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan

pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan

masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan.

Zat besi dapat masuk ke tubuh melalui sitem pencernaan, akan tetapi bila sistem

pencernaan rusak dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi karena jika sistem

pencernaan rusak maka zat besi yang masuk ke sistem pecernaan tidak dapat diserap

dengan baik.

Pengobatan anemia defisiensi zat besi akan sulit untuk pasien yang memiliki

penyakit sistem pencernaan karena jika zat besi dimasukan lewat oral atau sistem

pencernaan maka penyerapannya akan terganggu.

- PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dapat dirumuskan 3 permasalahan yaitu

1. Bagaimanakah hubungn penyakit slautan pencernaan (GI tract) dengan kejadian

IDA?

2. Apakah hubungan antara penyakit anemia kekurangan zat besi (IDA) dengan

penyakit IDB (Inflamantory Bowel Diseases)?

3. Bagaimanakah efisiensi dan efikasi terapi pengobatan anemia defisiensi zat besi bagi

penderita penyakit sistem pencernaan (GI dan IBD/inflamasi di usus) dengan

pemberian zat besi secara oral dan parenteral?

Page 3: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

BAB II

TELAAH JURNAL

Saluran Gastrointestinal adalah bagian yang banyak dilalui sistem peredaran darah yang

mungkin dapat mengacu penyakit IDA atau Anemia Defisiensi Zat Besi. Perawatan terhadap

IDA tergantung pada tingkat keparahan gejalanya yang dialami oleh pasien. Sediaan Zat Besi

Oral sangat manjur tetapi toleransi obat kurang baik karena non-absorb iron-mediated yang

dapat menyebabkan efek samping. Namun dosis dapat dikurangi tanpa mempengaruhi efikasi

dan dapat mengurangi efek samping. Terapi Zat Besi secara Parenteral dapat meningkatkan

stok Zat Besi dalam tubuh lebih cepat dan lebih baik dibanding terapi Oral. Reaksi yang

hipersensitif jarang terjadi pada sediaan intravena. Namun terapi sediaan Parenteral masih

yang paling berguna untuk perawatan pada pasien IDA dengan riwayat IBD (Inflammatory

Bowel Desease) atau Penyakit Radang/Inflamasi Usus. Bagaimanapun juga, pilihan antara

terapi Oral dan Parenteral masih tergantung pada tingkat keparahan dan keakutan pada gejala

– gejala yang dialami pasien.

PENDAHULUAN

IDA adalah penyakit yand disebabkan oleh Penurunan stok Zat Besi dalam tubuh

dikarenakan berkurangnya Zat Besi yang diserap atau penggunaannya yang berlebih.

Komponen Zat Besi dalam tubuh lebih diatur oleh pemasukannya melalui pencernaan

daripada ekskresinya. Penyakit Gastrointestinal adalah salah satu etiologi yang paling umum

pada IDA karena saluran pencernaan banyak dilalui dalam sistem peredaran darah dan dapat

menyebabkan malabsorpsi Zat Besi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan

kewaspadaan terhadap Terapi Zat Besi Parenteral untuk IDA terkait penyakit Gastrointestinal

khususnya IBD.

Page 4: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI

Kekurangan zat besi dapat menyebabkan Anemia melalui sintesis Heme yang tidak

berpasangan dalam proses pematangan prekursor eritrosit. Pasien dengan IDA menunjukkan

gejala tidak nafsu makan, atropi pada mukosa Gastrointestinal, dan koilonichia. IDA juga

berhubungan dengan Sindrom Plummer – Vinson (selaput tenggorokan), terutama pada

wanita lanjut usia.

Etiologi IDA dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan: peningkatan penggunaan Zat

Besi (kekurangan darah akut/kronik, menstruasi, kehamilan); dan penurunan Serapan Zat

Besi (makanan kurang bergizi, malabsorpsi pada penyakit Gastrointestinal atau operasi).

