MAKALAH imun

34
MAKALAH STUDI DIAGNOSTIK IMUN DAN HEMATOLOGI Disusun untuk memenuhi tugas imunologi dan hematologi oleh Dosen Ns. Ucik Indrawati .S.Kep. Disusun: 1. Joko Eko S. 2. Kartika S. 3. Nanas R. 4. Purwanti. 5. Taufik Rahman. i

description

fghj

Transcript of MAKALAH imun

MAKALAHSTUDI DIAGNOSTIK IMUN DAN HEMATOLOGIDisusun untuk memenuhi tugas imunologi dan hematologioleh Dosen Ns. Ucik Indrawati .S.Kep.

Disusun:1. Joko Eko S.2. Kartika S.3. Nanas R.4. Purwanti.5. Taufik Rahman.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STIKES BORNEO CENDEKIA MEDIKAKALIMANTAN TENGAH2014

KATA PENGANTARBismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrobbil alamin, karena Allah SWT Tuhan semesta alam makalah Studi Diagnostik Imunologi dan Hematologi selesai. Tidak lupa juga mengucapkan shalawat kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi pembawa risalah kebenaran dan peringatan yang rahmatanil alamin.Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah Studi Diagnostik Imunologi dan Hematologi ini kepada :1. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan baik moril maupun materil yang dapat menjadikan suatu pendorong semangat bagi kami dalam menyelesaikan makalah Studi Diagnostik Imunologi dan Hematologi ini.2. Temanteman mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Cendika Medika Kabupaten Kobar, khususnya S1 Keperawatan, yang telah memberikan support dalam menyelesaikan makalah Studi Diagnostik Imunologi dan Hematologi ini.3. Terima kasih pada Dosen Ns. Ucik Indrawati .S.Kep. yang memberi bimbingan dalam pembuatan makalah ini.Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Penyusun berharap para pembaca bisa mengetahui fisiologi sebelum kehamilan dan hormon-hormon wanita.

Jombang, Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan1BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian diagnostik imunitas22.2 Beberapa istilah berhubungan dengan diagnostik imun22.3 Tes antibodi102.4 Tes anafilatik112.5 Tes imunodefesiensi132.6 Tes hipersensitivitas15BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan193.2 Saran19DAFTAR PUSTAKA2017

