MAKALAH KESLING
-
Upload
harfainasyaba -
Category
Documents
-
view
43 -
download
2
Transcript of MAKALAH KESLING
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
sekaligus sebagai manifestasi awal demi perkembangan tradisi ilmiah. Salawat
dan taslim kami sanjungkan ke hadirat junjungan kita Nabiullah Muhammad Saw.
Keluarga beserta sahabat-sahabatnya.
Penyusunan makalah ini mengangkat tentang gambaran kesehatan
masyarakat yang hidup di bantaran sungai. Penyusun melandaskan makalah
ilmiah ini atas beberapa referensi yang cukup membantu.
Penyusun menyadari kehadiran makalah ini masih perlu pemantapan
secara konstruktif pada beberapa bagian. Olehnya itu, penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi penyusunan makalah
berikutnya yang lebih baik.
Akhir kata, penyusun berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi
baik kepada pembaca maupun pihak-pihak yang ingin menyusun makalah terkait
hal serupa.
Makassar, 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia dalam kehidupannya memiliki 7 kebutuhan dasar yang
akan dipenuhi. Menurut Maslow, kebutuhan yang paling dasar ialah
kebutuhan fisiologis. Ada 3 hal yang harus dipenuhi dalam kebutuhan
fisiologis yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan. Salah satu
komponen yang termasuk dalam 3 kebutuhan tersebut ialah kebutuhan
akan air. Air diperlukan dalam berbagai hal, seperti irigasi, mandi, minum,
mencuci dan memasak. Manusia mendapatkan air dari berbagai sumber
salah satunya ialah melalui sungai. Air sungai banyak digunakan dalam
kehidupan masyarakat, baik yang berada di kota maupun masyarakat di
pedesaan.
Pentingnya sungai bagi kehidupan sehari-hari sayangnya tidak
membuat manusia turut menjaga kelestarian sungai. Sampah-sampah
dibuang ke sungai dengan seenaknya tanpa memperdulikan kehidupan
biota yang ada di dalamnya. Selain sampah, manusia juga membuang
limbah ke dalam sungai. Limbah tersebut biasanya berasal dari pabrik
yang berada dekat dengan sungai. Dengan masuknya sampah dan limbah
ke dalam sungai, kualitas air di sungai pun menjadi buruk dan tak layak
konsumsi. Kerugian pun tentunya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal
di dekat sungai. Merekalah yang dengan langsung memanfaatkan sungai
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Permukiman secara fisik tidak sekedar sebagai tempat tinggal saja
tetapi merupakan hubungan yang terbentuk dari kegiatan manusia melalui
pola - pola yang mengatur dan menjaga keseimbangan alam. Kehidupan
manusia yang berkembang akan senantiasa melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap lingkungan permukimannya. Pada proses
penyesuaian itulah akan muncul permasalahan pemanfaatan lahan
permukimannya berkaitan dengan perubahan pola perilaku pemukim atau
fisik sarana yang dibutuhkan, baik secara pribadi maupun bersama-sama.
Meningkatnya kebutuhan tempat bermukim mendorong
berkembangnya permukiman masyarakat berpenghasilan rendah yang
bersifat murah dan dekat dengan tempat usaha. Begitu pula permukiman di
sekitar sungai pada kawasan pusat kota Palu yang telah menempati dan
memanfaatkan lahan bantaran (sekitar) sungai. Posisi strategis sungai
cenderung tidak diperhatikan dan permukiman disekitarnya berkembang
menjadi lahan kumuh oleh permukiman masyarakat berpenghasilan
rendah.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian dan deskripsi latar belakang di atas, rumusan masalah makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan pemukiman?
2. Bagaimana struktur ruang lingkungan pemukiman dibantaran
sungai?
3. Bagaimana pengaruh air terhadap kesehatan?
4. Bagaimana pengaruh sampah terhadap kesehatan?
5. Bagaimana prilaku masyarakat yang tinggal di bantaran sungai?
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN PEMUKIMAN
Suatu permukiman atau ‘settlement’ pada dasarnya merupakan suatu
bagian wilayah atau tempat dimana penduduk (pemukim) tinggal, berkiprah
dalam kegiatan kerja dan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai
suatu masyarakat untuk memenuhi berbagai kegiatan kehidupannya (Sujarto,
1993). Lingkungan permukiman adalah tempat tinggal dan tempat melakukan
kegiatan untuk mendukung kehidupan pemukim, sebagai wahana berlangsungnya
hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia
dengan pencipta-Nya.
