Makalah KESMAS

download Makalah KESMAS

of 17

description

masalah kesehatan di provinsi sumatera utara...

Transcript of Makalah KESMAS

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor di luar kenyataan klinis yang mempengaruhi terutama faktor sosial budaya. Jadi, sangat penting menumbuhkan pengertian yang benar pada benak masyarakat tentang konsep sehat dan sakit karena dengan konsep yang benar maka masyarakat pun akan mencari alternatif yang benar pula untuk menyelesaikan masalah kesehatannya (Foster, 2006). Pengetahuan masyarakat tentang konsep sehat dan sakit yang benar akan membuat masyarakat mengerti bagaimana memberdayakan diri untuk hidup sehat dan kebiasaan mereka untuk mempergunakan fasilitas kesehatan yang ada. Hal ini merupakan dua dari empat grand strategy yang dilakukan Departemen Kesehatan untuk mewujudkan visinya yaitu memandirikan masyarakat untuk hidup sehat dengan misi membuat masyarakat sehat (Depkes RI, 2009). Pemerintah sering dihadapkan pada berbagai masalah di bidang kesehatan, masalah yang cukup menjadi perhatian para ahli belakangan ini adalah assessment faktor risiko penyakit tidak menular. Salah satu penyebabnya adalah karena penyakit tidak menular sekarang ini memperlihatkan tendensi peningkatan. Peningkatan penyakit tidak menular ini banyak terjadi di negara berkembang karena perkembangan ekonominya mulai meningkat. Karena itulah maka terjadi peralihan bentuk penyakit yang harus dihadapi, yaitu dari penyakit menular dan infeksi menjadi penyakit tidak menular dan kronis. Proses tersebutlah yang kerap dikenal sebagai transisi epidemiologi (Bustan, 1997). Transisi penyakit di Indonesia mulai ditandai dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular yang dirawat inap di beberapa rumah sakit. Peningkatan ini menempatkan penyakit tidak menular menjadi penyakit utama rawat inap di berbagai fasilitas kesehatan. Karena itu seharusnya transisi epidemiologi juga menyebabkan terjadinya transisi kebijakan yang menyeluruh (Soegondo, 2004). Penyakit tidak menular sering disebut sebagai penyakit kronis. Penyakit tidak menular memberikan kontribusi bagi 60 persen kematian secara global. Di berbagai negara yang termasuk negara berkembang, peningkatan penyakit ini terjadi secara cepat dan memberikan dampak yang sangat signifikan pada sisi sosial, ekonomi dan kesehatan. WHO sendiri memperkirakan bahwa pada tahun 2020, penyakit tidak menular akan menyebabkan 73 persen kematian secara global dan memberikan kontribusi bagi penyebab kematian secara global atau global burden of disease sebesar 60 persen. Permasalahannya adalah sekitar 80 persen dari penyakit tidak menular ini justru terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah atau yang sering disebut sebagai low and middle income countries (Mirza, 2008). Perubahan pola hidup manusia seperti gaya hidup, sosial ekonomi, urbanisasi dan industrialisasi pada akhirnya akan meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular, khususnya penyakit degeneratif. Kecenderungan untuk beralih dari makanan tradisional menjadi makanan cepat saji dan berlemak, terutama di daerah urban mengakibatkan perubahan penyakit yaitu menurunnya penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit non infeksi (degeneratif). Hal ini menunjukkan telah terjadi transisi epidemiologi. Tentu saja penyakit ini akan menimbulkan suatu beban bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian suatu negara karena memerlukan biaya yang besar untuk perawatannya (Bustan, 1997).Di awali dari terjadinya bencana gempa bumi dengan kekuatan 6,8 SR (BMG) atau 8,9 SR (US Geological Survey) yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 07.58 WIB yang diikuti oleh gelombang besar tsunami di sebagian besar wilayah pantai barat dan utara propinsi NAD dan Sumut, telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi korban dan penduduk setempat. Salah satu dari masalah kesehatan tersebut adalah yang menyangkut ketahanan pangan dan gizi.Sebagai akibat ketersediaan dan distribusi bahan makanan yang kurang merata yang disebabkan banyaknya titik pengungsi meningkatkan risiko gizi kurang, yang berdampak pada peningkatan kesakitan dan kematian, utamanya yang dialami oleh kelompok penduduk risiko tinggi yakni bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui serta usia lanjut.

