MAKALAH JARTEST (2)
-
Upload
lisa-maharani-lubis -
Category
Documents
-
view
465 -
download
3
Transcript of MAKALAH JARTEST (2)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kebutuhan makhluk hidup adalah air, oleh karena itu air sangat
diperlukan dalam kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Air
selain digunakan untuk pelarut dan biokimia didalam tubuh, air juga digunakan untuk
menunjang kegiatan kehidupan manusia. Air sangat penting bagi proses kehidupan.
Hal itu karena kemampuan air yang unik melarutkan hampir semua unsur dalam
jumlah sedikit-sedikit. Selain itu, air penting karena peranannya yang utama di dalam
mengendalikan penyebaran panas di Bumi. Dimana air yang terdapat di alam tidak
pernah murni mengandung beberapa zat terlarut, seperti ion-ion kesadahan pada air
sadah, Ca2+, Mg2+, dan ion-ion karbonat, dan juga air yang terdapat di alam
mengandung organism seperti: Salmonella typhi, Clostridium prefingens, Escherichia
coli, Leptospira, Shigella dynsentriae, Vibrio comma.
Air dinyatakan tercemar apabila terdapat gangguan terhadap kualitas air
sehingga air tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunanya. Masalah penyediaan
air bersih telah semakin mendesak seiring dengan pertmbahan penduduk dan
perkembangan jumlah industri. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan air
bersih perlu dilakukan pengolahan air, agar air dapat digunakan maka perlu memenuhi
kualitas air layak.
Pengolahan air tersebut dapat dilakukan dengan cara klasifikasi yang
menggunakan koagulan kimia sehingga dapat diperoleh air bersih. Pengolahan air
secara klasifikasi tersebut meliputi koagulasi, flokulasi, sedimentasi.
1.2 Tujuan
1. Untuk mempelajari pengaruh penggunaan koagulan terhadap proses koagulasi-
flokulasi pada penjernihan air
2. Untuk mempelajari proses-proses koagulasi-flokulasi pada penjernihan air
1
1.3 Perumusan masalah
Apakah kekeruhan (turbiditas) air yang diperoleh setelah penambahan
aluminium sulfat memenuhi standar kualitas air minum?
I.4 Hipotesis
Semakin besar konsentrasi aluminium sulfat semakin jernih airnya dan
sebaliknya.
I.5 Batasan Masalah
Pada percobaan kali ini, yaitu percobaan jar test, koagulan yang kami pakai
adalah tawas (Al(OH)3). Adapun konsentrasi ppm tawas yang dipakai adalah 40, 50,
dan 60 ppm. Dan juga metode yang kami pakai adalah metode jar test.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air adalah benda alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan, baik manusia, hewan
maupun tumbuhan. Oleh karena itu, sumberdaya air harus dilindungi agar tetap dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Di bumi terdapat
kira-kira 1.3 – 1.4 milyar km2 air yang terdiri dari 97.5% air laut; 1.75% berbentuk es dan
0.73% berada di daratan (sebagai air sungai, air danau, air tanah dan lain sebagainya) dan
hanya 0.001% berbentuk uap di udara (Darsono, 1995).
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan
memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek
penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.
Manuasia menggunakan air di seluruh bagian tubuhnya, mulai dari 2% air dalam
email gigi sampai 83% dalam darah. Manusia menambah kandungan air tubuhnya secara
perlahan dengan takaran kecil, baik dengan minum maupun dengan makan pangan berair
(Winarno, 1986).
Saat ini, masalah utama yang dihapadi oleh sumber daya air meliputi kualitas air yang
sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air utnuk
keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain
berdampak negatif teradap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air
(Effendi, 2003). Menurut WHO jumlah air bersih yang harus dipenuhi bagi kehidupan yang
sehat adalah 86.4 L/kapita per hari.
3
2.1 Prinsip Jar Test
Sesuatu larutan kolodial yang mengandung partikel-partikel kecil koloid dapat
dianggap stabil bila:
1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang
pendek (beberapa jam);
2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel
yang besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan elektrostatis
antara partikel satu dengan lainnya.