Hubungan yang terbentuk dari kegiatan manusia pada permukimannya
tercermin melalui pola-pola yang mengatur dan menjaga keseimbangan alam.
Rumah dalam proses bermukim manusia menjadi wadah tempat mencapai tujuan
dan kesempurnaan hidup. Permukiman sebagai wujud tingkatan adaptasi manusia
dengan lingkungan akan memperlihatkan keragaman dari sistem kemasyarakatan
tertentu dengan kaidah-kaidah normatif didalamnya (Mulyati, 1997).
B. STRUKTUR LINGKUNGAN PEMUKIMAN DI BANTARAN SUNGAI
Lingkungan permukiman yang menempati lahan sekitar sungai merupakan
kumpulan rumah tinggal yang dihubungkan oleh jalan lingkungan utama, jalan
lingkungan dan jalan-jalan kecil atau ‘gang’. Lingkungan permukiman yang
terbentuk umumnya berada dibelakang bangunan pertokoan sehingga lahannya
dibatasi jalan utama dan area bantaran sungai. Orientasi rumah tinggal umumnya
menghadap jaringan jalan yang ada dan sungai menjadi bagian belakang
lingkungan permukimannya.
Kelompok rumah tinggal dihubungkan oleh open space yang berfungsi
sebagai ruang pengikat dan sebagai sarana sirkulasi. Pada ruang terbuka yang
berukuran lebih luas digunakan untuk kegiatan olah raga dan sekaligus sebagai
tempat menggembala ternak dan pembuangan sampah. Adapun fasilitas umum
lingkungan lain umumnya dikelompokkan pada area ruang terbuka dan atau ruang
sisa yang berukuran besar. Juga terdapat ‘ruang-ruang bersama’ dengan
memanfaatkan tempat mandi dan cuci serta fasilitas MCK umum.
Unit - unit hunian sangat dipengaruhi faktor eksternal maupun internal,
yang dapat dikategorikan sebagai ‘kampung yang kumuh’ dengan pola bentuk
tidak terencana. Kondisi lingkungan tampak padat dengan jalan-jalan penghubung
yang terbentuk umumnya sempit dan berkelok-kelok. Jalan kolektor atau jalan-
jalan rukun, sebagai akses dan pusat kegiatan sosialisasi, nampak ramai pada jam-
jam tertentu sebagai tempat berjualan makanan. Pada kegiatan perkawinan atau
kematian, jalan utama dan jalan rukun berfungsi sebagai tempat menerima tamu.
C. PENGARUH AIR TERHADAP KESEHATAN
Penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan
terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa
penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Penyakit menukar umumnya
disebabkan oleh makhluk hidup, sedangkan penyakit tidak menular umumnya
bukan disebabkan oleh makhluk hidup.
Penyakit menular yang disebabkan oleh air secara langsung diantara masyarakat
disebut penyakit bawaan air (waterborne diseases). Hal ini dapat terjadi karena air
merupakan media yang baik tempat bersarangnya bibit penyakit/agent. Menurut
Slamet (2002) beberapa penyakit bawaan air yang sering ditemukan di Indonesia
diantaranya :
a. Cholera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri vibrio cholerae. Masa tunasnya berkisar beberapa
jam sampai beberapa hari. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi
dan kolaps. Gejala khususnya adalah tinja yang menyerupai air cucian
beras.
b. Typhus Abdominalis juga merupakan penyakit yang menyerang usus halus
dan penyebabnya adalah Salmonella typi. Gejala utamanya adalah panas
yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3
minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi.
c. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A. gejala utama adalah demam
akut, dengan perasaan mual dan muntah, hati membengkak, dan sclera
mata menjadi kuning oleh Karena itu orang awam menyebut Hepatitis ini
sebagai penyakit kuning.
d. Dysentrie amoeba disebabkan oleh protozoa bernama Entamoeba
hystolytica. Gejala utamanya tinja yang tercampur lender dan darah.
Air juga dapat berperan sebagai serang insekta yang
membawa/menyebarkan penyakit pada masyarakat. Insekta demikian disebut
sebagai vector penyakit.
