Makalah Empati (Simple)

download Makalah Empati (Simple)

of 8

Transcript of Makalah Empati (Simple)

  • BAB IPENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Empati dalam konseling merupakan hal yang sangat penting.

    Mengingat proses konseling merupakan sebuah bantuan melalui interaksi. Salah satu masalah yang sering muncul adalah kurangnya rasa empati dalam berkomunikasi yang bisa menyebabkan kesalahpahaman interaksi komunikasi sehingga konseli frustasi dan tidak ada manfaat yang dihasilkan dari proses konseling tersebut. Empati merupakan dasar hubungan interpersonal. Hal yang juga penting diungkap dalam konteks peningkatan mutu empati seseorang adalah berlatih menampakkan ekspresi-ekspresi atau isyarat-isyarat non-verbal yang membuat orang lain merasa dimengerti dan diterima, karena kemampuan empati terutama melibatkan kemampuan seseorang untuk membaca perasaan lewat pemahaman terhadap isyarat-isyarat non verbal orang lain. Pemahaman seperti ini membuat hubungan antar individu terjalin dengan baik. Dalam kepustakaan konseling ditegaskan tentang keefektifan konseling (counseling effectiveness) lebih ditentukan dari kecakapan konselor. Oleh karena itu, peran empati cukup esensial yang diakui dalam teori-teori konseling, sehingga empati yang diwujud-nyatakan dalam praktik konseling selama ini merupakan suatu keniscayaan untuk ditumbuh-kembangkan secara sistemis di dunia pendidikan dan kehidupan masyarakat kita.

    Untuk bisa berempati secara mendalam itu tidaklah mudah. Rasa empati pada seseorang harus diasah. Bila dibiarkan rasa empati tersebut sedikit demi sedikit akan terkikis walau tidak sepenuhnya hilang, tergantung dari lingkungan yang membentuknya.

    Lalu kapan kita bisa mengetahui cara menumbuhkan empati itu? Sebetulnya rasa empati dapat kita lakukan asalkan kita mau, kapan saja dan dimana saja kita berada. Kita harus membiasakan dari hal-hal yang sederhana. Contoh ketika kita sedang makan dan disamping kita ada orang, maka kita coba untuk menawarkan makanan itu kepadanya (walaupun hanya sekedar menawarkan) tapi dengan begitu kita biasa berbagi dan peduli pada orang lain.

  • BAB IIPEMBAHASAN

    A. Pengertian Empati1. Empati suatu istilah umum yang dapat digunakan untuk pertemuan,

    pengaruh dan interaksi di antara kepribadian-kepribadian. Empati merupakan arti dari kata einfulung yang dipakai oleh para psikolog Jerman. Secara harfiah ia berarti merasakan ke dalam. Empati berasal dari kata Yunani pathos, yang berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan, dan kemudian diberi awalan in. Kata ini paralel dengan kata simpati . Tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Bila simpati berarti merasakan bersama dan mungkin mengarah pada sentimentalitas, maka empati mengacu pada keadaan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada seseorang, sedemikian sehingga seseorang yang berempati sesaat melupakan/ kehilangan identitas dirinya sendiri. Dalam proses empati yang mendalam dan misterius inilah berlangsung proses pengertian, pengaruh dan bentuk hubungan antar pribadi yang penting lainnya

    2. George & Cristiani (1981), empati adalah kemampuan untuk mengambil kerangka berpikir klien sehingga memahami dengan tepat kehidupan dunia dalam dan makna-maknanya dan bisa dikomunikasikan kembali dengan jelas terhadap klien. Dengan berempati, memungkinkan konselor untuk mendengar dan bereaksi terhadap kehidupan perasaan klien, yakni : marah, benci, takut, menentang, tertekan, dan gembira.

    3. Stewart (1986) merumuskan empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain supaya bisa memahami dan mengerti kebutuhan dan perasaannya. Empati menuntut untuk masuk ke pandangan dunia klien dan untuk melihat dengan mata mereka dan selanjutnya to walk in their shoe.

    4. Rogers, empati berarti memasukkan dunia klien beserta perasaan-perasaannya ke dalam diri sendiri tanpa terhanyut oleh pikiran dan perasaan klien (Hackney, 1978).

