Makalah Muskulo Kelompok 3

58
 i ASUHAN KEPERAWATAN DAN TUMBUH KEMBANG ANAK (DDST) DENGAN KELAINAN KONGENITAL SISTEM MUSKULOSKELETAL POLIDACTILI, SYNDACTILI DAN CTEV (GENUVALGUM DAN GENUVARUS) Disusun oleh : Kelompok 3 Rafika Fransiska 131311123004 Rini Wahyuni Mohamad 1313111230 11 Yosina Martha I. T 131311123021 Achmad Luky Amanda 1313111230 35 Maria Nining Kehi 131311123060 Enggar Ratna Kusuma 131311123072 Happy Restu Widayati 131311123080 Rifantika Puspitasari 131311123068 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

Transcript of Makalah Muskulo Kelompok 3

ASUHAN KEPERAWATAN DAN TUMBUH KEMBANG ANAK (DDST) DENGAN KELAINAN KONGENITAL SISTEM MUSKULOSKELETAL POLIDACTILI, SYNDACTILI DAN CTEV (GENUVALGUM DAN GENUVARUS)

Disusun oleh :Kelompok 3Rafika Fransiska131311123004Rini Wahyuni Mohamad131311123011Yosina Martha I. T131311123021Achmad Luky Amanda131311123035Maria Nining Kehi131311123060Enggar Ratna Kusuma131311123072Happy Restu Widayati131311123080Rifantika Puspitasari131311123068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERSFAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2014

KATA PENGANTARPuji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Muskuloskeletal dan Tumbuh Kembang Anak (DDST) dengan Kelainan Kongenital Sistem Muskuloskeletal Polidactili, Syndactili, dan CTEV (Genuvalgum dan Genuvarus), tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas pembelajaran dari pendidikan mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.Dalam penulisan makalah ini penulis telah mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dalam hal materi maupun moril sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:1. Bapak Deni Yasmara, M.Kep, .Sp.Kep.MB selaku PJMA Keperawatan Muskuloskeletal, 1. Ibu Ilya Krisnana, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai fasilitator dan pembimbing1. Teman-teman angkatan B16 yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan asuhan keperawatan ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini untuk menjadi lebih baik lagi.Demikianlah makalah ini kami buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan terutama bagi kelompok kami dan mahasiswa Fakultas Keperawatan Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.

Surabaya, September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata PengantarIDaftar Isi .IIDaftar Gambar....IIIBAB 1 PENDAHULUAN0. Latar Belakang.10. Rumusan Masalah........20. Tujuan......2BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Konsep Polidactili..32.1.1 Konsep Teori Polidactili..................32.1.1 Konsep Teori Poldactili........32.1.1.1 Pengertian Polidactili............32.1.1.2 Etiologi..........42.1.1.3 Manifestasi Klinis.........62.1.1.4 WOC Polidactili...82.1.1.5 Klasifikasi.........92.1.1.6 Diagnosis......102.1.1.7 Penatalaksanaan.............112.1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Polidactili............112.1.2.1 Pengkajian.....................112.1.2.2 Diagnosis Keperawatan............122.1.2.3 Intervensi......................122.2 Konsep Syndaktili.....................152.2.1 Konsep Teori Sindaktili..........152.2.1.1 Pengertian Sindaktili.....152.2.1.2 Etiologi Sindaktili.........152.2.1.3 Patofisiologi Sindaktili......162.2.1.4 WOC Sindaktili ...........182.2.1.5 Tipe Sindaktili..............192.2.1.6 Klasifikasi Sindaktili ...212.2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Sindaktili...232.2.1.8 Komplikasi Sindaktili...242.2.1.9 Penatalaksanaan Sindaktili...242.2.1.10 Prognosis Sindaktili....252.2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Syndaktili...262.2.2.1 Pengkajian.....................262.2.2.2 Diagnosa Keperawatan.262.2.2.3 Intervensi Keperawatan....272.3 Konsep CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgumdan Genu Varus......................292.3.1 Konsep Teori CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) GenuValgum dan Genu Varus..........292.3.1.1 Definisi.........................292.3.1.2 Etiologi.........................292.3.1.3 Patofisiologi.................302.3.1.4 Manifestasi Klinis........312.3.1.5 WOC............................322.3.1.6 Pemeriksaan Diagnostik.......332.3.1.7 Penatalaksanaan...........342.3.1.8 Kompilkasi...................362.1.3.9 Prognosis......................362.3.2 Konsep Asuhan Keperawatan CTEV (Congenital Talipe Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus ..........362.3.2.1 Pengkajian............................362.3.2.2 Diagnosa Keperawatan.........392.3.2.3 Intervensi Keperawatan........39BAB 3 CONTOH KASUS3.1 Pengkajian.........................................................................................433.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................463.3 Intervensi..................................................................................47BAB 4 PENUTUP4.1 Kesimpulan.........................................................................................514.2 Saran...................................................................................................52DAFTAR PUSTAKA........................................................................53

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Polidactili.....................3Gambar 2.2 Pewarisan Sifat Autosom Dominan.............4Gambar 2.3 Polidactili Postaxial.....9Gambar 2.4 Tipe Polidactili Preaxial.......10Gambar 2.5 Polidaktili Sentral........10Gambar 2.6 Hasil Rontgent Polidactili........11Gambar 2.7 Sindaktili......................16Gambar 2.8 Sindaktili tipe I ...........20Gambar 2.9 Sindaktili tipe II (synpolydactyly) ......21Gambar 2.10 Simpel Sindaktili .......23Gambar 2.11 Simpel Kompleks ......23Gambar 2.12 Apert syndrome..........25Gambar 2.13 Perencanaan insisi untuk memisahkan simplecomplete sydactyly...............26Gambar 2.14 Bentuk kaki Bowleg dan Knock-Knee....30Gambar 2.15 AP dengan berbaring..34Gambar 2.16 Gambar AP dengan berdiri.....34Gambar 2.17 Pertumbuhan kaki normal .....35Gambar 2.18 Hasil radiologi dari KAFO....36

