Makalah KGD AMI

30
BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya yang tinggi. Meningkatnya harapan hidup disertai semakin tingginya angka keselamatan (survival) setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 – 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun. Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%)

description

infark miokard akut

Transcript of Makalah KGD AMI

Page 1: Makalah KGD AMI

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia

sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan

menghabiskan biaya yang tinggi. Meningkatnya harapan hidup disertai semakin

tingginya angka keselamatan (survival) setelah serangan infark miokard akut

akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin

banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk

ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena

gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Prevalensi gagal jantung di

Amerika dan Eropa sekitar 1 – 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika

saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal

jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-

kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung

meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65

tahun.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun

pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi

merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil

Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan

ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit

di Indonesia.

Penyakit jantung koroner diketahui sebagai penyebab kematian nomor satu

di Indonesia. Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan

perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan faktor

risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL kurang dari

35mg%, perokok aktif dan hipertensi. Penyakit jantung koroner juga merupakan

penyebab tersering terjadinya gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 70%

kasus. Mayoritas pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut memiliki

penyakit jantung koroner, yang secara independen memiliki prognosis buruk.

Page 2: Makalah KGD AMI

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Infark miokard akut adalah nekrosis sebagian otot jantung akibat

berkurangnya suplai darah ke bagian otot tersebut karena oklusi atau

trombosis arteria koronaria atau dapat juga akibat keadaan syok/anemia akut

(Krisanty dkk 2009, h. 49).

Infark Miokard Akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran

darah ke otot jantung (Mansjoer A 2002).

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung

akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner

berkurang (Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare 2002, h.768).

Dari ketiga pengertian AMI di atas dapat disimpulkan bahwa infark

miokard akut adalah proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah

yang tidak adekuat karena oklusi atau trombosis arteria koronaria atau dapat

juga akibat keadaan syok/anemia akut.

B. Klasifikasi

1. Berdasarkan morfologiknya

Secara morfologik, infark miokard akut dapat terjadi transmural

atau subendokardial. Yang membedakan kedua jenis infark miokard akut

ini adalah patogenesis dan perjalanan klinis keduanya. Berikut adalah

penjelasan dari masing-masing jenis infark miokard akut.

a. Infark Miokard Akut Subendokardial

Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang sangat

peka terhadap iskemia dan infark. Infark miokard akut subendokardial

terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam

waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri

Page 3: Makalah KGD AMI

koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,

perdarahan dan hipoksia.

Pada infark miokard akut subendokardial, nekrosis hanya

terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa

bercak-bercak. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai

peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia

atau hipertropi ventrikel.

b. Infark Miokard Akut Transmural

Pada 90 % kasus infark miokard akut transmural berkaitan

dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang

mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain jarang

ditemukan. Infark miokard akut transmural mengenai seluruh dinding

otot jantung dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner

dengan gambaran konfluens.

2. Berdasarkan letaknya pada dinding miokard ventrikel.

a. Infark Miokard Akut ventrikel inferior

Arteri koroner yang terlibat arteri koronaria dekstra dengan

perubahan resiprokal (hantaran EKG) II, III, aVF.

b. Infark Miokard Akut ventrikel lateral

Arteri yang terlibat arteri koronaria sirkumfleksa sinistra

dengan perubahan resiprokal (hantaran EKG) I, aVL.

c. Infark Miokard Akut ventrikel anterior

Arteri yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan

perubahan resiprokal (hantaran EKG) V2 – V4 .

d. Infark Miokard Akut septal

Arteri koroner yang terlibat arteri desendens anterior sinistra

dengan perubahan resiprokal (hantaran EKG) V1 – V2.

e. Infark Miokard Akut apikal

Arteri koroner yang terlibat arteri desendens anterior sinistra

dengan perubahan resiprokal (hantaran EKG) V5 – V6.

Page 4: Makalah KGD AMI

f. Infark Miokard Akut posterior

Arteri koroner yang terlibat arteri sirkumfleksa sinistra dengan

perubahan resiprokal (hantaran EKG) V1 – V2.

3. Berdasarkan lokasinya.

Infark miokard luas yang melibatkan bagian besar dari ventrikel

dinyatakan sesuai dengan lokasinya yaitu :

a. Infark anteroseptal.

b. Infark anterolateral.

c. Infark inferolateral.

d. Infark biventrikuler / infark posterior ventrikel kanan.