Dengan pembubuhan flokulan seperti disebabkan di atas, maka stabilitas tersebut
akan terganggu karena :
Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul-molekul ini dapat
menempel pada permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisisinya
karena sebagian molekul Al bermuatan positif sedangkan koloid biasanya
bermuatan negatif (pada pH 5-8).
Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok
Al(OH)3 yang dapat mengurung koloid dan membawanya ke bawah.
Proses ini umumnya paling efisien
2.1.1 Koagulasi
Koagulasi merupaka proses destabilisasi muatan partikel koloid,
suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan
pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam
suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam
keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya
dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada
dasrnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut
dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air
(insoluble).
Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid
yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan
dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi kolid.
4
Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana
flok-flok dapat terbentuk dengan baik, makan dilakukan proses recycle
sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan.
Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk
meningkatkan efektifitas pengolahan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain :
1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau dan
kesadahan
2. Jumlah dan karakteristik koloid
3. Derajat keasaman air (pH)
4. Pengadukan cepat
5. Temperatur air
6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur
7. Karakteristik ion-ion dalam air
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan
adalah aluminium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur
untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor
(CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan
derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan
(G).
2.1.2 Flokulasi
Setelah proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling
bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut
Flokulasi. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-
partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan
dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses
flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau
mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).
5
2.1.3 Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk
memisahkan/mengendapakan zat-zat padat atau tersuspensi non koloidal
dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan
sendirinya. Setelah partikel-partikel mengendap, maka air yang jerni dapat
dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang
lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu
sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh pada bak
pengendap. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung
pada berat jenis, bentuk dan ukuran partrikel, viskositas air dan kecepatan
aliran dalam bak pengendap.
Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi :
1) Pemilihan bahan kimia
Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu, merupakan suatu
program lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya
menggunakan Jar Test. Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu
pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu :
Suhu
Suhu rendah berpengaruh terhadap daya koagulasi / flokulasi
dan memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk
mempertahankan hasil yang dapat diterima.
pH
Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh
terhadap koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis
koagulan yang digunakan.
Alkalinitas
Alum sulfat dan ferri sulfat berinteraksi dengan zat kimia
pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa aluminium atau
6
ferri hidroksida, melalui proses koagulasi. Alkalinitas yang rendah
membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik,
pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke
dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa (kapur atau
soda abu).
Kekeruhan
Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok yang
baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar
partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok
berakumulasi.
Warna
Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik
bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu
selama zat organik tersebut berada di dalam air baku dan proses
koagulasi semakin sukar tercapai. Pengolahan pendahuluan terhadap
air baku harus dilakukan untuk menghilangkan zat organik tersebut,
dengan penambahan oksidan atau adsorben (karbon aktif).
Keefektifan koagulan atau flokulan akan berubah apabila
karakteristik air baku berubah. Keefektifan bahan kimia koagulan/flokulan
pembantu, dapat pula berubah untuk alasan yang tidak terlihat atau tidak
diketahui, oleh karena itu ada beberapa faktor yang belum diketahui yang
dapat mempengaruhi koagulasi – flokulasi.
Jar Test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak
digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata
kepada penglihatan kita (secara visual) untuk mengevaluasi suatu
interpretasi / tafsiran. Selain itu seorang operator juga harus melakukan
pengukuran pH, kekeruhan, bilamana mungkin harus melakukan uji
“filtrabilitas” dan “potensial zeta”.
7
2) Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan
harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi
biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu
dimana terjadi perubahan kekeruhan yang drastis perlu penentuan dosis
optimum berulang-ulang. Perlu diingat bahwa hasil Jar Test tidak selalu
sama dengan operasional instalasi pengolahan air,jadi harus dibuat koreksi
dosis yang dihasilkan Jar Test dengan aplikasi dosis di instalasi
pengolahan air.
