makalah manajemen mutu

25
Tinjauan tentang perkembangan konsep – konsep mutu dan penerapannya dalam industri konstruksi. A. Perkembangan Awal Konsep Tentang Mutu Konsep tentang kontrol kualitas pertama kali tercatat di Mesopotamia semasa pemerintahan raja Hammurabi pada (2123- 2081 BC). Catatan tentang kontrol kualitas tersebut berbentuk hukum – hukum yang mengatur masyarakat Babylonia pada masa itu, ditemukan dalam bentuk prasasti setinggi 2.4 meter terbuat dari pelat batu. Salah satu point hukum tersebut menyebutkan “seseorang membangun rumah, dimana rumah tersebut rubuh dan mengakibatkan terbunuhnya si penghuni rumah itu, maka orang tersebut harus dihukum mati”. Tentunya konsep seperti ini tidak cocok diterapkan sekarang. Kemudian dengan adanya revolusi di Inggris pada awal abad ke 18, maka standar kontrol kualitas menyebar dengan cepat. Revolusi industri ditandai dengan produksi barang secara massal dan dengan menggunakan sistem mekanisasi. Sampai tahap ini pemilik perusahaan sangat kesulitan untuk mengontrol semuanya secara langsung, sehingga muncul kebutuhan akan adanya manajer. Para manajer ini berusaha keras untuk meningkatkan efisiensi pada organisasi perusahaan. B. Perkembangan Konsep Mutu di Era Modern M. Irfan 2010 831 026 Page 1

Transcript of makalah manajemen mutu

Page 1: makalah manajemen mutu

Tinjauan tentang perkembangan konsep – konsep mutu dan penerapannya dalam

industri konstruksi.

A. Perkembangan Awal Konsep Tentang Mutu

Konsep tentang kontrol kualitas pertama kali tercatat di Mesopotamia semasa

pemerintahan raja Hammurabi pada (2123-2081 BC). Catatan tentang kontrol kualitas

tersebut berbentuk hukum – hukum yang mengatur masyarakat Babylonia pada masa

itu, ditemukan dalam bentuk prasasti setinggi 2.4 meter terbuat dari pelat batu. Salah

satu point hukum tersebut menyebutkan “seseorang membangun rumah, dimana rumah

tersebut rubuh dan mengakibatkan terbunuhnya si penghuni rumah itu, maka orang

tersebut harus dihukum mati”. Tentunya konsep seperti ini tidak cocok diterapkan

sekarang.

Kemudian dengan adanya revolusi di Inggris pada awal abad ke 18, maka standar

kontrol kualitas menyebar dengan cepat. Revolusi industri ditandai dengan produksi

barang secara massal dan dengan menggunakan sistem mekanisasi. Sampai tahap ini

pemilik perusahaan sangat kesulitan untuk mengontrol semuanya secara langsung,

sehingga muncul kebutuhan akan adanya manajer. Para manajer ini berusaha keras

untuk meningkatkan efisiensi pada organisasi perusahaan.

B. Perkembangan Konsep Mutu di Era Modern

Pada awalnya perkembangan konsep mutu berasal dari Amerika. Awalnya mutu

ditentukan oleh produsen, hal ini bisa terjadi karena pada awal perkembangannya tidak

banyak produsen yang menghasilkan suatu produk, sehingga konsumen memiliki opsi

yang terbatas dalam membeli suatu produk. Namun seiring dengan timbulnya

persaingan maka paradigma mutu bergeser menjadi “consumen oriented”. Mulanya ahli

–ahli yang memfokuskan bidang keilmuannya dalam hal mutu kurang ditanggapi dan

didengar oleh publik Amerika. Namun beberapa dari mereka merupakan pelopor dalam

pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980 keterlibatan mereka dalam

manajemen terpadu telah dihargai di seluruh dunia. Tokoh tokoh yang berjasa dalam

mengembangkan kualitas beserta konsep yang mereka kembangkan akan diuraikan

dibawah ini.

M. Irfan 2010 831 026 Page 1

Page 2: makalah manajemen mutu

1. F.W. Taylor (1865 – 1915)

Dalam bukunya beliau mengembangkan suatu konsep tentang pembagian kerja

(division of work) sehingga mendapat gelar “Bapak Manajemen Ilmiah”. Dalam

bukunya tersebut dijelaskan beberapa hal berkaitan dengan teori manajemen yaitu :

Setiap orang harus diberikan deskripsi tugas yang jelas dan bisa diselesaikan

dalam satu hari

Pekerja yang tidak mampu memenuhi target kerja personal yang telah

ditetapkan diberi penalti.

