Makalah i Mtht

download Makalah i Mtht

of 30

description

mtht

Transcript of Makalah i Mtht

BAB IPENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu organ tubuh kita yang memiliki fungsi penting yakni penglihatan. Mata terdapat pada rongga orbita dan memiliki mekanisme yang sedemikian kompleks untuk menjalankan fungsinya sebagai indera penglihatan. Seperti organ tubuh lainnya, matapun tak tertutup kemungkinan untuk terserang penyakit, entah itu disebabkan karena infeksi, trauma ataupun kelainan-kelainan lain. Sebagai contoh penyakit yang menyerang mata adalah pterigium dan konjungtivitis. Pterigium merupakan salah satu penyakit mata yang memiliki bentuk dan gejala yang khas, yakni adanya selaput yang menyelimuti bola mata dan memiliki bentuk segitiga dimana puncaknya mengarah runcing ke kornea. Pterigium merupakan suatu reaksi dari tubuh kita terhadap iritasi kronis yang berulang pada mata. Pterigium banyak didapatkan pada orang yang sering terkena pajanan debu, kotoran ataupun sinar matahari saat beraktivitas sehari-hari, sebagai contoh adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan, buruh tani, tukang ojek dan sebagainya.Sedangkan konjungtivitis merupakan peradangan pada membran yang menutupi sklera (bagian yang berwarna putih pada mata) dan kelopak bagian belakang. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus ataupun jamur. Karena pterigium merupakan selaput yang berasal dari jaringan ikat konjungtiva, maka tidak tertutup kemungkinan orang yang menderita pterigium dapat menderita konjugtivitis juga dalam waktu yang hampir bersamaan. Namun pada dasarnya kedua penyakit ini dapat berdiri sendiri-sendiri dan dapat menyerang pada siapa saja yang memiliki faktor resiko untuk menderita penyakit tersebut.

BAB IILAPORAN KASUS

Seorang pria usia 36 tahun datang dengan keluhan adanya kemerahan pada kedua matanya sejak 3 hari yang lalu. Kemerahan merata pada kedua mata, namun mata kanan terasa lebih mengganjal. Buram disangkal.Identitas pasienNama: Tn. JoniUmur: 36 tahunPekerjaan: NelayanStatus : MenikahAlamat: Kampung batas, CengkarengPasien datang dengan keluhan Kotoran mata(+) berwarna kekuningan dan pasien mengeluh terganggu dengan kotoran matanya. Bengkak tampak pada kedua mata. Mata kanan terasa lebih mengganjal karena sebelumnya telah terdapat selaput dan sekarang selaput tersebut juga ikut merah. Gatal dikeluhkan namun tidak terlalu gatal, air mata tidak terlalu banyak keluar. Silau disangkal pasien. Mata juga tidak sakit dan buram. Tidak ada riwayat sakit flu (demam,batuk,pilek) sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi demikian juga keluarganya. Dahulu belum pernah sakit seperti ini, namun sejak beberapa tahun lalu memang ada selaput putih dipojok mata kanan.

BAB IIIPEMBAHASAN

Untuk menentukan diagnosis yang tepat pada pasien kasus ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut: identifikasi pasien; identifikasi keluhan utama; hipotesis; anamnesis lengkap; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang.Identitas Pasien :Identitas pasien adalah sebagai berikut:Nama: Tn. JoniUmur: 36 tahunPekerjaan: NelayanStatus : MenikahAlamat: Kampung batas, CengkarengKeluhan Utama : Kemerahan pada kedua matanya sejak 3 hari yang lalu,namun mata kanan terasa lebih mengganjal.ANAMNESIS Apakah pekerjaannya? Dimana kemerahannya? Apakah kemerahannya menyeluruh atau sebagian? Pada 3 hari, kemerahannya langsung pada kedua mata atau satu persatu? Apakah ada keluhan lain pada mata seperti gatal atau bengkak? Apakah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya? Apakah memiliki riwayat alergi? Bagaimana dengan perasaan mengganjal pada mata kanan? Apakah dirasakan setelah mata merah atau sebelumnya sudah terasa mengganjal? Apakah terdapat kotoran mata? Bila ada, bagaimana warnanya?

