Makalah Kgd i Kelompok IV

25
MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I Tentang KONTUSIO SEREBRI Disusun O L E H Kelompok IV: 1. Meifitri Suciowati 2. Melly desriyeni 3. Mufli Hamdani Yusid 4. Herni wahyu fatimah 5. Nurazlinda 6. Siska Sujana Bakri 7. Ulul Umrah Tina Dosen Pembimbing : Ns, Rebbi Permata Sari. S,Kep SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

description

keperawatan gawat darurat

Transcript of Makalah Kgd i Kelompok IV

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ITentangKONTUSIO SEREBRI

Disusun O LEHKelompok IV:1. Meifitri Suciowati2. Melly desriyeni3. Mufli Hamdani Yusid4. Herni wahyu fatimah5. Nurazlinda6. Siska Sujana Bakri7. Ulul Umrah TinaDosen Pembimbing :Ns, Rebbi Permata Sari. S,Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANALIFAH PADANG2013/2014BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangLesi kontusio bisa terjadi tanpa adanya dampak yang berat, yang penting untuk terjadinya lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala, yang seketika itu juga menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Karena itu otak membentang batang otak terlampau kuat, sehingga menimbulkan blokade reversibel terhadap lintasan asendens retikularis difus.Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi di daerah otak yang mengalami benturan. Pada benturan di daerah parietal, temporalis dan oksipital selain di tempat benturan dapat pula terjadi kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan garis benturan. Lesi kedua ini disebut lesi kontra benturan (lesi kontusio contrecoup). Perdarahan mungkin pula terjadi disepanjang garis gaya benturan ini, dan pada permukaan bagian otak yang menggeser karena gerakan akibat benturan itu.Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. (Alexander PM, 1995).Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Brunner & Suddarth, 2002)B. Rumusan Masalah1. Apakah defenisi dari kontusio serebri?2. Apa etiologi kontusio serebri:3. Bagaimana anatomi dari serebri?4. Bagaimana patofisologi dari kontusio serebri?5. Bagaimana gejala klinik dari kontusio serebri?6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kontusio serebri?7. Bagaimana penatalaksanaan dari kontusio serebri?

C. Tujuan Masalah1. Untuk mengetahui defenisi dari kontusio serebri2. Untuk mengetahui etiologi dari kontusio serebri3. Untuk mengetahui anatomi dari kontusio4. Untuk mengetahui patofisiologi dari kontusio serebri5. Untuk mengetahui gejala klinik dari kontusio serebri6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada kontusio serebri7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari kontusio serebri.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Defenisi

Secara definisi Contusio Cerebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu jaringan. Contosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak., secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak. Pada pemerikasaan CT Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut Pulp brain

Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral. Lesi kontusio adalah suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa adanya kerusakan duramater.

B. ETIOLOGIa. Kecelakaanb. Jatuhc. Trauma akibat persalinan.

C. Anatomi dari serebri

Hemispherum serebri dapat dibagi menjadi lobus frontalis, parietalis, ocipitalis serta lobus temporalis, insula dan rhinencephalon.

1. Lobus frontalisLobus frontalis meluas dari ujung frontal yang berakhir pada sulkus sentralis dan di sisi samping pada fisura lateralis. Sulkus presentralis berjalan ke anterior dan sejajar dengan sulkus sentralis. Sulkus presentralis ini dibagi lagi menjadi sulkus presentralis superior dan inferior. Sulkus frontalis superior dan inferior berasal dari sulkus presentralis menuju ke arah depan dan bawah, serta membagi permukaan lateral lobus frontalis menjadi tiga buah gyrus yang sejajar; gyrus frontalis superior, medius dan inferior. Gyrus frontalis inferior dibagi menjadi tiga bagian oleh ramus asendens dan horizontalis anterior dari fisura lateralis serebri; pars orbitalis yang terletak di depan ramus horizontalis anterior; pars triangularis merupakan bagian yang berbentuk pasak segitiga berada di antara ramus horizontalis anterior dan ramus asendens anterior; pars opercularis berada diantara ramus asendens dan sulkus presentralis