    5. Menurut Sutardi (2007), pengertian empati dapat dianggap kelanjutan dari toleransi. Empati dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain oleh seorang individu atau suatu kelompok masyarakat.

    Dari definisi empati diatas dapat disimpulkan. Empati merupakan suatu aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh yang bersangkutan terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain, tanpa yang bersangkutan kehilangan kontrol dirinya. Empati berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari pengasuhan, pendidikan, manajemen, hingga tindakan bela rasa dan percintaan. Empati dibangun pada lingkup self-awareness (kesadaran diri). Makin terbuka terhadap emosi kita sendiri, makin terampil kita dalam memahami perasaan orang lain. Emosi tidak banyak diekspresikan dalam kata-kata, justru ia lebih banyak diekspresikan dalam isyarat-isyarat

  • nonverbal, seperti intonasi suara, gerakan bagian tubuh, ekspresi wajah. Maka kemampuan empati terutama melibatkan kemampuan seseorang untuk membaca perasaan lewat pemahaman terhadap isyarat-isyarat nonverbal orang lain.

    Empati sangat dibutuhkan dalam relasi terapeutik. Bahkan dalam terapi client centered, iklim terapi, yang diwarnai empati menjadi syarat utama yang akan memberi efek mendukung bagi tumbuhnya konsep diri positif pada klien atau konseli, sehingga konseli dapat mengatasi persoalannya sendiri. Lebih lanjut dapat diungkapkan bahwa mengingat pentingnya kemampuan empati dalam hubungan antar manusia, maka upaya melatih dan mengembangkan empati di keluarga-keluarga, sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya perlu dilakukan sedini mungkin.

    B. Makna Penting EmpatiMenurut Rogers dalam Konseling dan Psikoterapi (Gunarsa Singgih,

    1992, hal. 72), empati bukan hanya sesuatu yang bersifat kognitif namun meliputi emosi dan pengalaman. Juga diartikan sebagai usaha menglami dunia klien sebagaimana klien mengalaminya. Karena itu, seorang kenselor harus berusaha memahami pengalaman klien dari sudut klien itu sendiri. Dalam makalahnya yang berjudul The Necessary and Sufficient Conditions of Therapeutic Personality Change (Kondisi Yang Harus Terjadi Dan Cukup Bagi Perubahan Pada Klien), Rogers mengemukakan tentang emphatic understanding, yakni kemampuan untuk memasuki dunia pribadi orang. Emphatic understanding merupakan salah satu dari tiga atribut yang harus dimiliki oleh seorang terapis dalam usaha mengubah perilaku klien. Atribut yang lain yaitu kewajaran atau keadaan sebenarnya (realness) dan menerima (acceptance) atau memperhatikan (care).1. Tanpa empati, tidak mungkin ada pengertian. Memahami secara empati

    merupakan kemampuan seseorang untuk memahami cara pandang dan perasaan orang lain. Memahami secara empati bukanlah memahami orang lain secara objektif, tetapi sebaliknya dia berusaha memahami pikiran dan perasaan orang lain dengan cara orang lain tersebut berpikir dan merasakan atau melihat dirinya sendiri. Memahami klien berdasarkan kerangka persepsi dan perasaan klien sendiri oleh Rogers disebut internal frame of reference, artinya menggunakan kerangka pemikiran internal.

    2. Menurut Rogers empati konselor sebagai salah satu factor kunci yang membantu klien untuk memecahkan masalah personalnya. Ketika kita berempati kepada orang lain, kita meletakkan diri kita in their shoes, melihat dunia dari mata mereka, membayangkan bagaimana bila menjadi mereka, dan berusaha merasakan apa yang mereka rasakan.

    3. Faktor sosial dan budaya (seperti gender, etnis, perbedaan kultur) mempunyai pengaruh dalam pengekspresian emosi. Faktor ini mempengaruhi cara bagaimana konselor merespon secara emosional.

    4. Jika klien merasa dimengerti, maka mereka akan lebih mudah membuka diri untuk mengungkapkan pengalaman mereka dan berbagi pengalaman

  • tersebut dengan orang lain. Klien yang membagi pengalamannya secara mendalam memungkinkan untuk menilai kapan dan di mana mereka membutuhkan dukungan, dan potensi kesulitan yang membutuhkan fokus untuk rencana perubahan.