HIPOTESISNoMasalahKeteranganHipotesis

1Kemerahan pada kedua mata sejak 3 hariMelebarnya pembuluh darah pada konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut atau akibat pecahnya pembuluh darah pada konjungtiva dan darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva-Konjungtivitis akut-Keratitis-Iritis akut-Perdarahan sub konjungtiva

2Mata kanan terasa lebih mengganjalBisa disebabkan oleh adanya benjolan, selaput, atau benda asing pada mata.-Pterygium-Pinguekula-Konjungtivitis

3Terdapat kotoran mata berwarna kekuninganTerdapat sekret yang dikeluarkan oleh epitel yang mempunyai sel lender atau pada sel goblet konjungtiva. Biasanya menunjukan radang pada konjungtiva.-Konjungtivitis bakteri-Konjungtivitis virus-Konjungtivitis fungus/parasit-Konjungtivitis alergi

4Bengkak pada kedua mataBiasanya terjadi karena proses peradangan yang terjadi pada mata. Pada pasien ini terjadi proses peradangan akut.-Blefaritis-Konjungtivitis

5Terdapat selaput pada pojok mata kanan dan selaput juga ikut merah. Selaput putih sudah ada sejak beberapa tahun lalu Selaput merupakan jaringan fibrovaskular yang tumbuh akibat iritasi kronis yang terjadi pada mata. -Pterygium

6Gatal namun tidak terlalu gatalGatal biasanya dapat terjadi akibat proses peradangan atau alergi. Tetapi alergi akan memberikan rasa gatal yang lebih hebat pada umumnya.-Konjungtivitis bakteri-Konjungtivitis virus

7Pekerjaan sebagai nelayanProteksi yang kurang pada mata saat bekerja dapat memicu terjadinya proses iritasi berulang pada mata (iritasi bersifat kronis)-Pterygium-Pinguekula

PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisKeadaan umum: baik, compos mentisTanda vital: 36,5C normalTekanan Darah: 120/80 mmHg normal Respiratory rate: 18x/menit normal(16-20x/menit)Nadi: 76x/menit normal(60-100x/menit)Pemeriksaan thorak,abdomen dan extremitas dalam batas normalPada pemeriksaan oftalmologi okuli dextra dan sinistra didapatkan:Tajam penglihatan: 6/6 visus normalTekanan Intra ocular: 17 mmHg normal (10-20 mmHg)Palpebra: edema ringan, secret (+) Edema disebabkan oleh adanya proses inflamasi. Sel-sel inflamasi tersebut kemudian bercampur dengan fibrin dan mucus hasil ekskresi sel goblet sehingga membentuk eksudat konjungtiva.Konjungtiva bulbi:OD: terdapat jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan puncak di limbus, hiperemis(+)vasodilatasi pembuluh darah, injeksi konjungtiva (+) dilatasi A.konjungtiva posteriorOS: injeksi konjungtiva (+)Kornea: jernih normalKamera okuli anterior: dalam normalIris dan pupil: bulat, sentral, reflex cahaya(+)Lensa: jernih normalVitreous: jernih normalFunduskopi: papil bulat, batas tegas, CDR 0,3, aa/vv 2/3, reflex macula(+), retina baikPEMERIKSAAN PENUNJANGPewarnaan gram terhadap air mata dan secret mata : sel batang dan segmen (+)sel PMN

DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis pada pasien ini adalah :Pterygium OD dan Konjungtivitis bakteri ODS.Pterygium merupakan penebalan dan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga dengan banyak pembuluh darah terutama pada pasien ini yang di karenakan paparan kronis sinar uv dan debu mengingat pekerjaan pasien adalah seorang nelayan. Pterygium pun mempunyai sifat yang mudah infeksi, dan infeksi pada pasien ini adalah infeksi bakteri dimana di tegakan dari meningkatnya neutrofil segmen dan batang, konjungtivitis bakteri itu sendiri pun merupakan klasifikasi MMVN dan sub klasifikasi merah menyeluruh. Konjungktivitis bakteri pun banyak jenisnya tergantung bakteri apa yang meninfeksi pasien ini, tetapi belum bisa di tegakan karena membutuhkan kultur bakteri pengobatan yang dilakukan pada pasien ini adalah berdasarkan epidemiologi.

