Makalah Keperawatan Jiwa Gangguan Berhubungan Sosial
Transcript of Makalah Keperawatan Jiwa Gangguan Berhubungan Sosial
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN BERHUBUNGAN SOSIAL
Disusun Oleh : Kelompok 5
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah ini adalah hasil karya kelompok 5 (lima) dan semua sumber baik yang dikutip
maupun di rujuk telah kami nyatakan dengan benar.
NAMA NRP TANDA TANGAN
Esti Oktaviani 1110711050
Siti Sobariyah 1110711068
Tri Puspito Winarti 1110711071
Depok, 19 Oktober 2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Berhubungan Sosial” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan
makalah ini, serta rekan-rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
mengingat penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.
Depok, Oktober 2013
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ..................................................................................................... 4
2. Tujuan................................................................................................................... 5
3. Rumusan Masalah................................................................................................. 5
4. Metode Penulisan ................................................................................................. 5
5. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar .......…………............ ................................................................... 6
1. Pengertian Gangguan Berhubunga Sosial...................................................... 6
2. Rentang Respon Gangguan Berhubungan Sosial.............................................. 7
3. Tahap Perkembangan Berhubungan Sosial……….................................... 10
B. Asuhan Keperawatan............................................................................................ 14
1. Pengkajian ..................................................................................................... 14
2. Diagnosa ........................................................................................................ 16
3. Perencanaan ................................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 37
B. Saran ................................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .............................................,.......................................................... 38
LAMPIRAN – Strategi Pelaksanaan
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perilaku menarik diri adalah klien ingin lari dari kenyataan tetapi karena tidak
mungkin, maka klien menghindari atau lari secara emosional sehinga klien jadi pasif,
tergantung, tidak ada motivasi dan tidak ada keinginan untuk berperan. Setiap saat, 450
juta oran di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun prilaku. Di
Indonesia, pravalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa. Di RSJ Soeharto
Heerdjan Grogol, misalnya pada tahun 2008, pasien jiwa disana berjumlah 20.040 orang.
Naik cukup tinggi bila dibandingkan dengan 2007 yang jumlahnya 17.124 orang
(kenaikan 17%). Di RSUP Cipto Mangunkusumo juga begitu. Pada tahun 2008, pasien
jiwa di sana berjumlah 14.983 orang atau 26,8% jumlah tersebut lebih banyak bila
dibandingkan pada tahun 2007 yang jumlahnya 11.816 orang. Peningkatan serupa juga
terjadi di RS Persahabatan yang berlokasi di Jakarta Timur, dimana pada tahun 2008 lalu
jumlah pasien yyang mengalami gangguan jiwa berjumlah 2.386 orang atau naik 8,9 %
dari tahun 2007 ( 2.189 orang). (pikiran Rakyat Bandung 2007).
Berdasarkan dat statistik di atas, klien yang dirawat di rumah sakit pada umumnya
tidak hanya mengalami masalah fisik, namun mereka juga mengalami masalsh psikososial
seperti berdiam diri, tidak ingin bertemu siapapun, merasa kecewa atau putus asa, malu
dan tidak berguna disertai keraguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering
merasa kekhawatiran dan ketidak pastian tentang keadaan klien ditambah lagi gengan
kurangnya waktu petugas kesehatan ( perawat dan dokter ) untuk mengonfirmasikan
kondisi klien kepada anggota keluarga klien. Klien dan keluarga sering tidak diajak
berkomunikasi, kurang diberi informasi yang dapat mengakibatkan perasaan sedih
ansietas, takut, marah, prestasi, tidak berdaya karena informasi yang tidak jelas disertai
ketidak pastian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus dapat meyakinkan bahwa klien
adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan dalam
berintregasi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan berhubungan sosial yang di intregasikan secara
komperhensif kepada program asuhan klien, diharapkan klien dan keluarga segera
mungkin dapat berperan serta sehingga “self-care” (perawatan diri) dan “family support”
(dukungan keluarga) dapat terwujud. Termasuk tindakan rehabilitatif (pemulihan
keadaan), preventif (aktivitas, dan ikhtiar yang menyangkut pengakhiran konflik), kuratif,
4
promotif (seluruh kerja dan ikhtiar dalam rangka mendorong pemulihan klien). Salah satu
aspek yang dilakukan asuhan keperawatan psikososial khususnya pada klien dengan
gangguan berhubungan sosial.
2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Tujuan umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan berhubungan social atau
menarik diri.
2) Tujuan khusus :
a. Mampu menjelaskan pengertian gangguan berhubungan social atau menarik
diri.
b. Mampu menjelaskan rentang respon pada gangguan berhubungan sosial.
c. Mampu menjelaskan tanda dan gejala yang timbul pada klien gangguan
hubungan sosial.
d. Mampu menjelaskan tahapan perkembangan pada gangguan berhubungan
sosial.
e. Mampu mengkaji pada klien gangguan berhubungan sosial.
f. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan berhubungan
sosial.
3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup masalah hanya meliputi asuhan keperawatan pada klien gangguan
hubungan sosial.
4. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode research library
yaitu pengambilan materi dari buku – buku maupun dari artikel atau studi kasus yang ada
kaitannya dengan pembahasan. searching internet yaitu pengambilan materi dari internet
yang berhubungan dengan pembahasan.
5. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Tujuan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan,
Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS : Konsep Dasar, Proses keperawatan
BAB III PENUTUP : Kesimpulan, Saran
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN GANGGUAN BERHUBUNGAN SOSIAL
Gangguan hubungan sosial merupakan suatau gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel dan
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
berhubungan sosial. Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam
hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan yaitu hubungan intim biasa
sampai hubungan saling ketergantungan. Individu tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu,
individu perlu membina hubungan interpersonal (Teguh, 2009).
Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam
proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan serta respon
lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerja sama, hubungan
timbale balik yang sinkron. Peran serta dalam proses hubungan dapat berfluktuasi
sepanjang rentang tergantung dan artinya suatu saat individu tergantung pada orang
lain dan suatu saat orang lain akan tergantung pada individu (Stuart, 2006).