    5. Saat klien melihat empati pada diri konselor, mereka akan lebih nyaman untuk dan tidak melakukan defend seperti penyangkalan, penarikan diri, dll. Artinya empati konselor mampu memfasilitasi perubahan pada klien. Sebaliknya akan lebih mau membuka diri terhadap dunia luar dengan cara yang lebih konstruktif. Karena itulah istilah empati ditambah menjadi perkataan emphatic understanding.

    C. Mengkomunikasikan EmpatiEmpati membutuhkan kemampuan konselor dan usaha untuk

    menempatkan ia pada posisi klien dan memahami dunia klien. Tetapi empati sendiri tidak akan efektif bila tidak di barengi dengan kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menunjukkan empati itu. Klien akan berfikir bahwa konselor berempati hanya jika mereka melihat dan percaya hal tersebut. Truax dan Carkhuff mengemukakan bahwa dalam memahami secara empati ini sangat perlu konselor menerima dan mengkomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal, secara akurat dan penuh kepekaan tentang perasaan dan makna perasaan itu. Ada tiga aspek dalam empati menurut Patterson (1980), yaitu:1. Keharusan bahwa konselor mendengarkan klien dan mengkomunikasikan

    persepsinya kepada klien.2. Ada pengertian atau pemahaman konselor tentang dunia klien; dan3. Mengkomunikasikan pemahamannya kepada klien.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merespon:1. Respon harus pendek dan to the point, menangkap esensi dari perasaan

    dan situasi.2. Bukan pengulangan dari apa yang orang lain katakanya. Diulangi dalam

    kata yang berbeda. 3. Harus lebih dalam dari apa yang telah dikatakan, seperti menebak

    perasaan yang tidak diungkapkan (jika terkaan itu salah hal ini bukanlah masalah. Klien akan membenarkan dan menjelaskan).

    Egan (1975, dalam Ivey et al, 1987) membedakan dua tipe untuk memahami emphatic understanding, yakni : 1. Empati primer, adalah empati sebagaimana dikemukakan oleh Rogers.

    Membentuk fondasi dan atmosfer inti helping relationship. Termasuk mendengarkan semua pesan dan meresponnya. Kemampuan paraphrasing dan merefleksikan perasaan konselor dengan baik akan memulai dasar empati untuk memahami klien. Contoh perkataan : - Sekarang saya bisa merasakan betapa sedih Anda pada waktu itu.- Saya dapat merasakan apa yang anda rasakan.- Saya memahami apa yang telah anda lakukan.- Saya mengerti apa yang anda inginkan.

  • 2. Empati lanjutan (advanced accurate emphaty) Memahami hal yang tersembunyi dari klien, bentuk dasar dari

    empati lanjutan adalah memberi respon dan pemahaman terhadap hal yang tidak langsung dikatakan klien. Di mana konselor memberikan lebih dari dirinya dan seringkali membutuhkan upaya langsung untuk mempengaruhi klien. Karena informasi itu selalu subjektif bagi interpretasi individu, konselor harus menyusun kembali situasi, kepercayaan, atau pengalaman untuk membantu klien melihatnya dari perspektif yang berbeda dan mengecek apakah interpretasi itu sudah benar.

    Advanced emphaty lebih kritis, mendalam, dan membahas masalah yang sensitif oleh karena itu dapat menyebabkan klien bertambah stress. Untuk mencegah klien mengalami emosi berlebihan dan melakukan perlawanan respon empati konselor harus bersifat sementara dan hati-hati.Contoh perkataan : Saya akan merasa sedih juga ; Dari apa yang kamu katakan...... ; Apakah hal ini ......? ; Sepertinya hal ini .......

    D. Empati dalam Berbagai PerspektifPerbedaan-perbedaan pandangan tidak hanya terjadi pada disiplin ilmu

    yang berbeda, dalam internal psikologi konsep empati dapat dipandang secara berbeda oleh aliran-aliran di dalamnya. Di bawah ini akan diuraikan pendekatan-pendekatan teoritis yang telah dikembangkan oleh tiga aliran utama psikologi, yaitu: psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme.1. Perspektif Psikoanalisis

    Teori-teori psikoanalisis menggambarkan kemunculan konsep empati lebih pada konteks interaksi emosional antara ibu dan anak. Yaitu bagaimana seorang ibu mampu meredakan kemarahan anak, memberikan pelukan kehangatan yang menenangkan, memberikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi, dan seterusnya. Demikian pula tentang bagaimana anak bisa menempatkan diri dalam menanggapi senioritas dan otoritas peran orang tua dalam keluarga.