3) Penentuan pH Optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan
pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah
diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan
berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum
harus ditetapkan dengan Jar Test. Untuk kasus tertentu (pada pH air baku
rendah dan pada dosis koagulan yang relatif besar) dan untuk
mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses
koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu (Na2CO3),
kapur (CaO) atau kapur hidrat [Ca(OH)2]. Dilakukan penentuan dosis
alkali pada dosis optimum koagulan yang digunakan.
2.1.4 Koloid
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat
atau lebih dimana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi /
yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi /
pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang
dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar maupun tebal dari suatu
partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-
serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih banyak sistem
koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
8
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid atau larutan
koloid atau suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu fasa
terdispersi dan fasa pensdispesi dengan ukuran partikel terdispersi berkisar
anatar 10-7 sampai dengan 10-4cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak
menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom,
molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas
partikel-partikel dengan berbagai ukuran, yang masing-masing mengandung
sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut
juga molekul makro) ialah haemoglobin. Berat molekul dari molekul ini 66800
s.m.a dan mempunya diameter sekitar 6x10-7.
Jenis – Jenis Koloid
Sistem koloid tersusun dari fase terdispersi yang tersebar
merata dalam medium pendispersi. Fase terdispersi dan medium
pendispersi dapat berupa zat padat, cair dan gas. Berdasarkan fase
terdispersinya, sistem koloid dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1. Sol (fase terdispersi padat)
a) Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat.
Contoh : paduan logam, gelas warna, intan hitam
b) Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair.
Contoh : cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat
c) Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas.
Contoh : debu di udara, asap pembakaran
2. Emulsi (fase terdispersi cair)
a) Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendipersi padat
Contoh : jelly, keju, mentega, nasi
b) Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair
Contoh : susu, mayones, krim tangan
c) Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas
Contoh : hairspray dan obat nyamuk
9
3. Buih (fase terdispersi gas)
a) Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat
Contoh : batu apung, marshmallow, karet busa, styrofoam
b) Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair
Contoh : putih telur yang dikocok, busa sabun
c) Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium
pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong
larutan.
10
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
Timabangan massa
Cawan
Gelas kimai
Kertas saring
Alat jartest
Oven
Corong
Labu erlenmeyer 500ml
Bahan :
Sampel air: - air sawah
- air keran
- air limbah tahu
- air suling
Koagulan Al2(SO4)3 dengan dosis: - 200 ppm
- 400 ppm
- 600 ppm
- 800 ppm
-1.000 ppm
3.2 Variabel dan Parameter
Variabel :
ppm Koagulan
11
Parameter :
Nilai Total Suspended Solid (TSS)
3.3 Prosedur Percobaan
Disediakan cawan kosong dan kertas saring
Ditimbang masing-masing kertas saring dan cawan kosong
Dicatat berat kertasaring dan cawan kosong tersebut
Dimasukkan sampel air kedalam masing-masing gelas kimia yang berisi air
sampel
Ditambahkan koagulan ke dalam masing-masing gelas kimia yang berisi air
sampel
Dimasukkan kedalam alat jartest dan dilakukan proses koagulasi-flokulasi
Disaring padatan dalam sampel air dengan kertas saring
Dimasukkan kertas saring yang berisi padatan ke dalam cawan kosong
12
Dikeringkan ke dalam oven hingga kering
Ditimbang bobot cawan dan kertas saring yang berisi padatan
Dicatat hasil jumlah padatan pada sampel
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
Jumlah Koagulan
Volume sampel ppm koagulan
Kertas saring + padatan
Kertas saring kosong
Padatan
Volume air jernih
yang disaring
ppm TSS
(mg) (Liter) (gram) (mg) (Liter)
100 0,5 200 1,42 1,24 180 0,05 3600200 0,5 400 1,32 1,18 140 0,05 2800300 0,5 600 1,33 1,22 110 0,05 2200400 0,5 800 1,41 1,32 90 0,05 1800
500 0,5 1000 1,39 1,29 100 0,05 2000
4.2 Pembahasan
Praktikum Jar test ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan koagulan terhadap proses koagulasi – flokulasi pada penjernihan air dan untuk mempelajari proses-proses koagulasi-flokulasi pada penjernihan air.