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negative
dan mengancam (Townsend, 1998) dan ada juga pendapat yang mengemukakan
bahwa isolasi sosial merupakan pengabaian hubungan interpersonal, individu tidak
mempunyai keinginan untuk berinteraksi sosial dan lebih senang melakukan
aktivitas soliter/menyendiri (Copel, 2007).
Isolasi sosial adalah terjadinya pemutusan proses hubungan terkait erat
dengan dengan ketidakpuasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan
kurangnya peran serta respon lingkungan yang negatif. Kondisi dapat
mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindari dari
orang lain (rasa tidak percaya dengan orang lain). Pada pasien dengan perilaku
menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan
diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga pasien jadi
pasif dan berkepribadian kaku,pasien menarik diri juga melakukan pembatasan
(isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien
6
menarik diri,semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan
hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
Penarikan diri (withdrawl) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung/ isolasi
sosial (Depkes, 1989).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan berpartisipasi dalam kuantitas dan kualitas tidak efektif dari pertukaran
sosial. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami seseorang karena
orang lain dianggap menyatakan sikap negatif atau mengancam dirinya (Townsend,
2011).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang, merasa kehilangan kedekatan
dengan orang lain dan tidak bisa berbagi pikiran dan perasaannya (Rawlins, 1993).
Individu merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan berinteraksi
secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian berusaha untuk
mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan,
malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman dengan berbagai respon. Respon yang
terjadi dapat berada pada rentang adaptif sampai maladaptif (Stuart, 2006).
2. RENTANG RESPON SOSIAL
Rentang Respon Sosial
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Solitut Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan
Sumber : (Stuart, 2006)
7
Keterangan dari rentang respon sosial :
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang
dapat diterima oleh norma masyarakat.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Respon ini
meliputi (Teguh, 2009):
1. Solitude (menyendiri)
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah
terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan
rencana-rencana.
2. Autonomy atau otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
3. Mutuality atau kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Interdependen atau saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan, saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanya perhatian dengan
orang lain atau lingkungannya.
6. Menarik Diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan
orang lain atau lingkungannya.
7. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap
kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa kepada orang
lain.
8. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak
mampu untuk belajar dari pengalaman, dan miskin penilaian.
8
9. Narsisisme
Respon sosial ditandai dengan Individu memiliki tingkah laku egosentris, harga
diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapat penghargaan dan mudah
marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
10.Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan
juga dapat menciderai diri sendiri (Carpenito, 2006). Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan timbulnya menarik diri, adapun faktor tersebut antara lain:
1. Factor predisposisi
Faktor predisposisi pada gangguan isolasi sosial menarik diri yaitu (Teguh,
2009):
a. Faktor perkembangan
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas-tugas perkembangan
yang harus terpenuhi. Apabila tugas tersebut tidakterpenuhi maka akan
mempengaruhi hubungan sosial. Misalnya anakyang kurang kasih
sayang, dukungan, perhatian dan kehangatan dariorang tua akan
memberikan rasa tidak aman dan menghambat rasa percaya.
b. Faktor Biologis
Organ tubuh dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungansosial.
Misalnya kelainan struktur otak dan struktur limbic di duga
menyebabkan skizofrenia. Pada klien skizofrenia terdapat gambaran
struktur otak yang abnormal: otak atrofi, perubahan ukuran dan
bentuk sel limbic di daerah kortikal.
c. Faktor sosial budaya
Norma-norma yang salah di dalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan gangguan hubungan sosial. Misalkan pada klien lansia,
cacat, dan penyakit kronis yang disingkirkan dari lingkungan.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga
9
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidak jelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga
yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga.
2. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosial Budaya
Adalah stress yang ditimbulkan oleh sosial dan budaya masyarakat.
Kejadian atau perubahan dalam kehidupan sosial-budaya memicu
kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku.
b. Stressor Psikologis
Adalah stres yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan
dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan
mengatasinya.
Tanda Dan Gejala
Isolasi sosial yaitu menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan
gejala sebagai berikut : sedih,afek tumpul, menjadi tidak komunikatif, kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri,
komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan
terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi baring seperti fetus,
asyik dengan pikirannya sendiri, disfungsi interaksi dengan teman sebaya,
keluarga, atau orang lain (Townsend, 1998)
3. TAHAP PERKEMBANGAN BERHUBUNGAN SOSIAL
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk
mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam
proses hubungan diawali dengan kemampuan saling tergantung (tergantung dan
mandiri).
10
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal dimulai
dari :
1) Masa bayi
Pada masa bayi ini penting untuk menetapkan landasan rasa percaya
diri, terlihat pada bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan
kebutuhan biologis dan psikologisnya. Komunikasi sederhana dalam
menyampaikan kebutuhannya, misalnya : menangis. Menurut Ericson bahwa
respon lingkungan (ibu atau pengasuh) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai
agar berkembang rasa percaya diri bayi akan respons/perilakunya dan rasa
percaya bayi terhadap orang lain. Dan menurut haber, dkk. (1987) bahwa
kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain
akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, serta
menarik diri.
2) Masa pra sekolah
Anak pra sekolah akan belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab dan
hati nurani. Ini terlihat dalam memperluas hubungan sosialnya diluar
lingkungan keluarga khususnya ibu (pengasuh). Anak akan menggunakan
kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan
bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap
perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi anak yang
berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
Menurut Haber, dkk. (1987) bahwa kegagalan anak dalam berhubungan
dengan lingkungan disertai respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan
anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu,
menarik diri dari lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut perilakunya
salah.
3) Masa sekolah
Anak sekolah mulai belajar berkompetisi, bekerja sama dan
berkompromi. Ini dimulai dari mengenal hubungan yang lebih luas khususnya
lingkungan sekolah. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena
pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan orang dewasa
diluar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber pendukung yang
penting bagi anak. Menurut Haber, dkk. (1987) bahwa kegagalan dalam
membina hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru dan
11
pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua
mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak
mampu dan menarik diri dari lingkungan.
4) Masa remaja
Dimulai dari anak pra remaja dalam hubungannya menjadi
intim dengan teman sebaya sesama jenis kelamin, kemudian berkembang
menjadi anak remaja dalam hubungannya sudah menjadi intim dengan lawan
jenis kelamin dan tidak tergantung pada orang tua. Kegagalan dalam membina
hubungan dengan teman sebaya dan lawan jenis dan kurangnya dukungan
orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan
mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri yang kurang.