C. Etiologi

Penyebab dari infark miokard akut terbagi atas faktor yang tidak dapat

dimodifikasi dan yang masih bisa dimodifikasi, yaitu :

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

a. Usia

Berhubungan dengan proses degenerasi/penurunan kemampuan

otot jantung serta meningkatnya kerentanan terhadap penyakit

aterosklerosis koroner.

b. Seks / jenis kelamin.

Banyak penelitian menunjukkan pasien dengan Infark Miokard

Akut biasanya pria, berumur diatas 40 tahun dan mengalami

aterosklerosis pada pembuluh darah koronernya. Sedangkan pada

wanita, efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan

adanya imunitas pada usia sebelum menopause.

c. Keturunan dan Sejarah keluarga.

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung

koroner (saudara atau orang tua) meningkatkan resiko terhadap

penyakit ini.

2. Faktor resiko yang masih dapat dimodifikasi, yaitu :

a. Peningkatan kadar lemak serum.

b. Hypertensi.

Page 5: Makalah KGD AMI

c. Merokok.

d. Gangguan toleransi glukose.

e. Diet banyak mengandung lemak jenuh, kolesterol dan kalori.

D. Patofisiologi

Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi

hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard

setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat

penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan

volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik

dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri

di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan

interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja

disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya.

Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya

dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah

jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.

Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga

mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard

yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan

minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi

sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel

kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi

perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik

yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut

menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi

ventrikel dan timbulnya aritmia.

Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA

makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini

disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan.

Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk

Page 6: Makalah KGD AMI

jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.

Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia

berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur

septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan

memperburuk faal hemodinamik jantung.

Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada

menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh

perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan

terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap

terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan

tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,

sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi

kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

E. Manifestasi Klinis

a. Nyeri dada yang menetap > 30 menit. Nyeri bisa berupa seperti diremas-

remas, ditekan, ditusuk, panas atau seperti ditindih benda berat.

b. Nyeri yang tidak hilang dengan istirahat ataupun dengan pemberian

nitroglyserin dan dapat menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang bahkan ke

punggung dan epigastrium.

c. Disertai mual, berkeringat,muka pucat. Disebabkan oleh vasokonstriksi

sistemik akibat penurunan curah jantung.

d. Tachikardi.

e. Bunyi jantung III dan IV ( S3 dan S4 ) menunjukkan adanya komplikasi

gagal jantung kongestif juga merupakan tanda awal gagal ventrikel kiri.

f. Distensi vena jugularis, menunjukkan adanya tahanan aliran darah juga

menunjukkan gagal ventrikel kiri.

g. Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal.

Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop.

Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru.

Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus

Page 7: Makalah KGD AMI

yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang

tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.

F. Komplikasi

1. Aritmia.

2. Bradikardia sinus.

3. Irama nodal.

4. Gangguan hantaran atrioventrikular.

5. Gangguan hantaran intraventrikel.

6. Asistolik.

7. Takikardia sinus.

8. Kontraksi atrium prematur.

9. Takikardia supraventrikel.

10. Flutter atrium.

11. Fibrilasi atrium.

12. Takikardia atrium multifocal.

13. Kontraksi prematur ventrikel.

14. Takikardia ventrikel.

15. Takikardia idioventrikel.

16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel.

17. Renjatan kardiogenik.

18. Tromboembolisme.

19. Perikarditis.

20. Aneurisme ventrikel.

21. Regurgitasi mitral akut.

22. Ruptur jantung dan septum.

Page 8: Makalah KGD AMI

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah :

a. Leukositosis ringan

b. Peninggian LED

c. Hiperglikemi ringan

2. Pemeriksaan Enzim jantung :

a. CPK-MB/CPK

Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6

jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

b. LDH/HBDH

Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk

kembali normal

c. AST/SGOT

Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak

dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

3. EKG

EKG terdapat gelombang Q yang patologik dengan amplitude melebihi ¼

amplitude R serta saat permulaan Q sampai puncak R lebih dari 0,02 detik.