Dalam praktikum ini variabel yang dipakai untuk jumlah koagulan yang digunakan dalam analisa yaitu dosisnya 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1.000 ppm. Sedangkan parameter yang diukur dalam praktikum ini adalah Total Suspensi Solid.
Pada percobaan jar test ini menggunakan sampel yaitu air sungai dan koagulan berupa tawas [Al2(SO4)3]. Penggunaan tawas sebagai koagulan dikarenakan mudah dicari dan harganya relatif lebihh murah. Fungsi dari koagulan adalah untuk mengurangi kekeruhan warna dan bau dalam air yang mempengaruhi kualitas air. Berat koagulan yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu dosisnya 200 ppm,300 ppm,400 ppm. Selain pembubuhan koagulan di perlukan pengadukan sampai flok-flok ini terbentuk dari partikel-partikel kecil dan koloid yang bertumbukan dan akhirnya mengendap bersama-sama. Pengadukan dapat di lakukan dengan menggunakan alat jartest sebagai alat utama dalam praktikum. Jartest adalah suatu percobaan skala laboratorium untuk menentukan kondisi operasi optimum pada proses pengolahan air dan air limbah. Selain itu alat jartest memiliki variabel kecepatan putar pengaduk yang dapat di tentukan dan mampu mengontrol energi yang di perlukan untuk proses. Tujuan dari pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air. Dalam pengadukan hal-hal yang perlu di perhatikan
14
pengadukan harus benar-benar merata sehingga semua koagulan yang di bubuhkan dapat bereaksi dengan partikel atau ion-ion yang berada di dalam air.
Dalam praktikum jartest melalui beberapa proses/tahapan yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan penyaringan. Proses koagulasi dan flokulasi bertujuan untuk memisahkan polutan koloid tersuspensi dari dalam air dengan memperbesar ukuran partikel-partikel padat yang terkandung di dalamnya.
Tahapan pertama yang dilakukan adalah koagulasi. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan.pada proses koagulasi menggunakan pengadukan cepat dengan kecepatan 120 ppm selama 1 menit. Pengadukan dalam proses menggunakan pengadukan cepat di karenakan agar koagulan yang di butuhkan dapat tercampur merata. Setelah 1 menit proses pengadukan di dalam air sampel dapat terlihat mikro flok berputar-putarpada saat pengadukan. Walaupun adanya flok namun masih sangat kecil flok yang terbentuk pada saat proses koagulan.
Setelah proses koagulasi, proses selanjutnya adalah flokulasi. Flokulasi adalah proses pembentukan flok yang sudah terbentuk menjadi flok-flok yang berukuranlebih besar (makroflok). Flok-flok yang sudah terbentuk berasal dari flok yang dihasilkan pada proses koagulasi. Pada saat proses flokulasi ,pengadukan diperlambat menjadi 40 ppm dan waktunya pun juga lebih lama yaitu 15 menit. Pengadukan diperlambat dan waktu yang lebih lama pada proses flokulasi dimaksudkan agar campuran koagulan dan air baku yang telah merata didalam proses koagulasi ,dapat terbentuk gumpalan atau flok yang berukuran lebih besar yang kemudian dapat mengendap pada saat proses sedimentasi. Apabila dalam flokulasi menggunakan pengadukan yang cepat maka dapat merusak flok yang telah terbentuk sebelumnya.
Pada gelas kimia pertama yang dosis koagulan 200 ppm, flok yang diahasilkan lebih berukuran besar namun sedikit flok. Untuk gelas kimia kedua yang dosis koagulan 400 ppm, terlihat bahwa flok sama seperti gelas kimia satu. Untuk gelas kimia ketiga yang dosis koagulan 600 ppm, flok yang terdapat lebih banyak namun berukuran kecil. Untuk gelas kimia kempat yang dosis koagulan 800 ppm, floknya lebih sedikit dibanding gelas kimia lainnya. Dan untuk gelas kimia kelima yang dosis koagulan 1000 ppm, flok yang terdapat sama seperti gelas kimia ketiga.