2. Lobus parietalisLobus parietalis meluas dari sulkus sentralis sampai fisura parieto-oksipitalis dan ke lateral sampai setinggi fisura serebri lateralis. Sulkus postsentralis melanjut ke bawah dan sejajar dengan fisura lateralis (rolandi) serta terdiri atas bagian superior dan inferior. Sulcus intraparietalis merupakan alur horizontal yang kadang-kadang bersatu dengan sulkus postsentralis. Lobulus parietalis superior berada di atas bagian horizontal sulkus intraparietalis, dan dibawahnya terdapat lobulus parietalis inferior. Gyrus supramarginalis merupakan bagian lobulus parietalis inferior yang melengkung diatas ujung asendens dari ramus posterior fisura lateralis serebri. Gyrus angularis yaitu bagian yang melengkung di atas ujung sulkus temporalis superior dan bersatu dengan gyrus temporalis medius. Gyrus sentralis posterior terletak di antara sulkus sentralis dan postsentralis.

3. Lobus occipitalisLobus oksipitalis merupakan lobus posterior yang berbentuk piramid dan terletak di belakang fisura parieto-oksipitalis. Sulkus oksipitalis lateralis berjalan transversal sepanjang permukaan lateral serta membagi lobus oksipitalis menjadi gyrus superior dan inferior. Fisura calcarina membagi bagian medial lobus oksipitalis menjadi cuneus dan gyrus lingualis. Cuneus yang berbentuk pasak segitiga terletak di antara fisura calcarina dan parieto-oksipital. Gyrus lingualis berada di antara fisura calcarina dan bagian posterior fisura kolateralis. Bagian posterior gyrus fusiformis terdapat dibagian sentral atau basal dari lobus oksipitalis.

4. Lobus temporalisBagian lobus temporalis dari hemispherum serebri terletak dibawah fisura lateralis serebri (sylvii) dan berjalan kebelakang sampai fisura parieto-oksipitalis. Sulkus temporalis superior berjalan sepanjang lobus temporalis sejajar dengan fisura lateralis serebri. Sulkus temporalis medialis terletak di bawah sejajar dengan sulkus temporalis superior, sedikit dibawahnya.

Gyrus temporalis medius terdapat diantara sulkus temporalis superior dan medius. Gyrus temporalis inferior berada di bawah sulkus temporalis medius dan berjalan menuju ke posterior untuk berhubungan dengan gyrus oksipitalis inferior. Gyrus temporalis transversalis (Gyrus Heschi) menempati bagian posterior dari bagian temporalis superior (batas inferior fisura lateralis serebri). Sulkus temporalis inferior berjalan sepanjang permukaan inferior lobus temporalis, dari polus temporalis di sebelah depan sampai pada polus oksipitalis di belakang.

5. InsulaInsula terbenam di dalam fisura lateralis serebri dan dapat diperlihatkan dengan memisahkan tepi fisura sebelah atas dan bawah. Sulkus sirkularis yang dalam mengelilingi insula. Beberapa gyrus brevis, yang dibentuk oleh sulkus-sulkus yang dangkal, menempati bagian anterior insula; sebuah gyrus longus menempati bagian posterior.

Operculum insula merupakan bagian tepi fisura lateralis serebri. Operculum orbitalis berada di sebelah anterior dan inferior terhadap ramus horizontalis anterior. Operculum parietalis terletak di antara operculum frontalis dan ujung ramus posterior. Operculum temporalis terletak di bawah ramus posterior.

6. RhinencephalonRhinencephalon yang secara phylogenetika merupakan bagian tua dari hemispherium serebri, mencakup bagian-bagian yang berhubungan dengan persepsi sensasi olfaktorius.

