Case Kgd Lengkap

31
Presentasi Kasus CEDERA KEPALA RINGAN DENGAN FRAKTUR MANDIBULA Oleh:

Transcript of Case Kgd Lengkap

Page 1: Case Kgd Lengkap

Presentasi Kasus

CEDERA KEPALA RINGAN DENGAN FRAKTUR MANDIBULA

Oleh:

Jessieca Liusen

Page 2: Case Kgd Lengkap

Rizky Febrian

Wella Yurisa

Pembimbing:

dr. Ismar, SpB, SpBA

BAGIAN / SMF KEGAWATDARURATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU - 2011

Page 3: Case Kgd Lengkap

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fraktur mandibula

Setelah cedera tulang nasal, fraktur mandibula merupakan fraktur fasial

yang paling sering. Pukulan atau jatuh dari ketinggian merupakan penyebab

fraktur mandibula tersering. Oleh karena bentuknya yang seperti cincin, fraktur

umumnya terjadi multiple. Cedera umumnya pada corpus, angulus, dan prosesus

condylaris. Benturan langsung pada rahang dapat menjalarkan energi pada

kondilus dan mematahkan tulang temporal dan menyebabkan rupturnya gendang

telinga. Riwayat cedera dan pemeriksaan fisik akan dapat menentukan hampir

semua cedera. Maloklusi dan nyeri pada pergerakan rahang merupakan petunjuk.

Laserasi intra oral menandakan terjadinya fraktur terbuka. Ekimosis dibawah

lidah merupakan salah satu penanda terjadinya fraktur mandibula, dan cedera

yang disebabkan oleh fraktur ini juga dapat berupa kerusakan nervus mandibularis

yang ditandai dengan anestesia bibir bawah. Pasien dengan oklusi yang normal

dan tes tongue-blade negatif jarang memerlukan pemeriksaan radiologis.

Terkadang foto dapat terlihat normal, walaupun terdapat fraktur kondilar. Apabila

foto menunjukkan keadaan yang normal, tetapi pemeriksaan klinis menunjukkan

kecurigaan, CT scan dapat dilakukan.1-3

Page 4: Case Kgd Lengkap

Gambar 3.1 Fraktur pada daerah mandibula3

3.2 Resusitasi instalasi gawat darurat

Penampilan pasien yang sangat buruk secara medis ketika memasuki

ruang gawat darurat tidak boleh mengalihkan perhatian seorang dokter untuk

melakukan protokol trauma yang baku. Komplikasi yang paling penting untuk

trauma wajah bukanlah shock, melainkan gangguan jalan napas, terutama pada

trauma wajah tengah dan bawah. Sebelum pemeriksaan yang detail, beberapa hal

memerlukan penilaian yang cepat.4

3.2.1 Airway

Intervensi yang sederhana, seperti chin lift tanpa ekstensi leher, jaw thrust,

dan suction oropharingeal, umumnya dapat membersihkan jalur nafas. Pada

fraktur mandibular, kehilangan dari struktur normal mandibula menyebabkan flail

mandibula, menyebabkan lidah mengobstruksi saluran nafas. Pada kasus seperti

ini, mulut harus dibuka dan lidah ditarik ke luar menggunakan penjepit yang

dilapisi oleh kapas, atau dengan penjahitan yang dilakukan pada lidah anterior.

Page 5: Case Kgd Lengkap

Ketika cedera tulang leher telah dihilangkan, baik secara klinis maupun secara

radiologis, lebih baik pasien berada pada posisi berdiri, dan condong ke depan dan

memasukkan suction ke dalam mulut sampai pada ujung tonsil. Posisi ini dapat

menyelamatkan nyawa pada pasien dengan fraktur mandibula. Pasien yang tidak

respon dengan teknik yang sederhana membutuhkan intubasi.5

3.2.2 Pertimbangan Intubasi

Karena cribiformis dapat terganggu, hindari nasotrakeal intubasi pada

pasien dengan trauma muka tengah. Intubasi nasotrakeal dapat menyebabkan

intubasi nasocranial atau perdarahan hidung yang berlebih. Umumnya komplikasi

seperti ini jarang terjadi dan beberapa pasien dapat diintubasi dengan berhasil

menggunakan jalur nasotrakeal. Namun intubasi orotrakeal lebih disukai dan

sering berhasi walaupun dengan anatomi wajah yang sangat terganggu. Dalam

intubasi sebelum melumpuhkan pasien, selalu evaluasi tingkat kesulitan yang

harus diantisipasi untuk ventilasi menggunakan masker. Pasien dengan distorsi

maksila dan mandibula sangat sulit untuk dioksigenasi menggunakan masker, oleh

karena masker tidak sesuai dengan wajah yang tidak stabil. Pada kasus seperti ini,