Sebaliknya jika pekerja berprestasi maksimal maka seharusnya diberikan bonus

Pekerja harus diberi peralatan yang memadai untuk menyelesaikan

pekerjaannya.

Hal lain yang dilakukan Taylor adalah memisahkan perencanaan dari perbaikan

kerja, artinya bagian produksi / yang bertanggungjawab untuk bekerja dipisahkan

dengan bagian yang bertanggungjawab untuk memperbaiki kerja.

2. Edward Deming

Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph. D pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah

memberikan pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur

bukan kepada para manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan.

Katanya :“Quality is not determined on the shop floor but in the executive suite”.

Pada 1950, beliau diundang oleh, “The Union to Japanese Scientists and Engineers

(JUSE)” untuk memberikan ceramah tentang mutu. Pendekatan Deming dapat

disimpulkan sebagai berikut :

Mutu utamanya dihasilkan sebagi hasil tindakan managemen senior bukan

tindakan oleh para pekerja

Sistem kerja yang mengukur bagaimana unjuk kerja terbentuk dan hanya

manager yang dapat menghasilkan sistem.

Hanya Manajer yang dapat mengalokasikan sumber daya, memberikan pelatihan

kepada pekerja, memilih peralataan yang pekerja gunakan dan memberikan

lingkunag kerja yang mendukung proses mutu.

Hanya manajer senior yang dapat memperkirakan pasa dimana perusahaan akan

berpartisipasi dan produk apa yang akan diberikan ke pasar.

M. Irfan 2010 831 026 Page 2

Page 3: makalah manajemen mutu

Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai

manajemen mutu terpadu.

3. Prof Juran

Mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di

dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia. Ia

membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang

untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management

process” yang terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk

mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal dengan trilogy Juran yaitu, Finance

Planning, Financial control, financial improvement. Adapun rincian trilogy itu

sebagai berikut( Juran 1954):

Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang

akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian

mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan

pelanggan.

Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi,

dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan.

Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak

segera diperbaiki.

Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan

dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi

sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu,

melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya

menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan

apa yang telah dicapai sebelumnya.

Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih

banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini.

Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep : “pentingnya perbaikan

mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun teknik yang diajarkan berbeda-

beda”.

M. Irfan 2010 831 026 Page 3

Page 4: makalah manajemen mutu

C. DEFINISI MUTU

Menurut America Society for Quality Control yang mengatakan : Quality is the totality

of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisty

stated of implied needs (Kotler : 1994).

Menurut para pakar mutu di dunia, ada beberapa definisi mutu :

Mutu didefinisikan sebagai kesesuain dengan persyaratan atau keunggulan yang

dipublikasikan “quality is defined as conformance to requirements, not as goodness or

elegance” Philip B. Crosby (1992). Mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai

penyempurnaan terus-menerus, “create constancy of purpose for continual

improvement of products and service” W. Edwards Deming (1984). "Quality" means

those features of products which meet customer needs and thereby provide customer

satisfaction. In this sense, the meaning of quality is oriented to income. The purpose of

such higher quality is to provide greater customer satisfaction and, one hopes, to

increase income. However, providing more and/or better quality features usually

requires an investment and hence usually involves increases in costs. Higher quality in

this sense usually "costs more". "Quality" means freedom from deficiencies-freedom

from errors that require doing work over again (rework) or that results in field failures,

customer dissatisfaction, customer claims and so on. In this sense, the meaning of

quality is oriented to costs, and higher quality usually "costs less"." Joseph M. Juran

(1951). “The quality of a product (article or service) is its ability to satisfy the needs

and expectations of the customers” Bergman and Klefsjo (1994)

Menurut ISO 9000:2000, mutu adalah derajat/tingkat karakteristik yang melekat pada

produk yang mencukupi persyaratan atau keinginan. Karakteristik disini berarti hal-hal

yang dimiliki produk, antara lain :

1. Karakteristik fisik ( elektrikal, mekanikal, biological) seperti handphone, mobil,

rumah, dll.

2. Karakteristik perilaku ( kejujuran, kesopanan ). Ini biasanya produk yang berupa jasa

seperti di rumah sakit atau asuransi perbankan.