Untuk mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan penggunaan air,
kualitas badan air harus dijaga sesuai dengan baku mutu air. Baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air. Untuk mengetahui hal tersebut, perlu dilakukan
pengukuran atau pengujian kualitas (mutu) air berdasarkan parameter-
parameter tertentu dan metode tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001, mutu air ditetapkan melalui pengujian parameter fisika, kimia,
mikrobiologi, dan radioaktivitas. Pengujian parameter fisika meliputi
pengukuran temperature air, pengukuran kadar residu dalam air dan kadar
residu tersuspensi dalam air. Pengujian parameter kimia dilakukan melalui
pengukuran kadar zat kimia anorganik dan zat kimia organic dalam air.
D. PENGARUH SAMPAH TERHADAP KESEHATAN
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek
yang langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah
efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut.
Misalnya: sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang
karsinogenik, teratogenik, dan lain-lainnya. Selain itu ada pula sampah yang
mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit.
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukkan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah
biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan secara anaerobik
apabila oxygen telah habis, dekomposisi anaerobik akan menghasilkan cairan
yang disebut leachate beserta gas. Efek tidak langsungnya berupa penyakit
bawaan vektor yang berkembangbiak didalam sampah.
Menurut buku Kesehatan Lingkungan, 2004: 156. penyakit sampah sangat
luas dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa akibat
kebakaran, keracunan, dan lain-lain. Dapat terlihat dalam tabel dibawah ini :
E. PERILAKU MASYARAKAT YANG TINGGAL DI BANTARAN SUNGAI
Perilaku sosial dan interaksi sosial keduanya merupakan aspek penting
yang dapat mempengaruhi perubahan ruang menjadi fungsi lain sesuai kebutuhan.
Perilaku pemukim dalam pengembangan fisik rumah adalah bagian dari konsep
perilaku manusia karena faktor kebutuhan dan motivasi. Perilaku dan kebutuhan
adalah faktor penentu perencanaan berkaitan dengan perilaku pemukim dan
pemanfaatan ruang.
Studi mengenai environmental behaviour mencakup unsur-unsur
karakteristik pemukim dikaitkan dengan perilakunya, dampak dari lingkungan
fisik terhadap pemukim dan mekanisme hubungan antar pemukim dan antara
pemukim dengan lingkungannya (Suwarno, 1991). Tapak permukiman cenderung
berpengaruh terhadap pola interaksi sosial pemukim, dimana jaringan jalan atau
ruang terbuka cenderung paling berpengaruh (Bhatt, 1990). Ruang-ruang terbuka
yang merupakan ruang multi fungsi selain fungsinya sebagai wadah kegiatan
interaksi sosial sekaligus wadah kegiatan perekonomian (Mulyati, 1997).
Kecenderungan pola interaksi pemukim adalah memanfaatkan tempat
yang dapat memberikan kenyamanan, atau memanfaatkan lahan sisa tapak
rumahnya, di kolong rumah atau di pohon yang ada di lingkungannya. Pemukim
melakukan interaksi sambil bekerja karena ikatan bertetangga tampak lebih
penting daripada ikatan kerabat. Kondisi sebuah rumah yang berbatasan dengan
rumah lain menciptakan suatu ruang antara yang berfungsi sebagai ‘gang’ atau
jalan rukun dan sebagai ‘ruang tamu bersama’ yang panjang dan sempit
(Jellineck, 1994).
BAB III
PEMBAHASAN
A. POLA HUNIAN MASYRAKAT DI KAWASAN BANTARAN SUNGAI
Pada umumnya masyarakat memandang sungai sebagai tempat buangan.
Masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat buangan barang-barang yang tidak
berguna, tempat berak, termasuk membuang bangkai binatang. Karena itulah
maka rumah-rumah penduduk pada umumnya letaknya membelakangi sungai.
(Hadi dalamYuwono , dkk (ed),2003:76).
Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman,
Departemen Pekerjaan Umum bahwa sebagian kota-kota besar di Indonesia
tumbuh dan berkembang berawal dari bantaran sungai, seperti Jakarta, Surabaya
dan Palembang. Seperti juga permukiman di perkotaan, pertumbuhan penduduk
yang cepat di kawasan bantaran sungai sedangkan kapasitas ruang yang terbatas
akan menimbulkan permasalahan, seperti (Syafri, 2007:57):
1. Pertumbuhan penduduk yang cepat sedangkan ketersediaan ruang terbatas
membuat kepadatan perumahan menjadi tinggi sehingga akan menciptakan
kekumuhan pada kawasan tersebut.
2. Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai dan sempadan sungi sebagai tempat
hunian disamping melanggar aturan perundangan juga akan mengurangi
debit air sungai sehingga potensi banjir semakin besar.
3. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan hunian
dan menyediakan prasarana yang memadai.