D. Patofisologi dari kontusio serebri

Kontusio dapat terjadi akibat adanya gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis, sehingga terdapat vasoparalisis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif ikut terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernapasan bisa terjadi.

Kontusio serebri yang tidak terlampau berat dapat terjadi dengan adanya gangguan-gangguan di susunan kardiopulmonal pada trauma kapitis, dengan mekanisme melalui sistem vaskular yang ikut terkena secara langsung karena perdarahan ataupun trauma langsung pada jantung. Sebagai reaksi tubuh, volume sirkulasi ditambah dengan cairan yang berasal dari lingkungan ekstraselular. Keadaan ini bisa ke hemodilusi jika penderita diberi cairan melalui infus tanpa plasma atau darah. Gangguan yang akan menyusulnya adalah tekanan osmotik dan O2 (PO2) menurun.

E. Gejala klinik dari kontusio serebri

Timbulnya lesi kontusio di daerah-daerah dampak (coup) countrecoup dan intermediated, menimbulkan gejala defisit neurologik, yang bisa berupa refleks Babinski yang positif dan kelumpuhan U.M.N. Setelah penderita pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan gambaran organic brain syndrom. Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio ringan mungkin tidak dijumpai kelainan neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio serebri dengan penurunan kesadaran berlangsung berjam-jam pada pemeriksaan dapat atau tidak dijumpai defisit neurologik.

Pada kontusio serebri yang berlangsung lebih dari enam jam penurunan kesadarannya biasanya selalu dijumpai defisit neurologis yang jelas. Gejala-gejalanya bergantung pada lokasi dan luasnya daerah lesi. Keadaan klinis yang berat terjadi pada perdarahan besar atau tersebar di dalam jaringan otak, sering pula disertai perdarahan subaraknoid atau kontusio pada batang otak. Edema otak yang menyertainya tidak jarang berat dan dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial.

Tekanan intrakranial yang meninggi menimbulkan gangguan mikrosirkulasi otak dengan akibat menghebatnya edema. Dengan demikian timbullah lingkaran setan yang akan berakhir dengan kematian bila tidak dapat diputus.Pada perdarahan dan edema di daerah diensefalon pernapasan biasa atau bersifat Cheyne Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik. Mungkin terjadi rigiditas dekortikasi yaitu kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku.

Pada gangguan di daerah mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat, tidak teratur, pernapasan hiperventilasi, motorik menunjukkan rigiditas deserebrasi dengan keempat ekstremitas kaku dalam sikap ekstensi. Pada lesi pons bagian bawah bila nuklei vestibularis terganggu bilateral, gerakan kompensasi bola mata pada gerakan kepala menghilang. Pernapasan tidak teratur. Bila oblongata terganggu, pernapasan melambat tak teratur, tersengal-sengal menjelang kematian. Gejala lain yang sering muncul : Gangguan kesadaran lebih lama. Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi. Gejala TIK meningkat. Amnesia retrograd lebih nyata. Pasien tidak sadarkan diri Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan Denyut nadi lemah Pernafsan dangkal Kulit dingin dan pucat Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari. Hemiparese/Plegi Aphasia disertai gejala mual-muntah Pusing sakit kepala

F. Pemeriksaan penunjang dari kontusio serebriPemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan ialah :a. foto rontgen polos, b. scan tomografik,c. EEG, d. pungsi lumbal