14

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Pada anak balita terdapat beberapa kelainan kongenital antara lain sindaktili, polidaktili dan CETV Genu Varum dan Genu Valgum. Sindaktili merupakan defek pada diferensiasi. Insiden Sindaktili terjadi pada 1 : 2.000 sampai 1 : 3.000 kelahiran. Defek ini dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dan 10 kali lebih sering terjad pada kulit putih daripada kulit hitam. Peleburan terjadi terbatas pada jaringan lunak diantara dua jari yang berdekatan (simpel atau kutaneus sindaktili) atau dapat menyertakan tulang, jaringan lunak dan struktur neurouskular (komplek sindaktili). Tipe-tipe pada sindaktili adalah diwariskan dengan pembawaan autosom dominan, dan kesamaan dari tipe tersebut dikenali dari silsilah (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).Polidaktili merupakan salah satu kelainan pertumbuhan pada jari sehingga terdapat jumlah jari pada tangan atau kaki lebih dari lima. Bila jumlah jarinya enam disebut seksdaktili, dan bila tujuh disebut heksadaktili. Polidaktili terjadi pada 1 dari 1.000 kelahiran. Polidaktili merupakan kebalikan dari oligodaktili (Muttaqin, 2008).Genu Varum adalah kelainan ekstrimitas bawah berupa melengkungnya tibia kearah lateral. Sedangkan Genu Valgum atau Knock-knee sama seperti Genu Varum namun lengkungannya ke arah medial. Lengkungan Genu Varum secara klinis terlihat ketika anak berdiri dengan posisi meleoli medial (tonjolan bundar pada kedua sisi pergelangan kaki) berlawanan satu sama lain dan jarak di antara lutut lebih besar kira-kira 5 cm. Sedangkan pada Genu Valgum lutut saling mendekat satu sama lain tetapi kaki terpisah jauh. Hal ini ditentukan secara klinis dengan menggunakan metode yang sama dengan Genu Varum tetapi dengan mengukur jarak di antara maleolus, yang kurang dari 7,5 cm.Pada anak dengan kelainan tulang kongenital sindaktili, polidaktili dan CETV Genu Varum dan Genu Valgum memerlukan observasi dan perhatian khusus untuk mendeteksi adanya kelainan pertumbuhan dan perkembangan. Sehingga diperlukan peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah keperawtan yang muncul pada anak dengan sindaktili, polidaktili dan CETV Genu Varum dan Genu Valgum.1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimanakah konsep teori Polidactili dan asuhan keperawatan Polidactili?2. Bagaimanakah konsep teori Syndaktili dan asuhan keperawatan Syndactili?3. Bagaimanakah konsep teori CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus dan asuhan keperawatan CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus?

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori Polidactili dan asuhan keperawatan Polidactili.2. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori Syndaktili dan asuhan keperawatan Syndactili.3. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus dan asuhan keperawatan CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Polidactili2.1.1 Konsep Teori Polidactili2.1.1.1 Pengertian PolidactiliPolydactyl berasal dari bahasayunani kuno (Polus) "banyak" dan (daktulos) "jari", juga dikenal sebagaihyperdactyly,adalahanomali kongenital fisikjari tangan atau kaki. Polidaktili adalah terjadinya duplikasi jari-jari tangan dan kaki melebihi dari biasanya (Muttaqin, 2008).Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P, yang dimaksud dengan sifat autosomal ialah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada pula yang resesif. Oleh karena laki-laki dan perempuan mempunyai autosom yang sama, maka sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan. Sehingga orang bisa mempunyai tambahan jari pada kedua tangan atau kakinya.Jari-jari yang lebih dari 5 pada manusia adalah suatu ketidaknormalan, dan polidaktili merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan duplikasi jari. Pada polidaktili, biasanya terdapat 6 jari pada setiap jari tangan, terkadang bisa lebih seperti 7 atau 8 jari.

Gambar 2.1 Polidactili

Gambar 2.2 Pewarisan Sifat Autosom DominanpppxPp normal polidaktiliF1Pp = polidaktili (50%)pp = normal (50%) Orang normal adalah homozigotik resesif pp. Pada individu heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbeda-beda, sehingga lokasi tambahan jari dapat bervariasi. Bila seorang laki-laki polidaktili heterozigotik menikah dengan orang perempuan normal, maka dalam keturunan kemungkinan timbulnya polidaktili ialah 50%.

2.1.1.2 EtiologiAdapun etiologinya yaitu sebagai berikut : a. Familial polydactyly b. Trisomi 13c. Trisomi 21Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya polidaktili antara lain :a. Kelainan Genetik dan KromosomDiturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu pasangan suami istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga polidaktili. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas polidaktili pada anaknya. b. Faktor TeratogenikDalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir). Di dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 434.1 (2001), teratogenik adalah sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan kecacatan tubuh pada kelahiran.Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik pada suatu organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak akan terjadi. Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan. Malformasi (kelainan bentuk) janin disebut terata, sedangkan zat kimia yang menimbulkan terata disebut zat teratogen atau teratogenik. Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam pembentukan sel, jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi pada fase organogenesis. Umumnya bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan golongannya yakni bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis.1) Faktor teratogenik fisikBahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena radiasi nuklir (misal pada tragedi chernobil di Ukraina) atau terpajan dengan agen fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai macam organ. Dalam menghindari terpaan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.

2) Faktor teratogenik kimiaBahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di negara-negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang dikenal dengan fetal alkoholic syndrome. Alkohol yang dikonsumsi ibu dapat turut masuk ke dalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan terjadi penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menyebabkan bayi mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu dilahirkan. Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik. Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek teratogenik. 3) Faktor teratogenik biologisAgen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu hamil. Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek teratogenik.

2.1.1.3 Manifestasi Klinisa. Jumlah jari lebih dari normal (lima) yang ditemukan sejak lahir.b. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki.c. Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat melekat sampai ke tulang.d. Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat jari lainnya.e. Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.

Faktor PenyebabKelainan genetik dari kromosomFaktor teratogenikFisikKimiaBiologisBawaan dari orang tuaRadiasi, sinar-XObat-obatan, polutan, alkoholVirus, rubella, TORCHMutasi pd genGgn.proses pembentukan organMalformasi (kelainan bentuk)Perubahan formasi sel, jaringan, organTerjadi duplikasi jaringan lunakKelainan kongenitalpolidaktiliteratogenesisPre operasiPost operasiPenambahan jariansietasLuka operasiResiko tinggi infeksiKerusakan integritas kulitKontak dgn bakterinyeriKurang pengetahuanKetidaktahuan keluarga mengenai penyakitGgn. Konsep Diri (citra diri)Menolak atas kelainan diri2.1.1.4 WOC Polidactili

2.1.1.5 Klasifikasia. Polidaktili postaxial Duplikasi pada jari kelingking. Pada tipe A, jari tambahan tumbuh penuh. Pada tipe B, jari tambahan tumbuh tidak sempurna dan bercabang. Seeorang dengan polidaktili tipe A dapat menghasilkan keturunan dengan polidaktili tipe A atau B, sedangkan seseorang dengan polidaktili tipe B dapat menghasilkan keturunan dengan hanya polidaktili tipe B.