4. Perumahan penduduk yang tidak tertata dan menjadikan sungai sebagai
tempat pembuangan sampah dan kotoran akan menyebabkan menurunnya
kualitas air dan terbentuknya sedimentasi dengan cepat pada sungai.
Secara umum, karakteristik masyarakat yang tinggal dikawasan bantaran
sungai khususnya di daerah perkotaan adalah:
1. Perumahannya tidak tertata dengan baik
2. Ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak memadai.
3. Sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sektor informal.
4. Tingkat pendapatan rendah
5. Tingkat pendidikan rendah.
B. PENGARUH LINGKUNGAN HUNIAN
Lingkungan hunian memberikan pengaruh yang besar terhadap penghuni.
Kualitas lingkungan hunian yang kurang baik berpengaruh terhadap status
kesehatan penghuninya. Disamping itu akan membuat masyarakat yang tinggal
tidak merasa nyaman. Untuk itu perlu ada perbaikan terhadap lingkungan yang
kurang baik sehingga akan membuat nyaman masyarakat yang tinggal dikawasan
itu.
Pengaruh Rendahnya Kualitas Lingkungan
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
Lingkungan perumahan yang tidak sehat akan mempengaruhi kesehatan
masyarakat yang tinggal disekitarnya.
Rendahnya kualitas lingkungan tersebut dapat disebabkan oleh sistem
sanitasi yang kurang baik, tidak adanya tempat buangan sampah sehingga
masyarakat membuang sampah sembarangan, ataupun kepadatan hunian yang
cukup tinggi. Permasalahan lingkungan yang buruk biasanya terjadi di daerah
yang tingkat urbanisasi dan industrialisasinya tinggi serta adanya eksplorasi
sumber daya alam.
Secara umum adanya ketergantungn ekonomi dan teknologi dari negara
maju dalam memacu industrialisasi, ditambah dengan tujuan pembangunan pada
pertumbuhan, merupakan pendorong utama terjadinya kerusakan lingkungan di
Indonesia. (UNDP, 1992).
Kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai Surat Edaran Menpera
No. 04/SE/M/I/93 tahun 1993, dinyatakan bahwa perumahan dan permukiman
kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang
keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan
dan kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal
administratif yang penanganannya dilaksanakan melalui pola
perbaikan/pemugaran, peremajaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/kondisi
permasalahan yang ada.
Perumahan dilingkungan kumuh cenderung tidak layak huni dan terkadang
tidak manusiawi dan belum memenuhi standar yang baik ditinjau dari berbagai
aspek. Kekumuhan tersebut bisa terjadi karena adanya urbanisasi, bisa karena
adanya invasi
masyarakat pada tanah negara atau tanah yang dianggap tidak bertuan.
Permukiman kumuh mempunyai kepadatan yang relatif tinggi, tidak mempunyai
jaringan struktur pelayanan yang teratur, serta prasarana permukiman minim.
Rendahnya kualitas kehidupan di lingkungan permukiman kumuh ini pada
gilirannya juga menghambat potensi produktivitas dan kewirausahaan para
penghuninya. Pada umumnya mereka kemudian hanya mampu mengakses
perekonomian informal kota, yang utamanya dicirikan oleh status hukum yang
lemah dan tingkat penghasilannya yang rendah (Salim, 1993).
Lingkungan hidup mempunyai daya dukung tertentu terhadap eksploitasi
dan mengakomodasi kegiatan manusia yang merubah lingkungan hidup. Jika
pembangunan yang dilakukan melampaui daya dukung lingkungannya maka akan
terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup, kemiskinan dan menghambat
pembangunan selanjutnya.
Pasal 163
1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan
fasilitas umum.
3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-
unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain : limbah cair,
limbah padat, limbah gas;sampah yang tidak diproses sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan pemerintah, binatang pembawa penyakit, zat
kimia yang berbahaya, kebisingan yang melebihi ambang batas, radiasi
sinar pengion dan non pengion, air yang tercemar, udara yang tercemar,
dan makanan yang terkontaminasi.
C. LINGKUNGAN
Masalah lingkungan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faktor
manusia. Baik tidaknya lingkungan hidup bergantung pada tingkat kesadaran
manusia. Manusia merupakan bagian dari ekosistem yang paling berpengaruh
dalam menentukan mutu lingkungan.