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangKonsep diagnostik pada mulanya muncul dalam bidang medis (kesehatan). Diagnostik dilakukan oleh ahli medis terhadap penyakit yang diderita oleh para pasienya. Diagnostik dilakukan untuk mencari dan menganailisa serta medapatkan hipotesa (dugaaan sementara) terkait dengan penyakit yang dialami oleh para pasiennya. Berbagai pemeriksaan komponen sistem imun telah dapat dikerjakan di laboratorium. Ada pemeriksaan yang mutlak untuk diagnostik,ada pemeriksaan yang diperlukan untuk memantau penyakit.Dalam kamus bahasa Inggris diagnostik itu dapat diartikan yang mendasarkan diagnosa. Barang kali kita akrab dengan kata tersebut terutama dalam dunia media atau kesehatan. Diagnostik menurut istilah adalah proses yang dilakukan oleh seseorang dalam mengamati sesuatu hal yang mendasari adanya atau terjadinya sesuatu hal. Artinya diagnostik itu adalah proses. Dilakukan dalam rangka mengamati, menganalisis, lalu mengidentifikasi dan mengolah data. 1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Apa pengertian diagnostik imunitas?1.2.2 Apa saja istilah berhubungan dengan diagnostik imun?1.2.3 Bagaimana tes antibodi dilakukan?1.2.4 Bagaimana tes anafilatik dilakukan?1.2.5 Bagaimana tes imunodefesiensi dilakukan?1.2.6 Bagaimana tes hipersensitivitas dilakukan?1.3 Tujuan1.3.1 UmumMengetahui segala yang berhubungan dengan tes diagnostik imunitas.1.3.2 Khusus1) Mengerti pengertian diagnostik imunitas.2) Memahami istilah berhubungan dengan diagnostik imun.3) Mengerti tes antibodi dilakukan.4) Memahami tes anafilatik dilakukan.5) Mengerti tes imunodefesiensi dilakukan.6) Memahami tes hipersensitivitas dilakukan.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian Diagnostik ImunitasDiagnostik ialah ilmu untuk menentukan jenis penyakit berdasarkan gejala yang ada. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.Diagnostik imunitas ialah ilmu untuk menentukan jenis penyakit berdasarkan gejala yang ada gangguan sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar2.2 Beberapa Istilah yang Berhubungan dengan Diagnostik Imun2.2.1 AntibodiAntibodi (bahasa Inggris: antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma, sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Antibodi dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda asing seperti bakteri dan virus. Molekul antibodi beredar di dalam pembuluh darah dan memasuki jaringan tubuh melalui proses peradangan.Mereka terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki dua rantai berat besar dan dua rantai ringan.Lima isotype antibodi berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia dan memainkan peran yang berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe benda asing berlainan yang masuk ke dalam tubuh, yaitu1) Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang saling mengikat dengan ikatan disulfida, dan mempunyai dua fragmen antigen-binding. Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup merata di dalam darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe. IgG dapat mengikat beragam patogen, seperti virus, bakteri, fungi dengan dua rantai epitop dan melindungi tubuh dengan cara aglutinasi dan immobilization, dan aktivasi sistem kekebalan komplemen dengan lintasan klasik, menggunakan fragmen konstan mengikat patogen dalam opsonisasi untuk ditelan makrofaga dan neutrofil dengan proses fagositosis, dan netralisasi toksin.2) Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah antibodi dasar yang berada pada plasma B. Bentuk monomeris dari IgM dapat ditemukan pada permukaan limfosit-B dan reseptor sel-B. IgM sering disebut sebagai "antibodi alami" (en:natural antibody). Hal ini kemungkinan memang disebabkan karena avidity IgM yang tinggi, sehingga dapat mendeteksi dan mengikat antigen kurang reaktif yang sering dijumpai. Antibodi alami adalah antibodi yang diproduksi sebelum terjadinya infeksi, vaksinasi, atau paparan terhadap antigen, maupun imunisasi pasif.3) IgA banyak ditemukan pada bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu) sebagai sIgA (en:secretory IgA) dalam perlindungan permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan virus ke membran mukosa. IgA mempunyai rasio serum 6% dengan waktu paruh sekitar 6 hari dan 2 subtipe yaitu