Gambar 2.3 Polidactili Postaxial

b. Polidaktili preaxial : duplikasi pada ibu jariTahap penyatuan tulang, Wassel mengklasifikasikan polidaktili ibu jari menjadi 7 tipe. 1) Tipe I, phalanx distal bercabang (sangat jarang , 2 %)2) Tipe II, phalanx distal berduplikasi (15 %)3) Tipe III, phalanx proksimal bercabang tetapi phalanx distal berduplikasi (6 %)4) Tipe IV sering terjadi (43 %), baik phalanx proksimal maupun phalanx distal berduplikasi 5) Tipe V (10 %), metakarpal dari ibu jari bercabang, dan kedua phalanx distal dan proksimal berduplikasi 6) Tipe VI (4 %) metakarpal ibu jari dan kedua phalanx distal dan proksimal berduplikasi7) Tipe VII (20 %) ibu jari hanya memiliki 3 ruas phalanx.

Gambar 2.4 Tipe Polidactili Preaxial

c. Polidaktili sentral : duplikasi dari jari telunjuk, jari tengah dan jari manis dihubungkan pada polidaktili sentral atau axial.

Gambar 2.5 Polidaktili Sentral2.1.1.6 DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa cara sebagai berikut :a. Anamnesis :1) Apakah ada anggota keluarga yang dilahirkan dengan jari tambahan? 2) Apakah ada riwayat keluarga dengan kelainan yang berhubungan dengan polidaktili?3) Apakah ada gejala lain?b. Pemeriksaan FisikTerlihat adanya jari tambahan (inspeksi).c. Pemeriksaan Penunjang1) Analisa kromosom2) Rontgen

Gambar 2.6 Hasil Rontgent Polidactili2.1.1.7 Penatalaksanaana. Tindakan pembedahan Tindakan pembedahan untuk mengangkat jari tambahan biasanya dilakukan untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul akibat polidaktili. Pengangkatan jari tambahan di jempol kaki merupakan prosedur tersering karena implikasi kosmetik dan kenyamanan saat memakai sepatu. Bila jari berlebihan hanya berupa gumpalan daging, biasanya tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, tapi mungkin anak menjadi malu atau minder. Tindakan operasi biasanya dilakukan saat usia telah mencapai 1 tahun.b. Pemeriksaan Rontgen Diperlukan untuk menentukan apakah jari tambahan mengandung struktur tulang, dan untuk menentukan perubahan yang dapat terjadi saat operasi.

2.1.2 Asuhan Keperawatan2.1.2.1 Pengkajiana. Anamnesis Mengenai riwayat keluarga, apakah orangtua ada yang mengalami polidaktili.b. Riwayat prenatal-postnatalApakah selama hamil ibu minum alkohol, terpapar sinar-X, terkena TORCH.c. Riwayat kelahiran serta berat badan lahir.d. Pemeriksaan fisik Dilakukan keseluruh tubuh untuk menggali adanya kelainan atau anomali lainnya dibagian tubuh lain. Pemeriksaan fisik dengan dilakukan secara sistematik, dengan cara inspeksi yaitu terlihat adanya jari tambahan.Berikut adalah pemeriksaan yang harus dilakukan :1) Catat dan dokumentasikan nomor jari tangan yang mengalami gangguan, keterlibatan jaringan yang mengalami penambahan, penyatuan, panjang setiap jari, dan tampilan dari kuku.2) Pengambilan foto pada tangan terutama pada saat pertama kali kunjungan biasanya sangat membantu diagnosis.3) Lakukan pergerakan pasif untuk memeriksa adanya penambahan tulang dengan penambahan jaringan lunak.4) Periksa dengan mempalpasi adanya polidaktili yang tersembunyi.5) Tingkat anomali dari struktur tendon dan neurovaskular mencerminkan kompleksitas dari polidaktili. Adanya kondisi polidaktili komplet atau kompleks biasanya melibatkan bagian distal dari falang (jari ).6) Selalu melakukan pemeriksaan radiografi untuk membantu identifikasi anomali lainnya.2.1.2.2 Diagnosis Keperawatana. Pre Operasi1) Gangguan konsep diri berhubungan dengan anomali kongenital/ perubahan bentuk tubuh (kaki/tangan)2) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenai penyakit atau pengobatan.b. Pasca Operasi1) Nyeri berhubungan dengan luka pascaoperasi2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan2.1.2.3 Intervensia. Pre Operasi1) Gangguan konsep diri berhubungan dengan anomali kongenital / perubahan bentuk tubuh (kaki/tangan)Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat menunjukkan harga diri16 dengan mengungkapkan penerimaan diri secara verbal.Intervensi :a) Dorong klien mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai bagaimana individu merasakan, memikirkan atau memandang dirinya.b) Dorong klien untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosis kesehatan.c) Beri informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikand) Hindari kritik negativee) Beri privasi dan keamanan lingkunganf) Dorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang mendukungg) Perjelas adanya kesalahan konsep klien mengenai diri, perawatan atau pemberi perawatan2) Ansietas berhubungan dengan dengan rencana pembedahanTujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatanIntervensi :a) Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasienb) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan ketakutannyac) Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medisd) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan3) Kurang pengetahuan b/d ketidaktahuan keluarga mengenai penyakit atau pengobatan.Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pengetahuan klien terhadap penyakit bertambah.Intervensi :a) Berikan informasi tentang proses penyakit.b) Cek keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien memahami penanganan yang dianjurkan dan informasi yang relevan lainnyac) Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien dan pahami isinyad) Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi khususb. Pasca Operasi1) Nyeri berhubungan dengan luka pasca operasiTujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam, diharapkan nyeri klien berkurang bahkan hilangIntervensi :a) Kaji skala nyeri klienb) Ajarkan strategi relaksasi distraksi untuk managemen nyeric) Tanyakan pada anak apa yang meredakan nyeri dan apa yang membuatnya lebih burukd) Tingkatkan rasa aman dengan penjelasan dan kesempatan untuk memilihe) Jelaskan pada anak bahwa dia dapat dialihkan perhatiannya dari prosedur jika hal itu yang diinginkanf) kolaborasi terapi analgesik2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahanTujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam, diharapkan klien menunjukkan penyembuhan jaringan progresif.Intervensi :a) Pantau kulit dari adanya ruam dan lecetb) Bersihkan kulit saat terkena kotoranc) Minimalkan terpajannya kulit pada lembabd) Jadwalkan mandi untuk pasien, gunakan pembersih yang ringane) Gunakan lapisan pelindung, seperti krim atau bantalan penyerap kelembapan untuk menghilangkan kelebapan yang berlebihan, jika memungkinkanf) Ganti posisi dengan hati-hati untuk menghindari cedera pada kulit yang rentang) Pantau status gizi dan asupan makanan

2.2 Konsep Syndaktili2.2.1 Konsep Teori Sindaktili2.2.1.1 Pengertian SindaktiliSindaktili merupakan defek pada diferensiasi (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).Sindaktili adalah kondisi terdapatnya tidak adanya atau pembentukkan inkomplet jeda jarak diantara dua jari-jari (Brunner, et al, 2007).Sindaktili merupakan kegagalan pemisahan antara jari-jari yang berdekatan yang menghasikan adanya jaringan pada jari-jari (Hurley, 2011).