Manusia dalam kehidupannya sering kali tidak memperdulikan
lingkungan. Contohnya saja, lingkungan pasar. Di tempat itu sampah
menumpuk tidak tidak teratur. Nah, seandainya sampah tersebut dibuang ke
sungai, maka air sungai akan tercemar. Hal itulah yang sering tidak disadari
oleh manusia. Sampah industri berupa plastik dan logam juga sering dibuang
di sembarang tempat. Pembuangan secara sembarangan inilah yang
menyebabkan polusi air, tanah, dan udara.
Pencemaran Lingkungan (Polusi)
Polusi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh masyarakat yang
padat penduduknya. Begitu pula masyarakat yang tinggal di daerah industri.
Polusi yang umumnya terjadi adalah polusi air. Polusi air dapat disebabkan
oleh limbah industri, limbah dari perumahan, pasar, dan dapat juga berasal
dari limbah pertanian. Ada beberapa tipe polutan yang mencemari perairan.
Tipe-tipe polutan tersebut adalah bahan-bahan yang mengandung bibit
penyakit, yang membutuhkan banyak oksigen untuk penguraiannya, kimia
anorganik dari industri, limbah pupuk pertanian yang tidak larut, endapan
yang mengandung radioaktif dan panas. Air yang tercemar akan tetap
tercemar dalam waktu yang cukup lama. Apalagi air yang tercemar itu telah
meresapke dalam tanah.
Oleh karena itu, upaya-upaya sebagai pencegahan agar air tidak tercemar
perlu dilakukan. Usaha yang dapat ditempuh untuk menjaga air tetap bersih
adalah setiap pabrik diharuskan mempunyai pengelolaan limbah agar bahan
pencemar tidak merembes ke dalam tanah atau mengalie ke sungai dan ke
laut. Biasakan diri kita untuk tidak membuang sampah atau limbah apapun
bentuknya ke aliran air.
D. KONDISI KESEHATAN WARGA PENGGUNA AIR SUNGAI
Masyarakat yang tinggal di sekitar sungai tentunya memanfaatkan sungai
dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik mencuci, memasak, mandi maupun
minum. Ketika mereka menggunakan air sungai yang telah tercemar, tentu akan
ada efek samping yang dirasakan. Efek samping utama yang diterima oleh
masyarakat ialah penyakit. Penyakit yang terjadi umumnya ialah penyakit diare.
Diare dapat terjadi akibat protozoa maupun bakteri. Umumnya diare disebabkan
oleh bakteri dalam air. Air yang kotor digunakan untuk mencuci sehingga bakteri
tertinggal di benda-benda yang kemudian digunakan oleh warga.
Selain diare, penyakit lain yang dapat menyerang warga ialah cacingan.
Cacingan terjadi akibat infeksi dari telur cacing yang masuk ke tubuh manusia.
Penyakit ini ditandai dengan perut buncit namun kondisi tubuh yang kurus.
Penyakit kulit juga merupakan penyakit yang umum diderita masyarakat
pengguna air tercemar. Biasanya gatal-gatal ialah ciri utama yang terjadi sebelum
penyakit kulit menjadi lebih parah. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan
mineral yang beracun untuk kulit.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pencemaran sungai akibat masuknya benda-benda yang dapat mencemari
seperti sampah, limbah dan zat kimia berbahaya tentunya memberikan dampak
yang buruk bagi masyarakat pengguna air sungai, diharapkan dampak yang
ditimbulkan dari sungai yang tercemar dapat teratasi.
Penyelesaian permukiman yang menempati bantaran sungai adalah dengan
menghadirkan sentra kegiatan ekonomi dan rekreasi kota sebagai upaya untuk
meningkatkan kondisi ekonomi atau taraf hidup masyarakatnya. Peningkatan taraf hidup
dicapai dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan melalui workshop dan
penyediaan lapangan kerja.
B. SARAN
Penggunaan air yang sudah tercemar memberikan dampak yang
merugikan bagi kesehatan manusia. Untuk itu diharapkan masyarakat turut
menjaga kebersihan sungai sehingga air sungai dapat dimanfaatkan dengan baik
tanpa menimbulkan kerugian bagi penggunanya.
DAFTAR PUSTAKA
Mahida. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta : CV. Rajawali
Mulia, Ricki M. “Ilmu Kesehatan Lingkungan”. (KOTA): Graha Ilmu, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. GBPP. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup . Jakarta: Proyek Peningkatan Pendidikan kependudukan
Kodoatie RJ, Sjarief R. 2010. Tata ruang air. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Sinulingga, Budi D, 1999, Pembangunan Kota: Tinjauan Regional dan Lokal, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.