3. Karakteristik sensori ( bau, rasa ) seperti minuman dan makanan.

M. Irfan 2010 831 026 Page 4

Page 5: makalah manajemen mutu

D. KEUNTUNGAN MUTU

Banyak yang menganggap bahwa produk yang bermutu adalah pemborosan semata.

Namun nyatanya, dapat dibuktikan bahwa membuat produk yang bermutu itu justru

mendatangkan manfaat/keuntungan bagi perusahaan.

1. Keuntungan peningkatan pasar.

Dengan berfokus pada mutu, maka akan terjadi perbaikan dari segi performance,

feature, dan reability. Misalnya, pada perusahaan keramik akan terjadi produk

keramik yang semakin kuat dan mudah menempel sehingga akan terjadi peningkatan

reputasi mutu produk. Dari sana produk keramik tersebut akan semakin dikenal dan

diakui sebagai keramik yang mudah dipasang dan tidak mudah retak. Kemudian akan

terjadi peningkatan pangsa pasar karena produk semakin terkenal atau karena terjadi

peningkatan harga produk karena permintaan produk semakin besar ( efek brand ),

peningkatan harga atau pangsa pasar tersebut menyebabkan peningkatan keuntungan.

2. Mengurangi biaya

Sementara jika keuntungan mutu ditinjau dari segi biaya adalah dengan berfokus

kepada mutu maka perusahaan akan semakin meningkatkan kinerja produksinya.

Kinerja produksi yang tinggi membuat tingginya produktifitas, rendahnya biaya

garansi atau cacat produksi. Hal ini kemudian membuat biaya manufaktur yang

rendah dan biaya servis yang kecil pula sehingga berdampak sangat besar dalam

penghematan biaya.

E.  PERKEMBANGAN MUTU

1.  Era Tanpa Mutu

Era ini dimulai sebelum abad ke-18, dimana produk yang dibuat tidak

memperhatikan mutu. Kondisi ini mungkin terjadi jika perusahaan tersebut tidak

memiliki pesaing ( monopoli ).

2. Era Inspeksi

Pada zaman ini, mutu hanya melekat pada produk akhir. Dengan kata lain, masalah

mutu hanya berkaitan dengan produk yang rusak atau cacat. Zaman ini berlangsung

di negara Barat sekitar tahun 1800-an, dimana produsen mulai mendapatkan pesaing

M. Irfan 2010 831 026 Page 5

Page 6: makalah manajemen mutu

dan produksi yang digunakan adalah produksi massal. Pemilihan terhadap produk

akhir dilakukan dengan melakukan inspeksi. Perhatian produsen terhadap mutu

sangat terbatas. Manajemen puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap

kualitas produk, dan tanggung jawab terhadap produk didelegasikan pada

departemen inspeksi/operasi dengan titik berat pada produk akhir sebelum dilepas ke

konsumen sehingga perbaikan terjadi ketika kesalahan telah terjadi.

3. Era Statistical Quality Control

Era ini dimulai pada tahun 1930 yang diperkenalkan oleh Walter A. Shewart. Jika

pada zaman inspeksi terjadi penyimpangan atribut produk yang dihasilkan dari

atribut standar ( terjadi cacat ), departemen tersebut tidak dapat mendeteksi apakah

penyimpangan tersebut disebabkan karena kesalahan pada produksi atau hanya

karena kebetulan. Dengan demikian, informasi yang diperoleh tidak dapat digunakan

untuk melakukan perbaikan terhadap produksi untuk mencegah hal serupa. Tetapi

pada statistical quality control, departemen inspeksi dilengkapi dengan alat dan

metode statistic dalam mendeteksi adanya penyimpangan yang terjadi dalam produk

yang dihasilkan selama proses produksi. Data penyimpangan tersebut dapat

diberitahukan kepada departemen produksi sebagai dasar diadakannya perbaikan

terhadap proses dan system yang digunakan untuk mengolah produk. Para era ini,

deteksi penyimpangan signifikan secara statistic sudah mulai dilakukan sehingga

kualitas produk sudah mulai dikendalikan departemen produksi. Akan tetapi konsep

kualitas masih terbatas pada atribut yang melekat pada produk yang sedang dan telah

diproduksi.