Gambar 2.7 Sindaktili

2.2.1.2 Etiologi SindaktiliKegagalan prosese resesi dari pembelahan jari-jari (webbing) pada pasien sindaktili masih belum diketahui. Riwayat keluarga didapatkan 15%-40% kasus. Pola pewarisan genetik ditemukan pada pasien sindaktili tanpa berhubungan dengan kondisi lain. Sindaktili merupakan tipe autosom dominan dengan variable pentrance (Herring, 2013). Sindaktili terjadi karena mutasi, predisposisi keluarga yang mengindikasikan adanya pola autosom dominan. Sindaktili juga berhubungan dengan sindrom spesifik seperti Apert syndrome (Kenner, 2013).Sindaktili erhubungan dengan sindrom craniofacial seperti Apert Sydrome atau acrocephalosyndactyly. Poland syndrome dan constriction bund syndrome (Parvizi, 2010).

2.2.1.3 Patofisiologi SindaktiliPada ibu hamil yang mengkonsumsi obat mempunyai resiko bayi mengalami malformasi jari-jari. Terdapat dua kategori obat yang meningkatkan risiko tersebut yaitu antikonvulsan dan antiasmatik (Kallen, 2014).Sindaktili merupakan hasil kegagalan dari diferensiasi dan diklasifikasikan oleh klasifikasi embriologi pada anomali kongenital yang diadopsi dari International Federation for Societies for Surgery of the Hand (Hurley, 2011). Secara embriologi jari-jari tumbuh dari kondensasi mesoderm dalam dasar perkembangan upper limb. Selama kehamilan 5-6 minggu, terbentuk pembelahan antar jari melalui proses apoptosis atau programed cell death, bermula pada ujung jari dan diteruskan ke arah distal serta proksimal. Daerah ektodermal meregulasi proses embriologi ini dalam kombinasi dengan faktor pertumbuhan, protein morfogenetik tulang, perubahan faktor pertumbuhan, produksi gen. Terjadinya kegagalan pada proses ini dapat terjadi sindaktili (Hurley, 2011). Terdapat lima perbedaan fenotip pada sindaktili tangan, dengan menyertakan kaki atau tidak. Pada semua tipe merupakan warisan ciri pembawaan autosom dominan serta keseragaman dari tipe yang dikenali dalam silsilah. Tipe genetik dari sindaktili akan berbeda dari sindaktili yang berhubungan dengan congenital constricting bands, kondisi non-mendel. (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005). Jenis kelamin yang biasanya terkena sindaktili adalah laki-laki daripada perempuan serta kulit putih lebih rentan terkena daripada kulit hitam atau orang Asia (Hurley, 2011).Pada permasalahan keluarga tersebut, sindaktili berhubungan dengan bermacam-macam anomali dan sindrom malformasi. Sindaktili biasanya terjadi pada acrocephalo (poly) syndactyly syndrome yang berdengan kekhasan abnormal pada craniofasial. Pada Apert Syndome (acrocephalosyndactyly tipe I), multipel progresif syostose meliputi phalax distal (biasanya pada jari ke-3 dan 4) dan akhir proksimal pada metakarpal (ke-4 dan ke-5) pada kedua tangan. Perlekatan osseus pada jari ke-2 sampe ke-4, kuku tunggal terdapat pada masa tulang yang menonjol. Perlekatan karpal progresif sympalangism dan khas dari konfigurasi ibu jari tangan pendek dan meluas distal phalanx dengan deviasi radial serta pendek, betuk delta proximal phalanx (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).Sindaktili kutaneus pada jari ke-2 hingga 5 dan jari-jari kaki biasanya ditemukan. Manifestasi pada kaki meliputi perlekatan progresif tarsal , toe syphalangism, da jari-jari kaki sangat pendek dengan deformitas varus (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).Tipe acrocephalosyndactyly pada tangan dan tulang tengkorak terjadi perubahan ringan. Pada Saethre-Chotzen syndrome (acrocephalosyndactyly tipe III), sindaktili kutaneus parsial khasnya adalah pada jari tanga ke-2 dan 3 serta pada jari kaki ke-3 dan 4 dengan ibu jari normal (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).Pada Pfeiffer syndrome (acrocephalosyndacytyly tipe V) autosom resesif, dimana terdapat banyak macam dari ekspresi fenotip dengan perubahan dari ringan hingga berat pada medekati yang dijumpai pada Apert syndrome (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

2.2.1.4 WOC Sindaktili

Kegagalan proses pembelahan jari dan apoptosisRiwayat sindaktili pada keluargaPewarisan gen autosom dominanSindrom craniofacialKonsumsi obat antikonvulsan dan antiasmatikMutasi genKegagalan perkembangan jariMalformasi jariSindaktili Ekspresi gen autosom dominanFenotip pada sindaktiliTipe sindaktiliTipe ILokus 2q34-q36Perlekatan komplit atau parsial pada jari ke-3 dan 4Perlekatan tulang pada phalanx distalPada kaki diantara jari ke-2 dan 3Tipe IIMutasi pada gen HOXD13 lokus 2q31-q32Pada jari ke-3 dan 4 duplikasi pada jari ke-3 dan 4 dalam selaput diantara jari-jariPada kaki jari ke-4 dan ke-5 duplikasi ada kelima jari kaki denngan selaput dantara jari kakiTipe IIIKomplit dan sindaktili jaringan lunak bilateral diantara jari ke-4 dan ke-5Perlekatan ossues tulang jari distalJari-jari pendek, dasar, atau tidak ada pada jari ke-5 bagian tengahTipe IVTangan seperti mangkokTidak ada perlekatan tulangPada kaki lebih kompleksTipe VJarang ditemukanMempengaruhi jari ke-3 dan 4 serta jari kaki ke-2 dan 3KlasifikasiSimpel sindaktiliPerlekatan pada jaringan lunak dan kulitSindaktili kompleksPerlekatan melibatkan tulang, jar.lunak, dan struktur neurovaskarSindaktili parsialMelibatkan daerah proksimal pada jari tanganSndaktili komplitMemanjang keseluruh sampai ujung jariComplicated SyndactylyTulang yang abnormal diantara jari-jariAcrosyndactylyPerlekatan hanya melibatkan bagian distal pada jari tanganPenatalakasanaanBedah MK Pre-op:Kecemasan orang tuaKurang pengetahuan orang tua tetang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatanTerdapat luka pembedahanStimulus pengeluaran neurotransmitter nyeriPort de entree bakteriMK: Nyeri akutMK: Kerusakan integritas kulitMK: Risiko infeksiNon bedah