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan GADAR

Prinsip : Menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dan meningkatkan

persediaan oksigen

a. Pertolongan dasar (Basic Life Support) :

A : Airway control (jalan udara).

Tujuan

Agar jalan nafas bebas dan bersih serta udara bisa mengalir ke

paru.

Intervensi

Dengan melakukan look, listen and feel apakah ada nafas atau

tidak.

Page 9: Makalah KGD AMI

Fleksikan leher klien agar jalan nafas paten.

Jika ada sumbatan benda keras, lidah atau cairan, maka miringkan

klien atau dengan menggunakan tekhnik jaw trust, finger swap.

B : Breathing support (pernafasan).

Tujuan

Memberikan bantuan pernafasan ventilasi buatan dan pemberian

oksigenisasi.

Intervensi

Meskipun khasiatnya belum diakui untuk infark miokardium tanpa

komplikasi, oksigen sebaiknya diberikan dengan kecepatan 2 – 4 L

/ menit lewat kanula hidung.

C : Circulation support (sirkulasi).

Tujuan

Untuk memmbantu sirkulasi kompresi jantung luar.

Intervensi

Dengan cara melihat ada tidaknya dednyut nadi, bila tridak ada

bisa dilakukan RJP (resusitasi jantung paru).

b. Pertolongan Lanjut (Advanced Life Support) :

D : Drug and fluid (pemberian cairan dan obat-obatan).

Tujuan

Untuk mengurangi rasa nyeri dada, vasodilator untuk

meningkatkan aliran darah koroner.

Intervensi

Sedative seperti diazepam 3-4x 2-5 mg peroral pada insomnia

dapat ditambah flurazepam 15-30 mg. analgesic seperti morfin 2,5-

5 mg IV atau petidin 25-50 mg IM, lain-lain seperti nitrat,

antagonis kalsium dan beta bloker. Nitrogliserin 0,4-1,2 mg

(sublingual) atau 1 – 2 mg (pasta topikal). Antikoagulan seperti

heparin 20000-40000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam atau drip IV

dilakukan atas indikasi, diteruskan dengan asetakumarol atau

warfarin. Infuse dextrose 5% atau NaCl 0,9%.

Page 10: Makalah KGD AMI

E : Electrocardiography (EKG).

Tujuan

Untuk mengantisipasi timbulnya aritmia.

Intervensi

Monitor EKG secara serial.

F : Fibrillation treatmen

Tujuan

Menentukan kerusakan otak dan resusitasi serebral.

Intervensi

Untuk mengobati fibrilasi ventrikel dilakukan DC – shock.

Defibrilasi dilakukan 3 Joule / kg BB. Dosis ulangan tertinggi

adalah 5 Joule / kg BB dengan maksimal 400 Joule (Wsec).

Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar (coarse).

Gelombang yang halus biasanya kurang berespons dengan DC –

shock. Pemberian epinefrin dapat meningkatkan amplitude

gelombang fibilasi dan membuat jantung lebih peka terhadap DC –

shock. Epinefrin diberikan Intravena sebanyak 0,5 – 1 ml

(konsentrasi 1 : 1000). Pijat Jantung Luar (PJL) dan ventilasi tetap

diberikan selama 1 – 2 menit, agar epinefrin dapat dialirkan dari

jantung. Kalsium – klorid 10 ml yang diberikan Intravena

mempunyai efek yang sama dengan epinefrin.

Bila setelah DC – shock 400 Joule diulangi fibrilasi ventrikel tetap

ada , dapat diberi lagi epinefrin Intravena , yang dapat diulangi

setiap 3 – 5 menit. Selama itu PJL dan ventilasi tetap dilakukan.

Dapat pula diberikan lidokain bolus Intravena 75 mg; ini akan

meningkatkan respons jantung terhadap DC – shock. Pemberian

lidokain dapat diulangi setiap 5 menit, tetapi dosis maksimal tidak

boleh melebihi 200 – 300 mg. Bila DC – shock dan lidoakain

belum berhasil mengembalikan irama sinus, dapat diberikan

propranolol 1 mg Intravena, kemudian diikuti dengan DC – shock

berikutnya.