4. Era Quality Assurance

Di era ini, konsep mutu mengalami perluasan. Jika dulu hanya terbatas pada tahap

produksi kini mulai merambah ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen

jasa ( seperti bengkel, energy, perencanaan dan pengendalian produksi, serta

pergudangan ). Keterlibatan manajemen dalam penanganan mutu produk mulai

disadari pentingnya karena keterlibatan pemasok dalam penentuan mutu produk

memerlukan koordinasi dan kebijakan manajemen. Pada zaman ini mulai

diperkenalkan konsep mengenai biaya mutu, yaitu pengeluaran akan dapat dikurangi

jika manajemen meningkatkan aktifitas pencegahan yang merupakan hal yang lebih

M. Irfan 2010 831 026 Page 6

Page 7: makalah manajemen mutu

penting daripada upaya perbaikan mutu atas penyimpangan yang sudah terlanjur

terjadi.

5. Era  Total Quality Management

Sejarah Perkembangan Total Quality Management

Banyak yang beranggapan bahwa TQM berasal dari Jepang, mengingat konsep

TQM banyak dipengaruhi perkembangan-perkembangan di Jepang. Kekalahan

Jepang pada perang dunia II, membangkitkan budaya Jepang dalam membangun

sistem kualitas modern. Hadirnya pakar kualitas W. Edward Deming di Jepang pada

tahun 1950 membuat para ilmuwan dan insinyur Jepang lebih bersemangat dalam

membangun dan memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan yang cukup pesat

perusahaan Jepang di bidang kualitas menjadi perhatian perusahaan-perusahaan di

negara maju lainnya. Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari apa yang

pernah diraih oleh perusahaan Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas.

Hasil studi perusahaan-perusahaan industri kelas dunia ini menunjukkan bahwa

keberhasilan perusahaan Jepang ini salah satunya menerapkan apa yang dikenal

dengan Total Quality Management (TQM). Tokoh yang di kenal luas dalam TQM

ini adalah Edward Deming. Beliau mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas

di U.S. War Department, serta mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada

ilmuan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang. Berawal dari sinilah TQM

berkembang pesat di negara Sakura ini.

Pada awalnya orang Jepang memperhatikan tentang perilaku pelanggan. Pelanggan

suka sekali memilih dan mengeluh terhadap hal-hal yang sepele, mereka berharap

sesuatunya sempurna. Sebagai contoh, seorang pelanggan membeli kendaraan

bermotor. Kebetulan asesori kendaraan motor kurang tepat pemasanganya yang

sebenamya ia dapat memasangnya sendiri, dan hal tersebut tidak perlu diributkan.

Hanya sayangnya mereka tidak terbiasa dengan hal itu, dan mereka akan senang

jika kejadian semacam itu dapat dicegah. Berawal dari situlah orang Jepang dalam

memproduksi barang sangat memperhatikan pelanggan. Produk barang/jasa yang

dihasilkan sesuai dengan keinginan pelanggan sama persis seperti yang dilaporkan

penjual.

M. Irfan 2010 831 026 Page 7

Page 8: makalah manajemen mutu

Sekarang telah menjadi kenyataan, bahwa produk dari Jepang yang dulunya dikenal

sebagai produk rongsokan dan imitasi murahan dari produk Barat, kini justru

sebaliknya menjadi produk-produk yang berkualitas tinggi dan berkembang pesat di

didunia. Perusahaan-perusahaan Jepang menyadari bahwa pada masa mendatang

adalah kualitas. Dilakukannya antara lain dengan menciptakan infra-kualitas, yaitu

aspek manusia, proses, dan Upaya perbaikan dilakukan dengan mengirimkan tim ke

luar untuk mempelajari pendekatan-pendekatan dilakukan perusahaan asing dan

mengundang dosen-dosen datang ke Jepang untuk memberikan kursus pelatihan

kepada para manajer. Hasil dari semua upaya tadi adalah banyak ditemukannya

strategi-strategi baru untuk menciptakan revolusi.

Sejak pertengahan tahun 70-an, barang-barang manufaktur Jepang, seperti mobil

dan produk-produk elektronika mulai mendominasi perdagangan dunia karena

kualitas yang dihasilkan sudah melampaui kualitas yang dihasilkan pesaingnya dari

Amerika dan Eropa. Begitu pula dalam beberapa industri kunci, misal mesin

industri, baja, otomotif, industri Barat mulai tergeser. Aspek perhatian atau

penekanan Amerika sejak Perang Dunia II, yakni pada aspek kuantitas dan kurang

memperhatikan kualitas menjadi penyebab kegagalan bersaing dengan perusahaan

Jepang.