2.2.1.5 Tipe Sindaktilia. Sindaktili Tipe IPada sindaktili tipe I terdapat perlekatan yang kuat komplit atau parsial seperti pada perlekatan kutan diantara jari ke-3 dan ke-4, kadang terdapat pula perlekatan tulang pada tulang jari (phalanx) distal. Pada kaki biasanya sindaktili terjadi diantara jari kaki ke-2 da ke-3. Kejadian sindaktili tipe I terjadi tanpa dihubungkan dengan adanya anomali limb, Poland compelx, atau amniotic bands yang diperkirakan terjadi pada 3/10.000 bayi baru lahir. Sindaktili tipe I lokus pada 2q34-q36 (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

Gambar 2.8 Sindaktili tipe I pada bayi laki-laki. (a) komplit (tangan kiri) dan parsial (tangan kanan) peyatuan diantara jari tangan ke-3 dan 4. b. Sindaktili Tipe IIPada sindaktili tipe II (synpolydactyly) biasanya sindaktili pada jari ke-3 dan ke-4 berhubungan dengan duplikasi pada jari 3 atau 4 dalam selaput diantara jari-jari. Pada kaki selalu menunjukkan terjadi sindaktili pada jari kaki ke-4 dan 5 dengan duplikasi pada kelima jari kaki pada selaput diantara jari-jari kaki. Aplasia atau hipoplasia pada tulang jari bagian tengah pada kaki dapat ditemukan. Fenotip ini disebabkan oleh adanya mutasi di dalam gen HOXD13 dipetakan pada 2q31-q32 (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

Gambar 2.9 Sindaktili tipe II (synpolydactyly) (a) sindaktili distal pada jari ke-3 dan 4 degan duplikasi jari tangan ke-4. (b) (c) sindaktili jaringan lunak diantara jari k-3 dan 4 dngan duplikasi pada jari ke4 yang lekat. Jari tangan tambahan hanya sebagian terbentuk dan menyatu dengan jari ke-4. (c) malformasi komplek yang terlihat, bercerangah metakarpal ke-3 dengan duplikasi pada jari tangan ke-3, proksimal dan distal sinostosis pada jari tambahan dengan ke-4. Kaki juga ikut terpengaruh. Keberagaman pada defek yang ditunjukkan secara klinis pada keluarga yang sama dijumpai secara signifikan dengan individu yang menunjukkan ciri-ciri tipe pada sinpolidaktili, yang lainnya menunjukkan kedua pre dan postaxial polidaktili atau postaxial polidaktili tipe A dan masih termanifestasi berat fenotip yang kosisten dengan homozigot. Manifestasi klinis pada fenotip homozigot meliputi tangan yang sangat kecil dan kaki dengan jari-jari pendek. Sindaktili jaringan lunak komplit meliputi semua empat limbs, polidaktili komplit, distorsi pada tulang panjang di tangan dan kaki serta tulang carpotarsal (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).c. Sindaktili Tipe IIIPada sindaktili tipe III (ring and little finger syndactyly) biasanya komplit dan sindaktili jaringan lunak bilateral diantara jari ke-4 dan ke-5. Kadang-kadang perlekatan ossues pada tulang jari distal terjadi. Terjadinya ketidakadaan, pendek atau dasar pada phalanx ke-5 bagian tengah merupakan bagian dari fenotip. Pada kaki tidak termasuk dalam sindaktili tipe III dan adanya kejang paraplegia di dalam keluarga yang sama lebih dari multipel generasi mengangkat kemungkinan bahwa adanya dua gen yang berhubungan. Hubungan tersebut terbukti bahwa isolasi sindaktili tipe III ditentukan oleh adanya mutasi gen di dalam 6q22-q24, dimana pada gen tersebut untuk oculodentodigital syndrome. Ciri-ciri yang diwariskan sama autosom dominan dengan transmisi laki-laki ke laki-laki (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).d. Sindaktili Tipe IVPada sindaktili tipe IV tidak terdapat sindaktili kutaneus komplit pada seluruh jari di kedua tangan yang dihubungkan dengan pre- atau postaxial hexadactyly (jari-jari tambahan yang berkembang sepenuhnya dengan duplikasi metakarpal komplit). Flexi pada jari-jari membuat tangan berbentuk mangkok. Sindaktili tipe IV tidak terdapat perlekatan tulang. Sindaktili kutaneus parsial pada jari kaki 2 dan 3 dapat terjadi. Sindaktili tipe IV dengan hexadactyly pada kaki berbeda dan lebih kompleks pada malformasi lower limbs lainnya seperti aplasia tibia (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).e. Sindaktili Tipe VSindaktili tipe V jarang ditemukan, jarinagan lunak sindaktili terjadi berhubungan dengan metakarpal dan metatarsal sinostosis. Sindaktili jaringan lunak biasanya mempengaruhi jari-jari tangan ke-3 dan 4 serta jari-jari kaki ke-2 dan 3 tetapi tidak dapat lebih luas. Metakarpal dan metatarsal biasanya melibatkan jari ke-4 dan 5 (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

2.2.1.6 Klasifikasi Sindaktili Sindaktili kongenital diklasifikasikan berdasarkan pada keterlibatan jari-jari dan karakter dari jaringan yang bergabung (Hurley, 2011).a. Simpel SindaktiliPerlekatan terbatas pada jaringan lunak dan kulit diantara dua jari tangan yang berdekatan (simple atau kutaneus sindaktili).