pertimbangkan intubasi sadar. Pilihan termasuk benzodiazepin, ketamin, atau agen

induksi lainnya yang dapat meminimalisir depresi napas. Jika pasien dengan

trauma maksilofasial yang parah diberikan agen paralitik, persiapkan untuk

krikotiroidotomi segera. Persiapan dalam kasus ini dapat berupa: pemberian

povidon iodin pada leher, blade, dan krikotiroidotomi terbuka, dan sebuah tube

trakeostomi di tempat tidur pasien. Sebagian ahli menggambarkan pendekatan

yang kreatif utuk intubasi pada trauma wajah. Intubasi fiber optic dengan pasien

Page 6: Case Kgd Lengkap

dalam posisi semiprone dapat digunakan untuk luka penetrasi pada wajah. Posisi

supine tradisional pada intubasi tidak dapat dilakukan jika terjadi rusaknya

maxilla yang dapat menyumbat airway. Jalan napas yang demikian bisa bersih

ketika pasien berbaring ke salah satu sisinya.4,5

Alternatif lain termasuk ventilasi perkutaneus transtrakea dan intubasi

retrograde sebagai penatalaksanaan sementara. Kedua teknik ini membutuhkan

persiapan yang matang, dan jalur nafas definitif lainnya yang paling dapat

diandalkan adalah dengan teknik bedah. Krikotiroidotomi emergensi, yang

merupakan teknik yang lebih cepat dan menyebabkan komplikasi yang lebih

sedikit, lebih disukai dibandingkan dengan trakeostomi emergensi.5

3.2.3 Kontrol perdarahan

Pasien jarang sekali mengalami syok oleh karena perdarahan wajah.

Pasien yang mengalami hypotensi yang sangat rendah, harus dicari sumber

perdarahan yang lain seperti, intra toraks, intra abdomen, dan perdarahan

retroperitoneal. Perdarahan maxillofasial dapat dikontrol dengan penekanan

langsung. Melakukan clamping pada luka dihindari oleh karena struktur penting

seperti nervus fasialis dan saluran parotid dapat cedera. Perdarahan faring yang

banyak memerlukan pemasangan endotrakeal tube. Pada pasien dengan fraktur le

fort, reduksi manual pada muka dapat menghentikan perdarahan. Pegang palatum

durum pada arcus maxillaris, dan posisikan kembali fragmen yang terpisah.

Perdarahan nasal yang banyak memerlukan tekanan langsung pada hidung atau

gabungan penekanan anterior posterior, harus dilakukan dengan hati-hati untuk

tidak melakukan penekanan pada kranium. Pada kasus perdarahan

Page 7: Case Kgd Lengkap

nasoopharingeal yang banyak, kateter urin dengan ujung balon diletakkan pada

dasar hidung dan diinflasikan dengan air dapat menyelamatkan jiwa. Setelah jalan

napas bersih dan perdarahan masif dapat dikontrol, potensial keadaan mengancam

hidup yang dapat terjadi pada dada, abdomen dan pelvis dievaluasi.5

3.2.4 Riwayat penyakit

Sangat penting untuk mengevaluasi mekanisme dan waktu kejadian dan

untuk mengevaluasi tingkat kesadaran. Penggunaan kantong udara pada

kecelakaan kendaraan roda empat berhubungan dengan trauma maksilofasial yang

lebih ringan dibandingkan dengan pengguna sabuk pengaman saja. Status

imunitas tetanus dan alergi merupakan protokol standar. Apabila mekanisme

cedera bukanlah karena kecelakaan lalulintas, tanyakan pada wanita tentang

kekerasan rumah tangga. Penganiayaan anak ataupun orang tua merupakan

pertimbangan khusus pada pasien dengan umur yang ekstrim mengalami trauma

fasial.5

3.2.5 Pemeriksaan fisik

3.2.5.1 Inspeksi

Pada awalnya pasien diamati dari arah muka. Pemanjangan muka dapat

terjadi pada fraktur le-fort derajat tinggi (disebut juga donkey face). Kemudian

kepala dilihat dari arah atas. Karena bells palsy post trauma terjadi dengan fraktur

pada tulang temporal, nervus kranial. Ekimosis di sekitar mata (racoon eye’s) dan

di sekitar area mastoid (battle sign) berhubungan dengan fraktur basis cranium.