Dalam era ini, keterlibatan manajemen puncak sangat besar dan menentukan dalam

menjadikan kualitas untuk menempatkan perusahaan pada posisi kompetitif. System

ini dapat didefinisikan sebagai sistem manajemen strategis dan integratif yang

melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode-metode

kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-

proses organisasi agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan

harapan pelanggan.

TQM mencakup semua fungsi dalam manajemen. Desain, perencanaan, produksi,

pemasaran, pengembangan sumber daya, pengelolaan keuangan yang baik,

distribusi, dan pelayanan. Ukuran keberhasilan TQM merupakan kepuasan

pelanggan, dan cara mencapainya terutama melalui desain system dan peningkatan

terus-menerus. TQM pada prinsipnya adalah cara mengorganisasi dan mengerahkan

M. Irfan 2010 831 026 Page 8

Page 9: makalah manajemen mutu

seluruh organisasi, setiap departemen, setiap aktifitas, dan setiap individu untuk

mencapai kualitas.

F. Penerapan prinsip – prinsip pengendalian mutu dalam industri konstruksi.

Manajemen dalam bidang mutu adalah komponen penting dalam penentuan sukses

tidaknya sebuah proyek konstruksi (abdul-rahman, 19997) dalam Raymond. T.

Aoieong, et.al (2002). Sehingga tidak heran jika perhatian terhadap mutu juga makin

meningkat belakangan ini diseluruh dunia (Chan, 1996; Docker, 1991; Kam dan Tang,

1997; Low and Seymour, 1990; Tang and Kam, 1999; Walters, 1992; Yates dan

Aniftos, 1997) dalam Syed M. Ahmed et.al (2002). Kualitas dan kesuksesan proyek

dalam konstruksi dapat dilihat sebagai pemenuhan harapan dari pihak- pihak yang

terlibat (Sanvido et.al, 1992; Barret, 2000 dalam Syed.M. Ahmed et.al (2002). Ada satu

faktor yang membuat apakah pencapaian kualitas dilakukan dengan cara yang mahal

atau cara yang menguntungkan, faktor tersebut adalah cost kualitas (Soetanto et.al.,

2001 dalam Syed.M. Ahmed et.al.., 2002).

Beberapa metode pengendalian mutu dapat diterapkan dalam proyek konstruksi. Namun

sesuai dengan karakteristik proyek konstruksi antara lain : tidak kontinue, setiap proyek

mempunyai masalah berbeda, sulit membuat sistem dan prosedur baku, sulit untuk

menyeragamkan kualitas kerja (Soekiman. A, “bahan ajar mata kuliah Manajemen

Mutu”, 2011), maka penerapan metode manajemen mutu di industri konstruksi perlu

dilakukan penyesuaian.

Perkembangan metode – metode manajemen mutu seperti TQM, Kaizen, Six sigma

memang diawali di industri manufaktur sehingga metode tersebut sangat sesuai untuk

diterapkan di industri manufaktur. Berikut perbedaan antara industri konstruksi dan

industri manufaktur (Kadir. M.R.A, 2006 dalam Latif.Y. 2009 dan Utami.R.P. 2009) :

1. Produktivitas konstruksi dipengaruhi oleh pengaruh cuaca buruk, dan kondisi

lapangan, sedangkan produksi dalam industri manufaktur berlokasi di bawah

tempat yang terlindung yaitu pabrik dan terhindar dari pengaruh cuaca buruk yang

mengacaukan.

2. Hasil dari industri konstruksi tidak bergerak atau tidak akan dipindahkan.

Sedangkan, dalam proses manufaktur, hasil diprogram untuk bergerak sepanjang

M. Irfan 2010 831 026 Page 9

Page 10: makalah manajemen mutu

garis produksi yang dikerjakan oleh pekerja karena pemasangan produk dilakukan

secara mekanik.

3. Tidak ada dua bangunan yang sama dalam industri konstruksi. Dalam manufaktur

standar desain berpegang pada pemesanan, menghindari pembuatan modifikasi

yang tidak diperlukan.

4. Proses desain dan konstruksi tidak hanya panjang dan memerlukan banyak energi,

juga rumit oleh jumlah yang besar desainer dalam proyek. Pada manufaktur, orang

yang mendesain produk akan secara berulang-ulang menjadi orang yang sama

dengan yang memproduksi.

5. Terdapat waktu yang panjang antara awal perencanaan sampai dengan proses

konstruksi dalam industri konstruksi, sehingga meskipun klien menginginkan suatu

bangunan, untuk memilikinya segera sangat tidak memungkinkan.