G. Penatalaksanaan dari kontusio serebri

Tindakan yang diambil pada kontusio berat ditujukan untuk mencegah meningginya tekanan intrakranial.1. Usahakan jalan napas yang lapang dengan : Membersihkan hidung dan mulut dari darah dan muntahan Melonggarkan pakaian yang ketat Menghisap lendir dari mulut, tenggorok dan hidung Untuk amannya gigi palsu perlu dikeluarkan Bila perlu pasang pipa endotrakea atau lakukan trakeotomi O2 diberikan bila tidak ada hiperventilasi2. Hentikan perdarahan3. Bila ada fraktur pasang bidai untuk fiksasi4. Letakkan pasien dalam posisi miring hingga bila muntah dapat bebas keluar dan tidak mengganggu jalan napas.5. Berikan profilaksis antibiotika bila ada luka-luka yang berat.6. Bila ada syok, infus dipasang untuk memberikan cairan yang sesuai. 7. Bila tidak ada syok, pemasangan infus tidak perlu dilakukan dengan segera dan dapat menunggu hingga keesokan harinya. Pada hari pertama pemberian infus berikan 1,5 liter cairan perhari, dimana 0,5 liternya adalah NaCl 0,9%. Bila digunakan glukosa pakailah yang 10% untuk mencegah edema otak dan kemungkinan timbulnya edema pulmonum. Setelah hari keempat jumlah cairan perlu ditambah hingga 2,5 liter per 24 jam. 8. Bila bising usus sudah terdengar, baik diberi makanan cair per sonde. Mula-mula dimasukkan glukosa 10% 100 cm3 tiap 2 jam untuk menambah kekurangan cairan yang telah masuk dengan infus. Pada hari berikutnya diberi susu dan pada hari berikutnya lagi, makanan cair lengkap 2-3 kali perhari, 2000 kalori, kemudian infus dicabut.1. Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan manitol 20% dalam infus sebanyak 250 cm3 dalam waktu 30 menit yang dapat diulang tiap 12-24 jam.2. Furosemid intramuskuler 20 mg/24 jam, selain meningkatkan diuresis berkhasiat mengurangi pembentukan cairan otak.3. Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan deksametason dalam rangkaian pengobatan sebagai berikut :Hari I : 10 mg intravena diikuti 5 mg tiap 4 jamHari II : 5 mg intravena tiap 6 jamHari III : 5 mg intravena tiap 8 jamHari IV-V : 5 mg intramuskular tiap 12 jamHari IV : 5 mg intramuskularPemantauan keadaan penderita selain keadaan umumnya perlu diperiksa secara teratur P CO2 dan P O2 darah. Keadaan yang normal adalah P CO2 sekitar 42 mmHg dan P O2 di atas 70 mmHg. Selanjutnya ialah perawatan dalam keadaan koma.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian Pengumpulan data subjekti atau objektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagai berikut :1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)2. Riwayat kesehatana. Riwayat kesehatan sekarangb. Riwayat kesehatan dahulu3. Pemeriksaan fisikAspek Neurologis :Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorientasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif adanya hemiparese.

Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma.

Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh. Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak.

a. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. b. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. c. Nervus III (Okulomotorius), d. Nervus IV (Trokhlearis) e. Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah anisokorf. Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi.g. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.h. Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. i. Nervus IX (Glosofaringeus). j. Nervus X (Vagus)k. Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.l. Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.

Aspek Kardiovaskuler :

Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.

Aspek sistem pernapasan :

Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.

Aspek sistem eliminasi :

Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale I. Reaksi Membuka Mata.a. Buka mata spontanb. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.c. Buka mata bila dirangsang nyerid. Tidak reaksi dengan rangsangan apapun. II. Reaksi Berbicaraa. komunikasi verbal baik, jawaban tepat.b. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.c. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.d. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun. III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkaia. Mengikuti perintahb. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.c. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.d. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.e. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.f. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksiPengkajian Psikologis :

Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.

Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

Data spiritual :

Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

Prinsip melakukan pengkajian dengan menggunakan 5 B yaitu :a. Breathing Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

b. BloodEfek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

c. BrainGangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

d. Blader Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

e. BowelTerjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.c. BonePasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

B. diagnosa keperawatan1. Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis, psikologis2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, fisiologis berhubungan dengan faktor biologis, fisiologis.3. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.d. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDari penjelasan makalah yang telah di sampaikan dapat di simpulkan bahwa kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu jaringan. Contosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak., secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak. Pada pemerikasaan CT Scan didapatkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut Pulp brainB. Saran saya berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA1. Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 20002. Chusid JG., Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 19903. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993