Pendarahan luka pada saluran pencernaan dapat menyebabkan kekurangan darah dan

penurunan Zat Besi. IDA sering menjadi tanda pertama pada keganasan penyakit

Gastrointestinal, penyakit rongga perut, dan gastritis.

Jumlah retikulosit (sesuai dengan produksi eritrosit) dan level ferritin (sesuai dengan

jumlah stok Zat Besi) biasanya rendah pada IDA yang tidak rumit. Serum Zat Besi tidak

terlalu membantu karena variasinya terhadap waktu dan sistemik. Konsentrasi serum ferritin

adalah indikator yang baik untuk kadar Zat Besi dalam tubuh. Bagaimanapun juga, ferritin

adalah reaktan fase akut dan levelnya bisa tinggi pada inflamasi kronis. Hampir semua pasien

dengan konsentrasi ferritin kurang dari 15 ng/mL kekurangan Zat Besi, dengan sensitifitas

59% dan spesifikasi 99%. Pada jumlah 30 ng/mL bisa meningkatkan sensifitasnya sampai

92%. Kapasitas ikatan zat besi transferrin (perbandingan antar Zat Besi tak terikat pada

transferrin dengan transferrin) adalah penanda yang membantu untuk mendiagnosis IDA dan

pada umumnya lebih rendah daripada 16% dari jumlah pasien dengan IDA. Beberapa kondisi

yang mungkin dapat membantu mendiagnosis seperti infeksi, malignansi, gagal ginjal kronik,

dan kondisi inflamasi oleh penurunan level ferritin. Tes terbaru seperti ferritin dapat larut dan

komponen retikulosit hemoglobin bisa membantu, walaupun kekurangan standar yang

handal, tapi sering digunakan. Walaupun uji sumsum tulang dianggap sebagai uji paling baik

dalam mengevaluasi status Zat Besi, uji ini invasif, mahal, dan tergantung-pengoperasian.

PERAWATAN

Seorang tenaga kesehatan tidak boleh menganggap IDA sebagai penyakit yang ringan.

Etiologi IDA harus dilihat dari sejarahnya. Utamanya dinilai dari kekurangan darah pada

Page 5: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

saluran pencernaan dan kandungan. Potensi kesembuhan penyakit Gastrointestinal bisa

diperhitungkan dengan bantuan alat kolonoskopi dan endoskopi. Prevalensi luka pada

Gastrointestinal bagian atas lebih tinggi dibanding bagian bawah pada pasien dengan IDA.

Transfusi eritrosit dibutuhkan untuk pasien dengan hemodinamika tidak stabil yang

dikarenakan pendarahan akut pada Gastrointestinal. Tetapi transfusi harus dihindari pada

anemia kronis dengan hemodinamika stabil tanpa kormobiditas jantung dan paru, kecuali Hb

kurang dari 7 g/dL. Dalam keadaan darurat, terapi yang digunakan adalah terapi Parenteral.

Lebih jauh, tes Zat Besi dilakukan setelah perdarahan Gastrointestinal teratasi. Zat Besi

sangat dibutuhkan oleh setiap sel dalam tubuh. Dan perpindahan Zat Besi dapat menunda

atau mencegah perkembangan IDA pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang

berkala seperti IBD dan angiodisplasia. Pada penderita penyakit IBD (Inflamantory Bowel

Disease/radang usus) kejadian anemia ini akan sangat memungkinkan untuk timbul terutama

disebabkan oleh dua penyebab sekaligus yaitu defisiensi dari zat besi dan anemia kronis.

Seorang tenaga kesehatan harus mempertimbangkan efek samping dari terapi zat Besi Oral,

dan perdarahan gastrointestinal yang berkala dalam memutuskan suplemen Zat Besi yang

diberikan pada pasien yang tidak pucat.