IgA1 dan IgA2, sIgA adalah antibodi yang paling banyak diproduksi oleh tubuh melalui sistem mukosis, terutama pada MALT (en:mucosal-associated lymphoid tissues), daripada akumulasi jumlah immunoglobulin seluruh kelas antibodi, sekitar 3 hingga 5 gram tersekresi kedalam lumen usus setiap hari4) IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel B bersama dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat mengendalikan aktivasi dan supresi sel B. Ditemukan d\juga dilapisan dada dan perut.IgD berperan dalam mengendalikan produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.5) Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama pada hipersensitivitas tipe 1Beberapa kondisi di bawah ini dapat menyebabkan pembentukkan antibodi dalam tubuh:1) Reaksi transfusiDarah manusia mempunyai tanda sendiri (disebut antigen) pada permukaan sel darah merah. Dalam proses transfusi darah, darah yang ditransfusikan harus cocok dengan tipe darah si penerima. Itu berarti darah yang ditransfusikan harus memiliki antigen yang sama seperti sel darah merah pasien. Jika dilakukan transfusi darah dengan antigen yang berbeda (darah yang tidak cocok), maka sistem kekebalan tubuh akan menghancurkan sel-sel darah yang ditransfusikan. Ini disebut reaksi transfusi dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau bahkan kematian. 2) Rh sensitisasiRh adalah antigen. Nama lengkap untuk antigen ini Rhesus faktor.Jika seorang wanita Rh- hamil dengan Rh bayi (janin) positif, sensitisasi Rh mungkin terjadi. Bayi mungkin memiliki darah Rh+ jika ayah memiliki darah Rh+. Sensitisasi Rh terjadi ketika darah bayi bercampur dengan darah ibu selama kehamilan atau proses persalinan. Hal ini menyebabkan sistem kekebalan tubuh ibu membuat antibodi terhadap sel darah merah bayi darah di kehamilan berikutnya. Respon antibodi ini disebut sensitisasi Rh dan bisa menghancurkan sel-sel darah merah bayi sebelum atau setelah lahir. Jika sensitisasi terjadi, janin atau bayi yang baru lahir dapat mengembangkan ringan sampai masalah berat (disebut Rh disease atau erythroblastosis fetalis). Jika Rh disease ini tidak diobati, akan menyebabkan kematian janin atau bayi yang baru dilahirkan. Seorang wanita dengan Rh- dianjurkan untuk mendapatkan suntikan Immunoglobulin anti RhD untuk mencegah sensitisasi. Masalah sensitisasi Rh (Rh disease) mengalami penurunan drastis dan menjadi sangat langka setelah Immunoglobulin anti RhD ditemukan.3) Anemia hemolitik autoimunAnemia hemolitik autoimun atau yang biasa disebut anemia hemolitik adalah penyakit langka yang menyebabkan antibodi dalam tubuh menyerang sel darah merahnya sendiri2.2.2 AnafilatikAnafilaksis merupakan suatu reaksi alergi berat yang terjadi tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian. Anafilaksis terjadi karena adanya pelepasan protein dari jenis sel darah putih tertentu. Protein ini merupakan senyawa yang dapat memicu reaksi alergi atau menyebabkan reaksi lebih berat. Pelepasan protein ini dapat disebabkan oleh reaksi sistem imun ataupun oleh sebab lain yang tidak berkaitan dengan sistem imun. Anafilaksis didiagnosis berdasarkan gejala dan tanda pada seseorang. Tata laksana awal adalah suntikan epinefrin yang kadang dikombinasikan dengan obat lain. Gejala yang dapat ditimbulkan:1) Gejala khas termasuk adanya tonjolan di kulit (kaligata), gatal-gatal, wajah dan kulit kemerahan (flushing), atau bibir yang membengkak2) Gejala saluran napas termasuk napas pendek, sulit bernapas dengan napas berbunyi bernada tinggi (mengi), atau bernapas dengan napas berbunyi bernada rendah (stridor).Mengi biasanya disebabkan oleh spasme pada otot saluran napas bawah (otot bronkus).Stridor disebabkan oleh pembengkakan di bagian atas, yang menyempitkan saluran napas. Suara serak, nyeri saat menelan, atau batuk juga dapat terjad3) Pembuluh darah jantung dapat berkontraksi secara tiba-tiba (spasme arteri koroner) karena adanya pelepasan histamin oleh sel tertentu di jantung sehingga mengganggu aliran darah ke jantung, dan dapat menyebabkan kematian sel jantung (infark miokardium), atau jantung berdetak terlalu lambat atau terlalu cepat (distrimia jantung), atau bahkan jantung dapat berhenti berdetak sama sekali (henti jantung).. 