5) Masa dewasa muda
Pada usia ini menjadi saling tergantung dengan orangtua & teman,
menikah, dan mempunyai anak. Individu belajar mengambil keputusan dengan
memperhatikan saran dan pendapat orang lain, seperti : memilih pekerjaan,
memilih karir, melangsungkan perkawinan. Kegagalan individu dalam
melanjutkan sekolah, pekerjaan akan mengakibatkan individu menghindari
hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karir.
6) Masa dewasa tengah
Pada usia dewasa tengah ini mampu belajar menerima. Umumnya
sudah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya yang telah menikah.
Jika individu telah menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai
hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan
hubungan interdependen. Perkembangan hubungan yang baik akan
mengembangkan hubungan itu sendiri dan mendapat dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat tinggal dengan orang tua, membina hubungan yang
baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan
mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan
kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.
7) Masa dewasa lanjut
Pada usia dewasa tua atau lanjut akan mengalami perasaan
berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan
budaya. Pada proses kehilangan seperti : fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan,
teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga (kematian orang
tua). Usia dewasa lanjut tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan
12
orang lain, dan mempunyai perkembangan baik dapat menerima kehilangan
yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain
dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan di usia ini untuk menerima kehilangan yang terjadi pada
kehidupannya serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu, dan
terjadi sepanjang daur kehidupan akan mengakibatkan perilaku menarik diri.
Tahap
perkembanganTugas
Masa bayi Menetapkan landasan percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolahBelajar menunjukkan inisiatif dan rasa tanggung jawab
dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja Menjadi intim dengan teman sejenis kelamin
Masa remajaMenjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak
tergantung pada orsng tua
Masa dewasa mudaMenjadi saling tergantung dengan orang tua, teman,
menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima
Masa dewasaBerduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya.
Mekanisme Koping
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
Poyeksi
Pemisahan
Merendahkan orang lain
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian “border line”
Pemisahan
Reaksi formasi
Proyeksi
Isolasi
Idealisasi orang lain
Merendahkan orang lain
13
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
1. Fraktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas
perkembsangan yang harus dipenuhi, setiap tahap
perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri. Bila tugas
dalam perkembangan tidak terpenuyhi akan menghambat tahap
Perkembangan selanjutnya dan dapat terjadi gangguan
hubungan social.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial, termasuk
komunikasi yang tidak jelas (double blind komunikation),
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga dan pola asuh
keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk
berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan factor pendukung untuk terjadinaya ada gangguan
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh noma-norma yang
dianut keluarga yang salah, dimana tiap anggota keluarga yang
tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya misalnya :
usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain.
2. Faktor predisposisi
a. Struktur sosial budaya
Stres yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya antara lain
keluarga yang labil, berpisah dengan orang yang
terdekat/berarti, perceraian dan lain-lain.
b. Faktor hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland pituitary )
menyebabkan turunya hormon FSH dan LH. Kondisi ini
terdapat pada pasien skizofrenia.
c. Hipotesa virus
Virus HIV dapat menyebabkan prilaku spikotik.
d. Model biological lingkungan sosisal
14
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang
terhadap stress pada saat terjadinya interaksi dengan interaksi
sosial.
e. Stressor psikologik
Adanya kecemasan berat dengan terbatasnya kemampuan
menyelasaikan kecemasan tersebut.
3. Prilaku
a. Tingkah laku yang berhubungan dengan curiga
Tidak mampu mempercayai orang lain.
Bermusuhan.
Mengisolasi diri dalam hubungan sosial
Paranoia
b. Tingkah laku yang berhubungan dengan dependen
Ekpresi perasaan tidak langsung dengan tujuan.
Kurang asertif
mengisolasi diri dalam hubungan sosial
Harga diri rendah
Sangat tergantung dengan orang lain.
c. Tingkah laku yang berhubungan dengan kepribadian anti sosial.
Hubungan interpersonal yang dangkal
Rendahnya motifasi untuk berubah
Berusaha untuk tampil menarik.
d. Tingkah laku yang berhubungan dengan borderline.
Hubungan dengan orang lain sangat stabil
Percobaan bunuhdiri yang manipulatif
Susunan hati yang negatif (depresif)
Prestasi yang rendah
Abivalensi dalam hubungan dengan orang lain
Tidak tahan dengan sendirian
e. Tingkah laku yang berhubungan dengan menarik diri
Kurang spontan
Apatis, ekpresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan dirinya
Tidak mau komonikasi verbal
Mengisolasi diri
15
Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
Kebutuhan fisiologis terganggu
Aktivitas menurun
Kurang energi, harga diri rendah, postur tubuh berubah.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN DIAGNOSA MEDIK YANG
TERKAIT DENGAN GANGGUAN BERHUBUNGAN SOSIAL
Masalah keperawatan yang berubungan dengan hubungan sosial. Diagnosa
menurut NANDA :
1. Resiko terjadi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan menarik
diri
2. Koping keluarga inefektif
3. Koping indifidu inefektif
4. Kesepian berhubungan dengan menarik diri
5. Perubahan proses berfikir
6. Isolasi sosial berhubungan dengan kemampuan hubungan sosial
inadekuat
7. Ganggiuan persepsi (harga diri rendah) berhubungan dengan persepsi
keluarga nonrealistik dalam berhubungan.
8. Menarik diri berhubungan dengan waham curiga.
9. Kebersihan diri kurang berhubungan dengan kurang energi
10. Gangguan hubungan sosial berhubungan dengan kurangnya perhatian
terhadap lingkungan.
11. Menurunya aktivitas motorik berhubungan kurangnya perhatian terhadap
lingkungan.
12. Potensial defisit cairan berhubungan dengan tidak mau merawat diri.
13. Gangguan komonikasi verbal
14. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan menarik diri
MASALAH KEPERAWATAN ( KELIAT, 2009)
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gngguan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran
3. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
16
6. Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
7. Ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan
Pohon Masalah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi
3) PERENCANAAN
Ada beberapa prinsip rencana asuhan keperawatan dengan klien gangguan
hubungan sosial, antara lain :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
3. Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan
memberikan kepuasan timbal balik :
Beri penguatan dan kritikan yang positif
Jangan perhatikan klien saat manipulatif/ekploratif,konfrontasi
Bertindak sebagai model peran, latih prilaku
Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien
bertanya.
Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
Hindari ketergantungan klien
Kembangkan hubungan terapeutik dengan klien “bukan anda”, tetapi
perilaku anda yang tidak dapat diterima.
4. Perhatikan kebutuhan ADL klien
17
Isolasi Sosial
5. Libatkan dalam kegiatan ruangan.
6. Ciptakan lingkungan terapeutik
7. Terapi somatic
8. Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah
klien.
Rencana Tindakan keperawatan
No
Diagnosa
Keperawatan
dan Tujuan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Isolasi sosial :
menarik diri
Tujuan:
Pasien
dapat
berinteraksi
dengan
orang lain
Tujuan Khusus :
1. Pasien
dapat
membina
hubungan
saling
percaya
Setelah 1 x interaksi
pasien menunjukkan
tanda-tanda percaya
kepada / terhadap
perawat :
1. Wajah cerah,
tersenyum
2. Mau berkenalan
3. Ada kontak mata
4. Bersedia
menceritakan
perasaan
5. Bersedia
mengungkapkan
masalah
1.1 Bina hubungan
saling percaya
dengan :
a. Beri salam setiap
berinteraksi
b. Perkenalkan nama,
nama panggilan
perawat
dan tujuan perawat
berkenalan
c. Tanyakan dan
panggil nama
kesukaan pasien
d. Tunjukkan sikap
jujur dan menepati
janji setiap kali
berinteraksi
e. Tanyakan perasaan
pasien
1.1 Membina
hubungan
saling
percaya.
Kontrak yang
jujur, singkat,
konsisten
dengan
perawat dapat
membantu
klien
membina
kembali
interaksi penuh
percaya
dengan orang
lain
18
dan masalah yang
dihadapi pasien
f. Buat kontak
interaksi yang jelas
g. Dengarkan
dengan penuh
perhatian ekspresi
perasaan pasien
2. Pasien
mampu
menyebut
kan
penyebab
menarik
diri
Setelah 2x interaksi
Pasien dapat
menyebutkan
minimal
Satu penyebab
menarik diri :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Lingkungan
2.1 Tanyakan pada
pasien tentang :
a. Orang yang
tinggal
serumah atau
sekamar
pasien
b. Orang yang
paling dekat
dengan pasien
dirumah atau
ruang
perawatan
c. Apa yang
membuat
pasien dekat
dengan orang
tersebut
d. Orang yang
tidak dekat
2. 1 Keterlibatan
Orang terdekat
dapat
membantu
membangun
dan atau
kembali
membentuk
sistem
19
dengan pasien
dirumah atau
diruang
perawatan
e. Apa yang
membuat
pasien tidak
dekat orang
dengan
tersebut
f. Upayakan
yang sudah
dilakukan
agar dekat
dengan
orang lain
g. Diskusikan
dengan pasien
penyebab
menarik diri
atau
tidak mau
bergaul
dengan orang
lain
h. Beri pujian
terhadap
kemampuan
pasien
mengungkapk
20
an perasaan
3. Pasien
mampu
menyebut
kan
Keuntung
an
berhubun
gan
sosial dan
kerugian
menarik
diri
Setelah 3x interaksi
Pasien dapat
Menyebutkan
keuntungan
berhubungan
sosial, misalnya :
a. Banyak teman
b. Tidak kesepian
c. Bisa diskusi
d. Saling menolong
Dan kerugian
menarik diri misalnya
:
a. Sendiri
b. Kesepian
c. Tidak bisa diskusi
3.1 Tanyakan pada
pasien tentang :
a. Manfaat
hubungan
social
b. Kerugian
menarik diri
c. Diskusikan
bersama
pasien
tentang
manfaat
berhubungan
sosial dan
kerugian
menarik diri
d. Beri pujian
terhadap
kemampuan
pasien
mengungkapk
an
perasaannya.
3.1 Solitude dan
kesepian
dapat
diterima atau
dengan
pilihan,
dan perbedaan
ini membantu
klien
mengidentifik
asi apa yang
terjadi
pada dirinya
sehingga
dapat diambil
langkah untuk
mengatasi
masalah ini
4. Pasien
dapat
Melaksan
akan
hubungan
social
Setelah 4x interaksi
pasien dapat
melaksanakan
hubungan social
secara bertahap
4.1 Observasi
perilaku
pasien saat
berhubungan
social
4.1 Kehadiran
orang yang
dapat
dipercaya
member klien
rasa 21
secara
bertahap
dengan :
a. Perawat
b. Perawat lain
c. Pasien lain
d. Kelompok
4.2Beri motivasi dan
bantu pasien
untuk berkenalan
atau
berkomunikasi
dengan:
a. Perawat lain
b. Pasien lain
c. Kelompok
4.3 Libatkan pasien
dalam
terapi aktivitas
kelompok
sosialisasi
4.4 Diskusikan
jadwal
harian yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan
pasien
bersosialisasi
4. 5 Beri motivasi
pasien
untuk melakukan
kegiatan sesuai
dengan jadwal
yang telah dibuat
4.6 Beri pujian
terlindungi.
setelah dapat
berinteraksi
dengan orang
lain dan
member
kesempatan
klien dalam
mengikuti
aktivitas
kelompok,
klien merasa
lebih berguna
dan rasa
percaya diri
dapat tumbuh
kembali
22
terhadap
kemampuan
pasien
memperluas
pergaulannya
melalui aktivitas
yang
dilaksanakan
5. Pasien
mampu
menjelask
an
perasaann
ya setelah
berhubun
gan sosial
Setelah 5x interaksi
pasien dapat
menjelaskan
perasaannya setelah
berhubungan sosial
dengan :
1. Orang lain
2. Kelompok
5.1 Diskusikan
dengan pasien
tentang
perasaannya
setelah
berhubungan
sosial dengan :
a. Orang lain
b. Kelompok
5.2 Beri pujian
terhadap
kemampuan
pasien
mengungkapkan
perasaannya
5.1 Ketika
klien
merasa
dirinya lebih
baik dan
mempunyai
makna,
interaksi
sosial
dengan
orang lain
dapat
ditingkatkan
6. Pasien
mendapat
dukungan
keluarga
dalam
memperlu
as
hubungan
sosial
Setelah 6x
pertemuan keluarga
dapat
menjelaskan tentang :
a. Pengertian
menarik diri
b. Tanda dan gejala
menarik diri
c. Penyebab dan
akibat menarik
6.1 Diskusikan
pentingnya peran
serta keluarga
sebagai
pendukung untuk
mengatasi
prilaku menarik
diri.