Page 11: Makalah KGD AMI

Biasanya pasien sudah memberi respos dengan 2 – 3 kali DC –

shock, tetapi kadang-kadang diperlukan 9 kali atau lebih. Bila

dengan DC – shock ketiga belum ada respons, dianjurkan untuk

memakai defiblirator lain.

c. Pertolongan Jangka Panjang (Prolonged Life Support) :

G : Gauging (penilaian)

Tujuan

Memonitor dan mengevaluasi RJP (resusitasi jantung paru)

pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat

tidaknya pasien diselamatkan dan diteruskan pengobatan.

Intervensi

Memeriksa TTV.

Membaca hasil EKG.

Mengkaji Nyeri dada klien.

Memeriksa GCS klien.

H : Human mentation

Tujuan

Menentukan fungsi otak apakah normal / dapat pulih kembali.

Intervensi

Melakukan pemeriksaan fisik 12 saraf kranial.

Memeriksa GCS klien.

I : Intensive care

Tujuan

Untuk perawatan intensive jangka panjang. Mempertahankan

homeostatis ekstra – kranial dan homeostatis intra – kranial, antara

lain dengan mengusahakan agar fungsi pernafasan, kardiovaskuler,

metabolik, fungsi ginjal dan fungsi hati menjkadi maksimal.

Memastikan apakah pasien dapat sembuh kembali atau adanya

kematian serebral.

Page 12: Makalah KGD AMI

I. Penanganan awal kecurigaan Infark Miokardium

Nyeri dada yang berlangsung lama

Peningkatan ST Perubahan

pada rekaman EKG EKG nonspesifik

Berikan nitrogliserin sublingual

Peningkatan ST Peningkatan ST yang terus berlanjut ST membaik

Nitrogliserin IV Angiografi koroner

Berlangsung < 6 jam Berlangsung > 6 jam

Trombolisis Kontra indikasi Pengurangan nyeri terhadap trombolisis Pengurangan nyeri,

Pemantauan O2

Heparin

Angiografi koroner Infark gelombang Q Infark gelombang non-Q

Tanpa komplikasi Dengan komplikasi Diltiazem

Stratifikasi risiko Evaluasi dan terapi yang tepat

Angiografi koroner

(Sumber : Stein Jay H, 43 : 2001)

Page 13: Makalah KGD AMI

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktivitas

Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. Pola hidup menetap,

jadwal olahraga tidak teratur.

Tanda : Takikardi, dipsnea pada istirahat / aktivitas.

2. Sirkulasi

Gejala : Riwayat infark miokard sebelumnya, penyakit arteri koroner,

gagal ginjal kronik, masalah tekanan darah, diabetes militus.

Tanda : Tekanan darah dapat normal atau naik turun (perubahan postural

dicatat dari tidur sampai duduk / berdiri). Nadi dapat normal (penuh / tak

kuat, atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat), tidak

teratur (disritmia) mungkin terjadi. Bunyi jantung ekstra S 3 / S 4

mungkin menunjukkan gagal jantung / penurunan kontraktilitas atau

komplain ventrikel. Murmur bila menunjukkan gagal katup atau disfungsi

otot papilar. Friksi dicurigai perikarditis. Irama jantung dapat teratur / tak

teratur. Edema karena distensi vena jugular, edema dependen / perifer,

edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung / ventrikel.

Warna pucat atau cyanosis, kuku datar, pada membrane mukosa dan bibir.

3. Integritas Ego

Gejala : Menyangkal gejala penting / adanya kondisi. Takut mati,

perasaan ajal sudah dekat. Marah pada penyakit / perawatan yang “tidak

perlu”. Kuatir tentang keluarga, kerja, keuangan.

Tanda : Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata. Gelisah,

marah, prilaku menyerang. Fokus pada diri sendiri / nyeri.

4. Eliminasi

Tanda : Normal atau bunyi usus menurun.

Page 14: Makalah KGD AMI

5. Makanan/ Cairan

Gejala : Mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati /

terbakar.

Tanda : Penurunan turgor kulit (kulit kering / berkeringat). Muntah.

Perubahan berat badan.

6. Hygiene

Gejala / Tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan.

7. Neurosensori

Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau

istirahat).

Tanda : Perubahan mental. Kelemahan.