4) Gejala pada perut dan usus dapat berupa nyeri kejang abdomen, diare, dan muntah-muntahMekanisme anafilatik meliputi:1) ImunologiKetika anafilaksis disebabkan oleh respons imun, imunoglobulin E(IgE) berikatan dengan materi asing yang menyebabkan reaksi alergi (antigen). Kombinasi antara IgE yang berikatan dengan antigen mengaktifkan reseptor FcRI pada sel mast dan basofil. Sel mast dan basofil bereaksi dengan melepaskan mediator inflamasi seperti histamin. Mediator ini meningkatkan kontraksi otot polos bronkus, menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi), meningkatkan kebocoran cairan dari dinding pembuluh darah, dan menekan kerja otot jantung. Diketahui pula suatu mekanisme imunologi yang tidak bergantung pada IgE, tetapi belum diketahui apakah hal ini terjadi pada manusia.2) Non-imunologiKetika anafilkasis tidak disebabkan oleh respons imun, reaksi ini disebabkan oleh adanya faktor yang secara langsung merusak sel mast dan basofil, sehingga keduanya melepaskan histamin dan senyawa lain yang biasanya berkaitan dengan reaksi alergi (degranulasi). Faktor yang dapat merusak sel ini di antaranya zat kontras untuk sinar-x, opioid, suhu (panas atau dingin), dan getaran.Penatalaksanaan dapat diberikan :1) Epinefrin (adrenalin) adalah obat pilihan pada anafilaksis. Tidak ada alasan untuk tidak menggunakan obat ini (tidak ada kontraindikasi mutlak). Cara penggunaan yang dianjurkan yaitu injeksi larutan epinefrin ke otot di pertengahan paha sisi anterolateral segera setelah dicurigai terjadi reaksi anafilaksis penyuntikan dapat diulang setiap 5 sampai 15 menit bila orang yang bersangkutan tidak memberikan respons yang baik terhadap obat tersebut. Gangguan kecil akibat epinefrin antara lain gemetar, kecemasan, sakit kepala, dan berdebar-debar. Epinefrin mungkin tidak akan bekerja pada orang yang minum obat penghambat reseptor beta. Dalam kondisi demikian, bila epinefrin tidak bekerja efektif, maka suntikan intravena glukagon bisa diberikan. Glukagon memiliki mekanisme aksi yang tidak melibatkan reseptor beta. Bila perlu, epinefrin juga dapat disuntikkan melalui pembuluh vena (injeksi intravena) dengan larutan pengencer tetapi sering dikaitkan dengan timbulnya irama detak jantung yang tidak teratur (disritmia) dan serangan jantung (infark miokard). Autoinjektor epinefrin yang bisa digunakan oleh orang dengan anafilaksis untuk menyuntik ke dalam otot sendiri, biasanya tersedia dalam dua dosis, satu untuk dewasa atau anak dengan berat badan lebih dari 25kg dan satu lagi untuk anak dengan berat badan 10 sampai 25kg.2) Antihistamin umumnya digunakan di samping epinefrin. Antihistamin diyakini tidak membantu dalam mengatasi penumpukan cairan atau spasme/kram otot saluran napas3) Kortikosteroid dapat digunakan dengan harapan untuk menurunkan risiko anafilaksis bifasik4) Salbutamol yang diberikan melalui terapi inhalasi (nebulizer) mungkin efektif apabila epinefrin tidak berhasil menghilangkan gejala bronkospasme.5) Metilen biru juga sudah digunakan pada orang yang tidak responsif terhadap upaya lain, karena dapat melemaskan otot polos2.2.3 ImunodefisiensiPenyakit Immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Immunodefisiensi dibagi 2 yaitu:1) Penyakit imunodefisiensi kongenital seperti a. Penyakit dimana terdapat kadar antibodi yang rendah (common variable immunodeficiency, kekurangan antibodi selektif (misalnya kekurangan iga), hipogammaglobulinemia sementara pada bayi, agammaglobulinemia x-linked)b. Penyakit dimana terjadi gangguan fungsi sel darah putih (kelainan pada limfosit t (kandidiasis mukokutaneus kronis dan anomali di george), dan kelainan pada limfosit t dan limfosit b (ataksia-teleangiektasia, penyakit imunodefisiensi gabungan yang berat, sindroma wiskott-aldrich, dan sindroma limfoproliferatif x-linked))c. Penyakit dimana terjadi kelainan pada fungsi pembunuh dari sel darah putih (sindroma chediak-higashi, penyakit granulomatosa kronis, kekurangan leukosit glukosa-6-fosfatas dehidrogenasi dan kekurangan mieloperoksidase)d. Penyakit dimana terdapat kelainan pergerakan sel darah putih (Hiperimmunoglobulinemia E dan kelainan perlekatan leukosit)e. Penyakit dimana terdapat kelainan pada sistem komplemen (kekurangan komplemen komponen 3 (C3), kekurangan komplemen komponen 6 (C6), kekurangan komplemen komponen 7 (C7), dan kekurangan kompleman komponen 8 (C8)

2) Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat:a. Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme (diabetes, sindroma down, gagal ginjal, malnutrisi, dan penyakit sel sabitb. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan (kemoterapi kanker, kortikosteroid, obat immunosupresan, dan terapi penyinaranc. Infeksi (cacar air, infeksi sitomegalovirus, campak jerman (rubella kongenital), infeksi hiv (aids), mononukleosis infeksiosa, campak, infeksi bakteri berat, infeksi jamur yang berat, dan tuberkulosis yang berat)d. Penyakit darah dan kanker (agranulositosis, semua jenis kanker, anemia aplastik, histiositosis, leukemia, limfoma, mielofibrosis dan mieloma)e. Pembedahan dan trauma (luka bakar, danpengangkatan limpaf. Lain-lain ( sirosis karena alkohol, hepatitis kronis, penuaan normal, sarkoidosis)2.2.4 HipersensitivitasHipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik. Tipe hipersensitivitas:1) Reaksi hipersensitivitas tipe IReaksi tipe I disebut juga reaksi cepat, atau reaksi alergi. Pada reaksi tipe ini, yang berperan adalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik seseorang yang cendrung terkena alergi (atopi). Ketika suatu alergen masuk ke dalam tubuh, pertama kali ia akan terpajan oleh makrofag. Makrofag akan mempresentasikan epitop alergen tersebut ke permukaannya, sehingga makrofag bertindak sebagai antigen presenting cells (APC). APC akan mempresentasikan molekul MHC-II pada Sel limfosit Th2, dan sel Th2 mengeluarkan mediator IL-4 (interleukin-4) untuk menstimulasisel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel Plasma. Sel Plasma akan menghasilkan antibodi IgE dan IgE ini akan berikatan di reseptor FC-R di sel Mast/basofil di jaringan. Ikatan ini mampu bertahan dalam beberapa minggu karena sifat khas IgE yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap sel mast dan basofil. Ini merupakan mekanisme respon imun yang masih normal.Namun, ketika alergen yang sama kembali muncul, ia akan berikatan dengan IgE yang melekat di reseptor FC-R sel Mast/basofil tadi. Perlekatan ini tersusun sedimikian rupa sehingga membuat semacam jembatan silang(crosslinking)antar dua IgE di permukaan (yaitu antar dua IgE yang bivalen atau multivalen, tidak bekerja jika igE ini univalen). Hal inilah yang akan menginduksi serangkaian mekanisme biokimiawi intraseluler secara kaskade, sehingga terjadi granulasi sel Mast/basofil. Degranulasi ini mengakibatkan pelepasan mediator-mediator alergik yang terkandung di dalam granulnya seperti histamin, heparnin, faktor kemotaktik eosinofil, danplatelet activating factor(PAF). Selain itu, peristiwacrosslinkingtersebut ternyata juga merangsang sel Mast untuk membentuk substansi baru lainnya, seperti LTB4, LTC4, LTD4, prostaglandin dan tromboksan. Mediator utama yang dilepaskan oleh sel Mast ini diperkirakan adalah histamin, yang menyebabkan kontraksi otot polos, bronkokonstriksi, vasodilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas vaskular, edema pada mukosa dan hipersekresi. Gejala yang ditimbulkan: bisa berupa urtikaria, asma, reaksi anafilaksis, angioedema dan alergi atopik2) Reaksi hipersensitivitas tipe IIReaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi ini melibatkan antibodi IgG dan IgM yang bekerja pada antigenyang terdapat di permukaan sel atau jaringan tertentu. Prosesnya ada 3 jenis mekanisme yang mungkin, yaitu:a. Proses sitolisis oleh sel efektor. Antibodi IgG/IgM yang melekat dengan antigen sasaran, jika dihinggapi sel efektor, ia (antibodi) akan berinteraksi dengan reseptor Fc yang terdapat di permukaan sel efektor itu. Akibatnya, sel efektor melepaskan semacam zat toksik yang akan menginduksi kematian sel sasaran. Mekanisme ini disebut ADCC (Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity).b. Proses sitolisis oleh komplemen. Kompleks antigen-antibodi di permukaan sel sasaran didatangi oleh komplemen C1qrs, berikatan dan merangsang terjadinya aktivasi komplemen jalur klasik yang akan berujung kepada kehancuran sel.c. proses sitolisis oleh sel efektor dengan bantuan komplemen. Komplemen C3b yang berikatan dengan antibodi akan berikatan di reseptor