6. Dalam konstruksi umumnya ada progress payment yang diajukan karena nilai

produk atau hasil dari konstruksi yang umumnya tinggi akan sangat mempengaruhi

modal kerja. Dalam manufaktur, karena nilai produksi yang umumnya relatif

rendah, jarang digunakan progress payment.

7. Pemilik bangunan terlibat pada posisinya untuk mempengaruhi proses konstruksi.

Sedangkan kontraktor produk manufaktur jarang dapat mempengaruhi langsung

pertimbangan atau keputusan manajer produksi.

8. Dalam industri konstruksi pengumpulan komponen-komponen skala besar dan

kompleks di lapangan sulit untuk ditangani dan diikat secaramanual di tempat.

Sebaliknya produk manufaktur biasanya siap dikumpulkan dengan mekanik.

9. Aktivitas konstruksi sulit untuk di dekati selama pelaksanaan, karena adanya

peraturan keamanan. Sedangkan tindakan pencegahan keamanan dalam

manufaktur lebih siap karena tetapnya fasilitas produksi.

10. Waktu pada proyek konstruksi atau pada tahap pelaksanaannya relatif pendek,

sehingga tim manajemen dan tenaga kerja harus dikumpulkan dengan cepat dan

tidak dapat sering disusun atau diatur kembali sebelum proyek atau tahap pekerjaan

diselesaikan. Hal ini sangat berbeda dengan waktu yang panjang pada proses

manufaktur yang memiliki keadaan yang berulangulang.

Contoh klasik penerapan manajemen mutu pada industri konstruksi adalah pada

perusahaan konstruksi Jepang. Sejalan dengan penerapan sistem manajemen mutu pada

M. Irfan 2010 831 026 Page 10

Page 11: makalah manajemen mutu

industri manufaktur, industri konstruksi Jepang juga tidak mau ketinggalan untuk

menerapkan prinsip – prinsip manajemen mutu, sehingga Perusahaan konstruksi Jepang

mendapatkan kepercayaan untuk mengerjakan berbagai proyek infrastruktur di seluruh

dunia.

Hal ini dibuktikan dengan pengamatan para ahli (e.g Andrews, 1973; Paulson dan Aki,

1980; Bennet et.al. 1987; Hasegawa, 1988, Levy, 1990, 1993, dalam Rashid (2002)

bahwa Perusahaan Kontraktor besar di Jepang merupakan pemimpin dalam penerapan

Total Quality Management secara domestik, sehingga membuat suatu patokan untuk

perusahaan – perusahaan dari negeri lain untuk mencontohnya. Hal ini bisa terjadi

karena lingkungan kerja di Jepang sangat mendukung sehingga kualitas merupakan

fokus utama dalam proses konstruksi.

Berikut akan dijelaskan tahapan – tahapan pengendalian mutu yang dilakukan oleh

perusahaan konstruksi Jepang terhadap suatu Proyek (Rashid, 2002) :

1. Proses

Sampai tahun 1973 kualitas konstruksi di Jepang sangat menimbulkan keprihatinan bagi

pengguna jasa dan juga masyarakat (Bennet et.al., 1987; Levy, 1990). Kemudian

industri konstruksi Jepang bereaksi positif dengan memperkenalkan jaminan kualitas

secara formal seperti Kajima’s Company Wide Quality Control (CWQC) dan

Obayashi’s SK. Mencoba membuktikan kepada pihak – pihak yang skeptis seperti

Hippoh (1983) yang menyatakan bahwa hal ini adalah sesuatu yang sementara,

komitmen kontraktor Jepang terhadap kualitas sampai hari ini tetap tidak berkurang.

Levy (1993) memperhatikan bahwa kualitas tersebut tetap dipertahankan walaupun

untuk proyek di luar negeri. Malah 75 % dari perusahaan – perusahaan konstruksi

Jepang yangberoperasi di luar negeri mempunyai manual proyek managemen untuk

operasi di luar negeri. Dalam manual tersebut memuat metode kerja konstruksi yang

direkomendasikan, pengawasan dan pihak yang bertanggungjawab terhadap

pengawasan tersebut. Juga disebutkan bahwa rapat kontrol mutu dengan subkontraktor

juga harus dilakukan secara teratur.