1.2. TujuanUntuk mengetahui dan mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara

BAB IIPEMBAHASAN

A. Berdasarkan hasil Review Pelaksanaan LITBANG Bidang Kesehatan di Daerah Provinsi Sumatera Utara

a. Dasar :Surat Kepala Balibang Kesehatan Departemen Kesehatan RI No. PR.04.02.0.1.2419, tanggal 12 Agustus 2005 perihal Permohonan sebagai pembicara pada Rakornas Litbang Kesehatan, tanggal 24 26 Agustus 2005.b. Maksud dan TujuanMemberikan gambaran umum pelaksanaan Litbang Kesehatan di Provinsi Sumatera Utara dan sebagai masukan bagi Rakornas Litbang untuk melahirkan kesepakatan mekanisme kerjasama Litbang Kesehatan Pusat dan Daerah.

I. Keadaan dan Masalah Kesehatan di Provinsi Sumatera UtaraProvinsi Sumatera Utara berdampingan dengan provinsi lain di Sumatera, Prov. NAD, Riau, Sumatera Barat merupakan jalur lintas yang sangat strategis dalam perdagangan antar provinsi dan manca negara, oleh karena itu pengembangan dibidang kesehatan memiliki potensi untuk ditingkatkan baik dari segi pelayanan kesehatan, maupun pengembangan sarana dan prasarana kesehatan. Selain dari pada itu Sumatera Utara dijadikan daerah transit, distribusi dan pemasaran perdagangan narkoba dan manca negara melalui pelabuhan laut dan bandara yang diteruskan ke daerah lain diluar Sumatera Utara. Akibat posisi strategis ini memberikan dampak yang positif untuk pengembangan bidang kesehatan dan dampak negatif yang mengganggu kehidupan masyarakat, terutama dibidang kesehatan.Ditinjau dari kependudukan, pada tahun 2004 Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk, pada tahun 2004 11.890.399 Jiwa dan kepadatan penduduk 166 jiwa/km. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2004 adalah 1,142 %. Sedangkan derajat kesehatan masyarakat juga mengalami peningkatan yaitu antara lain : Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Tahun 2004, AKB Sumatera Utara 36/1000 KH, AKI 330/100.000 KH, Status gizi balita tahun 2004, adalah gizi lebih 1,8 %, gizi kurang 1,4 % dan gizi buruk 1,8 %.Permasalahan bidang kesehatan di Propinsi Sumatera Utara yaitu masih tingginya angka kematian Ibu, angka kematian bayi, angka BBLR dan kekurangan energi protein. Pada tahun 2003 angka kematian ibu 345/100.000 KH, angka kematian bayi 34,5/1000 KH, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 6%, kekurangan energi protein 25%, hal ini disebabkan tingkat pengetahuan dan kesdaran masyarakat tentang Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih rendah, prasarana dan sarana kesehatan masih kurang merata dan cenderung terkonsentrasi pada daerah perkotaan, masih terbatasnya tenaga medis khususnya dokter 4 (empat) spesialis dasar pada beberapa Rumah sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota seperti spesialis anak, obgyn, bedah dan penyakit dalam.Cakupan sarana sanitasi dasar pada umumnya masih rendah, dimana cakupan SAB Nasional sebesar 90 %, sedangkan SAB Propinsi Sumatera Utara tahun 2003 sebesar 73 %, untuk cakupan daerah pedesaan, cakupan SAB Nasional sebesar 80 %, sedangkan cakupan SAB Propinsi Sumatera Utara masih dibawah cakupan SAB Nasional yaitu sebesar 32,62 %. Disamping itu peralatan kesehatan kedokteran umumnya sudah tidak layak pakai dan belum memenuhi standar sesuai kelasnya. Puskesmas Keliling umumnya sudah tidak layak pakai karena sudah berumur 10 tahun lebih.

