makalah meningitis tugas.docx
Transcript of makalah meningitis tugas.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diantaranya adalah
meningitis purulenta yang juga merupakan penyakit infeksi yang perlu kita
perhatikan.
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter, arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial. Sedangkan yang dimaksud
meningitis purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh
bakteri dan menimbulkan reaksi purulen pada cairan otak.
Penyakit ini lebih sering terdapat pada anak dibanding dengan orang
dewasa. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis akan membuat makalah yang
berjudul “Meningitis”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit meningitis?
2. Apa saja etiologi penyakit meningitis?
3. Phatway meningitis?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari meningitis?
5. Komplikasi yang ditimbulkan meningitis?
6. Bagaimana cara pemeriksaan diagnosa dari meningitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan medisdari meningitis?
8. Bagaimana cara pengkajian keperawatan dari meningitis?
9. Apa diagnosa keperawatan yang muncul dan intervensi pada anak dengan
meningitis?
1
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Dapat memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis.
2. Tujuan Khusus :
Agar mahasiswa bisa
1. Memahami tentang pengertian dari meningitis
2. Memahami tentang etiologi dari meningitis
3. Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis
4. Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis
5. Memahami tentang komplikasi dari meningitis
6. Memahami tentang pemerikaan diagnosa dari meningitis
7. Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis
8. Memahami tentang pengkajian keperawatan meningitis
9. Memahami tentang diagnosa keperawatan yang muncul dan intervensi
pada anak dengan meningitis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Meningitis
Selaput otak terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam yaitu Durameter,
Aranoid, Piameter.
Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi sebagai pelindung otak dan
susum tulang belakang karena sifatnya yang sangat keras dan padat dan
menyatu pada tulang tengkorak kecuali didalam tulang tengkorak, dimana
lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus.Falx serebri
adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri
pada garis tengah.Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari Durameter
yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.
Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan
parameter, diantaranya terdapat ruang subarnoid dimana terdapat arteri dan
vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal.Sisterna magna adalah
bagian terbesar dari ruang subaranoid disebelah belakang otak belakang,
memenuhi celah diantara serebelum dan medulla oblongata.
Piamater merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah keotak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah
lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula
spinalis.
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat.
(Suriadi, dkk.Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006)
Meningitis adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang
disebabkan oleh berbagai organisme pathogen. (Jay Tureen. Buku Ajar
Pediatri Rudolph,vol.1, 2006) .
Meningitis merupakan infeksi parah pada selaput otak dan lebih sering
ditemukan pada anak-anak. Infeksi ini biasanya merupakan komplikasi dari
penyakit lain, seperti campak, gondong, batuk rejan atau infeksi telinga.
(http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/otak.htm)
3
Meningitis adalah infeksi yang menular.Sama seperti flu, pengantar virus
meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung.
Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang
lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim, 2007 dalam Juita, 2008).
2.2 Etiologi
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Meningitis dapat menyerang pada usia:
a. Neonatus sampai 2 bulan: GBS, basili gram negative, missal,
Escherichia coli, Liateria monocytogenes, S. agalactiae (streptokokus
gram B)
b. 1 bulan sampai 6 tahun: Neisseria meningitidis (meningokokus),
Streptococcus pneumoniae, Hib
c. > 6 tahun: Neisseria meningitides, Streptococcus pneumoniae, parotitis
(pre-MMR)
d. Mycobacterium tuberculosis: dapat menyebabkan meningitis TB pada
semua umur. Pling sering pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun
2. Virus: Enterovirus (80%), CMV, arbovirus, dan HSV
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin, laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin,
anak yang mendapat obat-obat imunosupresi.
6. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan.
4
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2.3 Patofisiologis Meningitis
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik
melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang
berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara
konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan
menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari
pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan
eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus
pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak,
hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis
yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan
peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi
pada meningen.Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan
peningkatan intrakranial.(Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005).
5
Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi
pada adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis)
atau akibat bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui
jalur pernapasan , peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius
bagian atas.
Meningitis yang disebabkan oleh penyebaran nonhematogen mencakup
penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media,
mastoiditis, sinusitis, osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta
kerusakan anatomi (fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau
sinus dermal konginetal di sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim
setiap penyebab infeksi adalah masuknya bakteri patogen ke dalam ruang
subaraknoid dan perbanyakan bakteri. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri
Rudolph,vol.1, 2006 )
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat
kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang
tinggi.Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan
tidurnya sering terganggu.Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala.Anoreksia,
obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai.
Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan
kejang.Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal
mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul
opistotonus.Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan
umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala
strabismus dan nistagmus.Sering tuberkel terdapat di koroid.Suhu tubuh
menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.
Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih
dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan
menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.
6
Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih
kembali.Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas
antara satu dengan lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3
minggu sebelum anak meninggal.(Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2,
2005)
Pathway
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater.
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum
tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti
jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis,
memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah
otak.Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh
fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan
langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme
yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan
subarachnoid.Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab
peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
7
Invasi kuman ke selaput otak
Gangguan fungsi sistem regulasi Peningkatan TIK
↓
Hipertemia Gangguan persefsi Gangguan kesadaran
↓ sensori ↓
Gangguan metabolisme otak Gangguan rasa Gangguan mobilitas
↓ nyaman fisik
Perubahan keseimbangan
dan sel netron
↓
Difusi ion kalium dan natrium Gangguan perfusi
↓ jaringan
Lepas muatan listrik
↓
Kejang
↓
Berkurangnya koordinasi otot
↓
Resiko trauma fisik
8
2.4 Manifestasi klinis
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien.(Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:
Anak dan Remaja
a. Awitan biasanya tiba-tiba
b. Demam
c. Mengigil
d. Sakit kepala
e. Muntah
f. Perubahan pada sensorium
g. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
h. Peka rangsang
i. Agitasi
j. Kekakuan nukal
k. Dapat berlanjut menjadi opistotonus
l. Tanda Kernig dan Brudzinski positif
m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi
n. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
o. Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila
berhubungan dengan status seperti syok
p. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)
q. Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal)
r. Dapat terjadi:
Fotofobia
Delirium
Halusinasi
Perilaku agresif atau maniak
Mengantuk
9
Stupor
Koma
Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anaka-anak antara usia 3 bulan dan 2
tahun
a. Muntah
b. Peka rangsangan yang nyata
c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
d. Fontanel menonjol
e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)
Neonatus: Tanda-tanda Spesifik
a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa
b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku buruk
dalam beberapa hari
d. Menolak untuk makan
e. Kemampuan menghisap buruk
f. Muntah atau diare
g. Tonus buruk
h. Kurang gerakan
i. Menangis buruk
j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan
penyakit
k. Leher biasanya lemas
10
Tanda-tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus
a. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)
b. Ikterik
c. Peka rangsang
d. Mengantuk
e. Kejang
f. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea
g. Sianosis
h. Penurunan berat badan
(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 )
2.5 Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. Meningococcal septicemia (mengingocemia)
c. Sindrom Water Friderichsen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal
bilateral)
d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral Palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder
2.6 Pemeriksaan diagnose
1. Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih
meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
Indikasi Punksi Lumbal:
a. Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari
anamnesis atau yang dilihat sendiri.
b. Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena
paresis N.VI.
11
c. Koma.
d. Ubun-ubun besar menonjol.
e. Kuduk kaku dengan kesadaran menurun.
f. Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis.
g. Leukemia.
2. Kultur swab hidung dan tenggorokan (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan
pada Anak, ed.2, 2006)
3. Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan
factor pembekuan, golongan darah dan penyimpanan.
4. Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin,
rapid antigen screen.
5. CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan
LP.
6. LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist
fokal atau TIK meningkat.
7. CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa
menurun (kadar serum <50%) 8. CSS pada meningitis virus: limfosit (pada
mulainya netrofil), protein normal/meningkat ringan, glukosa normal, PCR
untuk diagnosis. 9. CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan
asam pada meningitis TB), biakan dan sensitivitas.
2.7 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif
agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk
kemungkinan patogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap
pasien yang menderita patologi intrakranium berat. Pasien dengan Meningitis
purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang menurun dan
seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika terdapat
gejala asidosis harus dilakukan koreksi. Pengelolaan cairan merupakan hal
yang sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon
12
antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika
ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan. Meskipun demikian, sebuah
studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara tekanan perfusi otak
yang adekuat pada penyakit ini.Pembatasan cairan secara tidak tepat dapat
menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada
ketidakadekuatan volume sirkulasi.Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi,
sementara menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum.Bila terdapat
SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan
merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormon antidiuretuk pulih;
bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai
dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama.
Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan
derajat tekanan perfusi otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang
dipersulit oleh hipertensi intrakranium. Cara yang ada bisa termasuk
hiperventilasi, pengambilan CSS melalui kateter intraventrikel, atau mungkin
pemakaian obat diuretikosmotik secara hati-hati.Pada kecurigaan meningitis,
antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara menunggu hasil
biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan pathogen
menurut kelompok usia, pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang
tidak lazim bagi pasien. Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup
pemilihan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap pathogen yang dicurigai
dan yang mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi
bakterisid minimal untuk organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang
dalam penelitian hewan telah terbukti berkolerasi dengan sterilisasi CSS
paling efektif. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ) Bila
pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5
mg/kg BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit
kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam
berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis sama tetapi diberikan secara IM.
Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus
30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk
13
pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hr
dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah
pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi
dalam 2 dosis.Bila tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung
diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat.
Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di
Indonesia(Jakarta) ialah H. influenzae dan pneumoccocus sedangkan
meningococcus jarang sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg
BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi
dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan
dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut
dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan
dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang
sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman.
Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh
baksil colifom dan staphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai
berikut:
Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis,
dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr
IV,dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg
BB/hr masing-masing dibagi dalam 2 dosis.
Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6
dosis,dikombinasi dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4
dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30
mg/kg Bb/hr(dapat terjadi grey baby).
Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam
2 dosis selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi
dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2hr.
Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur
kurang1minggu.
14
Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10
pengobatan sedang pada neunatus pada hari ke 21.(Ngastiyah. Perawatan
AnakSakit,ed.2,2005)
Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial
dengan komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan
tujuan untuk pemasangan shunt guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang
tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP) ventrikulo
peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.
Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head
up dan pengawasan pemberian cairan yang adekuat.
2.8 Pengkajian keperawatan1. Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala2. Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah3. Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus4. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif
2.9 Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
15
Kriteria hasil
Tanda-tanda vital dalam batas normal Rasa sakit kepala berkurang Kesadaran meningkat Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda
tekanan intrakranial yang meningkat.
Rencana Tindakan
INTERVENSI RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat
16
menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.
Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
Tidak terjadi serangan kejang ulang. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak) Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)24 – 28 x/menit (anak)
Kesadaran composmentisRencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONALISASI
Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
Berikan kompres dingin perpindahan panas secara konduksi
Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
Batasi aktivitas selama anak panas aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas
Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis
Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
17
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi
mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh
Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
Pertahankan suhu tubuh normal suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh
Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak
proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat
Atur sirkulasi udara ruangan Penyediaan udara bersih
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
Batasi aktivitas fisik aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas
Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
18
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Rencana Tindakan
INTERVENSI RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.
Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil:
Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONALISASI
19
Kaji tingkat pengetahuan keluarga Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang
penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang2. Baringkan anak ditempat rata dan
lembut.3. Kepala dimiringkan.4. Pasang gagang sendok yang telah
dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan
Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
sebagai upaya preventif serangan ulang
Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam
imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam
TINJAUAN KASUS
20
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 April 2003 pukul 10.00 WIB di Ruang
anak (Ruang neurologi/ B II) RSUD Dr. Soetomo surabaya
a. Biodata
Nama : By. L
Tempat tanggal lahir : Jombang, 17 Desember 2002
Usia : 5 bulan/ anak ke-5
Jenis kelamin : Perempuan.
Nama ayah/ ibu : Tn. S/ Ny. S
Pendidikan ayah/ ibu : SMA/ SMP
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Mojowarno/ Jombang
No. DMK : 10-392-85
Tgl MRS : 13 April 2003
Sumber informasi : Ibu
Diagnosa medis : S. Meningitis
b. Keluhan utama
Kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan
batuk.klien mulai kejang pada tanggal 13 April 2003 jam 23.00 (pada saat
kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien
sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut) dan langsung
dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan MRS di Ruang anak B2
Neorologi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan.
e. Riwayat penyakit keluarga
21
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam
keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Ibu mengungkapkan bahwa selama hamil ia rajin kontrol ke bidan didekat
rumahnya, ia mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu selama hamil
yaitu jamu. Menurut ibu, klien lahir kembar di rumah sakit Mojowarno
Jombang dengan berat badan lahir 1200 gram, tidak langsung menangis,
menurut ibu air ketubannya berwarna kehitaman dan kental.
g. Status imunisasi
Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I
dan hepatitis
h. Status nutrisi
Ibu mengungkapkan An.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1
bulan, setelah dirawat di ruang anak ibu tidak menenteki dan diganti dengan
PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB 3700 gram, panjang badan 56 cm,
lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak tidak mual dan tidak
pernah muntah.
i. Riwayat perkembangan
Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa
percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan).