8. Nyeri / Ketidaknyamanan

Gejala : Nyeri dada timbul mendadak (dapat / tak berhubungan dengan

aktivitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin. Lokasi tipikal

pada dada anterior, substernal, prekordia (dapat menyebar ketangan,

ranhang, wajah). Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,

rahang, abdomen, punggung, leher. Kualitas chrusing, menyempit, berat,

menetap, tertekan, seperti dapat dilihat. Intensitas biasanya 10 pada skala

1 – 10 (pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. Nyeri

mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, dengan diabetes militus atau

hipertensi atau lansia.

Tanda : Wajah meringis, perubahan postur tubuh. Menangis, merintih,

meregang, menggeliat. Menarik diri, kehilangan kontak mata. Respon

otomatik pada perubahan frekuensi / irama jantung, tekanan darah,

pernafasan darah, warna kulit / kelembaban, kesadaran.

9. Pernafasan

Gejala : Dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nuktural. Batuk

dengan / tanpa produksi sputum. Riwayat merokok, penyalit pernafasan

kronik.

Page 15: Makalah KGD AMI

Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, nagas sesak / kuat. Pucat /

cyanosis. Bunyi nafas bersih atau krekles / mengi. Sputum bersih, merah

muda kental.

10. Interaksi Sosial

Gejala : Stres saai ini seperti kerja, keluarga. Kesulitan koping dengan

stressor yang ada, contoh penyakit, perawatan di rumah sakit.

Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi (marah

terus menerus, takut). Menarik diri dari keluarga.

11. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga penyakit jantung / infark miokard, diabetes,

stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer. Penggunaan tembakau.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa tidak nyaman dan nyeri akut berhubungan dengan

kurangnya suplai oksigen ke otot sekunder karena oklusi arteri koronaria

yang ditandai dengan rasa nyeri dada hebat yang menjalar ke lengan kiri,

leher, punggung belakang dan epigastrium.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyaman klien meningkat

dengan kriteria hasil : nyeri berkurang hingga menghilang.

Intervensi :

a. Monitor dan catat karakteristik nyeri (lokasi nyeri, intensitas nyeri,

durasi atau lamanya nyeri, kwalitas dan penyebaran nyeri)

b. Kaji apakah pernah ada riwayat nyeri dada sebelumnya.

c. Atur lingkungan tenang dan nyaman, jelaskan bahwa klien harus

istirahat.

Page 16: Makalah KGD AMI

d. Ajarkan tehnik relaksasi seperti nafas dalam atau tehnik menejemen

nyari lainnya.

e. Ukur atau periksa TTV sebelum dan sesudah pengobatan analgetik.

f. Kolaborasi :

1) Pemberian tambahan oksigen dengan nasal kanul atau masker

2) Pemberian obat – obatan sesuai indikasi seperti anti angina

(nitrogliserin), beta blokers, propanolol (indera), pindolol (vitlen),

atenolol (tenormin), analgesik (morphine/mepheridine/demoral),

Ca-antagonis (nifedipine/adalat).

2. Keterbatasan / ketidakmampuan aktivitas fisik berhubungan dengan suplai

oksigen dan keburukan oksigen yang tidak seimbang, iskemik / kematian

otot jantung yang ditandai dengan kelelahan, perubahan nadi dan tekanan

darah saat aktivitas, perubahan warna kulit, disritmia.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beraktivitas

secara mandiri dengan kriteria hasil klien tidak mengalami

kelelahan,perubahan nadi, perubahan tekanan darah dan perubahan warna

kulit saat beraktivitas dan setelah beraktivitas.

Intervensi :

a. Catat nadi, irama dan tekanan darah sebelum, saat dan setelah

beraktivitas.

b. Anjurkan dan jelaskan bahwa pasien harus istirahat (bed rest) sampai

keadaan stabil.

c. Jelaskan / anjurkan klien supaya tidak mengedan jika buang air besar.

d. Hindarkan pasien kelelahan ditempat duduk.

e. Rencanakan aktivitas bertahap jika telah bebas nyeri; duduk ditempat

tidur, berdiri, duduk dikursi satu jam sebelum makan.

Page 17: Makalah KGD AMI

f. Ukur TTV sebelum dan sesudah aktivitas.

g. Kolaborasi : merujuk ke ASAS untuk program tindak lanjut dan

rehabilitasi.

3. Rasa cemas berhubungan dengan perubahan status menjadi sakit, ancaman

kematian yang ditandai dengan tekanan darah meningkat, wajah tyampak

cemas, perhatian hanya pada diri sendiri.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa cemas klien

berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil : klien nampak rileks dan

TTV normal.