6.2 Diskusikan
6.1 Dukungan
dari keluarga
merupakan
bagian
penting
dari
rehabilitasi
23
diri
d. Cara merawat
pasien menarik
diri
potensi keluarga
untuk membantu
pasien mengatasi
perilaku menarik
diri
6.3 Jelaskan pada
keluarga tentang :
a. Pengertian
menarik diri
b. Tanda dan
gejala menarik
diri
c. Penyebab dan
akibat menarik
diri
d. Cara merawat
pasien menarik
diri
e. Latih
keluarga cara
merawat
7. Pasien
dapat
memanfa
atkan obat
dengan
baik
Setelah 7x interaksi
pasien menyebutkan :
a. manfaat minum
obat
b. kerugian tidak
minum obat
c. nama, warna, dosis,
efek terapi
dan efek samping
obat
d. akibat berhenti
minum obat tanpa
7.1 Diskusikan
dengan pasien
tentang manfaat
dan kerugian
tidak minum obat,
nama, warna,
dosis, cara, efek
terapi dan efek
samping
penggunaan obat
7.2 Pantau pasien
7.1 Membantu
dalam
meningkatkan
perasaan
kendali dan
keterlibatan
dalam
perawatan
kesehatan klien
24
konsultasi dokter saat penggunaan
obat
7.3 Beri pujian jika
pasien
menggunakan
obat dengan benar
7.4 Diskusikan
akibat berhenti
minum obat tanpa
konsultasi dokter
7.5 Anjurkan pasien
untuk konsultasi
kepada dokter
atau perawat jika
terjadi hal-
halyang tidak
diinginkan
2. Halusinasi
pendengaran
Tujuan:
Klien tidak
menciderai diri
sendiri /
orang lain /
lingkungan
Tujuan Khusus :
1. Klien
dapat
membina
hubungan
Klien mampu
membina hubungan
saling percaya
dengan perawat
dengan kriteria hasil:
1. Membalas sapaan
1.1 Bina hubungan
saling percaya
dengan
menggunakan prinsip
komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien
1.1 Hubungan
saling
percaya
merupakan
langkah awal
menentukan
keberhasilan
25
saling
percaya
dengan
perawat
perawat
2. Ekspresi wajah
bersahabat dan
senang
dengan
ramah baik
verbal
maupun non
verbal
b. Perkenalkan
diri dengan
sopan
c. Tanyakan
nama
lengkap
klien dan
nama
panggilan
kesukaan
klien
d. Jelaskan
maksud
tujuan dan
interaksi
e. Berikan
perhatian
pada klien,
perhatikan
kebutuhan
dasarnya
1.2 Beri kesempatan
klien
mengungkapkan
perasaannya
1.3 Dengarkan
ungkapan
rencana
selanjutnya
1.2 Untuk
mengurangi
kontak klien
dengan
halusinasinya
dengan
mengenal
halusinasi akan
membantu
mengurangi
dan
menghilangkan
halusinasi
26
klien dengan
empati
2. Klien
dapat
mengenal
i
halusinasi
nya
Klien mampu
mengenali
halusinasinya
dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat
menyebutkan
waktu,
timbulnya
halusinasi
2. Klien dapat
Mengidentifik
asi kapan
frekuensi
situasi saat
terjadi
halusinasi
3. Klien dapat
mengungkapk
an
prasaannya
saat muncul
halusinasi
2.1 Adakan kontak
sering dan
singkat secara
bertahap
2.2 Tanyakan apa
yang didengar
dari
halusinasinya
2.3 Tanyakan kapan
halusinasinya
datang
2.4 Tanyakan
halusinasinya
2.5 Bantu klien
mengenal
halusinasinya
a.Jika
menemukan
klien sedang
halusinasi,
tanyakan
apakah ada
suara yang
didengar
b.Jikaklien
menjawab
ada, lanjutkan
apa yang
2.1 Mengetahui
apakah
halusinasi
datang dan
menentukan
tindakan yang
tepat atas
halusinasinya
2.2 Mengenalkan
pada klien
terhadap
halusinasinya
dan
mengidentifikas
i factor
pencetus
halusinasinya
27
dikatakan
c.Katakan bahwa
perawat percaya
klien
mendengar
suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat
tanpa menuduh
atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa
klien lain juga
ada yang seperti
klien
e.Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
2.6 Diskusikan
dengan klien :
a. Situasi yang
menimbulkan
atau tidak
menimbulkan
halusinasi
b.Waktu
terjadinya
halusinasi
2.7 Diskusikan
dengan klien apa
28
yang dirasakan
jika terjadi
halusinas
3.Klien dapat
mengontrol
halusinasinya
3.1 Klien dapat
mengidentifikasi
tindakan yang
dilakukan untuk
mengendalikan
halusinasinya
3.2 Klien dapat
menunjukkan cara
baruuntuk
mengontrol
halusinasi
3.1 Identifikasi
bersama klien
tindakan yang
biasa yang
dilakukan bila
terjadi halusinasi
3.2 Diskusikan
manfaat dan cara
yang digunakan
klien, jika
bermanfaat beri
pujian
3.3 Diskusikan cara
baik memutus
atau mengontrol
timbulnya
halusinasi
3.4 Bantu klien
memilih dan
melatih cara
mengontrol
halusinasi secara
bertahap
3.5Beri kesempatan
untuk melakukan
cara yang dilatih,
evaluasi hasilnya
3.1 menentukan
tindakan yang
sesua bagi klien
untuk
mengontrol
halusinasinya.i
29
dan beri pujian
jika berhasil
3.6 Anjurkan klien
mengikuti terapi
kelompok
4.Klien dapat
dukungan dari
keluarga dalam
Mengontrol
halusinasinya
4.1 Klien dapat
memilih
cara mengatasi
halusinasi
4.2 Klien
melaksanakan
cara yang telah
dipilih
4.3 Klien dapat
mengikuti terapi