Ia juga berada pada fase oral dimana kepuasan berasal pada mulut.
j. Data Psikososial
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap
agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan
keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan
hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien,
karean harus bekerja dan sekolah.
22
k. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan,
kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 385 OC, pernafasan 40 x/mnt
teratur.
2) Kepala dan leher
Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya
merata, ubun-ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung,
tidak tegang.Lingkar kepala 36 cm.
Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat
sub kunjungtival bleeding.
Telinga tidak ada serumen.
Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
3) Dada dan thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing-/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi
otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di
midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
4) Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising
usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba
kosong.
5) Ekstrimitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan
dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan.Klien mampu
menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi.Ekstrimitas kanan
sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit.
6) Refleks
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +,
23
Pemeriksaan penunjang medis
Laboratorium tanggal 14 april 2003:
Hemoglobine 8,2 gr%
Leucocyt 24.400
Thrombocyt 483x109
GDA 96 mg/dl
Pemeriksaan penunjang medis
Laboratorium tanggal 17 april 2003:
Kalium serum 4,0 normal 3,5-5,5 mEq/L
Na Serum 134 normal 135-145 mEq/L
Kalsium serum 5,4 normal 8,0-10 mg/dl
Laboratorium tanggal 22 april 2003:
Hemoglobine 16,2 gr%
Terapi Medis :
- IVFD D51/4S 400 cc/24 jam
- Injeksi Cefotaxime 3 x 250 mg iv
- Injeksi Dilantin 3 x 8 mg intravena
- Tranfusi WB 37 cc / hari
- K/p Injeksi Diazepam 1 mg kalau kejang
24
2. Rencana tindakan
NoDiagnosa keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
1 Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Pasien kembali pada, keadaan status neurologis sebelum sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Kesadaran meningkat
- Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat
1. Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
2. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3. Monitor intake dan output4. Monitor tanda-tanda vital
seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
5. Bantu pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur.
Kolaborasi
6. Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
7. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
8. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika
1. Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
2. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt3. Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
4. hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
5. Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
6. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
8. Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
25
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang
NoDiagnosa keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
2 Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Tidak terjadi serangan kejang ulang.
Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
Kesadaran composmentis
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin3. Berikan ekstra cairan (susu,
sari buah, dll)4. Observasi kejang dan
tanda vital tiap 4 jam5. Batasi aktivitas selama anak
panas6. Berikan anti piretika dan
pengobatan sesuai advis
1. proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2. perpindahan panas secara konduksi3. saat demam kebutuhan akan cairan tubuh
meningkat4. Pemantauan yang teratur menentukan tindakan
yang akan dilakukan5. aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan panas6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus
dan sebagai propilaksis
NoDiagnosa keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
3 Resiko terjadinya injuri sehubungan
Pasien bebas dari
Klien bebas dari 1. Independentmonitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-
1. Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
26
dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
resiko injuri otot muka lainnya
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien
3. Pertahankan bedrest total selama fase akutKolaborasi
4. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2. 2. Melindungi pasien bila kejang terjadi3. Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo,
sincope, dan ataksia terjadi4. Untuk mencegah atau mengurangi kejang.Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
NoDiagnosa keperawatan
Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
4 Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
keluarga mentaati setiap proses keperawatan
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat
kejang3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan
dilakukan4. Berikan Health Education tentang cara menolong
anak kejang dan mencegah kejang, antara lain :o Jangan panik saat kejango Baringkan anak ditempat rata dan lembut.o Kepala dimiringkan.o Pasang gagang sendok yang telah dibungkus
kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.o Setelah kejang berhenti dan pasien sadar
1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2. penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi
27
segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
o Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam
masalah kesehatan
5. mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
6. sebagai upaya preventif serangan ulang
7. imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam
:
28
5. Pelaksanaan
Tgl/ Pukul No. DP Pelaksanaan tindakan
15 April 2003 1. 1. Melakukan bed rest total pada klien dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
2. Memonitor tanda-tanda status neurologis 3. Memonitor intake dan output4. memonitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-
hati pada hipertensi sistolik5. Membantu pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur.6. Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel,
Antibiotika15 April 2003 2. 1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat
2. Memberikan kompres dingin di daerah kepala, leher dan ketiak
3. Memberikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
5. Membatasi aktivitas selama anak panas
-Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.15 April 2003 3 Independent
1. monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien
3. Pertahankan bedrest total selama fae akut
Kolaborasi
1. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll..
