Makalah Pleno E2 Komunikasi Empati
-
Upload
liza-amanda-saphira -
Category
Documents
-
view
58 -
download
2
description
Transcript of Makalah Pleno E2 Komunikasi Empati
Disusun Oleh:
Kelompok E2
Jordy – 102011015
Yehiel Flavius Kabanga –
Malaura Elfrida Simarmata –
Fendy Frans Elya Cohen Manalu –
Liza Amanda Saphira –
Elly Sonny –
Puspa Mayanovi Jonnarita Paulus –
Apriandy Pariury –
Leni Herliani –
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Komunikasi dan Empati yang berjudul : Hal-
hal penting yang mempengaruhi pasien bosan minum obat.
Makalah ini membahas tentang komunikasi dan empati yang bertujuan agar pembaca
lebih mengenal dan memahami komunikasi dan empati yang dilakukan seorang dokter terhadap
pasien. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini adalah berkat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Hartanto selaku tutor / pembimbing yang telah banyak memberi masukan kepada
penulis
2. Orang tua yang sudah banyak mendukung penulis dalam menyelesaikan makalah ini
3. Teman-teman yang juga sudah memberikan bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 14 Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Judul ………………………………………………………...
Kata pengantar ………………………………………………………...
Daftar isi ………………………………………………………....
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang ………………………………………………………...
1.2. Tujuan ………………………………………………………...
1.3. Hipotesis ………………………………………………………...
1.4. Butir Penting ………………………………………………………...
1.5. Manfaat ………………………………………………………...
Bab 2. Isi Pembahasan ………………………………………………………...
Bab 3. Penutup
3.1. Kesimpulan ………………………………………………………... .
Daftar Pustaka ………………………………………………………...
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hal ini paling sering menjadi topik pembahasan dalam dunia kedokteran maupun
masyarakat adalah kelemahan komunikasi antara dokter dengan pasien atau antara rumah
sakit dengan pasien. Banyak masalah yang dapat terjadi, contohnya pasien merasa bosan
dan berhenti mematuhi pengobatan dalam jangka waktu yang lama, hal ini bukan hanya
disebabkan oleh faktor – faktor yang ada pada diri pasien saja tetapi juga ada faktor-
faktor dari luar yang menyebabkan hal ini dapat terjadi diantaranya faktor komunikasi
dokter – pasien , faktor perilaku, kepribadian, dan apakah informasi yang dijelaskan
dokter menjadi efektif bagi pasien. Masalah – masalah seperti inilah yang biasanya
menyebabkan peningkatan kebiasaan berobat ke luar negeri. Banyak opini menyebutkan,
cara berkomunikasi dokter-pasien di Indonesia kalah jauh dibandingkan dokter-dokter di
luar negeri. Padahal pasien dan dokter di negara kita berbahasa sama, bahasa Indonesia.
Contohnya saja Beberapa pasien mengungkapkan berobat di Singapura sangat puas,
karena dapat berkonsultasi dengan dokter hingga 1 jam. Di Indonesia, seorang pasien bisa
masuk ruang praktek dokter 15 menit saja sudah menjadi hal yang langka. Sebagian besar
hubungan dokter-pasien pun hanya bersifat satu arah sehingga inilah yang menyebabkan
mispresentasi bagi pasien. Berbeda jika seorang dokter menggunakan komunikasi 2 arah
maka semuanya akan bebas dari kendala antara dokter dengan pasien. Komunikasi 2 arah
itu sendiri merupakan pengirim pesan dan penerima pesan yang perannya saling
bergantian. Hal – hal seperti inilah yang di butuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Untuk lebih jelasnya lagi akan dipaparkan lebih rinci dan jelas pada isi
pembahasan makalah ini.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ilmiah ini yaitu:
1. Untuk mengerti dan memahami inti dari masalah apa yang menyebabkan pasien
menjadi bosan dan berhenti minum obat dalam jangka waktu yang lama.