aktivitas
kelompok
4.1 Anjurkan klien
untuk memberi
tahu keluarga jika
mengalami
halusinasi
4.2 Diskusikan
dengan keluarga :
a. Gejala
halusinasi yang
dialami klien
b. Cara yang
dapat dilakukan
klien dan
keluarga untuk
mengontrol
halusinasi
c. Cara merawat
anggota
keluarga
yang
mengalami
halusinasi
d.Beri informasi
follow up atau
kapan perlu
mendapat
4.1 Membantu
klien
menentukan
cara
mengontrol
halusinasi:
a.Beri support
kepada klien
b.Menambah
pengetahuan
klien untuk
melakukan
tindakan
pencegahan
halusinasi
30
bantuan
halusinasi tidak
terkontrol dan
risiko
menciderai
orang lain
4.3 Diskusikan
dengan keluarga
dan klien tentang
jenis, dosis,
frekuensi dan
manfaat obat
5. Klien dapat
menggunakan
obat dengan
benar untuk
mengendalika
n
halusinasinya
5.1 Klien dapat
informasi tentang
manfaat dan efek
samping obat
5.2 Klien dapat
memahami akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi
5.3 Klien dapat
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat
5.1 Pastikan klien
minum obat
sesuai dengan
program dokter
5.2 Anjurkan klien
bicara dengan
dokter tentang
manfaat dan efek
samping obat
yanng dirasakan
5.3 Diskusikan akibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi
5. 4 Bantu klien
menggunakan
obat
dengan prinsip 5
5.1Membantu
mempercepat
penyembuhan
dan
memastikan
obat sudah
diminum oleh
klien
5.2 Meningkatkan
pengetahuan
tentang manfaat
dan efek
samping obat
31
benar
3. Harga diri rendah
Tujuan:
Klien dapat
melakukan
hubungan sosial
secara bertahap
Tujuan Khusus :
1. Klien
dapat
membina
hubungan
saling
percaya
1.1 Klien dapat
mengungkapkan
perasaanya
1.2 Ekspresi wajah
bersahabat
1.3 Ada kontak mata
1.4 Menunjukkan
rasa senang
1.5 Mau berjabat
tangan
1.6 Klien mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi
1.1 Bina hubungan
saling percaya :
a. Sapa klien
dengan ramah,
baik verbal
maupun
nonverbal
b. Perkenalkan
diri dengan
sopan
c. Tanya nama
lengkap klien
dan nama
panggilan yang
disukai klien
d. Jelaskan tujuan
pertemuan,
jujur dan
menepati janji
e. Tunjukkan
sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
1.2 Beri kesempatan
1.1 Hubungan
saling
percaya akan
menimbulkan
kepercayaan
klien pada
perawat
sehingga akan
memudahkan
dalam
pelaksanaan
tindakan
selanjutnya
32
untuk
mengungkapkan
perasaanya
tentang
penyakit yang
dideritanya
1. 3 Sediakan
waktu
untuk
mendengarkan
klien
1.4 Katakan pada
klien bahwa ia
adalah seorang
yang berharga
dan
bertanggungjawa
b
serta mampu
menolong dirinya
sendiri
2 .Klien dapat
mengidentifik
asi
kemampuan
dan aspek
positif yang
dimiliki
2.1 Klien mampu
mempertahankan
aspek yang positif
2.1 Diskusikan
kemampuan dan
aspek
positif yang
dimiliki kllien
dan beri
pujian/reinforcem
ent
atas kemampuan
mengungkapkan
1.1 pujian akan
meningkatkan
harga diri klien
33
perasaannya
2.2 Saat bertemu
klien,
hindarkan
memberi
penilaian negatif.
Utamakan
memberi
pujian yang
realistis
3. Klien dapat
menilai
kemampuan
yang dapat
digunakan
3.1 Kebutuhan klien
terpenuhi
3.2 Klien dapat
melakukan
aktivitas terarah
3.1 Diskusikan
kemampuan
klien yang masih
dapat digunakan
selama sakit
3.2 Diskusikan juga
kemampuan yang
dapat dilanjutkan
penggunaan di
rumah sakit dan
di rumah nanti
3.1Peningkatan
kemampuan
mendorong
pasien untuk
mandiri
4. Klien dapat
menetapkan
dan
merencanaka
n kegiatan
sesuai dengan
kemampuan
yang dimiliki
4.1 Klien mampu
beraktivitas sesuai
kemampuan
4.2 Klien mengikuti
terapi aktivitas
kelompok
4.1 Rencanakan
bersama klien
aktivitas yang
dapat dilakukan
setiap hari sesuai
kemampuan
4.2 Tingkatkan
kegiatan sesuai
dengan toleransi
kondisi klien
4.1 Pelaksanaan
kegiatan secara
mandiri modal
awal untuk
meningkatkan
harga diri
34
4.3 Beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang
boleh klien
lakukan
5. Klien dapat
melakukan
kegiatan
sesuai
kondisi sakit
dan
kemampuann
ya
5.1 Klien mampu
beraktivitas sesuai
kemampuan
5.1 Beri kesempatan
klien
untuk mencoba
kegiatan yang
direncanakan
5.2 Beri pujian atas
keberhasilan
kllien
5.3 Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan di
rumah
5.1 Dengan
aktivitas klien
akan
mengetahui
kemampuanny
a
6. Klien dapat
memanfaatka
n system
pendukung
yang ada
6.1 Klien mampu
melakukan apa
yang
diajarkan
6.2 Klien mampu
memberikan
dukungan
6.1 Beri pendidikan
kesehatan pada
keluarga tentang
cara merawat
klien harga diri
rendah
6.2 Bantu keluarga
memberi
dukungan
selama klien
dirawat
6.1 Perhatian
keluarga dan
pengertian
keluarga akan
dapat
membantu
meningkatkan
harga diri
klien.