15 April 2003 4 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga2. Memberi penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang3. Menjelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan4. Memberikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang, antara lain :o Jangan panik saat kejango Baringkan anak ditempat rata dan lembut.o Kepala dimiringkan.o Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.o Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu
sampai keadaan tenang.
29
o Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
o Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak
panas6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam
5. Evaluasi
No.DP Tanggal SOAP
1 16-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik masih terjadi
O : - Tangan dan kaki klien masih terlihat kaku dan tegang
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 16-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa kejang masih terjadi
O : - Jam 11.00 klien kejang
- Suhu tubuh jam 11.00 38,6 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 16-4-2003 S : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada tubuh klien
O : - Klien masih terjadi spastik
- Lingkungan tempat tidur terlihat aman
-Klien masih bedrest total ditempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
4 16-4-2003 S : Ibu klien mengatakan sudah mengerti apa yang sudah dijelaskan
30
O : Ibu klien terlihat lebih tenang
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
1 17-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik masih terjadi
O : - Tangan dan kaki klien masih terlihat kaku dan tegang
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 17-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa kejang masih terjadi
O : - Jam 09.00 klien kejang
- Suhu tubuh jam 10.00 38,4 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 17-4-2003 S : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada tubuh klien
O : - Klien masih terjadi spastik
- Lingkungan tempat tidur terlihat aman
-Klien masih bedrest total ditempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1 18-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik masih terjadi
O : - Tangan dan kaki klien masih terlihat kaku dan tegang
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 18-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa pada malam jam 0300 klien kejang
31
O : - Suhu tubuh jam 10.00 38,4 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : Melakukan kolaborasi untuk memeriksa hasil lab elektrolit : Na, K, Cal
3 18-4-2003 S : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada tubuh klien
O : - Klien masih terjadi spastik
- Lingkungan tempat tidur terlihat aman
-Klien masih bedrest total ditempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1 21-4-2003 S : Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik tidak terjadi
O : - Tangan dan kaki klien sebelah kiri tidak terlihat kaku dan tegang
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
2 21-4-2003 S : Ibu klien mengatakan sejak tanggal 18-4-2003 klien tidak mengalami kejang
O : - Suhu tubuh jam 09.00 37,1 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum sepenuhnya teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 21-4-2003 S : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada tubuh klien
O : - Klien masih terjadi spastik
- Lingkungan tempat tidur terlihat aman
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
2 22-4-2003 S : Ibu klien merasa tenang karen keadaan klien mulai membaik dan klien
32
tidak mengalami kejang
O : - Suhu tubuh jam 17.00 36,7 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
33
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
a. Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan
sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan
darah untuk struktur-struktur ini.
b. Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
c. Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat.
Komponen intrakaranial terdiri dari: parenkim otak, sistem pembuluh darah, dan CSF.
Apabila salah satu komponen terganggu, akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial, yang akhirnya akan menurunkan fungsi neurologis.
Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf pusat, dimana
angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia.Pada banyak penyakit yang mempunyai
mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan pada permulaan
pengobatan.Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah menular seperti penyakit
flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran pernapasan.Resiko
terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak
langsung cairan ludah seperti berciuman.Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang
menderita TBC sangat rentan terhadap penyakit ini.
Diagnose keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat pengkajian, tapi yang
utama adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; resiko terjadi peningkatan tekanan
intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada selaput otak; resiko cedera berhubungan
dengan kejang, reflek meningkat; perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang
menderita penyakit serius.
3.2 SARAN
Pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untukdapat
menegakkan diagnosis sedini mungkin karena diagnosis dan pengobatan dini dapat mencegah
terjadinya komplikasi yang bersifat fatal serta mengetahui penyebab meningitis sangat penting
untuk menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Sekedar menambah informasi, vaksin untuk
34
mencegah terjadinya meningitis bakterial telah tersedia, dan sangat dianjurkan untuk diberikan
jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik.
DAFTAR PUSTAKA
nersranger.blogspot.com/.../makalah-asuhan-keperawatan-meningitis.html.
http://makalahaskepmeningitis.blogspot.com/
35
referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-bakterial.html
36