II. Masalah-masalah kesehatan di Provinsi Sumatera Utara antara lain : Masih tingginya kematian ibu dan kematian bayi Masih tingginya angka kesakitan dan kematian dari beberapa penyakit. Kurang gizi, penyakit menular, kesehatan lingkungan, penyalahgunaan obat, termasuk masalah manajemen pelayanan kesehatan Kurangnya prasarana dan sarana kesehatan dan SDM di bidang Kesehatan.

III. Pelaksanaan Litbang Kesehatan Kegiatan penelitian di bidang kesehatan baru dimulai dan dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2002, yang tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Dalam melakukan penelitian Dinas Kesehatan bekerjasama dengan instansi lain seperti Fakultas Kesehatan masyarakat USU, walaupun ada beberapa staf yang telah mampu melakukan penelitian dibidang kesehatan tetapi belum berstatus sebagai peneliti. Sesuai UU 22/99 dan 32/2004 tentang Pemerintah Daerah telah dibentuk Balitbangda, yang mempunyai tupoksi menyelenggarakan Litbang untuk mendukung pembangunan daerah dan penyiapan konsep kebijakan daerah, sesuai SK Gubernur SU hanya Balitbangda yang dapat melakukan Litbang, kecuali yang bersifat sangat teknis dan spesifik, itupun harus ada rekomendasi Balitbang Propsu. Dilandasi oleh UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Litbangkes merupakan kegiatan ilmiah bertujuan menemukan dan mengembangkan informasi ilmiah dan teknologi baru untuk mendukung pembangunan dibidang kesehatan. Hasil Litbangkes diharapkan menjadi masukan dalam penetapan kebijakan kesehatan ( Evidence based policy ) dan program pembangunan kesehatan. Dengan demikian Program Litbangkes menjadi bagian integral dalam kegiatan pembangunan kesehatan, untuk tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupate/Kota sesuai dengan PP No. 39 tahun 1995, Presiden memberikan mandat kepada Meteri Kesehatan untuk melakukan pembinaan dan Koordinasi Litbangkes di tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, maka diperlukan sinergi antara pelaksanaan kewenangan ditingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota sehingga kegiatan Litbangkes dapat dilakukan secara terpadu, effektif dan efisien dengan mengutamakan pada kebutuhan prioritas dan spesifik lokal. Tindak lanjut dari PP tersebut Provinsi Sumatera Utara telah membentuk forum jaringan kerjasama penelitian dan pengembangan bidang kesehatan (Jarlitbangkes) pada tanggal 07 Maret 2003 Sk Gubsu No. 07/414.K/2003 dengan melibatkan unsur, Dinas Kesehatan Provinsi, Perguruan Tinggi Negeri/Swasta, lembaga penelitian kesehatan dan kelompok pakar kesehatan lainnya yang ada di Sumatera Utara. Tugas pokok dan fungsi forum Jarlitbangkes ini adalah :a. Mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan kegiatan Litbang di Bid. Kesehatan antara Pusat & Daerahb. Memberikan masukan kepada Pimpinan Daerah mengenai kesehatan.c. Mengarahkan & melakukan kegiatan penelitian terpadu di Bidang Kesehatan Kegiatan Forum Jarlitbangkes ini baru meliputi : Mengadakan Rakorda setiap tahun mulai tahun 2003 dan 2004 dengan mengikut sertakan Balitbang/Bappeda Kab/Kota dan Stake holder. Hasil yang dicapai adalah Tersusunnya agenda Litbangkes yang akan dilaksanakan setiap tahun, tetapi pada umumnya tidak dapat terrealisasi karena keterbatasan dana. Penyelenggaraan seminar sehari tentang meningkatnya minat masyarakat SU untuk berobat ke Luar Negeri pada tgl. 23 Des. 2004 yang lalu Pada tahun 2005 dengan dukungan dana APBD Provinsi SU akan mengadakan Penelitian tentang : Faktor penyebab dampak meningkatnya minat masyarakat untuk berobat ke Luar Negeri (tindak lanjut hasil seminar 2004). Penanggulangan KEP (Kurang Energi Protein) pada anak Balita melalui pemberdayaan keluarga miskin