Tanda-tanda ini biasanya terlihat setelah beberapa jam dan sering tidak ada ketika

Page 8: Case Kgd Lengkap

pasien baru masuk walaupun trauma wajah yang masif. Racoon eye’s dapat

terlihat dengan cedera nasoethmoideal-orbital. Fraktur le-fort dan fraktur tulang

frontalis, juga dengan trauma langsung pada nasal dan periorbital.1,4,5

3.2.5.2 Palpasi

Palpasi dapat menemukan mayoritas fraktur wajah. Seluruh area wajah

harus dipalpasi dan dievaluasi secara teliti mencari area yang nyeri, crepitus, dan

udara subcutan. Keberadaan udara subkutan merupakan patogmonik untuk fraktur

dinding sinus atau hidung.1,4

Perhatian khusus harus diberikan pada struktur yang rapuh, seperti margo

infraorbita dan sutura frontozygomatica yang terletak pada posisi superolateral

orbita. Palpasi pada arkus zygomatikus akan menunjukkan asimetris yang terjadi.

Cara paling baik untuk membedakan nyeri yang disebabkan oleh cedera jaringan

lunak dengan nyeri fraktur tulang adalah dengan palpasi intraoral. Teknik ini

dilakukan dengan meletakkan jari pada bagian dalam mulut pasien, dan pada

permukaan bukal molar atas (di bagian luar gigi). Jari yang memeriksa diletakkan

pada arkus zygomatikus. Metode ini akan menunjukkan pergerakan dan kolapsnya

arkus. Untuk menentukan stabilitas wajah, dengan mulut pasien yang terbuka,

arkus maksila dipegang. Fraktur le-fort sangat mudah didiagnosis dengan

menggoyangkan arkus maksila, dengan sekaligus merasakan muka bagian sentral

untuk setiap pergerakan tangan yang lain.4

Walaupun anestesi wajah dapat terjadi oleh karena kontusio saraf, dapat

juga menandakan sebuah fraktur. Kerusakan pada nervus infraorbita dapat

menyebabkan anestesia bibir atas, mukosa nasal pada vestibulum, alis mata

Page 9: Case Kgd Lengkap

bawah, dan gigi maksila ipsilateral. Anestesia bibir bawah dan gigi bawah dapat

terjadi pada fraktur mandibula.4

Gambar 3.2 Pemeriksaan palpasi bimanual6

3.2.5.3 Pemeriksaan oral dan mandibula

Dalam inspeksi, madibula dilihat apakan ada deviasi, yang terjadi akibat

fraktur atau dislokasi kondilus. Maloklusi dapat menandakan fraktur le-fort, dan

pasien mungkin tidak dapat menutup mulut, oleh karena oklusi prematur molar.

Fraktur zygomatika juga dapat menghalangi penutupan mulut apabila fragmen

tulang menekan otot masseter atau menekan prosesus coronoideus mandibula.

fraktur yang menyebabkan cedera saraf dapat menyebabkan anestesia pada bibir

dan ginggiva. Pemeriksaan intraoral dapat menunjukkan adanya patologi di

daerah ini. Pemeriksaan harus meliputi manipulasi setiap gigi, mencari laserasi

intraoral dan kelainan pada mandibula. Umumnya semua fraktur dapat dideteksi

atau dieksklusikan dengan palpasi dan penekanan mandibula. Dengan meletakkan

jari pada kanalis akustikus eksternus ketika pasien membuka dan menutup mulut,

pemeriksa dapat palpasi kondilus mandibularis dalam pergerakan mandibula.5

Page 10: Case Kgd Lengkap

3.2.5.4 Tongue-Blade Test

Test tongue blade atau tes spatula, adalah teknik yang baik untuk

pemeriksaan fraktur mandibula. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan pada

pasien dengan fraktur yang jelas terlihat. Pemeriksaan ini diperlukan untuk

menentukan apakah pasien dengan nyeri pada mandibula dan tidak ada deformitas

yang jelas memerlukan pemeriksaan radiologis. Pasien disuruh menggigit spatula

kayu. Pemeriksa kemudian memutar spatula bertujuan untuk mematahkan spatula

tersebut. Pasien dengan fraktur mandibula akan membuka mulutnya. Pasien yang

memiliki mandibula yang intak akan mematahkan spatula tersebut. Pada suatu

penelitian, pemeriksaan ini memiliki sensitifitas >95% dan memiliki spesifisitas

65% untuk fraktur mandibula.5

LAPORAN KASUS BAGIAN KEGAWATDARURATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