M. Irfan 2010 831 026 Page 11

Page 12: makalah manajemen mutu

2. Rutin Kerja

Komitmen terhadap kualitas oleh kontraktor Jepang menghasilkan ketelitian yang tinggi

pada detil dan pendekatan secara terstruktur pada kerja (Levy, 1990). Gambar – gambar

rencana yang disiapkan oleh arsitek akan di cek ulang oleh kontraktor Jepang dan bila

perlu dilakukan koreksi (Hasegawa, 1988). Perhatian manajemen akan bergerak dari

kantor pusat ke lapangan sejalan dengan progres kerja lapangan yang meningkat

(Andrews, 1973; Paulson dan Aki, 1980; Bennet et.al., 1987; Levy, 1990). Ketika

pekerjaan dimulai, semua tugas termasuk pembelian material, pembayaran gaji,

pengambilan tenaga kerja dan pekerjaan desain dilakukan di lapangan. Pekerjaan yang

berkualitas tinggi tersebut juga dihasilkan dari penempatan manajemen lapangan

dengan kualifikasi sangat berpengalaman dalam jumlah banyak (Andrews, 1973;

Hasegawa, 1988; Levy, 1990). Walaupun demikian biaya overhead dalam pembayaran

tenaga berpengalaman tersebut dapat tertutupi oleh pencegahan terhadap penundaan

pekerjaan dan pengulangan pekerjaan akibat kesalahan kerja. Kualitas di ukur dan

dipertahankan melalui sejumlah tes yang sudah direncanakan dengan secara detail dan

hati – hati. Ide yang paling menarik untuk suatu pemecahan masalah didiskusikan

dalam suatu presentasi perusahaan, dan jika terbukti benar justru akan menjadi

pedoman kerja perusahaan yang baru.

3. Pengendalian Biaya

Di Jepang, Kontrak didasarkan atas basis Lump Sum (Hasegawa, 1988). Bennet et.al.

(1987) memberikan opini bahwa di Jepang jika kriteria waktu dan mutu terpenuhi,

maka masalah biaya akan jadi pertimbangan kedua. Dengan kata lain prioritas biaya

dikalahkan oleh prioritas lain yang lebih penting. Meskipun ketika variasi desain

mengakibatkan penambahan biaya, kontraktor masih ragu untuk melakukan klaim

akibat tambahan biaya yang diakibatkan klien (Levy, 1990). Penambahan nilai kontrak

dilakukan melalui negoisasi yang bersahabat atas pertimbangan yang masuk akal dan

pada posisi sederajat. Kalau cara seperti tadi tidak berhasil, maka kontraktor akan

berusaha mencari cara lain dalam pelaksanaan lapangan untuk menutupi tambahan

biaya ini ( Levy, 1990).

M. Irfan 2010 831 026 Page 12

Page 13: makalah manajemen mutu

4. Pengendalian waktu

Di Jepang, karena adanya permintaan dari pengguna jasa, pemenuhan terhadap batas

waktu proyek adalah sesuatu yang hampir sakral (Levy, 1990). Karenanya penyusunan

program pekerjaan yang sangat detil menggunakan metode barchart, Metode Network

Planning untuk berbagai kerangka waktu seperti total, Bulanan dan pemecahan dalam

10 harian (hasegawa, 1988). Kontrol terhadap waktu, seperti halnya kontrol biaya dan

keselamatan dicapai melalui proses yang konsisten dengan mengadakan rapat harian

dengan subkontraktor, lalu subkontraktor tersebut menindaklanjuti dengan mengadakan

rapat dengan pekerjanya untuk membahas pekerjaan yang harus dilakukan pada hari ini

(Bennet et.al., 1987)

5. Kontrol keselamatan Kerja.

Digerakkan oleh catatan keselamatan kerja yang buruk di Industri Konstruksi,

Pemerintah Jepang secara dramatis menyusun ulang pelatihan keselamatan kerja pada

tahun 1971 dan memberlakukan beberapa Undang – Undang yang berkaitan dengan

keselamatan kerja (Bennet et.al., 1987; Levy 1990). Kebijakan keselamatan kerja telah

diwajibkan untuk semua proyek konstruksi. Pekerja yang menderita cedera karena tidak

digunakannya topi keselamatan harus diberi asuransi.

Pemerintah melantik inspektur yang berwenang untuk menghentikan kerja dan

menyelidiki semua kecelakaan kerja yang serius. Kontraktor dengan catatan

keselamatan kerja yang jelek akan diblacklist oleh klien dan publik. Sebagai

konsekwensi dari semua tindakan diatas, keselamatan kerja konstruksi diperhatikan

dengan sangat serius di Jepang.