IV. Kendala dan SolusiA. Kendala1. Terbatasnya dana APBD untuk kegiatan Litbangkes2. Jejaring Litbangkes masih lemah, padahal sudah banyak instansi/institusi dibidang Litbang seperti Balitbang Dep.Kesehatan, Komnas JPPKN, Balitbangda, Perguruan Negeri/Swasta, Dewan Riset Daerah SU (DRD-SU), Forum Jarlitbangkes SU & lain- lain3. Belum ada konsep atau juklak Litbangkes yang dipedomani daerah dalam menyusun Litbang Kesehatan yang prioritas (Rood Map Prop/Kab/Kota menuju Indonesia Sehat 2010)4. Kegiatan Litbangkes berjalan sendiri-sendiri tidak melibatkan sektor-sektor lain

B. Solusi1. Perlu diatur dalam per-undang-undang-an alokasi dana untuk program dibidang kesehatan yang sumber dana APBN & APBD. Peningkatan dana APBD seperti halnya untuk program bidang pendidikan. Peningkatan kerjasama kegiatan Litbangkes antara pusat dan daerah dengan sharing dana APBN & APBD & Joint Research.2. Membangun sistem jejaring (Net Working) yang mampu mensinergikan kegiatan litbangkes antara pemerintah pusat, daerah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha, LSM, dan Stake Holder lainnya. Dengan prinsip saling menguntungkan dan memberi manfaat, kesinambungan, saling percaya, transparansi dan akuntabilitas. Jejaring dapat dikembangkan sebagai bagian dari strategi pelaksanaan litbangkes meliputi antara lain; untuk pengembangan kelembagaan, program, kegiatan, SDM, pendanaan, sarana serta meningkatkan jangkauan kegiatan dan sasaran penelitian.3. Melalui Rakornas ini dapat dirumuskan agenda atau kriteria kegiatan litbangkes prioritas yang dapat dipedomani pusat dan daerah4. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama oleh karena itu perlu dilakukan kemitraan dengan sektor lain dalam pelaksanaan litbangkes dan pemilihan riset prioritas seperti dengan sektor lingkungan hidup, perindustrian, pertanian, pendidikan, sosial, agama, keamanan dan lain-lain dengan prinsip keterbukaan, keselarasan dan saling menguntungkan.

B. Salah satu masalah yang menjadi upaya pemerintah terkait dengan uraian diatas yaitu RENCANA KERJA PENANGGULANGAN MASALAH GIZI AKIBAT BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN SUMATERA UTARA oleh Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat DEPARTEMEN KESEHATAN RI pada tahun 2005. Untuk mengatasi masalah gizi tersebut perlu disusun rencana kerja penanggulangannya.

I. TUJUANTujuan Umum:Memulihkan dan meningkatkan status gizi masyarakat dan korban bencana.Tujuan Khusus:a. Terselenggaranya pelayanan tanggap darurat gizib. Tercegahnya kejadian luar biasa gizi burukc. Terpenuhinya kebutuhan gizi bagi masyarakat kelompok risiko tinggi termasuk pengungsid. Pulih dan berfungsinya sarana dan prasarana pelayanan gizi

II. SASARAN1. ManusiaSeluruh anggota masyarakat korban bencana terutama bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Dari beberapa sumber data yang diperoleh, diperkirakan jumlah pengungsi sebesar 704.000, terdapat jumlah kelompok rawan gizi sebagai berikut:Balita 0 59 bulan (12% penduduk)84.480 Orang