PENGGANTIAN ZAT BESI RUTE ORAL DAN PARENTERAL

Stok Zat Besi dapat dipenuhi melalui terapi oral dan parenteral, namun terapi yang sudah

umum digunakan untuk mengobati penyakit IDA tingkat medium adalah terapi oral. Banyak

garam Besi telah digunakan untuk terapi ini, namun yang paling umum adalah Besi Sulfat..

Jenis zat besi yang sering digunakan untuk terapi oral antara lain Besi Sulfat, Besi Glukonat

dan Besi Fumarad, sediaan Zat Besi lepas lambat dan bersalut Polisakarida. Untuk

menghindari efek samping pada gastrointestinal, sediaan zat Besi Oral dikonsumsi mulai dari

dosis rendah sekali sehari setelah makan, untuk kemudian dosis dapat ditingkatkan.

Walaupun terapi zat besi oral sudah lazim digunakan, namun penggunaan terapi oral tidak

dapat memberikan efek penggantian zat besi yang hilang secara maksimal karena

keterbatasan dari saluran gastrointestinal dalam menyerap zat besi ini, dan keterbatasan ini

semakin diperparah dengan adanya penyakit pada saluran gastrointestinal dan penyakit

inflamasi di usus (IBD)

Page 6: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

Sedangkan untuk rute parenteral diberikan bagi pasien yang tidak dapat diobati melalui rute

oral karena adanya efek samping yang parah dari saluran GI, yaitu penyerapannya yang

kurang dan untuk penyakit anemia yang harus diatasi cepat.

Untuk penyakit radang usus (IBD) kronis yang disertai dengan IDA lebih baik

menggunakan terapi zat besi melalui parenteral karena jika diberikan secara oral maka zat

besi yang diberikan tidak akan dapat terserap secara maksimal dan baik akibat aktivitas

penyerapan/absorpsi yang sangat rendah di lambung penderita IBD. Namun, terapi zat besi

melalui oral juga dapat dilakukan apabila pasien tidak mengalami radang usus yang terlalu

parah. Rute pemberian sediaan zat besi ini tergantung pada tanda-tanda, gejala dan

keparahan dari anemia pada tiap pasien.

Page 7: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

BAB III

PEMBAHASAN

Anemia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan rendahnya jumlah sel darah

merah. Sel darah merah merupakan bagian dari darah yang membawa oksigen ke seluruh

bagian tubuh (Tresca, 2011). Sedangkan Anemia defisiensi besi adalah anemia yang

disebabkan karena kekurangan kadar zat besi dalam tubuh. Tanpa zat besi yang cukup, tubuh

tidak dapat menghasilkan hemoglobin (suatu zat dalam sel darah merah yang bertugas

membawa/mengikat oksigen) yang cukup,. Akibatnya, anemia defisiensi besi mungkin

membuat Anda lelah dan sesak napas (Anonim, 2011).

Pada proses pencernaan dalam tubuh, absorpsi fe (zat besi) adalah melalui saluran cerna

terutama berlangsung di duodenum dan jejenum proksimal; makin ke distal absorpsinya

makin berkurang. Zat ini lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero. Selanjutnya ion feri

akan masuk kedalam plasma dengan perantara transferin, atau si ubah menjadi feritin dan di

simpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan

kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak fe di ubah menjadi feritin. Bila cadangan

rendah atau kebutuhan meningkat, maka fe yang baru di serap akan segera di angkut dari sel

mukosa ke sum-sum tulang untuk eritropoesis (Casey, 2010).

Kekurangan zat besi adalah gangguan hematologis yang paling umum ditemui dalam praktek

umum dan anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling sering terjadi di seluruh dunia.

Kehilangan darah adalah penyebab utama anemia defisiensi besi. Perdarahan gastrointestinal

adalah penyebab paling umum dari kekurangan zat besi pada pria dewasa dan yang kedua

adalah kehilangan darah saat menstruasi sebagai penyebab pada wanita. Anemia kekurangan

zat besi itu sendiri bukanlah penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang

mendasarinya (Rüfer A, Criblez D, Wuillemin WA, 2006).