Nama Pasien : A

Page 11: Case Kgd Lengkap

Umur : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

MRS : 25 Juli 2011

Ruang rawat : CDR

Auto dan Alloanamnesa dari saksi mata

Keluhan Utama: nyeri pada rahang bawah

Primary Survey:

Airway & C-spine control : bicara spontan dengan gurgling

Dilakukan suction dengan suction elastic

bicara spontan tanpa gargling

Neck collar dipasang

Breathing & ventilation : clear O2 10 L/menit NRM

Circulation & hemorrhage control :

TD: 110/80 mmHg

Pulse: 90x/menit

Akral hangat, merah

Capillary refill time 2 detik

Syok hemoragik kelas I

Loading cairan RL 1 L dalam 15 menit I

TD : 120/70 mmHg

Pulse: 80x/menit

Page 12: Case Kgd Lengkap

Akral hangat, merah

Capillary refill time 1 detik

Kateter urin no.18 F 30cc 1 jam I

Kesimpulan: hemodinamik stabil cairan rumatan RL 80cc/jam

Disability:

GCS: E4,M6,V5 (15) CKR

Mini neurologi: pupil isokor, reflex pupil +/+

Eksposure: pakaian ditanggalkan, tidak ada jejas pada bagian tubuh lain, pakai

selimut.

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 2 jam SMRS. Pasien

mengendarai motor dengan kecepatan 40 km/jam. Pasien terjatuh sendiri

dengan posisi tertelungkup ke aspal. Bagian tubuh yang pertama kali

menyentuh aspal adalah dagunya, kemudian dada, dan panggulnya. Pasien

tidak mengenakan helm saat itu.

Pasien tidak ingat kejadian segera setelah trauma yang dialaminya. Dia

tidak pingsan setelah kejadian. Pasien mengeluh nyeri pada rahang bawah

terutama ketika membuka dan menutup mulutnya. Tidak ada nyeri kepala,

Page 13: Case Kgd Lengkap

muntah maupun pingsan kembali setelah kejadian. Tidak ada keluar darah

dari hidung maupun telinga pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : composmentis GCS 15 E4M6V5

Keadaan gizi : baik

Vital sign : Nadi : 90x/menit, reguler, isi cukup

Suhu : 36,7 oC

Frek. Napas : 22 x/menit

TD: 110/80 mmHg

Pem. Kepala dan Leher : status lokalis

Pem. Toraks : DBN

Pem. Abdomen : DBN

Pem. Ekstremitas : DBN

Pem. Genitourinarius : terpasang kateter urin no. 18 F dengan urin 30 cc

dalam 1 jam I

Status Lokalis

Kepala dan leher

Page 14: Case Kgd Lengkap

Inspeksi: raccoon eye (-), rinore (-), otore (-), battle sign (-), vulnus laceratum (-),

deformitas cranium (-), hematom (-), deformitas mandibula (+), maloklusi (+)

Pupil isokor 3 mm, reflek cahaya +/+, reflek pupil langsung (+/+), reflek pupil

tidak langsung (+/+), conjunctiva anemis (+)

Palpasi: nyeri tekan mandibula (+), floating maxilla (-), fracture line (+)

mandibula sinistra, krepitasi (-)

Diagnosis kerja

CKR dengan fraktur mandibula sinistra

Rencana pemeriksaan lanjutan

Darah Rutin

Foto polos mandibula AP lateral

Hasil pemeriksaan penunjang

Darah rutin:

Hb : 9,6 g/dl

Leukosit: 18.300/uL

PLT: 299.000 /uL

Ht: 27%

Foto polos mandibula AP lateral

Page 15: Case Kgd Lengkap

Rencana penatalaksanaan

- Rawat Inap

- Cairan rumatan RL 28 tpm

- Antibiotic ceftriaxon 2x1 amp IV

- Ketorolac 2x1 amp IV

- ORIF mandibula

Follow up 20 Juli 2011:

S: nyeri ketika menggerakkan mulutnya

O: TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80x/menit, napas: 22x/menit, suhu: 36,7oC

A: CKR dengan fraktur mandibula sinistra

P: rumatan RL 28 tpm, ketorolac 2x1 amp IV, ceftriaxon 2x1 amp IV, ORIF

mandibula

Follow up 21 Juli 2011:

Page 16: Case Kgd Lengkap

S: nyeri ketika menggerakkan mulutnya

O: TD: 120/70 mmHg, Nadi: 84x/menit, napas: 18x/menit, suhu: 36,9 oC

A: CKR dengan fraktur mandibula sinistra

P: rumatan RL 28 tpm, ketorolac 2x1 amp IV, ceftriaxon 2x1 amp IV, ORIF

mandibula

Follow up 22 Juli 2011:

S: nyeri ketika menggerakkan mulutnya, pasien rencana pulang atas permintaan

sendiri

O: TD: 120/80 mmHg, Nadi: 76x/menit, napas: 20x/menit, suhu: 37oC

A: CKR dengan fraktur mandibula sinistra

P: rumatan RL 28 tpm, ketorolac 2x1 amp IV, ceftriaxon 2x1 amp IV, ORIF

mandibula

Follow up 23 Juli 2011: pasien pulang atas permintaan sendiri

BAB III

Page 17: Case Kgd Lengkap

PEMBAHASAN

Penatalaksanaan pasien trauma di Indonesia menggunakan sistem Advance

Trauma Life Support (ATLS). Pada pasien ini, dilakukan initial assessment

dengan menilai Airway and cervical spine control, breathing, circulation and

bleeding control, disability, dan eksposure (ABCDE). Penerapan penilaian,

resusitasi, dan reevaluasi ABCDE dilakukan dengan kerja sama tim dan simultan.

Penilaian awal airway and cervical spine control pada pasien ini

didapatkan pasien dapat berbicara spontan dengan terdengar suara nafas tambahan

yaitu gurgling (berkumur-kumur). Berarti terdapat sumbatan berupa cairan pada

jalan nafas pasien. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa

masalah pada airway merupakan masalah yang paling sering terjadi pada trauma

maksilo fasial. Dilakukan resusitasi berupa tindakan pembebasan jalan nafas pada

pasien dengan menggunakan suction elastic. Setelah suction dilakukan, dilakukan

reevaluasi, airway pasien jadi bebas dan suara nafas tambahan hilang. Penggunaan

suction elastic pada pasien ini tidak tepat, karena pada pasien dengan trauma

maksilofasial, seharusnya menggunakan suction rigid supaya operator dapat

mengontrol arah suction. Tetapi karena fasilitas IGD yang terbatas, maka

dilakukan suction dengan menggunakan suction elastic. Pasien kemudian

dipasang neck collar karena terdapat cedera di atas klavikula. Hal ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa pasien dengan kecurigaan fraktur cervical

seperti terdapatnya jejas atau cedera di atas klavikula harus dipikirkan fraktur

cervical sampai terbukti tidak secara klinis atau radiologis.

Page 18: Case Kgd Lengkap

Penilaian pada breathing didapatkan pasien bernafas dengan spontan,

pernafasan 22 kali per menit, perkusi sonor dan auskultasi vesikuler pada ke dua

lapang paru. Didapatkan assessment bahwa breathing pasien clear.

Penilaian pada circulation didapatkan pasien memiliki tekanan darah

110/80 mmHg, nadi 90x/menit, akral hangat, merah, capillary refill time 2 detik.

Dalam sistem ATLS pasien dimasukkan ke dalam syok kelas 1. Pada pasien

trauma, setiap syok harus dianggap sebagai hemorragic syock sampai terbukti

sebaliknya. Dilakukan resusitasi pada pasien dengan cairan Ringer laktat loading

dose 1 liter dalam 15 menit. Dilakukan reevaluasi pada menit ke-15 dan

didapatkan tekanan darah naik menjadi 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, akral

hangat, merah, capillary refill time 1 detik. Pada pasien juga dipasang kateter urin

no.18 F dan didapatkan produksi urin 30cc dalam 1 jam I. Kesimpulan,

hemodinamik pasien stabil. Terapi dilanjutkan dengan rumatan RL 80cc/jam.

Classification of hemorrhagic syock

Class

Parameter I II III IV

Blood loss (mL) <750 750–1500 1500–2000 >2000

Blood loss (%) <15 15–30 30–40 >40

Heart rate (bpm) <100 >100 >120 >140

Blood pressure Normal Orthostatic Hypotension Severe hypotension

CNS symptoms Normal Anxious Confused Obtunded

Tabel 1.1. klasifikasi syok hemorrhagik swartz

Page 19: Case Kgd Lengkap

Pada penilaian disability didapatkan mata terbuka spontan, ekstrimitas

dapat bergerak menurut perintah, dan pasien dapat berbicara terorientasi.