C3 pada pemukaan sel efektor. Hal ini akan meningkatkan proses sitolisis oleh sel efektor.Contoh penyakit yang ditimbulkan: Reaksi transfusi, Rhesus Incompatibility, Mycoplasma pneumoniae related cold agglutinins, Tiroiditis Hashimoto, Sindroma Goodpastures, Delayed transplant graft rejection.3) Reaksi hipersensitivitas tipe IIIReaksi hipersensitivitas tipe III ini mirip dengan tipe II, yang melibatkan antibodi IgG dan IgM, akan tetapi bekerja padaantigen yang terlarut dalam serum.Ketika antigen pertama kali masuk, ia akan mensensitisasi pembentukan antibodi IgG dan IgM yang spesifik. Ketika pemaparan berikutnya oleh antigen yang sama, IgG dan IgM spesifik ini akan berikatan dengan antigen tersebut di dalam serum membentuk ikatan antigen-antibodi kompleks. Kompleks ini akan mengendap di salah satu tempat dalam jaringan tubuh (misalnya di endotel pembuluh darah dan ekstraseluler) sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Aktifitas komplemen pun akan aktif sehingga dihasilkanlah mediator-mediator inflamasi seperti anafilatoksin, opsonin, kemotaksin, adherens imun dan kinin yang memungkinkan makrofag/sel efektor datang dan melisisnya. Akan tetapi, karena kompleks antigen antibodi ini mengendap di jaringan, aktifitas sel efektor terhadapnya juga akan merusak jaringan di sekitarnya tersebut. Inilah yang akan membuat kerusakan dan menimbulkan gejala klinis, dimana keseluruhannya terjadi dalam jangka waktu 2-8 jam setelah pemaparan antigen yang sama untuk kedua kalinya. Contoh penyakit ditimbulkan seperti systemic lupus erythematosus, erythema nodosum, polyarteritis nodosa, arthus reaction, rheumatoid arthritis, elephantiasis (wuchereria bancrofti reaction), serum sickness.4) Reaksi hipersensitifitas tipe IVReaksi hipersensitifitas tipe IV melibatkan sel-sel limfosit. Ketika tubuh terpajan alergen pertama kali, ia akan dipresentasikan oleh sel dendritik ke limfonodus regional. Disana ia akan mensensitasi sel Th untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel DTH (Delayed Type Hypersensitivity). Bila sel DTH yang disensitasi terpajan ulang dengan antigen yang sama, ia akan melepas sitokin (berupa IFN-, TNF-, IL-2,IL-3) dan kemokin (berupa IL-8, MCAF, MIF) yang akan menarik dan mengaktifkan makrofag yang berfungsi sebagai sel efektor dalam reaksi hipersensitifitas. Contoh penyakit yang ditimbulkan: reaksi tuberkulin, dermatitis kontak. Ada 4 jenis reaksi hipersensitivits tipe IV, yaitu :a. Reaksi Jones MoteReaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Reaksi biasanya terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem tanpa indurasi, yang merupakan ciri dari CMI (Baratawidjaya, 2002)b. Hipersensitivitas kontak dan dermatitis kontakDermatitis kontak timbul pada kulit tempat kontak dengan alergen. Sel langerhans sebagai APC memegang peranan pada reaksi inic. Reaksi tuberkulinTerjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklear. Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulitd. Reaksi granulomaReaksi granuloma merupakan reaksi hipersensitivitas yang paling penting karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi karena adanya antigen yang persisten di dalam makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik. Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha badan untuk membatasi antigen yang persisten, sedang reaksi tuberkulin merupakan respon imun seluler oleh antigen mikroorganisme yang sama misalnya M. tuberculosis dan M. leprae2.3 Tes AntibodiTes antibodi dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antibodi tertentu yang menyerang sel darah merah. Ada 2 jenis Tes Antibodi:2.3.1 Direct Coombs test (langsung) : pemeriksaan dilakukan pada sel darah merahdilakukan pada bayi yang baru lahir dengan darah Rh+ yang ibunya memiliki Rh-. Hasil pengujianakan menunjukkan apakah darah ibu telah membuat antibodi dan apakah antibodi tersebut telah pindah kepada bayi melalui plasenta2.3.2 Indirect Coombs test (tidak langsung) : pemeriksaan dilakukan pada serum darah dilakukan sebelum transfusi darah dan dapat juga untuk menentukan titer antibodi Rh+ pada darah seorang wanita RhHasil Tes Antibodi

