MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

23
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Obat paling sering digunakan dengan pemberian oral. Walaupun beberapa obat yang digunakan secara oral dimaksudkan larut dalam mulut, sebagian besar dari obat yang digunakan secara oral adalah ditelan. Dari semua ini sebagian besar dimaksudkan untuk efek sistemik dari obat yang dihasilkan setelah terjadi absorpsi pada beberapa permukaan sepanjang saluran cerna. Beberapa obat ditelan untuk kerja lokal pada daerah yang terbatas dalam saluran cerna, yang dimungkinkan karena tidak larut dan atau daya absorpsi yang tidak baik melalui cara ini. Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, cara oral dianggap paling alami, tidak sulit, menyenangkan dan aman dalam hal pemberian obat. Hal-hal yang tidak menguntungkan pada pemberian

Transcript of MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

Page 1: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Obat paling sering digunakan dengan pemberian oral. Walaupun

beberapa obat yang digunakan secara oral dimaksudkan larut dalam mulut,

sebagian besar dari obat yang digunakan secara oral adalah ditelan. Dari

semua ini sebagian besar dimaksudkan untuk efek sistemik dari obat yang

dihasilkan setelah terjadi absorpsi pada beberapa permukaan sepanjang

saluran cerna. Beberapa obat ditelan untuk kerja lokal pada daerah yang

terbatas dalam saluran cerna, yang dimungkinkan karena tidak larut dan

atau daya absorpsi yang tidak baik melalui cara ini.

Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, cara oral dianggap paling

alami, tidak sulit, menyenangkan dan aman dalam hal pemberian obat.

Hal-hal yang tidak menguntungkan pada pemberian secara oral termasuk

respon obat yang lambat (bila dibandingkan dengan obat-obat yang

diberikan secara parental) ; Kemungkinan absorpsi obat yang teratur, yang

tergantung pada faktor-faktor seperti perbaikan yang mendasar, jumlah

atau jenis makanan dalam saluran cerna ; dan kerusakan beberapa obat

oleh reaksi dari lambung atau oleh enzim-enzim dari saluran cerna.

Absorpsi obat setelah penggunaan melalui mulut dapat terjadi

pada berbagai tubuh antara rongga mulut dan anus. Umumnya hal penting

yang diharapkan dari sebagian besar contoh adalah makin tinggi absorpsi

1

Page 2: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

2

suatu obat sepanjang saluran makanan, kerjanya akan lebih cepat.

Bagaimananpun karena perbedaan secara fisika dan kimia diantara zat obat

serta bentuk sediaan dimana obat diberikan ke dalam tubuh, maka suatu

obat mungkin akan diabsorpsi lebih baik pada suatu keadaan lingkungan

daripada lainnya, tanpa memandang tempatnya yang berhubungan satu

sama lain di dalam saluran cerna.

Dalam hal-hal tertentu rongga mulut merupakan tempat absorpsi

untuk obat-obat tertentu. Secara fisika absorpsi obat dalam mulut

dikendalikan dengan membiarkan melarutnya zat obat dan ditahan dalam

rongga mulut dengan tidak sering atau tidak ditelan sampai rasa dari obat

habis. Secara farmasi proses ini dibantu dengan menyediaakan obat dalam

bentuk terlarut atau sebagai tablet tidak bersalut yang dapat dipecah

dengan sempurna dan melarut dengan cepat yang dalam hal ini

penggunaan injeksi lebih disukai.

Kesanggupan obat untuk diabsorpsi dalam mulut, menyebabkan

dapat berada pada permukaan tempat absoprsi pada kadar yang lebih

tinggi daripada ditelan, karena obat-obat makin lama makin diencerkan

dengan cairan dan isi dari percernaan selama melewati saluran makanan.

Apabila cairan ini mempunyai pengaruh yang merusak terhadap kestabilan

zat obat, selanjutnya absorpsinya sebagai suatu molekul yang aktif

menjadi berkurang, mungkin diperlukan absorpsi oral atau pemberian

parental.

Page 3: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

3

Pilihan yang sama mungkin diperlukan untuk obat-obat yang

sangat rentan terhadap degradasi metabolit oleh hati, karena pada absorpsi

dilambung dan usus zat obat memasuki sirkulasi portal (gerbang

perputaran) dan terbuka terhadap proses detoksifikasi dari hati.

Pemberian obat secara oral dengan ditelan merupakan pilihan

pertama kecuali bila obat tidak efektif dengan cara ini atau dibutuhkan

onset kerja obat yang sangat cepat yang dalam hal ini penggunaan injeksi

I.2 Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi absorpsi obat secara

oral ?

I.3 Tujuan

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat secara

oral

Page 4: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat

pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut.

Kelengkapan diyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan.

Obat baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang

sesuai pada tempat kerjanya, maka suatu absorpsi yang cukup merupakan

syarat untuk suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara

intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya.