Pada dasarnya, perkembangan terjadinya kekurangan zat besi dan kecepatan berlangsungnya

defisiensi zat besi ini tergantung pada cadangan zat besi awal yang ada pada tubuh tiap

individu. Umumnya nilai simpanan/cadangan zat besi pada wanita dewasa lebih rendah,

misalnya, mencerminkan efek merugikan dari menstruasi (sekitar 1 mg kehilangan zat besi

Page 8: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

per hari), asupan kalori yang lebih rendah, penggunaan zat besi tambahan, dan kekurangan

zat besi berhubungan dengan kehamilan dan menyusui ( sekitar 1000 mg masing-masing

untuk kehamilan, persalinan, dan menyusui) (Stanley, 2013).

Orang yang memiliki penyakit radang usus (IBD) berisiko tinggi untuk menderita anemia.

Salah satu alasan yang mendukung kejadian anemia ini adalah tidak adanya penyerapan

vitamin dan mineral karena peradangan atau diare. Jika usus tidak dapat menyerap zat besi,

folat, vitamin B12, dan nutrisi lain, tubuh tidak akan memiliki apa yang dibutuhkan untuk

membuat sel darah merah. Alasan lain untuk timbulnya anemia deifsiensi zat besi pada orang

yang memiliki IBD adalah kehilangan darah yang dapat terjadi dengan penyakit Crohn dan

kolitis ulserativa. Oleh karena itu, dengan berkurangnya jumlah darah didalam tubuh secara

terus-menerus, terutama dalam jumlah yang besar dan tidak dapat diisi ualng oleh tubuh

secara cepat, maka hal ini dapat menyebabkan anemia (Tresca, 2011).

Pasien dengan penyakit Crohn dan kolitis ulserativa (merupakan penyakit yang dipicu oleh

timbulnya radang usus) sering mengalami kehilangan darah pada saat BAB. Jumlah darah

yang hilang bervariasi tiap pasiennya. Perdarahan lebih umum terjadi ketika penyakit Crohn

dan kolitis ulverativ ini menyerang pada bagian usus besar daripada usus kecil. Selain itu,

malabsorpsi juga dapat berkontribusi dalam kekurangan zat besi. Hal ini terutama berlaku

bagi mereka yang memiliki penyakit Crohn pada usus kecil, karena usus kecil adalah organ

pencernaan yang erfungsi menyerap sebagian vitamin dan mineral dalam tubuh (Tresca,

2012).

Banyak kasus anemia dianggap ringan, tetapi bahkan penyakit anemia dalam tingkat ringan

sekalipun dapat menyebabkan gejala dan mungkin memerlukan pengobatan. Bentuk yang

lebih parah jarang terjadi namun dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, beberapa

diantaranya yaitu kerusakan organ atau gagal jantung (Harper, 2013). Gejala anemia pada

umumny adalah :

Kelelahan

Pusing

Iritabilitas

Mati rasa atau dingin pada tangan atau kaki

Kulit pucat

Sesak napas dan detak jantung yang cepat dengan tenaga ringan

Page 9: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

Nyeri dada (ini jarang terjadi) (Harper, 2013)

Ada beberapa jenis anemia, termasuk aplastik, kekurangan zat besi, kekurangan vitamin,

penyakit kronis, dan anemia hemolitik. Terapi pengobatan yang diberikan akan tergantung

pada jenis anemia dan penyebab yang mendasarinya. Jika anemia telah menyebabkan

perkembangan komplikasi lain, pengobatan mungkin diperlukan untuk masalah tersebut juga.

Anemia defisiensi besi adalah yang paling umum dan dapat disebabkan oleh kurangnya

makanan kaya zat besi, malabsorpsi zat besi, dan kehilangan darah. Jenis anemia dapat

diobati dengan meningkatkan jumlah makanan kaya zat besi dalam diet atau dengan

suplemen zat besi. Jika darah hilang akibat pendarahan internal, penyebab utama perdarahan

juga harus ditangani.