NormalAbnormal

1) Tidak ditemukan antibodi (hasil test negatif)2) Direct Coombs Test negatif berarti tidak ada antibodi dalam sel darah merah3) Indirect Coombs Test negatif berarti darah pendonor dan darah penerima kompatibel (cocok)4) Indirect Coombs Test negatif pada wanita Rh- yang hamil berarti tidak ada antibodi anti Rh+ dalam darah dan belum terjadi sensitisasi1) Direct Coombs Test positif berarti ada antibodi yang akan melawan dan menghancurkan sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan oleh transfusi darah yang tidak cocok atau penyakit anemia hemolitik2) Indirect Coombs Test positif berarti darah pendonor tidak cocok dengan darah si penerima3) Indirect Coombs Test positif pada wanita Rh- yang hamil atau berencana untuk hamil berarti dia memiliki antibodi terhadap darah Rh+ (sensitisasi Rh). Saat awal kehamilan jenis darah bayi akan diperiksa, jika darah bayi Rh+ maka ibu harus mendapat pengawasan ketat selama kehamilan untuk mencegah masalah dengan sel darah merah bayi. Jika sensitisasi belum terjadi maka dapat dicegah dengan suntikan Immunoglobulin anti RhD

2.4 Tes Anafilaksi1) Tes tusuk kulit ( skin prick test )Guna memeriksa alergi terhadap alergen ( penyebab alergi ) yang dihirup ( tungau debu, serpih kulit binatang dan lain-lain) dan alergen makanan ( udang, telur, susu, coklat dan lain-lain ), sebanyak 33 jenis alergen. Tes ini diperuntukan untuk penyakit alergi seperti mata gatal & merah, pilek, batuk berulang, asma, kulit gatal, eksim. Prosedur sebagai berikut: a. Untuk menjalani tes ini, usia anak minimal 3 tahun dan dalam keadaan sehat serta ia tidak baru meminum obat yang mengandung antihistamin (anti-alergi) dalam 37 hari (tergantung jenis obatnya). b. Tes dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam. Kulit diberi alat khusus disebut ekstrak alergen yang diletakkan di atas kulit dengan cara diteteskan. Ekstrak alergen berupa bahan-bahan alami, misalnya berbagai jenis makanan, bahkan tepung sari.c. Tidak menggunakan jarum suntik biasa tetapi menggunakan jarum khusus, sehingga tidak mengeluarkan darah atau luka, serta tidak menyakitkan.d. Hasil tes diketahui dalam 15 menit. Bila positif alergi terhadap alergen tertentu, akan timbul bentol merah yang gatal di kulit.e. Tes ini harus dilakukan oleh dokter yang betul-betul ahli di bidang alergi-imunologi karena tehnik dan interpretasi (membaca hasil tes) lebih sulit dibanding tes lain.2) Tes tempel [patch test]Gunanya: untuk mengetahui alergi yang disebabkan karena kontak terhadap bahan kimia, misalnya pada dermatitis kontak atau eksim karena sabun atau logam. Prosedur sebagai berikut: a. Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun.b. Dua hari sebelum tes, anak tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat atau mandi. Punggungnya pun tidak boleh terkena gesekan dan harus bebas dari obat oles, krim atau salep. c. Tes akan dilakukan di kulit punggung. Caranya, dengan menempatkan bahan-bahan kimia dalam tempat khusus (finn chamber) lalu ditempelkan pada punggung anak. Selama dilakukan tes (48 jam), anak tidak boleh terlalu aktif bergerak.d. Hasil tes didapat setelah 48 jam. Bila positif alergi terhadap bahan kimia tertentu, di kulit punggung akan timbul bercak kemerahan atau melenting.3) Tes kulit intrakutanGunanya: untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Prosedur seperti: a. Dilakukan pada anak usia minimal 3 tahun. b. Tes dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. c. Hasil tes dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif, akan timbul bentol, merah dan gatal. 4) Tes darahTes darah dilakukan untuk mencari zat dalam darah yang disebut antibodi. Tes darah tidak sesensitif tes kulit, tetapi sering digunakan untuk orang yang tidak mampu melakukan tes kulit. Jenis paling umum dari tes darah yang digunakan adalah tes enzyme-linked immunosorbent (ELISA, EIA). Ini mengukur tingkat darah dari jenis antibodi (immunoglobulin E, atau IgE) yang mungkin dibuat tubuh dalam menanggapi alergen tertentu. Kadar IgE sering kali lebih tinggi pada orang yang memiliki alergi atau asma.Metode pengujian laboratorium lainnya, seperti radioallergosorbent testing (RAST) atau immunoassay capture test (ImmunoCAP, UniCAP, atau Pharmacia CAP), dapat digunakan untuk memberikan informasi lebih lanjut. RAST merupakan pemeriksaan darah yang akurat untuk mengukur kadar IgE spesifik dalam darah pada alergen hirup dan makanan. misalnya pada dermatitis atopik, rinitis alergi, asma, biduran/kaligata. Dapat dilakukan pada usia berapapun dan kapan saja, karena tidak dipengaruhi oleh obat-obatan. Prosedur seperti: a. Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun dan tidak menggunakan obat-obatan. b. Dalam tes ini, sampel serum darah anak akan diambil sebanyak 2 cc, lalu diproses dengan mesin komputerisasi khusus. Hasilnya diketahui setelah 4 jam.5) Tes provokasi dan eliminasi makananGunanya: mengetahui alergi terhadap makanan tertentu. Prosedur seperti:a. Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.b. Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesis atau riwayat penyakit anak dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan dan tanda serta gejala alergi makanan sejak kecil. c. Selanjutnya, untuk memastikan makanan penyebab alergi, dengan melakukan Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana.Dalam diet sehari-hari anak dilakukan eliminasi (dihindari) beberapa makanan penyebab alergi selama 23 minggu. Setelah itu, bila sudah tidak ada keluhan alergi, maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Selanjutnya, dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu dan bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala. Tak perlu takut anak akan kekurangan gizi, karena selain eliminasi diet ini bersifat sementara, anak dapat diberi pengganti makanan yang ditiadakan yang memiliki kandungan nutrisi setara.6) Tes provokasi obatGunanya mengetahui alergi terhadap obat yang diminum. Prosedur seperti: a. Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.b. Metode yang digunakan adalah DBPC (Double Blind Placebo Control) atau uji samar ganda. Caranya, pasien minum obat dengan dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 1530 menit. c. Dalam satu hari, hanya boleh satu macam obat yang dites. Bila perlu dilanjutkan dengan tes obat lain, jaraknya minimal satu minggu, bergantung dari jenis obatnya.2.5 Tes ImunodefesiensiTahapan tes imunodefesiensi:1) Pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:a. Pemeriksaan darah tepi (Hemoglobin, Leukosit total, Hitung jenis leukosit (persentasi), Morfologi limfosit, dan Hitung trombositb. Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)c. Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG) seperti Titer antibodi Tetatus, Difteri, dan H.influenzae1. Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)1. Evaluasi infeksi (Laju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)2) Pemeriksaan lanjutan pada penyakit defisiensi imunDefisiensi Sel B Defisiensi Sel T Defisiensi Fagosit Defisensi Komplemen