Proses absorpsi biasanya ditentukan oleh pemberian obat.

Pemberian obat yang paling umum digunakan adalah pemberian obat per

oral. Pemberian oral merupaka rute pemberian yang termudah dan

absorpsi dalam saluran cerna mempunyai arti terbesar. Karena harga pH

sangat asam dalam lambung diabsoprsi tertutama asam-asam lemah dan

zat netral yang lipofil. Di pihak lain dapat pula terjadi lewatnya senyawa

terutama basa lemah , dari mukosa lambung ke lumen lambung.

II.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Oral

Proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Formulasi obat, meliputi : waktu disintegrasi, waktu disolusi, adanya

bahan tambahan.

4

Page 5: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

5

2. Karakteristik pasien, meliputi : pH pada lumen lambung, waktu

pengosongan lambung, waktu transit usus, daerah permukaan sistem

gastrointestinal, adanya penyakit pada lambung.

3. Adanya substansi lain pada sistem gastrointestinal, meliputi : interaksi

dengan obat atau ion lain, makanan

4. Karakteristik farmakokinetik obat, meliputi : metabolisme obat oleh

bakteri usus, metabolisme obat oleh dinding usus.

1. Formulasi Obat

a. Waktu disintegrasi dan disolusi

Kecepatan absorpsi obat bentuk padat ditentukan oleh

kecepatan disintegrasi dan disolusinya sehingga tablet yang dibuat

oleh pabrik yang berbeda dapat berbeda pula bioavaibilitasnya.

Adakalanya sengaja dibuat sediaan yang waktu disolusinya lebih

lama untuk memperpanjang masa absorpsi sehingga obat dapat

diberikan dengan interval yang lebih lama. Sediaan ini disebut

sediaan lepas lambat (sustained-release). Obat yang dirusak oleh

asam lambung atau yang menyebabkan iritasi lambung sengaja

dibuat tidak terdisintegrasi di lambung yaitu sebagai sediaan salut

enterik (enteric –coated).

b. Adanya bahan tambahan lain

Adanya bahan tambahan pada formulasi obat dapat

mempengaruhi kenaikan laju absorpsi obat tersebut serta dapat

menaikkan waktu penahanan obat dalam saluran cerna. Beberapa

Page 6: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

6

bahan tambahan dapat memperlambat pelarutn obat sehingga

menurunkan absorpsi obat. Pengaruh pada absorpsi obat dari

beberapa bahan oenyusun tablet oral pada umumnya seperti pengisi

(lactosa) disintegrant (pati) lubricant (magnesium stearat) dan

komponen – komponen lain seperti bahan pengikat dan bahan

penstabil.

Bahan – bahan ini relatif aman akan tetapi bila digunakan

secara tidak tepat dalam formulasi, maka laju absorpsi dan juga

tingkat absorpsi obat dapat dipengaruhi. Contoh ; jumlah

magnesium stearat yang berlebihan sebagai lubricant dalam

formulasi tablet dapat memperlambat pelarutan obat dan

menyebabkan absorpsi obat yang lebih lambat. Sehingga perlu

menaikkan jumlah desintegrant untuk mengatasi efek perlambatan

dari lubricant pada saat pelarutan (disolusi).

2. Karakteristik Pasien

a. pH Lumen Lambung

Apabila harga pH sangat asam dalam lambung, maka akan

terjadi absorpsi terutama asam-asam lemah dan zat netral yang

lipofil. Di pihak lain dapat juga terjadi lewatnya senyawa terutama

basa lemah dari mukosa lambung ke lumen lambung. Basa lemah

terdapat terutama dalam bentuk yang tidak terionisasi dalam

plasma dan karena itu dapat berdifusi bersama dengan cairan

ekstrasel melalui dinding lambung ke dalam lambung.

Page 7: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

7

Apabila mencapai lambung, senyawa ini sebagian besar

terionisasi akibat harga pH rendah. Karena itu bagian yang tak

terionisasi dalam lambung sangat kecil. Terjadi difusi ke arah

lumen lambung, bahkan apabila konsentrasi total senyawa dalam

cairan lambung (terionisasi ditambah tidak terionisasi) lebih tinggi

daripada konsentrasi dalam plasma.

Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat antacid,

akan meningkatkan kelarutan obat bersifat asam yang sukar larut

dalam cairan tersebut, misalnya aspirin. Dalam suasana alkalis,

aspirin lebih banyak terionisasi sehingga absorbsi per satuan area

absorbsi lebih lambat, tetapi karena sangat luas area absorbsi di

usus halus maka kecepatan abrsorbsi secara keseluruhan tidak

banyak dipengaruhi.