    Menurut psikoanalisis, empati merupakan pusat dari hubungan interpersonal. Dalam arti lain, kunci dari hubungan interpersonal adalah empati. Dalam hubungan keluarga, Harry S. Sullivan (salah satu tokoh psikoanalisis) memandang ibu dan anak berada di dalam satu ikatan hubungan empatik yang saling membutuhkan, dia menyebutnya sebagai empati primitif.

    2. Perspektif BehaviorismePara tokoh behaviorisme tertarik untuk menghubungkan empati

    dengan perilaku menolong yang diawali dengan sebuah pertanyaan mendasar mengapa orang menolong. Untuk menjawab pertanyaan ini mereka menjelaskan dengan berpijak pada teori classical conditioning dari Ivan Pavlov, yaitu perilaku menolong merupakan hasil dari pembelajaran sosial, yang meliputi conditioning (pembiasaan), modeling (keteladanan), dan insight (pemahaman).

  • Peranan pembelajaran dan perkembangan kognitif seiring dengan munculnya konsep empati telah dipahami oleh beberapa peneliti behaviorisme, meskipun kurang begitu diperhatikan. Misalnya, Aronfreed (2000) menyatakan bahwa empati dipelajari melalui proses pembelajaran di waktu anak-anak. Dalam pandangan ini empati berkembang melalui pengulangan-pengulangan perasaan anak melalui isyarat emosional orang lain.

    Teori-teori Aronfreed lebih memfokuskan kepada perkembangan ketidaknyamanan personal dan aksi prososial daripada perkembangan terhadap sympathetic concern. Oleh karena itu, teori-teorinya lebih memfokuskan kepada mekanisme perkembangan empati.

    3. Perspektif HumanistikDalam teori-teori humanistik, khususnya dalam psikoterapi

    dikatakan bahwa hubungan terapeutik merupakan kunci sukses dalam psikoterapi. Namun demikian, menurut Bohart & Greenberg (1997), pengaruh yang besar tersebut masih kalah perannya dibandingkan dengan peranan empati. Hubungan terapeutik tidak akan sukses tanpa melibatkan empati didalamnya, Karena empati merupakan pintu masuk utama bagi kesuksesan sebuah terapi. Hal itu sejalan dengan pendapat Rogers (1986), bahwa empati adalah salah satu unsur kunci dalam menciptakan hubungan terapeutik.

    Seiring dengan pertalian yang erat antara empati dan psikoterapi, hal itu menandakan bangkitnya ketertarikan terapis terhadap konsep-konsep empati untuk digunakan dalam praktik-praktik mereka. Ketertarikan mereka terlihat jelas pada periode 1960-an dan awal 1970. Dalam kurun waktu itu dilakukan sejumlah besar aktivitas penelitian untuk menguji hipotesis-hipotesis Carl Rogers tentang tiga kondisi terapis, yaitu penghargaan positif secara penuh, empati, dan hubungan keikhlasan (altruisme) antara klien dan terapis.

    E. Empati dalam Bidang-bidang PsikologiSatu abad setelah diperkenalkannya konsep empati, kini konsep empati

    telah berkembang luas khususnya dalam ilmu psikologi. Hal ini tidak lepas dari upaya-upaya simultan dari para ilmuwan untuk membangun konsep yang pada awal perkembangannya mengalami banyak pertentangan. Bidang-bidang psikologi yang secara intens mengembangkan konsep empati antara lain: psikologi kepribadian, psikoterapi, serta psikologi sosial dan perkembangan.1. Empati dalam Teori Kepribadian

    Konsep empati relatif baru diperkenalkan dalam teori kepribadian, meskipun sesungguhnya secara implisit konsep empati telah masuk dalam teori kepribadian sejak awal digulirkannya. Karena semua yang dibicarakan dalam empati merupakan fenomena kepribadian. Para teoretikus lama sebenarnya tidak pernah mengkhususkan bahwa dirinya adalah teoretikus psikologi kepribadian, perkembangan, sosial maupun psikoterapi. Namun karena karya-karyanya banyak berpengaruh terhadap perkembangan bidang-bidang ilmu tersebut, para ilmuwan selanjutnya

  • mengklasifikasikan mereka sesuai dengan bidang-bidang yang telah dibuat. Namun, ada beberapa ilmuwan yang tidak secara konsisten masuk hanya pada satu bidang, misalnya Carl Rogers. Ia dikenal sebagai ilmuwan lintas bidang, karena selain teori-teorinya banyak direfer oleh para ilmuwan dari psikologi kepribadian, teorinya juga diacu oleh para ilmuwan dalam bidang psikoterapi. Istilah empati sangat dekat dengan teori-teori konseling person-centered milik Rogers.