Selanjutnya adalah proses sedimentasi. Proses sedimentasi adalah proses yang bertujuan untuk memisahkan atau mengendapkan flok-flok dalam air. Pada proses sedimentasi tidak dilakukan pengadukan melainkan hanya didiamkan selama 20 menit. Tujuan dari didiamkan larutan /air sampel agar flok-flok yang sudah terbentuknya dari proses koagulasi-flokulasi dapat mengendap dibawah permukaan gelas kimia
15
Proses yang dilakukan setelah sedimentasi adalah penyaringan. Sampel air yang berisi flok-flok kemudian disaring untuk mendapatkan padatan dalam kertas saring, padatan di oven hingga kering dan masing-masing kertas saring ditimbang untuk mengetahui jumlah padatan (plok) dalam sampel. Hasil dari penimbangan untuk mendapatkan jumlah berat padatan/ TSS dari dosis koagulan 200 ppm lebih banyak padatannya/ TSSnya (3600 ppm) jika di bandingkan dosis koagulan 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm.
100
200
300
400
500
600
700
800
9001000
1100
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Series2
Grafik ppm koagulan vs ppm TSS
Hal ini di karenakan pada saat koagulan yang semakin banyak terdispersi menjadi flok, koagulan sudah mencapai titik jenuh (pendispersian optimum) akibatnya banyak koagulan yang belum menjadi flok. Sehingga padatan yang di peroleh tidak lebih besar dari pada koagulan dengan dosis 200 ppm. Seharusnya semakin besar koagulan maka semakin besar endapan yang terbentuk (flok yang terbentuk).
16
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Koagulan optimum didapatkan pada dosis padatan 1800 ppm dengan dosis koagulan 800 ppm.
Jumlah Padatan (TSS) dalam air sample:o 200 ppm => 3.600 ppm
o 400 ppm => 2.800 ppm
o 600 ppm => 2.200 ppm
o 800 ppm => 1.800 ppm
o 1.000 ppm => 2.000 ppm
Penambahan koagulan berpengaruh dalam menurunkan jumlah polutan yang terkandung dalam sampel air.
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat pengukuran koagulan (alumunium sulfat/tawsa) dilakukan dengan lebih hati-hati, agar hasil lebih maksimal/akurat.
Sebaiknya tawas (koagulan) yang dibubuhkan pada saat jar test sudah dalam bentuk larutan agar koagulan tersebut dapat terdispersi secara sempurna dan mudah larut.
17
Daftar Pustaka
www.scrib.com/Suci_Fitriana_3579/d/57737847-koagulasi Etd.eprints.ac.id/6558/1/d100020050.pdf Ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekim/article/download/19/13 http://evynurhidayah.wordpress.com/2012/01/17/laporan-jartest G,Alaerts.1987.Metode Penelitian Air.surabaya : usaha nasiaonal usaha karya
indonesia
Lampiran
TSS=(massa kertas saring+ padatan )−massa kertas saring
volumeair jernih yangdisaring
TSS 1=(1,42−1,24 ) gram
50 mlx
1000 mg1 gram
x1000 ml
1 L=3600 ppm
TSS 2=(1,32−1,18 ) gram
50 mlx
1000 mg1 gram
x1000 ml
1 L=2800 ppm
TSS 3=(1,33−1,22 ) gram
50 mlx
1000 mg1 gram
x1000 ml
1 L=2200 ppm
TSS 4=(1,41−1,32 ) gram
50 mlx
1000 mg1gram
x1000 ml
1 L=1800 ppm
TSS 5=(1,39−1,29 ) gram
50 mlx
1000 mg1 gram
x1000 ml
1 L=2000 ppm
18
19