Bayi 0 11 bulan (2% penduduk)14.080 Orang

Anak balita 12 59 bulan (10% penduduk)70.400 Orang

Bayi piatu + tidak diberi ASI (50% dari bayi)7.040 Orang

Anak 12 24 bulan (25% dari balita)17.600 Orang

Anak piatu 12 24 bulan (50% dari anak 12-24 bulan)8.800 Orang

Anak usia sekolah 6-12 tahun(21% penduduk)147.840 Orang

Ibu hamil (2.4% penduduk)16.896 Orang

Ibu menyusui (2% penduduk)14.080 Orang

Usia lanjut (4.4% penduduk)30.976 Orang

2. Sarana dan prasarana giziSeluruh sarana dan prasarana gizi di daerah bencana berfungsi kembali melalui puskesmas (159), puskesmas pembantu (462), pondok bersalin desa (2508), dan pos kesehatan di 24 lokasi pengungsian.3. LingkunganLingkungan fisik dan sosial mendukung ketahanan pangan dan gizi bagi korban bencana berfungsi kembali.

III. KEBIJAKAN1. Pelayanan gizi bagi korban bencana diberikan secara cuma-cuma.2. Mobilisasi, penyaluran dan distribusi sumber daya pangan dan gizi dilakukan dalam waktu sangat segera dengan prosedur khusus.3. Setiap bantuan sumber daya pangan dan gizi baik dari dalam maupun luar negeri dapat diterima melalui Departemen Kesehatan sepanjang sesuai dengan kebutuhan, tidak bertentangan dengan peraturan, tidak mengikat dan dilakukan tanpa syarat.4. Penyelenggaraan pelayanan gizi dilakukan dengan lintas program dan lintas sektor terutama dengan Departemen Sosial sebagai penanggung-jawab penyediaan pangan.5. Pelaksanaan pelayanan gizi diprioritaskan pada kelompok risiko tinggi dan di lokasi yang strategis.

IV. STRATEGI1. Meningkatkan akses korban bencana terhadap pelayanan gizi melalui pos kesehatan di 24 lokasi pengungsian, puskesmas dan rumah sakit termasuk rumah sakit lapangan.2. Mobilisasi semua potensi pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam pelayanan gizi.3. Penguatan jejaring kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak.4. Penyelenggaraan upaya kuratif, rehabilitatif gizi sejalan dengan upaya preventif dan promotif.5. Rehabilitasi dan rekonstruksi sistem pelayanan gizi hingga berfungsi optimal.