Pasien dengan anemia defisiensi zat besi dilaporkan memiliki tanda-tanda berikut (Harper,

2013) :

Mudah merasa lelah ketika melakukan kerja keras

Kram kaki saat naik tangga

Kinerja skolastik yang rendah

Intoleransi pada rasa dingin

Ketahanan terhadap infeksi berkurang

Disfagia dengan makanan padat (dari anyaman esofagus)

Membruknya gejala pada penyakit jantung atau penyakit paru

Temuan pada pemeriksaan fisik mungkin termasuk yang berikut (Harper, 2013):

Gangguan pertumbuhan pada bayi

Pucat pada membran mukosa (penemuan yang spesifik)

Kuku berbentuk sendok (koilonikia)

Lidah glossy, dengan atrofi papilla lingual

Splenomegali (pada kasus yang sudah berat, parah, dan tak terobati)

Pseudotumor cerebri (sebuah temuan langka di kasus yang parah)

Page 10: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

Pengobatan anemia defisiensi zat besi terdiri dari memperbaiki etiologi yang mendasarinya

dan pengisian kembali cadangan zat besi dalam tubuh. Pada Terapi zat perlu melihat hal-hal

sebagai berikut (Harper, 2013):

Garam besi besi oral adalah bentuk yang paling ekonomis dan efektif

Ferrous sulfat adalah garam besi yang paling umum digunakan

Penyerapan yang lebih baik dan morbiditas yang lebih rendah telah diklaim untuk

jenis garam besi lainnya

Toksisitas umumnya sebanding dengan jumlah besi yang tersedia untuk penyerapan

Gunakanlah terapi besi parenteral untuk pasien yang tidak mampu menyerap zat besi

oral denga baik (karena penykit GI) atau pada pasien yang anemianya sudah parah

meskipun sediaan yang memadai adalh zat besi oral

Terapi transfusi sel darah merah dikemas untuk pasien yang mengalami perdarahan

akut signifikan atau berada dalam bahaya hipoksia dan / atau insufisiensi koroner

Terapi Pemberian Zat Besi pada pasien IDA secara Oral, prenteral (IM) dan Transfusi

Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe

dapat secara peroral atau parenteral.

1. Terapi Oral

Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat,

fumarat, dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan

dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan

menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi

adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan

diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan,

meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%. Preparat besi harus terus

diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.

2. Terapi IM

Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan

untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.

Page 11: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

Indikasi parenteral:

Tidak dapat mentoleransi Fe oral

Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.

Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral

(colitis ulserativa).

Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.

Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa

3. Terapi Transfusi

Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam

penanganan anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang

sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara

umum untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb

Tubuh manusia sehat mengandung ±3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan

kompleks dengan protein. Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di

duodenum; makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Zat besi lebih mudah diabsorbsi

dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion

fero yang sudah diabsorbsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion

feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi ferritin

dan disimpan dalam sel mukosa usus. Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin

(protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah

pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sum-sum tulang dan absorbsinya

dipengaruhi oleh suasana asam lambung.

Besi dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi, maka preparat besi untuk pemberian oral

tersedia dalam bentuk berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat.

Ketiga preparat ini umumnya efektif dan tidak mahal (Tjay, 2007).

Page 12: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

Sediaan fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiansi fe.

Penggunakan diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan

keracunan besi.