Gambar 2.10 Simpel Sindaktili pada anak 1 tahun (laki-laki). Jaringan lunak menempel pada daerah distal akhir jari ke-4 dan ke-5.b. Sindaktili KomplekSindaktili atau perlekatan yang melibatkan tulang, jaringan lunak, dan struktur neurovaskuler (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005)

.Gambar 2.11 Sindaktili kompleks dengan perlekatan diantara jari tangan ke-4 dan 5 meliputi jaringan lunak dan tulang keduanya. Sindaktili pada kasus ini merupakan parsial karena hanya melibatkan bagian proksimal pada jari tangan (proximal phalanges). Pada temuan selanjutnya meliputi adanya defisiensi proksimal ke-4 metakarpal dan penyatuan karpal antara lunate triquetrum.c. Sindaktili ParsialSindaktili yang melibatkan daerah proksimal pada jari-jari tangan disebut sindaktili parsial (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

d. Sindaktili KomplitSindaktili yang memanjang kearah ujung dari seluruh panjang jari-jari tangan disebut sindaktili komplit (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005). e. Complicated SyndactylyTulang yang abnormal diantara jari-jari (Hurley, 2011).f. AcrosyndactylyAcrosyndactyly adalah perlekatan yang hanya melibatkan bagian distal pada jari-jari tangan (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005).

2.2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Sindaktilia. RadiologiPlain radiograph pada jari atau tangan yang terdampak dapat diperoleh secara akurat klasifikasi sindaktili dan untuk mengkaji adanya perlekatan tulang atau penempatan aksesoris tulang (Hurley, 2011).Proyeksi AP dan oblique (Scanderbeg & Dallapiccola , 2005):1) Jaringan komplit atau parsial antara jari ke-3 dan 4 dengan atau tanpa perlekatan tulang pada akhir distal, tipe I sindaktili.2) Sindaktili pada jari tangan ke-3 dan 4 menyambung, sindaktili pada jari kaki ke-4 dan 5 dengan duplikasi pada jari ke-5 dalam jaringannya, aplasia/hipoplasia pada phalanx tengah jari kaki (sindaktili tipe II).3) Sindaktili jaringan lunak bilateral pada jari tangan ke-4 dan dengan atau tanpa perlekatan tulang pada akhir distal, hipoplasia pada phalanx tengah ke-5 (sindaktili tipe III).4) Sindaktili perlekatan jaringan lunak bilateral pada seluruh jari-jari tangan, preaxial atau postaxial hexadactili (sindaktili tipe IV).5) Perlekatan jaringan lunak pada jari-jari ke-3 dan 4 dan jari kaki ke-2 dan 3, metakarpal dan metatarsal sinostosis (sindaktili tipe V).6) Sindaktili kutaneus bilateral pada jari ke-2 sampai 5 pada tangan dan kaki dengan perlekatan tulang pada tulang jari distal, sinostosis proksimal akhir metacarpal atau metatarsal, perlekatan karpotarsal, ibu jari pendek dan deformitas dan jari kaki besar (Apert syndrome).

Gambar 2.12 Apert syndrome7) Sindaktili kutaneus pada jari tangan ke-2 dan 3 serta pada kaki jari ke-3 dan 4 (Saethre-Chotzen syndrome). 2.2.1.8 Komplikasi SindaktiliKomplikasi dari pembedahan yang kurang baik adalah dilakukannya pembedahan ulang pada anak-anak (Herring, 2013).

2.2.1.9 Penatalaksanaan Sindaktilia. Penatalaksanaan Kolaboratif Orang tua pasien dengan sindaktili diinstruksikan untuk melakukan physical therapy yaitu masase pada kulit yang menyatu. Masase daerah yang menyatu sebelum pembedahan tujuannya untuk meregangkan kulit sehingga dapat diperbaiki lebih mudah (Kenner, 2013).b. Penatalaksanaan Non-BedahPenatalaksanaan non-bedah dipertimbangkan untuk sindaktili ringan, inkomplit yang sederhana. Pemilihan non-bedah juga dipilih pada kasus sidaktili yang rumit (Compicated Syndactyly) yang biasanya disebut superdigit atau pada kasus polisindaktili kompleks kaena kesulitan dalam mencapai perbaikan fungsi yang optimal setla dilakukan pembedahan. Pada sindaktili simple complete tidak dianjurkan penatalaksanaan non-bedah (Hurley, 2011).c. PembedahanPembedahan menakutkan karena risiko komplikasi paa kaki lebih banyak daripada tangan. Postoperasi tidak menjamin jarak antara jari kering diantara jari-jari, pada akhirnya dapat memicu potensi adesi pada luka dan pembentukan skar yang dapat menyebabkan masalah fungsi (Brunner, et al, 2007). Pertimbangan pembedahan yaitu (Hurley, 2011):a. Jari-jari yang berbeda harus dilepas segera untuk mencegah deformitas dan gangguan pertumbuhan pada jari-jari.b. Penutup sekitar kulit digunakan untuk membentuk batas dan mencegah kontraktur skar.c. Pembungkus lateral zigzag digunakan untuk mencegah kontraktur skar longitudinal.d. Pembungkus untuk mempercepat penutupan kulit, mengurangi tekanan disekitar pembungkus, dan memperindah estetik dari jari-jari yang direkonstruksi.

Gambar 2.13 Perencanaan insisi untuk memisahkan simple complete sydactyly (A) Dorsal (B) Volar. (C) Jari-jari dipisahkan. (D) komusira intedigital. (E) Pemisahan sudah selesai.

2.2.1.10 Prognosis SindaktiliPrognosis dari sindaktili adalah bagus dengan fungsi dan bentuk normal, kecuali pada kasus sindaktili kompleks yang melibatkan tulang, pembuluh darah, jaringan saraf. Pada kasus tersebut berhubungan dengan kehilangan fungsi setelah operasi (Kenner, 2013).

2.2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sindaktili2.2.2.1 PengkajianIdentitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, suku, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, tanggal masuk tanggal pengkajian. Biasanya banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Terdeteksi adanya kelainan umumnya sejak baru lahir. Terdapat riwayat keluarga dengan sindaktili. Inspeksi ditemukan adanya perlekatan kulit diantara sela-sela jari-jari tangan/kaki atau keduanya. Pada sela jari ke-3 yang lebih banyak terjadi (50%), jari ke-4 30%, jari kedua 15%, dan pertama 5%. Terdapat sindaktili dari sedang hingga berat. Pada derajat yang berat melibatkan komplit kutaan dan perlekatan tulang sepanjang 2 jari sampai kuku, hingga mempunyai satu kuku (hudgins, Louanne, et al, 2014).

2.2.2.2 Diagnosa Keperawatana. Diagnosa Pre-Operasi1. Kecemasan orang tua berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan.2. Kurang pengetahuan orang tua tetang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.b. Diagnosa Post-Operasi1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi sekunder dari tindakan pembedahan.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan struktur kulit sekunder dari tindakan pembedahan.3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi sekunder dari tindakan pembedahan.