Dengan demikian, dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa

akan mempercepat absorbsinya. Akan tetapi, suasana alkali di

saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat bersifat

basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, dangan

akibat mengurangi absorbsinya. Berkurangnya keasaman lambung

oleh antasid akan mengurangi pengrusakan obat yang tidak tahan

asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya, dan mengurangi

absorbsi Fe, yang di absorbsi paling baik bila cairan lambung

sangat asam.

Page 8: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

8

b. Waktu pengosongan lambung dan waktu transit di usus

Absorpsi obat diusus halus selalu jauh lebih cepat

dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus halus jauh

lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung. Selain itu epitel

lambung tutup lapisan mukus yang tebal dan mempunyai tahanan

listrik yang tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kecepatan

pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan

absorpsi obat. Akan tetapi, perubahan dalam kecepatan

pengosongan lambung atau motilitas saluran cerna biasanya tidak

mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi atau yang mencapai

sirkulasi sistemik, kecuali pada 3 hal berikut ini :

Obat yang absorpsinya lambat karena sukar larut dalam cairan

usus(misalnya digoxin, difenilhidantoin, prednison),

memerlukan waktu transit dalam saluran cerna yang cukup

panjang untuk kelengkapan absorpsinya.

Sediaan salut enterik atau sediaan lepas lambat yang

absorpsinya biasanya kurang baik atau inkonsisten akibat

perbedaan penglepasan obat dilingkungan berbeda,

memerlukan waktu transit yang lama dalam usus untuk

meningkatkan jumlah yang diserap.

Pada obat-obat yang mengalami metabolisme disaluran cerna,

misalnya penisilin G dan eritromysin oleh asam lambung,

levodopa dan klorpromasin oleh enzim dalam dinding saluran

Page 9: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

9

cerna, pengosongan lambung dan transit gastrointestinal yang

lambat akan mengurangi jumlah obat yang diserap untuk

mencapai sirkulasi sistemik.

Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat

termasuk obat bersifat asam. Disini absorbsi terjadi jauh lebih

cepat dari pada di lambung. Oleh karena itu, makin cepat obat

sampai di usus halus, makin cepat pula absorbsinya. Kecepatan

pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan

absorbsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbi. Ini

berarti, kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya

mengubah tinggi kadar puncak dan waktu untuk mencapai kadar

tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas obat. Karena kapasitas

metabolisme dinding usus halus lebih terbatas dibandingkan

kapasitas absorbsinya, maka makin cepat obat ini sampai di usus

halus, makin tinggi bioavailibilitanya.

c. Daerah permukaan sistem gastrointestinal

Usus halus merupakan organ absorpsi terpenting, tidak

hanya untuk bahan makanan, melainkan untuk bahan obat juga.

Peningkatan luas permukaan yang dibutuhkan untuk absorpsi yang

cepat dan sesempurna munkin dicapai melalui lipatan mukosa,

jonjot mukosa dan kripta mukosa serta mikrofili.

Harga pH berkisar dari asam lemah dalam duodenum

sampai basa lemah dalam bagian usus halus yang lebih dalam.

Page 10: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

10

Karena itu terdapat asam lemah dalam jumlah yang cukup atau

basa lemah dalam bentuk tidak terionisasi sehingga dapat

terabsorpsi. Karena usus halus, yang panjang waktu pelewatan

untuk pengambilan bahan-bahan yang mampu berpenetrai

umumnya cukup. Walaupun demikian, pemendekan waktu

pelewatan, misalnya pemberian laksansia yang bekerja terhadap

usus halus atau diare, dapat banyak menurunkan jumlah absorpsi.

Pada umumnya absorpsi dalam usus besar secara kualitatif

sebanding dengan absorpsi dalam usus halus, hanya saja

permukaan absorpsi jauh lebih kecil karena tidak adanya jonjot

karena itu juga kemampuan absorpsi umumnya lebih rendah.

Beberapa bahan obat seperti alkaloid ergot diabsorpsi tidak baik

dalam usus besar.

d. Adanya penyakit gastrointestinal

Absorpsi obat pada pasien dengan gangguan pada sistem

gastrointestinal berbeda dengan absorpsi obat pada pasien yang

tidak mengalami gangguan gastrointestinal. Contoh; pasien dengan

operasi pengangkatan bagian dari saluran pencernaan (seperti perut

atau usus) mengalami perburukan penyerapan obat. Sehingga

absorpsi obat tidak optimal dan efek yang ditimbulkan juga sangat

minimal.

Page 11: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

11

3. Adanya Substansi Lain Pada Sistem Gastrointestinal

Obat-obatan dan beberapa jenis makanan dapat meningkatkan

atau menurunkan kegiatan enzim ini dan oleh karena itu akan

mempengaruhi konsentrasi obat-obatan yang dimetabolis oleh enzim

ini. Peningkatan dalam kegiatan enzim ini mengarah ke penurunan

konsentrasi dan efek pada tindakan obat. Sebaliknya, penurunan dalam

aktivitas enzim mengarah ke peningkatan konsentrasi obat dan efek .