Sehingga didapatkan Glasgow coma score (GCS) 15 artinya pasien mengalami

cedera kepala ringan. Pada pemeriksaan mini neurologi didapatkan pupil pasien

isokor dan refleks pupil +/+ artinya tidak terdapat tanda-tanda lateralisasi.

Pada eksposure pakaian pasien ditanggalkan tidak didapatkan jejas lain

pada tubuh pasien, dan pasien dipakaikan selimut untuk mencegah hipotermia.

Setelah dilakukan reevaluasi, didapatkan pasien dalam keadaan stabil,

kemudian dilakukan secondary survey. Dari anamnesis didapatkan pasien

mengalami kecelakaan lalu lintas 2 jam SMRS. Pasien jatuh pertama kali pada

dagunya, kemudian datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada

rahang bawahnya. Pada status lokalis, inspeksi didapatkan deformitas pada

mandibula, dan maloklusi. Palpasi didapatkan nyeri tekan mandibula, krepitasi.

Sehingga pasien di diagnosis kerja dengan CKR dengan fraktur mandibula.

Pada pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan foto ronsen kepala

AP, sehingga dapat diketahui konfigurasi fraktur dan pendekatan terapi. Terapi

menggunakan IVFD RL tetap dilanjutkan sebagai terapi rumatan. Pasien juga

diberi ketorolak injeksi untuk mengurangi rasa nyeri. Ketorolak merupakan obat

golongan non steroidal anti inflamation drugs (NSAID) yang digunakan untuk

menghilangkan rasa nyesi sedang sampai berat. Obat ini bekerja dengan

menghambat pembentukan prostaglandin. Pasien direncanakan akan dikonsul

pada spesialis bedah kepala dan leher untuk reduksi dan fiksasi fragmen fraktur.

Page 20: Case Kgd Lengkap

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Trauma sering terjadi dengan meningkatnya mobilisasi penduduk dan

peningkatan pemakaian kendaraan bermotor.

2. Seorang dokter umum harus memahami penanganan kasus-kasus trauma

harus ditinjau dari primary survey yang bertujuan untuk life saving.

Primary survey terdiri dari A(airway), B (breathing), C(circulation), D

(disability), E(exposure). Setiap poin primary survey harus dimulai dengan

assessment, evaluasi (melakukan tindakan pertolongan), dan reevaluasi

hingga keadaan ABCDE stabil.

3. Setelah primary survey stabil dilanjutkan fase berikutnya ke secondary

survey yakni penilaian adanya cedera tambahan lainnya seperti fraktur

maxillofacial, fraktur mandibula, dan lain-lain.

4. Penanganan cedera tambahan lainnya disesuaikan dengan terapi

definitifnya.

Saran

1. Dalam penanganan kasus trauma yang terpenting adalah life saving,

sehingga seorang dokter umum wajib mengetahui assestment dari primary

survey kemudian melakukan evaluasi.

2. Dalam setiap tindakan evaluasi yang dilakukan harus dilakukan reevaluasi

hingga keadaan stabil.

Page 21: Case Kgd Lengkap

3. Setelah keadaan pasien stabil, dokter sebaiknya mempersiapkan proses

rujukan jika pasien akan dirujuk ke pusat trauma yang lebih kompeten.

Page 22: Case Kgd Lengkap

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamami, AH, Pieter J, Riwanto I, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Kepala

dan Leher. dalam Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. 438-447

2. Widell T. Mandible fracture in emergency medicine. 30 Maret 2011. [31

Juli 2011]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/825663-

overview#showall

3. Laub DR. Mandibular fractures. 20 Juni 2011. [31 Juli 2011]. Diunduh

dari: http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview#showall

4. Gus M. Garmel, MD, FACEP, FAAEM. Swaminatha V. Mahadevan, MD,

FACEP, FAAEM. An Introduction to Clinical Emergency Medicine.

Cambridge University Press 2005. United States of America: 2005

5. Latha G. Stead, MD, FACEP. Matthews S. Kaufman, MD. S. Mathew

Stead, MD, PhD. First Aid For the Emergency Medicine Clerkship .2nd

Ed. New York. McGraw-Hill: 2006

6. Pemeriksaan palpasi bimanual wajah. 2011. [31 Juli 2011]. Diunduh dari:

http://www2.aofoundation.org/ wps/portal