2.2.3 2.2.2.3 Intervensi KeperawatanTabel 2.1 Intervensi KeperawatanNoDiagnosa KeperawatanTujuan dan kriteria HasilIntervensi KeperawatanRasional

1Kecemasan orang tua berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, cemas berkurang degan kriteria hasil: Orang tua klien mengatakan sudah tidak cemas Tidak sering bertanya tentang kondisi anaknya Mengatakan siap untuk dilakukan pembedahan 1. Kaji kecemasan2. Berikan informasi yang akurat dan berikan penjelasan tindakan3. Diskusikan penundaan pembedahan dengan doter, anatesiologi, dan keluarga1. Kecemasan dapat mengakibatkan reasi stress2. Memberikan penjelasan tentang prosedur dapat menambah pengetahuan tentang tindakan sehingga dapat mengurangi kecemasan prosedur3. Apabila rasa cemas berlebihan

2Kurang pengetahuan orang tua tetang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pengetahuan meningkat, dengan kriteria hasil: Orang tua klien mengatakan mengetahui tentang kondisi anaknya - Orang tua klien mengatakan mengetahui tentang penyakit anaknya1. Kaji pegetahuan orang tua pasien tentang penykit dan kondisi anaknya2. Berikan penjelasan tentang penyakit anak1. Untuk memberikan informasi tentang penyakit anak2. Meningkatkan pengetahuan orangtua

3Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi sekunder dari tindakan pembedahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri akut dapat berkurang, dengan kriteria hasil: Skala nyeri grimace anak menunjukkan nyeri sedang sampai ringan Anak tidak menangis, gelisah, dan rewel RR dalam rentang normal yaitu 28 kali/menit Nadi dalam rentang normal yaitu 100x/ menit1. Kaji nyeri menggunakan skala nyeri 2. Berikan posisi yang nyaman3. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesik1. Mengetahui tingkat nyeri 2. Posisi yang nyaman mengurangi stimulus nyeri dari luar3. Untuk mendapatkan terapi dan dosisi yang sesuai untuk anak-anak

4Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan struktur kulit sekunder dari tindakan pembedahan.Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, kerusakan integritas kulit berkurang, dengan kriteria hasil: Jahitan mulai menyatu Tidak terdapat pus Tidak ada tanda-tanda infeksi1. Kaji daerah sekitar luka apakah ada pus atau jahitan basah2. Periksa luka secara teratur dan catat karakteristik integritas kulit3. Rawat luka dan jahitan dengan teknik aseptik4. Perhatikan intake nutrisi klien1. Deteksi dini terjadina gangguan proses penyembuhan2. Menilai perkembangan luka 3. Mencegah infeksi dan transmisi bakteri pada jahitan dan luka4. Kebutuhan protein sangat penting untuk pertumbuhan jaringan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka

5Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi sekunder dari tindakan pembedahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi infeksi, dengan krteria hasil: Suhu ubuh normal yaitu 36 0celcius Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa) dan tidak terdapat pus Anak tidak rewel1. Lakukan rawat luka sesuai kebutuhan pasien dengan teknik steril2. Kaji kondisi luka setiap merawat luka3. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik1. Pencegahan transmisi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada luka dan jahitan2. Mengidentifikasi adanya pus dan tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa)3. Pemberian antibiotik untuk pencegahan transmisi mikroba pada luka dan jahitan

2.3 Konsep CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus 2.3.1 Konsep Teori CTEV (Congenital Talipes Equinovarus) Genu Valgum dan Genu Varus 2.3.1.1 DefinisiGenu Varum (bowleg) merupakan melengkungnya tibia kearah lateral. Kaki melengkung seperti busur unilateral atau asimetris yang terjadi setelah usia 2 sampai 3 tahun, terutama pada anak kulit hitam, dapat menunjukkan adanya kondisi patologis yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut.Genu Valgum (Knock-knee), tampak berlawanan dengan Genu Varum. Genu Valgum merupakan lutut saling mendekat satu sama lain tetapi kaki terpisah jauh.. Knock-knee yang berlebihan, asimetris, disertai dengan pemendekan tinggi tubuh, atau terjadi pada anak yang mendekati masa pubertas memerlukan evaluasi lebih lanjut.

(a) (b)Gambar 2.14 Bentuk kaki (a) Genu Varum; (b)Genu Valgum

2.3.1.2 EtiologiPenyebab Genu Varum dan Genu Valgum antara lain :a. Posisi tidur yang salahApabila berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan gangguan rotasi dan bentuk tungkai.b. Kebiasaan duduk yang salahc. Pemakaian popok sekali pakai dalam waktu yang lamaDapat membuat anak sulit untuk menemukan posisi kaki yang stabil.d. Pemakaian babywalkerAnak belum kuat untuk menopang berat badannya memaksa salah satu kaki, sehingga tungkai bawah dan pegelangan kaki yang terlatih maka ketidakseimbangan kekuatan otot terjadi.e. Kebiasaan menggendong yang salahTerbentuknya Genu Valgum (kaki X) dan Genu Varum (kaki O) disebabkan oleh :a. Jenis KelaminPerempuan lebih sering mengalami Genu Valgum karena perempuan mempunyai pelvis yang lebih luas daripada pria serta dan relatif paha pada wanita lebih pendek daripada pria. b. ObesitasPada anak yang obesitas cenderung memiliki bentuk Genu Varum karena kaki menopang berat badan yang berlebih.