KOMPLIKASIKomplikasi pterigium Distorsi dan penglihatan sentral berkurang Kemerahan Iritasi Scar (parut ) kronis pada konjungtiva dan kornea Pada pasien yang belum excisi , scar pada otot rectus medial yang dapat menyebabkan diplopia Pada pasien dengam pterigium yang telah dieksisi, scar atau disinsersi otot rektus medial dapat juga menyebabkan diplopiaKomplikasi post eksisi pterigium Infeksi, reaksi bahan jahitan (benang), diplopia, scar cornea, conjungtiva graft longgar, dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage atau retinal detachment Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau melting pada sklera dan kornea Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium postoperasi. Simple excisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira kira 50 80 %. Dapat dikurangi dengan tekhnik conjungtiva autograft atau amnion graft. Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epithel diatas pterigium yang ada. Komplikasi konjungtivitisPenyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tertangani diantaranya:1. Glaukoma2. Katarak3. Ablasi retina4. Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis5. Komplikasi pada konjungtivitis purunlenta seringnya berupa ulkus kornea 6. Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di korneayang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadibuta7. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikatrik dapat mengganggu penglihatan.8. Komplikasi Konjungtivitis BakteriKomplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea.

PENATALAKSANAANNon medikamentosa 1. Memakai kacamata pelindung untuk menghindari papaparan dari sinar matahari, debu, udara kering sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya iritasi2. Tidak mengucek-ngucek mataMedikamentosa1. PterigiumDilakukan tindakan operatif, karena pterigium mudah meradang sehingga dapat menimbulkan penyakit yang lainnya seperti konjungtivitis.2. Konjungtivitis bakteriDiberikan antibiotic tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa. Jika selama 3-5 hari belum membaik maka tunggu hasil mikrobiologi3. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, berikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali sehari (sulfasetamid 10-15% atau kloramfenikol)