Pemberian besi secara oral Vs Intravena pada Paisen IDA dengan IBD

1. Terapi Pemberian Oral

Besi oral biasanya cukup untuk pasien PGK non-dialisis atau pasien PGK peritoneal

dialisis dengan anemia defisiensi besi. Pada pasien dengan PGK tanpa hemodialisis,

terapi besi oral umumnya digunakan tetapi mempunyai beberapa kerugian antara lain

efek gastrointestinal dan replesi besi yang lama. Penelitian sebelumnya pada pasien

hemodialisis menunjukkan besi oral tidak adekuat untuk mengganti dan

mempertahankan simpanan besi. Hal ini disebabkan oleh sejumlah besi yang

diabsorbsi dari mukosa usus tidak akan cukup dibandingkan dengan peningkatan

permintaan besi yang ditingkatkan oleh eritropoesis pada pasien PGK yang juga

menerima EPO. Gejala gastrointestinal yang umum terjadi pada pemberian oral

adalah gejala dispepsia, konstipasi dan perut kembung (Cesare, 2010)

Efek yang merugikan dalam pemberian besi secara oral adalah dapat menyebabkan

iritasi pada lambung, juga mual, diare, dan/atau konstipasi . Jika efek samping terjadi,

dosis harus dikurangi, atau alternatif lain, garam besi lainnya dapat digunakan, tetapi

perbaikan dalam toleransi mungkin hanya dihasilkan pada kadar unsur besi yang lebih

rendah (Thorp, 2008 ; BNF, 2009).

Dosis oral yang dibutuhkan untuk mengisi kembali simpanan besi adalah 200 mg per

hari Sediaan besi oral antara lain ferrous gluconate, ferrous sulphate, dan ferrous

fumarat. Pemberian obat oral sangat sederhana, namun tidak efektif untuk kebanyakan

pasien hemodialisis. Berdasrkan penelitian,terdapat bentuk besi oral yang baru yaitu

Heme-Iron Polypeptide (HIP) yang berasal dari hidrolisis hemoglobin bovine.

Penelitian saat ini, Heme Iron Polypeptide (HIP) dengan terapi epoitin pada pasien

hemodialisa memperbaiki toleransi dibandingkan besi garam dan dapat

mempertahankan parameter besi sesuai nilai yang direkomendasikan tanpa

membutuhkan pemberian besi intravena.

Page 13: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

2. Terapi secara intra vena

Bila fe diberikan IV , cepat sekali di ikat oleh apoferitin ( protein yang membentuk

feritin ) dan di simpan terutama di dalam hati. Sedangkan setelah pemberian per oral

terutama akan di simpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari

pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan fe dalam

jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang atau

akibat penggunaan preparat fe dalam jumlah berlebihan yang di ikuti absorpsi yang

berlebihan pula.

3. Terapi secara Parenteral

Besi parenteral pertama diperkenalkan pada abad ke-20. Indikasi utama untuk terapi

besi parenteral adalah intoleransi terhadap besi oral, malabsorpsi usus dan daya

absorsi yang lemah di dalam lambung untuk sediaan zat besi oral Rüfer A, Criblez D,

Wuillemin WA, 2006). Pada tahun 1947, Nissim memperkenalkan besi sakarida

secara injeksi intravena dan menyimpulkan bentuk sediaan besi yang aman. Pada

tahun 1954, Baird dan Podmores memperkenalkan HMWD ID (high molecular

weight iron dextran) yang dapat diberikan secara intravena dan intramuskuler, namun

terjadi reaksi hipersensitivitas berat dapat terjadi pada HMDW ID.34 Pada tahun

1992, low molecular weight iron dextran (LMWID) dikeluarkan untuk terapi

intravena. Kemudian iron sucrose (IS) ditemukan di Amerika Serikat dan juga

digunakan di Eropa, dilaporkan keamanan penggunaannya hampir sama dengan FG.

Dalam 18 bulan terakhir, ditemukan 3 senyawa besi intravena yang baru untuk pasien

PGK. Dua sediaan yang diakui di Eropa yaitu FC ( ferric carboxymaltose) dan iron

isomaltoside (II), dan satu diakui di Amerika serikat yaitu ferumoxytol.