35
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel. Pola tingkah lakunya maladaptik, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang
diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosialnya. Perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.hal
ini ditandai dengan adanya upaya menarik diri dari lingkungannya,yang disebabkan
dari harga diri rendah.
Oleh karena itu, di dalam keperawatan agar berjalan dengan efektif maka
seorang perawat juga perlu memahami setiap karakter yang berbeda dari setiap klien.
Selain dapat memberikan hasil kerja yang terbaik, dalam memberikan Asuhan
Keperawatan juga dapat dilakukan dengan lancar. Tentunya dengan melibatkan
keluarga klien maka kesembuhan klien akan berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan tanpa melibatkan anggota keluarga
2. SARAN
Untuk memepermudah seorang perawat dalam pengaplikasian teori ini
hendaknya seorang perawat memahami dan mampu menginterprestasikannya pada diri
sendiri ke hal yang positif. Maka dari itu ntuk menambah wawasan pembaca dapat
melihat reverensi yang baik. Dan jika sudah memasuki dalam dunia keperawatan tidak
adanya suatu hubungan yang baik kepada diri sendiri melainkan antara sesama
anggota dan klien agar berjalan dengan efektif dalam proses pemulihannya.
37
DAFTAR PUSTAKA
Anna, Budi Keliat, Dkk.2011.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN
(Basic Course).EGC.Jakarta
Direktorat Jendral Pelayanan Medic. 2005. Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Depkes .R. I
Digilib.Unimus.Ac.Id/Download.Php?Id=10429
Hamid, Achir Yani, S.2008. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta . EGC
Riyadi Sujono, Purmanto Teguh. 2009. Asuhan Kepewaran Jiwa, Yogyakarta : Graha
Ilmu.
38
Lampiran
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
A. PROSES KEPERAWATAN
Bina hubunga saling percaya, bantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, bantu pasien
mengenal keuntungan dari berhubungan dan kerugian dari tidak berhubungan dengan
orang lain, dan ajarkan pasien untuk berkenalan dengan orang lain
Orientasi
“Selamat pagi !”
“Saya H...., Saya senang dipanggil Ibu Her..., Saya perawat di puskesmas yang akan
merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu ? Senang dipanggil siapa ?”
“Apa keluhan anda hari ini ? Bagaimana kalu kita berbincang-bincang tentang keluarga
dan teman-teman anda ? Mau dimana kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau di
ruang tamu ? Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 15 menit ?”
Kerja
(jika pasien baru)
“Siapa saja yang tinggal serumah ? Siapa yang paling dekat dengan anda ? Siapa yang
jarang berbincang-bincang dengan anda ? Apa yang membuat anda jarang berbincang-
bincang dengan yang lainnya ?”
“Apa saja kegiatan yang biasa anda lakukan dengan teman-teman yang anda kenal ?”
“Apa yang menghambat anda dalam berteman atau berbincang-bincang dengan pasien
lain ?”
“Menurut anda apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman berbincang-bincang. Apa lagi ? (sampai pasien menyebutkan beberapa) Nah kalau
kerugiannya tidak mempunyai teman apa ya ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien menyebutkan
beberapa). Jadi banyak juga ruginya kalau kita tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah anda belajar berteman dengan orang lain ?”
“Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain ?”
“Begini lho, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama dan nama
panggilan, asal dan hobi kita. Contoh : nama saya ...., senang dipanggil si ......, asal saya
dari ......, hobi saya ......”
“Selanjutnya anda menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini :
Nama bapak siapa ? Senang dipanggil apa ? Asalnya dari mana ? Hobinya apa ?”39
“Ayo dicoba ! Misalnya saya belum kenal dengan anda. Coba berkenalan dengan
saya !”
“Ya bagus sekali ! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah anda berkenalan dengan orang tersebut anda dapat melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan untuk anda bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan anda setelah kita latihan berkenalan ?”
“Anda tadi sudah mempraktikan cara berkenalan dengan baik sekali”
“Selanjutnya anda dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga anda lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Anda mau
mempraktikkan ke pasien lain ? Mau pukul berapa mencobanya, Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan anda.”
“Besok pagipukul 10 saya akan datang ke sini untuk menagajak anda berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, anda maukan ?”
“Baiklah, sampai jumpa.”
Ajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama
[seorang perawat])
Orientasi :
“Selamat pagi pak !”
“Bagaimana perasaan anda hari ini ?”
“Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan ? Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan Suster !”
“Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak anda
mencoba berkenalan dengan Ibu Kader. Tidak lama kok, sekitar 10 menit”
“Ayo kita temui perawat N disana”
Kerja :
(Bersama-sama pasien anda mendekati kader N)
“Selamat pagi ibu N, ini (nama pasien) ingin berkenalan dengan ibu”
“Baiklah (nama pasien), anda dapat berkenalan dengan ibu kader N seperti yang kita
praktikkan kemarin”
(Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan kader N : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
Latih Pasien berinterkasi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua [seorang
pasien])
40
Orientasi :
“Selamat pagi, (nama pasien)! Bagaimana perasaan anda hari ini ?”
“Apakah anda berbincang-bincang dengan ibu kader kemarin ?”
(Jika jawaban pasien ya, anda dapat melanjutkan ke komunikasi berikutnya kepada
orang lain)
“Bagaimana perasaan anda setelah berbincang-bincang dengan kader N kemarin
siang ?”
“Bagus sekali anda menjadi senang karena punya teman lagi”
“Kalau begitu anda ingin punya banyak teman lagi ?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu tetangga O
?”
“Seperti Biasa kira-kira 10 menit”
“Mari kita temui dia di ruang makan”
Kerja :
(Bersama-sama pasien, anda mendekati pasien)
“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan dengan anda”
“Baiklah, anda sekarang dapat berkenalan dengannya seperti yang telah anda
lakukan sebelumnya”
(Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan : memberi salam, menyebutkan
nama, nama panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama)
“Ada lagi yang ingin anda tanyakan kepada O ?”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, anda dapat sudahi perkenalan ini. Lalu
anda dapat buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi pukul 4 sore nanti”
(Pasien membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
“Baiklah O, karena (nama pasien) sudah berkenalan, saya dan (nama pasien) akan
kembali ke rumah (nama pasien). Selamat pagi”
(Bersama-sama pasien, anda meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan
(nama pasien) di tempat lain)
Terminasi :
“Bagaimana perasaan anda setelah berkenalan dengan O ?”