Contoh : Adanya ion – ion logam dan antibiotik tetrasiklin atau

turunannya. Tetrasiklin dapat bergabung dengan ion – ion logam

kalsium, magnesium, aluminium, dan ion – ion dalam saluran cerna,

secara bersama – sama membentuk suatu kompleks yang sukar

diabsorpsi. Apabila antasida dan tetrasiklin harus digunakan oleh

pasien, maka keduanya harus diberikan bergantian sesuai dengan

jadwal waktu yang ketat untuk mencegah interaksi keduanya (adanya

pembentukan kelat) sehingga dapat menghambat absorpsi dan efek

tetrasiklin akan berkurang.

Begitu juga jika tetrasiklin dikonsumsi bersama dengan

makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan keju. Contoh

lain; makanan tinggi serat bisa mengikat dengan obat dan mencegah

dari yang diserap. Pencahar dan diare, yang mempercepat perjalanan

zat melalui saluran pencernaan, dapat mengurangi penyerapan obat.

4. Karakteristik Farmakokinetik Obat

a. Metabolisme obat oleh bakteri usus

Page 12: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

12

Pada pemberian oral, banyak obat (misalnya, isoproterenol,

meperidin, pentazosin, morfin) diabsorpsi utuh dari usus halus dan

dibawa pertama melalui sistem portal ke dalam hati, dimana obat

tersebut mengalami metabolisme yang hebat. Proses ini disebut

sebagai suatu efek first-pass. Beberapa obat yang diberikan per oral

(misalnya, klonazepam, klorpromazin) lebih banyak mengalami

metabolisme di usus daripada di hati. Efek first-pass bisa sangat

membatasi bioavailabilitas obat – obat yang diberikan per oral,

sehingga harus digunakan cara alternatif untuk mencapai kadar obat

dalam darah untuk terapi. Usus yang lebih distral mengandung

mikroorganisme yang mampu untuk melakukan reaksi – reaksi

metabolisme.

b. Metabolisme obat oleh dinding usus

Metabolisme obat oleh enzim di dinding usus pada pemberian

oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya disebut metabolisme

atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination)

atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas

oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin

hampir sempurna. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau

dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain),

sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya

bersama makanan.

Page 13: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

13

BAB III

KESIMPULAN

1. Berbagai cara pemberian obat mempengaruhi perbedaan kecepatan dan

luas absorpsi yang dihasilkan.

2. Kecepatan absorpsi obat dipengaruhi oleh;

a. Formulasi obat (waktu hancur, waktu disolusi, dan adanya bahan

tambahan lain), sehingga perlu adanya ekuivalen farmasetik.

b. Karakterisitik pasien juga mempengaruhi absorpsi obat diantaranya

pH lumen lambung, waktu pengosongan lambung, waktu transit usus,

daerah permukaan sistem gastrointestinal, dan adanya penyakit

gastrointestinal, sehingga perlu pengaturan pada saat pemberian obat

dan penggantian farmasetik.

c. Adanya substansi lain pada sistem gastrointestinal seperti interaksi

dengan obat lain/ion dan makanan. Hal ini dapat dicegah dengan

pengaturan waktu pemberian obat, dan penggantian terapeutik,

d. Karakteristik farmakokinetik obat, yaitu terdiri dari metabolisme obat

oleh bakteri usus dan oleh dinding usus atau biasa disebut dengan

eliminasi lintas pertama. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari

atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain),

sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya

bersama makanan.

13

Page 14: MAKALAH FARMAKOTERAPI ABSORPSI

14

DAFTAR PUSTAKA

Anonim .2011. Gut bacteria could exert control over metabolic functions of other

organs. http://www.news-medical.net. Diakses tanggal 28 Oktober 2011.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia : Jakarta. Hal. 81-82, 95-99.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. 1995. Farmakologi dan Terapi

Edisi IV. Universitas Indonesia : Jakarta. Hal. 3-5.

Breckendridge, A., Orme, M. L’E. Principles Of Clinical Phamacology and

Therapeutics. Hal 7.5

Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Penerbit

Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Hal. 54.

Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Edisi V. ITB : Bandung. Hal 9, 11-13.

Ogbru, Omudhome. 2008. Interaksi Obat. http:// www.ahliwasir.com. Diakses

tanggal 28 Oktober 2011.

Shargel, Leon. 2005. Biofarmaseutika dan Farmakokinetika Terapan Edisi II.

Airlangga University Press : Surabaya. Hal. 126, 168-169.

Titian, Putri.2010. Interaksi Obat. http://titianputri.blogspot.com. Diakses tanggal

28 oktober 2011.

Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana. 2002. Obat-Obat Penting Edisi V. PT. Elex

Media Komputindo : Jakarta. Hal. 21-22.