Pemberian zat besi parenteral bermanfaat untuk terapi dan pencegahan defisiensi zat

besi pada pasien hemodialisis yang secara efektif mengisi cadangan zat besi sumsum

tulang. Pemberian preparat besi parenteral diindikasikan pada keadaan : (1) untuk

koreksi defisiensi zat besi yaitu bila kadar feritin serum awal < 100 ng/ml, terutama

bila penderita akan mendapat terapi eritropoietin, (2) untuk keadaan defisiensi zat besi

fungsional, dimana pemberian eritropoietin memberikan respon suboptimal atau tidak

berespon sama sekali, (3) untuk keadaan defisiensi zat besi tetapi preparat besi per

oral tidak dapat ditoleransi oleh penderita. Terapi zat besi parenteral untuk mengatasi

Page 14: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

anemia defisiensi besi dibagi atas terapi besi fase koreksi dan terapi pemeliharaan

besi. Terapi besi fase koreksi bertujuan untuk koreksi anemia defisiensi besi absolut

dan fungsional, sampai status besi cukup yaitu feritin serum mencapai > 100 ng/L dan

saturasi transferin> 20%.

Pada dasarnya, terapi zat besi secara IV dan besi oral sama-sama efektif meningkatkan kadar

hemoglobin dalam kejadian anemia defisiensi besi. Tidak ada bukti yang meyatakan bahwa

terapi zat besi secara IV dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam waktu yang lebih

cepat. Pada penggunaan terapi oral, efek samping terapi ini mungkin terkait dengan

pemberian dosis untuk zat besi yang relatif tinggi. Namun, ada pula data yang menunjukkan

bahwa zat besi dosis rendah memiliki khasiat sebanding, dengan efek samping yang lebih

sedikit. Dalam kasus pengobatan anemia defisiensi zat besi yang disertai dengan IBD, baik

terapi oral maupun IV sama-sama efektif dan baik seta tidak ada bukti yang meyakinkan yang

menyatakan bahwa penggunaan zat besi oral mengaktifkan atau memperburuk gejala klinis

(Rizvi S, Schoen RE, 2011).

Page 15: MAKALAH NUTRISI MIKRONUTRIEN

BAB IV

PENUTUP

Penyakit GI adalah salah satu penyebab yang paling utama dari kejadian anemia

defisiensi zat besi (IDA) karena mengakibatkan penyerapan dari zat besi pada saluran cerna

(lambung dan usus) tidak dapat berlangsung secara maksimal. Dalam mengobati penyakit

anemia defisiensi zat besi yang disertai dengan penyakit GI dan IBD ini, ada dua terapi yang

dapat dilakukan yaitu pemberian secara oral dan perenteral. Penggunaan terapi oral ini

bermanfaat tapi memiliki efek samping yang buruk yaitu tidak dapat diabsorbsi pada saluran

lambung karena adanya penyakit GI. Sedangkan pada pemberian secara parenteral, proses

absorspi dan distribusi dari terapi zat besi ini lebih cepat dan lebih baik ditoleransi daripada

terapi oral. Berdasrkan keseimpulan dari jurnal, sediaan zat besi parenteral lebih bermanfaat

pada pasien IDA dengan IBD (terutama yang disebabkan karena penyakit GI) karena dengan

adanya penyakit IBD dan GI ini zat besi oral mungkin tidak cukup untuk mengatasi kejadian

anemia kronik. Namun berdasarkan jurnal lain dinyatakan bahwa dalam kasus pengobatan

anemia defisiensi zat besi yang disertai dengan IBD, baik terapi oral maupun IV sama-sama

efektif dan baik seta tidak ada bukti yang meyakinkan yang menyatakan bahwa penggunaan

zat besi oral mengaktifkan atau memperburuk gejala klinis. Oleh karena itu, dapat ditari

kesimpulan bahwa sebaiknya dalam pemberian keputusan terapi penggantian zat besi ini,

harus disesuaikan dengan keakutan dan keparahan penyakit IDA dengan IBD, sehingga

pemberian terapi zat besi tersebut dapat bermanfaat dan berefek dengan baik.