    2. Empati dalam TerapiEmpati didefinisikan oleh Rogers sebagai kemampuan untuk

    memandang kerangka berpikir internal orang lain secara akurat dengan komponen-komponen emosional yang saling berhubungan. Empati merupakan pengalaman individual seseorang yang seolah-olah berada pada posisi orang lain (Rogers, 1959). Namun sebaliknya psikoanalisis menekankan pada dorongan empati yang mengarah pada struktur ketidaksadaran terhadap pengalaman-pengalaman yang menitikberatkan pada eksistensi klien di dalam kehidupan, sementara bagi terapis-terapis client-centered, empati lebih memfokuskan pada pengalaman dan pemaknaan klien dari momen ke momen, dalam hal ini terapis mencoba secara imajinatif untuk memasuki pengalaman-pengalaman klien dalam mengemukakan pendapatnya dengan terapis (Bohart & Greenberg, 1997).

    Dalam client-centered therapy, empati berbeda dengan anggapan-anggapan positif, dan simpati ataupun rasa iba. Menurut Rogers (1957), empati merupakan salah satu dari tiga kondisi-kondisi terapeutik, dimana menurutnya empati perlu dan penting untuk terjadinya perubahan terapeutik ke arah yang lebih baik. Rogers menyatakan empati bila dikomunikasikan dengan anggapan-anggapan positif akan memberikan kontribusi bagi klien untuk menyembuhkan dirinya sendiri.

    3. Empati dalam Psikologi Sosial dan PerkembanganTonggak awal munculnya psikologi sosial ditandai dengan

    terbitnya buku An Introduction to Social Psychology karya McDougall (1908), hanya saja karya ini kurang begitu diminati oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya. Selain McDougall, Allport (1924) juga menerbitkan buku Social Psychology. Dalam bukunya Allport banyak melakukan elaborasi atas topik-topik psikologi sosial yang ditulis oleh McDougall. Elaborasi Allport dibawa kepada wilayah-wilayah yang lebih mudah diterima kalangan ilmuwan lainnya pada waktu itu (American Psychology). Namun demikian, sebagaiman buku McDougall, dalam karya Allport ini masih belum menyinggung konsep empati.

  • BAB IIIPENUTUP

    Kesimpulan Empati membutuhkan ketenangan rileks fokus tanpa tegang, untuk melihat

    sesuatu dari berbagai sudut pandang. Empati dominan pada hal yang tak terucap secara verbal. Intensitas

    komunikasi yang sama-sama nyaman dan seimbang, akan menemukan solusi yang tepat pada moment yang tepat, dengan fleksibel dan tidak menimbulkan disharmoni.

    Empati membutuhkan keberanian (mental) dan kejujuran dalam mendeskripsikannya secara verbal pada seseorang yang tepat, supaya tidak menimbulkan distorsi yang berlebihan dan kekhawatiran yang berlebihan. Karena apa yang anda khawatirkan belum tentu sesuai dengan yang anda pikirkan, maka dari itu komunikasikan dengan yang anda percaya, agar bisa terealisir tanpa distorsi.

    Empati akan mensinergikan/sinkronisasi perbedaan untuk hikmah positif, dan menempatkannya pada tempat yang tepat (proporsional).

    Empati adalah konsistensi dan berkelanjutan. Empati beda dengan simpati; meskipun empati identik dengan simpati, namun empati lebih mendalam. Jika anda yakin dengan apa yang ada dalam hati anda, maka berusahalah konsisten menjaganya tanpa harus terus dikontrol, karena empati akan membentuk kebersamaan yang akan berkelanjutan dibutuhkan saat sekarang dan kedepannya untuk diaplikasikan dalam kebutuhan banyak hal yang nyata, situasional dan rasional.