PROGNOSISAd Vitam: Ad Bonam Ad functionam: Ad Bonam Ad Sanationam: Dubia ad Bonam Karena tidak mengancam nyawa pasien. Secara umum status generalis pasien baik-baik saja. Keseluruhan tubuh pasien masih dapat berfungsi secara normal. Bagian tubuh yang terganggu hanyalah bagian mata. Dengan penanganan yang tepat, hygiene, dan perawatan yang teratur, statistic menunjukan bahwa pasien dapat oulih total. Walaupun begitu, terdapat resiko rekurensi dari pterygium trutama dengan teknik bare sclera sebesar 36.6% pada pasien berumur relative muda.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI1-5Anatomi KonjungtivaKonjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan, yangmembungkus permukaan anterior dari bola mata dan permukaan posterior dari palpebra. Lapisan permukaan konjungtiva, yaitu lapisan epitel berhubungan denganepidermis dari palpebra dan dengan lapisan permukaan dari kornea, yaitu epitel kornea.Konjungtiva bertanggung jawab terhadap produksi mukus, yang pentingdalam menjaga stabilitas tear film dan transparansi kornea. Selain itu, konjungtiva juga mampu melindungi permukaan okular dari patogen, baik sebagai barier fisik,maupun sebagai sumber sel-sel infalamsi.Konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:1. Konjungtiva PalpebraPada sambungan mukokutaneus, lapisan epidermis dari kulit palpebra berubah menjadi konjungtiva palpebra atau konjungtiva tarsal dan melanjutkan diri ke belakang melapisi permukaan posterior palpebra. Lapisan ini melekats ecara erat dengan lempeng tarsus. Pada batas superior dan inferior dari tarsus, konjungtiva melanjutkan diri ke posterior dan melapisi jaringan episklerasebagai konjungtiva bulbi.2. Konjungtiva ForniksDari permukaan dalam palpebra, konjungtiva palpebra melanjutkan dirike arah bola mata membentuk dua resesus, yaitu forniks superior dan inferior.Forniks superior terletak kira-kira 8-10 mm dari limbus, dan forniks inferior terletak kira-kira 8 mm dari limbus. Pada bagian medial, struktur ini menjadi karunkula dan plika semilunaris. Di sisi lateral, forniks terletak kira-kira 14 mm dari limbus. Saluran keluar dari glandula lakrimal bermuara pada bagian lateral forniks superior.Konjungtiva forniks superior dan inferior melekat longgar dengan pembungkus otot rekti dan levator yang terletak di bawahnya. Kontraksi otot-otot ini akan menarik konjungtiva sehingga ia akan ikut bergerak saat palpebramaupun bola mata bergerak. Perlekatan yang longgar tersebut juga akanmemudahkan terjadinya akumulasi cairan.3. Konjungtiva BulbiKonjungtiva bulbi meluas dari daerah limbus ke daerah forniks. Lapisan ini sangat tipis dan transparan sehingga sklera yang terletak di bawahnya dapat terlihat. Konjungtiva bulbi melekat secara longgar dengan sklera sehingga memungkinkan bola mata bergerak bebas ke segala arah. Selain itu, konjungtiva bulbi juga melekat secara longgar dengan septum orbita pada forniks dan melipat hingga beberapa kali. Selain memberikan kebebasan bola mata untuk bergerak, hal ini juga akan memperluas permukaan sekresi konjungtiva.

(1) Limbus, (2) Konjungtiva Bulbi, (3) Konjungtiva Forniks,(4) Konjungtiva Palpebra, (5) Pungtum Lakrimalis, (6) Konjungtiva MarginalisGambar: Anatomi Konjungtiva

Vaskularisasi KonjugtivaPembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakancabang dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina sentralis, arteri siliaris posterior, dan beberapa arteri silaris anterior.Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 2 sumber, yaitu :1. Arteri PalpebralisPleksus posttarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade marginal dan perifer dari palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva palpebralis. Arteri yang berasal dari arkade marginal palpebra akan melewati tarsus,mencapai ruang subkonjungtiva pada daerah sulkus subtarsal membentuk pembuluh darah marginal dan tarsal. Pembuluh darah dari arkade perifer palpebra akan menembus otot Muller dan memperdarahi sebagian besar konjungtiva forniks. Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk menyuplai konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan pembuluh darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang melalui forniks superior dan inferior untuk kemudian melanjutkan diri ke konjungtiva bulbisebagai arteri konjungtiva posterior.2. Arteri Siliaris AnteriorArteri siliaris anterior berjalan sepanjang tendon otot rektus dan mempercabangkan diri sebagai arteri konjungtiva anterior tepat sebelum menembus bolamata. Arteri ini mengirim cabangnya ke pleksus perikorneal dan ke daerahkonjungtiva bulbi sekitar limbus. Pada daerah ini, terjadi anastomose antara pembuluh darah konjungtiva anterior dengan cabang terminal dari pembuluh darah konjungtiva posterior, menghasilkan daerah yang disebut Palisades of Busacca.

Gambar: Vaskularisasi konjungtiva

Vena-vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri konjungtiva. Diameter vena-vena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1 mm dan dapat diidentifikasi dengan mudah. Drainase utama dari konjungtiva talsalis dan konjungtiva bulbi langsung mengarah ke vena-vena palpebralis. Beberapa vena tarsalis mengarah ke vena-vena oftalmikus superior dan inferior, yang akan berakhir pada sinus kaverosus.