Uji Tapisa. Kadar IgG, IgM dan IgAb. Titer isoaglutininc. Respon antibodi pada vaksin (Tetanus, difteri, H.influenzae)a. Hitung limfosit total dan morfologinyab. Hitung sel T dan sub populasi sel T : hitung sel T total, Th dan Tsc. Uji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid tetanus, tuberkulind. Foto sinar X dada : ukuran timusa. Hitung leukosit total dan hitung jenisb. Uji NBT (Nitro blue tetrazolium), kemiluminesensi (fungsi metabolik neutrofil)c. Titer IgEa. Titer C3 dan C4b. Aktivitas CH50

Uji lanjutana. Enumerasi sel-B (CD19 atau CD20)b. Kadar subklas IgGc. Kadar IgE dan IgDd. Titer antibodi natural (Anti Streptolisin-O/ASTO, E.colie. Respons antibodi terhadap vaksin tifoid dan pneumokokusf. Foto faring lateral untuk mencari kelenjar adenoida. Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8)b. Respons proliferatif terhadap mitogen, antigen dan sel alogeneikc. HLA typingd. Analisis kromosoma. Reduksi dihidrorhodaminb. White cell turn overc. Morfologi spesiald. Kemotaksis dan mobilitas randome. Phagocytosis assayf. Bactericidal assaysa. Opsonin assaysb. Component assaysc. Activation assays (C3a, C4a, C4d, C5a)

Riseta. Fenotiping sel B lanjutb. Biopsi kelenjarc. Respons antibodi terhadap antigen khusus misal phage antigend. Ig-survival in vivoe. Kadar Ig sekretorisf. Sintesis Ig in vitrog. Analisis aktivasi selh. Analisis mutasia. Advance flow cytometryb. Analisis sitokin dan sitokin reseptorc. Cytotoxic assay (sel NK dan CTL)d. Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside purin/PNP)e. Pencitraan timus dab fungsinyaf. Analisis reseptor sel Tg. Riset aktivasi sel Th. Riset apoptosisi. Biopsij. Analisis mutasia. Adhesion molecule assays (CD11b/CD18, ligan selektin)b. Oxidative metabolismc. Enzyme assays (mieloperoksidase, G6PD, NADPH)d. Analisis mutasia. Aktivitas jalur alternatifb. Penilaian fungsi(faktor kemotaktik, immune adherence)

2.6 Tes hipersensitivitasPada hipersensitivitas dilakukan:1) Uji kulit sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).2) Darah tepiseperti bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.3) IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.4) Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.5) Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.6) Biopsi usus, sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).7) Pemeriksaan/ tes D Xylose dan proktosigmoidoskopi.

BAB IIIKESIMPULAN3.1 KesimpulanDiagnostik imunitas ialah ilmu untuk menentukan jenis penyakit berdasarkan gejala yang ada gangguan sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar. Antibodi (bahasa Inggris: antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma, sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi berat yang terjadi tiba-tiba dan dapat menyebabkan kematian. Penyakit Immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan. Hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik. Tes antibodi dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antibodi tertentu yang menyerang sel darah merah. Tes Anafilaksi seperti tes tusuk kulit, tes tempel, tes kulit intrakutan, tes darah, tes provokasi dan eliminasi makanan, dan tes provokasi obat. Tahapan tes imunodefesiensi terdiri Pemeriksaan penyaring dahulu (pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif, kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya, dan penilaian komplemen) dan Pemeriksaan lanjutan pada penyakit defisiensi imun (uji tapis, uji lanjutan, dan riset). Pada hipersensitivitas dilakukan seperti uji kulit, darah tepi, ige total dan spesifik, tes intradermal nilainya terbatas, tes hemaglutinin dan antibodi presipitat, biopsi usus, pemeriksaan/ tes d xylose, dan proktosigmoidoskopi 3.2 Saran3.2.1 Bagi pembaca sebaiknya mengetahui dan memperdalam diagnostik imun.3.2.2 Bagi pihak kampus lebih bisa meningkatkan dan memperbaiki penyediaan fasilitas belajar dan pelayanan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayahbunda.2013.http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Balita/Gizi+dan+Kesehatan/beberapa.jenis.tes.alergi/001/001/1689/1Klinikdrindrajana.http://www.klinikdrindrajana.com/asma-dan-alergi/alergi.htmlRhesusnegatif.http://www.rhesusnegatif.com/article_detail.php?id=141Sinulingga,ErnintaAfryani.2013.http://health.detik.com/read/2013/05/15/115807/2246392/775/3/lakukan-tes-ini-jika-curiga-punya-alergi Wicaksono,EmirzaNur,S.Ked.2013.http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id//01/10/hipersensitivitas/Wikipedia.2013.http://id.wikipedia.org/wiki/AntibodiWikipedia. 2014.http://id.wikipedia.org/wiki/Anafilaksis