Intervensi :

a. Lakukan komunikasi terapeutik dengan cara membina hubungan saling

percaya dan dengarkan keluhan pasien dengan sabar.

b. Dampingi pasien, cegah tindakan destruktif dan konfrontatif.

c. Jelaskan tindakan – tindakan keperawatan yang dilakukan.

d. Bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari.

e. Kolaborasi pemberian sedative misalnya diazepam, flurozepam

hidrochloride, lorazepam.

4. Perubahan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ

renal, peningkatan retensi sodium dan air, serta peningkatan tekanan

hidrostatik atau penurunan protein plasma.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan volume

cairan klien dapat dipertahankan.

Intervensi :

a. Kaji JVD (distensi vena jugularis) dan oedem ada atau tidak.

b. Pantau input dan output cairan klien

Page 18: Makalah KGD AMI

c. Timbang berat badan setiap hari

d. Kolaborasi pemberian garamn atau minum dan diuretik misalnya

furosemide

e. Gizi : berikan makanan cair atau lunak 1300 kalori rendah garam dan

rendah lemak setelah puasa 8 jam kemudian diulang setelah 24 jam.

5. Potensial penurunan kardiak output berhubungan dengan perubahan nadi,

aliran konduksi, dan penurunan preload atau peningkatan SVR.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penurunan cardiak output

pada klien tidak terjadi dengan kriteria hasil TTV klien normal.

Intervensi :

a. Ukur tekanan darah, evaluasi kualitas nadi.

b. Kaji adanya murmur S3 dan S4.

c. Hindarkan aktivitas dan anjurkan klien untuk istirahat.

d. Siapkan alat – alat atau obat – obatan imergensi.

e. Kolaborasi : pemberian oksigen tambahan, pemasangan infus, rekam

EKG, pemeriksaan rontgen thorak ulang.

6. Potensial penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan vasokontriksi

hipovolemia.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan

perfusi jaringan dengan kriteria hasil : tidak terjadi sianosis, kesadaran

composmentis

Intervensi :

a. Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya bingung, cemas,

lemah/letargi, dan penurunan kesadaran (stupor).

b. Awasi adanya sianosis dan kulit dingin.

Page 19: Makalah KGD AMI

c. Kaji adanya tanda – tanda Homan’s (Homan’s sign) ; nyeri pada

pergerakan lutut, eritema dan edema.

d. Monitor pernafasan.

e. Kaji fungsi pencernaan (ada tidaknya mual, penurunan bising usus,

muntah, distensi abdomen dan konstipasi)

f. Monitor pemasukan cairan (ada tidaknya perubahan dalam produksi

urine)

g. Kolaborasi : pemeriksaan laboratorium (astrup, creatinin, dan

elektrolit).

Pengobatan : heparin, cemitidine, panitidine, dan antasida.

Page 20: Makalah KGD AMI

Daftar Pustaka

Krisanti, Manurung, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta

Timur : CV Trans Info Media

Price Sylvia Andersen & Lorraine M. Wilson. (2002). Pathofisiologi : Konsep

Klinis Proses-proses Penyakit. Alih bahas : Peter Anugerah. Editor : Caroline

Wijaya. Buku 1. Cetakan I. Edisi 4. EGC. Jakarta.

Smetzler Suzanne C & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan

Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agus Waluyo dkk. Editor :

Monica Ester dkk. Cetakan I. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Stein Jay H. (2001). Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Alih bahasa : Edi

Nugroho. Editor : Sugiarto Komala, Alexander H. Santoso. Cetakan I. Edisi 3.

EGC. Jakarta.

Mansjoer Arif dkk. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Media

Aesculapius. Jakarta.

Zain.2010.Laporan Pendahuluan Infark Miokard akut. Dilihat pada 13 februari

2012 http://nerszain08.blogspot.com/2010/01/laporan-pendahuluan-infrak-

miokard-akut.html

Eni indrawati 2009, Hubungan Antara Penyakit Jantung Koroner Dwengan

Angka Mortalitas Pasien Gagal Jantung Dirumah Sakit, Universitas Indonesia,

Jakarta. <Sudah dipublikasikan>