“Dibandingkan kemarin pagi, anda tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”
“Pertahankan apa yang sudah anda lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O pukul 4 sore nanti”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan berbincang-bincang dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian ? Jadi satu hari anda dapat berbincang-
41
bincang dengan orang lain sebanyak 3 kali, pukul 10 pagi, pukul 1 siang dan pukul 8
malam, anda dapat bertemu dengan N, dan yang lain. Selanjutnya anda dapat berkenalan
dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana, setujukan ?
“Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman anda. Pada pukul
yang sama dan tempat yang sam ya. Sampai besok”
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Setelah tindakan keperawatan diharapkan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial.
Tindakan dilakukan dengan melatih keluarga merawat pasien isolasi sosial. Keluarga
merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi
masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah, yang selalu bersama-sama dengan pasien
sepanjang hari. Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di
rumah meliputi :
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan tentang : masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
Penyebab isolasi soisal
Cara-cara merawat pasien isolasi sosial, antara lain :
Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan
tidak ingkar janji
Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak tidak mencela kondisi pasien dan
memberikan pujian yang wajar
Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah
Membuat rencana atau jadwal berbincang-bincang dengan pasien
Memperagakan cara merawat pasien isolasi sosial
Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari
mendiskusikan yang dihadapi
Menjelaskan perawatan lanjutan
Berikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab isolasi
sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini !
Orientasi:
“Selamat pagi pak !”
“Perkenalkan saya perawat H dari puskesmas..., saya yang merawta anak bapak”
42
“Nama bapak siapa ? senag dipanggil siapa ?”
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ? Bagaimana keadaan anak (nama pasien)
sekarang ?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara
perawatannya ?”
“Kita diskusi di sini saja ya ? Berapa lama bapak punya waktu ? Bagaimana kalau
setengah jam ?”
Kerja :
“Apa masalah yang bapak/ibu hadapi dalam merawat (nama pasien) ? Apa yang sudah
dilakukan ?”
“Maslah yang dialami oleh anak anda disebut isolasi sosial. Ini adlah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa lain”
“Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri,
kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
“Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah
dengan orang-orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang dapat mengalami
halusinasi yaitu mendengar suara atau melihat bayangan sebetulnya tidak ada”
“Untuk mengahdapi keadaan yang demikian bapak dan anggota keluarga lainnya harus
bersabar menghadapi anak anada. Dan untuk merawat aak anda, kelurga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya
dengan anak anda yang caranya adlah bersikap peduli dengan anak anda dan jangan
ingkar janji. Kedua, keluarag perlu memberikan semangat dan dorongan kepada anak
anda untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian
yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien”
“Selanjutnya jangan biarkan anak anda sendiri. Buat rencana atau jadwal berbincang-
bincang dengan anak anda. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama,
melakukan kegiatan rumah tangga bersama”
“Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu ?”
“Begini contoh komunikasinya, Bapak : Bapak lihat sekarang kamu sudah dapat
berbincang-bincang dengan orang alin. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak
senang sekali melihat perkembangan kamu, nak. Coba kamuberbincang-bincang dengan
saudara yang alin. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau
43
di rumah sakit ini, kamu sholat dimana ? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersama-
sama keluarga atau di mushola kampung. Bagaimana, mkamu mau coba kan, nak ?”
“Nah coba sekarang bapak peragakan cara berkomunikasi seperti yang telah saya
contohkan”
“Bagus pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
“Sampai sini ada yang ingin ditanyakan pak ?”
Terminasi :
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi ?”
“Coba bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang
yang mengalami isolasi sosial”
“Selanjutya dapat bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial”
“Bagus sekali pak, bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut”
“Nanti kalua ketemu anak bapak cuba Bapak/ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada
semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama”
“Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada anak
bapak ?”
“Kita ketemu di rumah bapak saja, pada pukul yang sama, selamat pagi”
Latih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan masalah isolasi sosial
langsung dihadapan pasien
Orientasi :
“Selamat pagi, pak/bu”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini ?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang telah kita pelajari
beberapa hari lalu ?”
“Mari kita praktikkan langsung ke anak bapak ! Berapa lama waktu bapak/ibu ?baik kita
akan coba 30 menit”
“Sekarang mari kita temui anak bapak”
Kerja :
“Selamat pagi. Bagaimana perasaan (nama pasien) hari ini ?”
“Bapak/Ibu, anak anda ingin berbincang-bincang. Beri salam ! Bagus. Tolong anda
tunjukkan jadwal kegiatannya !”
(Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah pak, sekarang bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihkan beberapa
hari yang lalu”
44
(Anda mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang tealh
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)
“Bagaimana perasaan anda setelah berbincang-bincang dengan orang tua anda ?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua anda ke ruang perawat dulu”
(Anda dan keluarga pasien meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita latihan tadi ? Bapak/ibu sudah bagus”
“Mulai sekarang bapak sudah dapat melakukan cara merawat tadi kepada anak anda”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang
pak”
“Sampai jumpa!”
Jelaskan perawatan lanjutan
Orientasi :
“Selamat pagi, pak/bu !”
“Karena kunjungan saya sudah mau berakhir, maka perlu kita bicarakan perawatan
lanjutan di rumah”
“Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan tersebut disini saja ?”
“Berapa lama kita dapat bicara ? Bagaimana kalau 30 menit ?”
Kerja :
“Bapak/Ibu, ini jadwal yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan ?
Bapak/Ibu lanjutkan jadwal ini, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
anak bapak. Misalnya kalau anak anda terus menerus tidak mau bergaul dengan orang
lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika
hal ini terjadi, segera hubungi perawat K di puskesmas Indara Puri, ini nomor telepon
puskesmasnya 0857xxxxxxx”
Terminasi :
“Bagaimana, pak/bu ? Ada yang belum jelas ? Ini jadwal kegiatan harian anak anda.
Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau jika ada gejala yang tampak”
45