Gambar: Vena Konjungtiva

HISTOLOGI6-7Lapisan Histologis Dinding Bola Mata Secara histologis, dinding bola mata disusun oleh 3 lapisan: Tunika fibrosa yang terdiri atas sklera dan kornea. Tunika vaskularis yang terdiri atas khoroid, badan siliaris, dan iris. Tunika neuralis yang terdiri atas retina

Gambar: Bola MataTunika FibrosaTersusun atas sklera dan kornea. Sklera terletak di 5/6 posterior bola mata, merupakan bagian yang berwarna putih sementara kornea terletak di 1/6 anterior bola mata, merupakan bagian bening yang menutupi iris. Pertemuan antara sklera dan kornea disebut limbus.SkleraSklera merupakan jaringan ikat yang disusun oleh serat kolagen tipe 1 serta elastin. Susunan ini membentuk struktur dinding bola mata yang kokoh, disokong oleh tekanan intraokular yang berasal dari humor aquaeous dan humor vitreus. Bagian belakang sklera yang ditembus oleh serat saraf optik dinamakan lamina kribrosa. Di sklera dapat ditemukan pembuluh darah, terutama di limbus. KorneaKornea merupakan bagian tunika fibrosa yang transparan, tidak mengandung pembuluh darah dan kaya akan ujung-ujung serat saraf. Kornea bersifat avaskular sehingga nutrisi didapat dari difusi dari pembuluh darah perifer di limbus, dan melalui humor akweus. Kornea terdiri dari 5 lapisan:1. Epitel kornea Disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk. Merupakan lapisan kornea terluar. Terdiri dari 7 lapis sel. Mengandung banyak ujung serat saraf bebas. 2. Membran Bowman Terletak dibawah epitel. Disusun serat kolagen tipe-1. 3. Stroma Kornea Lapisan kornea tertebal. Tersusun dari serat kolagen tipe-1, berjalan pararel membentuk lamel kolagen. Terdapat sel fibroblas diantara serat kolagen. 4. Membran Descemet Membran dasar tersusun dari serat kolagen 5. Endotel Kornea Disusun oleh epitel selapis gepeng atau kuboid. Mensintesis protein untuk membran descemet Memiliki pompa natrium yang berperan penting untuk menjaga tekanan dalam stroma kornea.Kelebihan cairan dalam stroma dapat diserap oleh endotel dengan cara mengeluarkan ion natrium ke dalam kamera okuli anterior sehingga air akan ikut keluar bersama ion natrium. Stroma kornea harus dipertahankan dalam keadaan sedikit dehidrasi untuk menjaga kualitas refraksi kornea. Kornea menjadi buram bila endotel kornea gagal mengeluarkan kelebihan cairan di stroma.KonjungtivaKonjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dari sclera. Konjungtiva tersusun atas epitel berlapis silindris dengan sel goblet. Sekret sel goblet ikut menyusun air mata yang berfungsi sebagai pelumas dan pelindung epitel bagian depan mata.

Gambar: KorneaLimbus Merupakan tempat pertemuan antara kornea dengan sklera. Stromanya merupakan tepian sklera yang menyatu dengan kornea. Tersusun atas jaringan ikat fibrosa. Terdapat Kanal Schlemm yang merupakan pembuluh berbentuk cincin yang melingkari mata dan bermuara pleksus vena sklera. Pada korpus siliaris terdapat muskulis siliaris, otot polos untuk mengatur akomodasi mata.

PTERYGIUMPterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yangtumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitupteronyang artinyawingatau sayap. Insidens pterygium cukup tinggi diIndonesiayang terletak di daerah ekuator, yaitu 13.1%. Hal ini ada kaitannya dengan dugaan bahwa bahwa paparan ultraviolet merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.8Gambar: PterygiumEpidemiologi Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 37o Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 40o Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.Faktor ResikoFaktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.1. Radiasi ultravioletFaktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.2. Faktor GenetikBeberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.3. Faktor lainIritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.Patogenesis9-11Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cennderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.Gambaran Klinis Dan Pembagian PterygiumGejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain :10 Mata sering berair dan tampak merah Merasa seperti ada benda asing Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium tersebut, biasanya astigmatismewith the ruleataupun astigmatisme irreguler sehingga mengganggu penglihatan Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4), bisa menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan juga menurun.Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's line).Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :12 Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium (disebut cap pterygium). Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.Pembagian lain pterygium yaitu : 1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat. 2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma. 3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu : 1. Derajat 1: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.2. Derajat 2: jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. 3. Derajat 3: sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm) 4. Derajat 4: pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.Diagnosa Banding13-14Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration. Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.Penatalaksanaan Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan pergerakan bola mata.Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin.Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu : 1. Bare sclera: tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka. 2. Simple closure: tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil). 3. Sliding flaps: suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser untuk menutupi defek. 4. Rotational flap: insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.5. Conjunctival graft: suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF- pada konjungtiva dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.Komplikasi Komplikasi pterygium termasuk ; Astigmatisme. Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adlah astigmat karena pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendaratan itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga karena akibat tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmatisma yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat with the rule dan ireguler astigmat. Kemerah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang adaKomplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasiPrognosaPenglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 6 bulan pertama setelah operasi.Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.TEKNIK BARE SCLERA15Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal. Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum. Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc. Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah badannya dengan menggunakan guntingTEKNIK CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT15Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur. Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih besar 1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda. Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft. Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft. Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0

KONJUNGTIVITISKonjungtivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan padakonjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yangdisebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, daniritasi bahan-bahan kimia.Pembagian Konjungtivitis Konjungtivitis Bakteri Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata. Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi. PatofisiologiJaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik. Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.Gejala KlinisGejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejalayang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.Diagnosis Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak. Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea. Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva. Konjungtivitis Virus Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi. PatofisiologiMekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi. Gejala KlinisGejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltratsubepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis. DiagnosisDiagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipetipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktorfaktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya. KomplikasiKonjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, danketerlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit. PenatalaksanaanKonjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi.Konjungtivitis Alergi Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 .Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari plastik. Gejala KlinisGejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal. Diagnosis Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia. Komplikasi Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder. PenatalaksanaanPenyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya. BAB VPENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asburg T, Paul Riodan-Eva. Anatomy and Embriology of the Eye in: General Ophthalmology. 16th Edition. Mc. Graw Hill Companies. USA. 2004: 5-6, 25-7.2. Liesegang. TJ, Skuta GL, Contor LB. Anatomy and Embriology of the Eye in: Fundamental and Principles of Ophthalmology. Section 2. American Academy of Ophthalmology. San Franscisco. 2008-2009: 36.3. Pepperl JE, et al. Conjungtiva in: Duanes Clinical Ophtalmology. Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.4. Lang GK. Conjuctiva in: Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. Thieme. New York. 2006: 67-9.5. Snell RS, Lemp MA. The Ocular Appendages in: Clinical Anatomy of the Eye. 2nd Edition. Blackwell Science. 1998 : 108-14.6. Junqueira LC, Carneiro C. Basic Histology text and atlas. 11th ed. McGraw-Hill; 20057. Jusuf, Ahmad Aulia. Diktat kuliah tinjauan histologis organ penginderaan. Jakarta: bagian histologi FKUI.; 20108. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. p. 2-7, 1179. Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009.10. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from : www.eye.aao.org/Pterygium 11. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview 12. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management Pterygium. Opthalmic Pearls. 201013. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New york : Thieme Stutgart. 2000.14. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Deposition and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In : External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. p. 8-13, 36615. Khan, Nazullah. On Journal : To Compare the Recurrence Rate of Pterygium Excision with Bare-sclera, Free Conjunctival Auto Graft and Aminotic membrane Graft. [online]. 2012 [cited 2012 September 7]. Available from: http://www.pjo.com.pk/26/3/Nazullah%20Khan.pdf

25