V. KEGIATANJangka pendek (tahap tanggap darurat, 12 bulan)Tujuan yang ingin dicapai adalah terselenggaranya pelayanan gizi darurat sampai berfungsinya sarana pelayanan kesehatan. Pelaksana adalah Tim Gizi Darurat yang dibentuk khusus oleh Departemen Kesehatan dengan melibatkan lintas sektor terkait, Pemda dan LSM dari dalam dan luar negeri. Kegiatan yang dilaksanakan mencakup:a. Melindungi ibu menyusui agar tetap memberikan air susu ibu, sebagai makanan terbaik untuk bayi, sejak lahir sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.b. Menyediakan susu formula yang higienis bagi bayi piatu.c. Menyediakan dan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) untuk bayi dan anak dibawah dua tahun.d. Menyediakan dan memberikan makanan tambahan kepada anak balita diatas dua tahun, anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui dan usia lanjut. e. Menyelenggarakan pelayanan gizi bagi orang sakit di tempat-tempat perawatan.f. Mengintegrasikan pemberian vitamin A dengan pelayanan imunisasi campak bagi anak 6-59 bulan dan tablet besi dengan pelayanan antenatal bagi ibu hamil.g. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa gizi buruk melalui peningkatan koordinasi lintas program dan lintas sektor.h. Melaksanakan surveillans gizi untuk mendapatkan informasi terkini tentang perkembangan status gizi.Jangka menengah (tahap rehabilitasi, 2 tahun)Tujuannya adalah merehabilitasi sarana pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya yang mengalami kerusakan ringan sampai sedang, sehingga dapat melaksanakan pelayanan gizi sambil menunggu pulihnya fungsi puskesmas secara permanen. Jumlah puskesmas yang membutuhkan rehabilitasi adalah 20 puskesmas. Jumlah puskesmas pembantu dan polindes yang membutuhkan rehabilitasi sedang dihimpun. Kegiatan yang dilakukan mencakup:a. Membersihkan dan melakukan perbaikan kecil bangunan puskesmas (termasuk rumah dokter dan paramedis) dan jaringannya yang rusak.b. Melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana pelayanan gizi puskesmas dan jaringannya sesuai dengan kebutuhan dan standar.c. Menempatkan petugas gizi bagi puskesmas yang membutuhkan dengan cara PTT.d. Menempatkan tenaga gizi di Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota.e. Menyelenggarakan pelayanan gizi rutin yakni: Pemantauan tumbuh kembang balita di puskesmas dan posyandu Penyuluhan ASI eksklusif dan pemberian susu formula yang higienis bagi bayi piatu. Pemberian PMT bagi bayi, balita, anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Mengintegrasikan pemberian paket suplementasi gizi (vitamin A, tablet besi, kapsul yodium dsb) dengan program yang terkait. Memberikan pelayanan gizi buruk di lokasi pengungsian, puskesmas dan fasilitas rujukannya. Menyelenggarakan penyuluhan keluarga sadar gizi.Jangka panjang (tahap rekonstruksi, 5 tahun)Tujuannya adalah membangun dan memfungsikan kembali puskesmas dan jaringannya yang rusak sehingga dapat menyelenggarakan pelayanan gizi secara rutin. Jumlah puskesmas yang membutuhkan pembangunan kembali adalah 57 puskesmas. Jumlah pustu dan polindes yang membutuhkan rehabilitasi sedang dihimpun. Kegiatan yang dilakukan mencakup:a. Membangun kembali gedung puskesmas (termasuk rumah dokter dan paramedis) dan jaringannya sesuai dengan rencana tata ruang.b. Melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana pelayanan gizi di puskesmas dan jaringannya sesuai dengan kebutuhan dan standar.c. Menempatkan petugas gizi di puskesmas sebagai tenaga tetap.d. Menempatkan tenaga gizi di Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota.e. Memfungsikan kembali posyandu dalam bentuk pelatihan kader, pengadaan logistik (buku KIA, timbangan, alat masak dan makan, meja dan kursi) serta penyediaan biaya operasional posyandu.f. Menyelenggarakan pelayanan gizi rutin di puskesmas yakni: Pemantauan tumbuh kembang di puskesmas dan posyandu Penyuluhan ASI eksklusif dan pemberian susu formula yang higienis bagi bayi piatu. Pemberian PMT bagi bayi, balita, anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Pengintegrasian pemberian paket suplementasi gizi (vitamin A, tablet besi, kapsul yodium dsb) dengan program yang terkait. Pemberian pelayanan gizi buruk di puskesmas dan fasilitas rujukannya. Penyelenggaraan penyuluhan keluarga sadar gizi.Hal lain yang menjadi kegiatan yang dilakukan pemerintah Sumatera Utara yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya arti kesehatan.Prioritas:1) Bekerjasama dengan Kab/Kota membangun prasarana dan sarana kesehatan dalam rangka pembangunan SDM yang berkualitas yang mampu memberi pelayanan kesehatan, menumbuhkan dan mengembangkan perilaku hidup sehat pada masyarakat, baik secara fisik maupun mental.2) Meningkatkan upaya pemberantasan penyakit menular, tidak menular dan pencegahan penyakit.3) Pembinaan dan peningkatan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan melalui pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan kesehatan khusus, akreditasi sarana pelayanan kesehatan dan sertifikasi teknologi kesehatan serta pelayanan kesehatan penunjang.4) Peningkatan Sumber Daya Kesehatan melalui perencanaan pemberdayagunaan tenaga kesehatan, pendidikan dan pelatihan, pengembangan sistem pelayanan, pengem-bangan sarana, prasarana dan dukungan logistik pelayanan kesehatan.

VI. INDIKATOR KEBERHASILANJangka pendek (tahap tanggap darurat):a. Semua masalah gizi korban bencana termasuk gizi buruk dapat ditangani sesuai standarb. Kejadian luar biasa gizi buruk dapat ditekan (prevalensi gizi buruk