Perhatian terhadap keselamatan kerja tersebut, dimulai sejak dari tahap rencana dan

secara terus – menerus ditekankan selama proses pekerjaan. Selama proses pengerjaan,

suatu bangunan di tutup dengan jaring pengaman. Slogan dan poster yang

menginagatkan pekerja agar menggunakan alat pengaman ditempel di tempat –tempat

yang mudah di lihat di lokasi proyek.

M. Irfan 2010 831 026 Page 13

Page 14: makalah manajemen mutu

G. Penutup.

Konsep tentang manajemen kualitas lahir dari tuntutan konsumen tehadap produk

berkualitas. Diawali di sektor manufaktur, ternyata kebutuhan akan manajemen kualitas

juga mendesak untuk diterapkan di industri konstruksi. Dengan sejumlah karakteristik

unik yang membedakan antara industri manufaktur dan konstruksi, sehingga diperlukan

sedikit modifikasi agar penerapan prinsip - prinsip manajemen kualitas dapat dilakukan

dengan sempurna di Industri konstruksi.

Negara yang disebut menjadi pioneer dalam hal pengembangan manajemen mutu di

industri konstruksi adalah Jepang. Prinsip – prinsip utama dalam manajemen mutu

seperti TQM, Six Sigma, Kaizen dan lainnya secara konsisten telah di terapkan oleh

perusahaan Konstruksi Jepang. Kondisi tersebut tentunya bukan didapat dalam jangka

waktu semalam. Dibutuhkan komitmen, totalitas dan kesepahaman bersama antara

stake holder, penyedia jasa dan pengguna jasa di industri konstruksi Jepang untuk

mewujudkan kondisi tersebut. Setelah memulai sejak tahun 1973, sekarang perusahaan

konstruksi Jepang telah menikmati status sebagai salah satu perusahaan terbaik di dunia

dalam industri jasa konstruksi dikaitkan dengan kualitas pekerjaan. Akibat turunan yang

didapat perusahaan konstruksi Jepang dapat merebut pangsa pasar dari industri

konstruksi global.

Jika Indonesia ingin menjadi pemain global dalam industri konstruksi, beberapa hal

yang diterapkan Jepang dalam manajemen mutu seperti diuraikan diatas dapat di coba

untuk diterapkan.

M. Irfan 2010 831 026 Page 14

Page 15: makalah manajemen mutu

Daftar Pustaka.

Ahmed, S.M, and Aoieong, R (2005), ”Comparison of quality management systems in

the construction industries of Hong Kong and the USA”,(online), Vol. 22 No.2,

(http://www.emeraldinsight.com, diakses 12 Februari 2011)

Ardiansyah, R,(2010), “Perkembangan Konsep Quality control”, (online)

(http://ronymedia.wordpress.com/2010/06/19/perkembangan-konsep-quality-

control, diakses 12 Februari 2011)

Bart A.G. Bossink, “Innovative quality management practices in the Dutch construction

industry”, (online), Volume 19, No. 8, (http://www.emeraldinsight.com, diakses

12 Februari 2011)

Latief. Y dan Utami. R.P. (2009), “Penerapan pendekatan metode six sigma dalam

penjagaan kualitas pada proyek konstruksi”,(online), Vol. 13 No. 2,

(http://www.emeraldinsight.com, diakses 12 Februari 2011)

Low,S.P. and Omar, H.F (1997), “The effective maintenance of quality management

systems in the construction industry”,(online), Volume 14, No.8,

(http://www.emeraldinsight.com, diakses 12 Februari 2011)

Low, S.P and Hong, S.H, (2005). “Strategic quality management for the construction

industry”,(online), Vol. 17 No.1, (http://www.emeraldinsight.com, diakses 12

Februari 2011)

M.N. Nasution (2010) Manajemen Mutu Terpadu. Edisi kedua.Ghalia Indonesia,

Bogor.

M. Irfan 2010 831 026 Page 15

Page 16: makalah manajemen mutu

P.D. Rwelamila,(1995), “Quality Management in the SADC construction industries”,

(online), Volume 12, No. 8, (http://www.emeraldinsight.com, diakses 12

Februari 2011)

Rashid.A, (2002),“ The realities of applying total quality management in the

construction industry”, (online), Volume 20 No.2,

(http://www.emeraldinsight.com, diakses 12 Februari 2011)

Soekiman, A, (2011), “Bahan – bahan kuliah Manajemen Mutu”

M. Irfan 2010 831 026 Page 16