2.3.1.3 PatofisiologiPada saat anak mulai berjalan dan usia 1,5 2 tahun, sudut lutut biasanya berbentuk O. Batasan 8 derajat dan dianggap normal dengan jarak ukuran 4 cm dari kedua lututnya. Pada usia 3 4 tahun kaki balita cenderung berubah seperti huruf X. Bentuk lututnya searah ke depan, juga tidak lebih dari 8 derajat dengan jarak sekitar 4 cm antara kedua mata kaki. Tidak ada rotasi berlebihan dengan derajat yang akan berkurang hingga mencapai usia 6 tahun.Pada keadaan normal, physis dan epiphysis terlindungi dari tekanan patologis dan mempertahankan pertumbuhan serta keseimbangan kaki sehingga kaki dapat lurus. Kelainan bentuk kaki (X atau O) merupakan jenis gangguan pertumbuhan tulang kaki akibat terjadinya pergeseran rotasi pada persendian antara tulang paha dan tulang lutut. Hal ini, diakibatkan oleh kesalahan perlakuan dalam menangani balita. Gangguan pertumbuhan pada bentuk kaki seperti ini mengakibatkan sudut yang terbentuk antara kedua tulang menjadi tidak normal. Ketika, berdiri, titik beratnya tidak terletak di antara jari kaki pertama dan kedua seperti yang terjadi pada kaki yang normal. Biasanya disebabkan oleh gangguan rotasi atau putaran tulang yang salah, sehingga sumbu putaran bergeser dan tidak jatuh pada titik sumbu yang semestinya. Hal ini jelas terlihat ketika anak sering jatuh ketika belajar jalan, sehingga anak menjadi mudah lelah, dan cenderung membuat aktivitasnya menjadi terbatas. Dan yang paling penting, akan sangat mempengaruhi penampilan, dan berdampak pada rasa percaya diri anak .Hal ini akan menghambat pertumbuhan physeal, tetapi juga dengan adanya efek Hueter-Volkmann pada seluruh epiphysis yang dapat menghambat perluasan (ekspansi) tulang. Menurut prinsip Hueter-Volkmann, pasokan tekanan yang terus menerus (berdiri, berjalan) yang berlebihan pada epiphysis dapat menyebabkan sulkus femur menjadi lebih pendek, dan adanya kecenderungan patella (lutut) miring ke arah lateral sehingga menempel.

2.3.1.4 Manifestasi KlinisGenu valgum atau Genu varum merupakan jenis gangguan pertumbuhan tulang kaki yang sering dijumpai. Terjadi akibat adanya pergeseran rotasi pada persendian antara tulang paha dan tulang lutut. Pada saat anak berdiri titik berat tidak terletak di antara jari kaki pertama dan kedua seperti yang terjadi pada kaki yang normal. Hal ini dikarenakan sudut yang terbentuk antara dua kaki tidak normal. Anak sering jatuh ketika belajar jalan sehingga anak menjadi mudah lelah, dan cenderung membuat aktivitasnya menjadi terbatas.

2.3.1.5 WOC

Muscle imbalanceGenetik/KongenitalPosisi tidur yg salahKebiasaan menggendong salahSaat berdiri, titik berat tidak terletak di antara jari kaki pertama dan keduaAbnormal bentuk kakiTerjadi pergeseran rotasi persendian antara tulang paha dan lututGenu varum/Genu valgumBaby walkerPopok sekali pakaiAktivitas terbatasMudah lelahSering terjatuhAnak belum kuat menopang berat badanPenampilan abnormalMK : Resiko cederaMK : Hambatan Mobilitas FisikMK : pertumbuhan, risiko tidak proporsionalTekanan terus menerus (berdiri/berjalan)MK : Gangguan citra tubuhSudut kedua tulang tidak normalTekanan berlebih pada epifisisMenghambat pertumbuhanTekanan ditempatkan pada femur dan tibiay2.3.1.6 Pemeriksaan Diagnostika. RadiografiAP dengan berbaring1) Keparahan genu varum untuk usia anak2) Torsi tibia internal yang berlebihan3) Peningkatan genu varum 4) Tungkai yang asimetri atau tidak selaras 5) Dorongan ke arah lateral6) Adanya nyeri7) Pemeriksaan pinggul yang tidak normal

Gambar 2.15 AP dengan berbaring

Pemeriksaan AP dengan berdiri hasilnya:1) Penampakan yang normal pada pertumbuhan plantar kaki2) Medial bowing yang mempengaruhi tibia proksimal dan femur distal3) Mengukur sudut Metaphyseal/Diaphyseal dari upper tibia.4) Mengukur sudut pada pinggul-lutut-angkle.

Gambar 2.16 Gambar AP dengan berdiri Gambar 2.17 Pertumbuhan kaki normal b. Laboratorium Pada anak yang mengalami deformitas diperlukan pemeriksaan sistem metabolik, meliputi :1) Kalsium, fosfat, alkaline fosfat, kreatinin, dan hematokrit.2) PTH 3) 25 Hydroxy Vitamin D 4) I25 Dehydroxy Vit D

2.3.1.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan disesuaikan usia, keparahan deformitas, faktor psikososial. a. Penatalaksanaan Non Operatif1) EdukasiUntuk observasi, memantau waktu dan perkembangan untuk mengkoreksi kaki anak. 2) Brace treatment Brace dapat digunakan untuk semua klien dengan usia dibawah 2,5 tahun dengan blount disease. Brace treatment dapat mengkoreksi deformitas varus gangguan pertumbuhan pathologic proximal-medial tibial. 3) KAFO (Knee Ankle Foot Orthosis)Pada anak sebelum usia 3 tahun digunakan knee-ankle-foot-orthosis (KAFO) selama 23 jam sehari. Tulang akan diluruskan dengan brace, orthotic diganti setiap dua bulan atau lebih untuk memperbaiki posisi bowlegged.

Gambar 2.18 Hasil radiologi dari KAFOb. OperatifIndikasi mutlak untuk operasi adalah depresi tibialis dataran tinggi (Langenskold tahap IV), dan kelemahan ligamen lutut. Apabila deformitas tidak membaik dengan pengobatan orthotic dan penyakit berlanjut ke tahap berikutnya maka koreksi bedah harus dilakukan. Operasi dianjurkan untuk cacat yang semakin parah dan bisa melumpuhkan anak, atau jika anak tersebut memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari 14.. Osteotomi merupakan tindakan operasi dimana tulang dipotong untuk memperpendek, memperpanjang, atau mengubah keselarasannya. Saat osteotomi, sepotong tulang berbentuk baji akan dihilangkan dari sisi medial femur (tulang paha). Kemudian potongan tulang dimasukkan ke tibia kemudian dilakukan fiksasi. Apabila fiksasi digunakan di dalam kaki disebut Osteotomi fiksasi internal. Osteotomi fiksasi eksternal menggambarkan frame kawat khusus melingkar di bagian luar kaki dengan pin untuk memegang perangkat di tempat.Penatalaksanaan operatif lainnya meliputi realignment osteotomy, lateral hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia proksimal asimetris bertahap, reseksi physeal bar, dan elevasi tibial plateau.

2.3.1.8 KompilkasiArtitis, gangguan vaskular, fraktur patologis, dan infeksi luka.2.1.3.9 PrognosisPrognosis tergantung pada usia pasien, keparahan deformitas pada saat intervensi. Setelah dilakukan osteotomi valgus pada anak dengan Blount disease onset awal, hasil lebih baik jika koreksi dilakukan sebelum anak berusia 4 tahun. Pada anak yang berusia lebih tua, deformitas varus tetap berkembang walaupun dengan pembidaian. Pada deformitas dengan stadium langenskiold