2. Untuk meningkatkan komunikasi dengan pasien agar kualitas kesehatan di Indonesia
dapat di perbaiki.
3. Untuk mengetahui dan memahami Komunikasi dan Empati secara umum dan dalam
bidang kesehatan dan kedokteran berdasarkan kasus atau skenario yang ada
4. Untuk dapat menerapkan prinsip Komunikasi dan Empati dalam kehidupan profesi
dan bermasyarakat.
1.3. Hipotesis
Pasien bosan dan berhenti minum obat karena kurangnya komunikasi dokter-pasien,
informasi yang tidak efektif, tidak berperilaku sehat, dan berkepribadian yang kurang
baik.
1.4. Butir Penting
1. Komunikasi Dokter-Pasien
Komunikasi Konseling dan Terapeutik
Komunikasi Efektif
Komunikasi Empati
Verbal
Non-Verbal
Hambatan Komunikasi
2. Perilaku Sehat
3. Kepribadian
4. Informasi Efektif
1.5. Manfaat
Penulisan ilmiah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai:
1. Literatur bagi mahasiswa kedokteran dalam mempelajari cara-cara berkomunikasi yang
efektif dan memiliki ilmu perilaku yang baik.
2. Setelah lulus dari pendidikan kedokteran dan menjadi seorang dokter, komunikasi dan
empati serta ilmu perilaku ini dapat diaplikasikan dalam pelayanan kesehatannya setiap
waktu.
3. Kita lebih mengerti pentingnya komunikasi dari dokter – pasien.
4. Kita mengetahui cara-cara bagaimana untuk memberikan informasi yang efektif
kepada pasi
5. Kita lebih mengetahui bahwa kita tidak hanya menyembuhkan pasien secara medis tetapi
psikologisnya pun harus kita sembuhkan.
6. Kita menjadi lebih mengenal kepribadian dari pasien lebih dalam dengan membangun
komunikasi yang baik dengan pasien tersebut.
7. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau
institusi pelayanan medis.
8. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan
dokter-pasien yang baik.
9. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
10. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.
BAB 2
ISI PEMBAHASAN
A. Skenario
Pasien laki – laki 35 tahun, datang berobat ke puskesmas dengan keluhan batuk
berdarah. Batuk seperti ini pernah dialaminya 2 tahun yang lalu. Pasien berobat untuk
sakitnya tersebut dan stop obat karena bosan minum obat yang direncanakan dokter akan
berlangsung minimal 6 bulan. Pasien saat ini masih merokok 20 batang per hari.
B. Identifikasi Istilah Yang Tidak Diketahui
Tidak ada
C. Rumusan Masalah
1. Pasien laki – laki 35 tahun dengan keluhan batuk berdarah yang pernah dialaminya pada waktu 2 tahun yang lalu dan pernah berobat namun berhenti berobat karena bosan dengan jangka waktu yang panjang.
2. Pasien saat ini masih merokok 20 batang rokok per hari.
D. Pembahasan Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang
atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Stimulus yang diberikan dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa
gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti oleh pihak lain,
dan pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang
memberikan stimulus.1Atau komunikasi juga dapat didefenisikan sebagai pengiriman dan
penerimaan pesan oleh dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan
tersebut dapat dipahami.
Agar terjadi komunikasi yang efektif, maka dibutuhkan beberapa unsur-unsur
komunikasi, seperti :
a. Komunikator (source)
orang atau sumber yang memberikan atau menyampaikan stimulus dalam bentuk
informasi, dll.
b. Komunikan (receiver)
Pihak yang menerima stimulus dan memebrikan trespon terhadap stimulus.
c. Pesan (message)
isi stimulus yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
d. Saluran (media)
alat atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau
komunikasi, seperti : mulut (lisan), bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetakan), sampai
dengan televisi atau internet. Atau biasanya kedua orang tersebut berperan sebagai pembicara
dan juga pendengar, inilah yang disebut komunikasi 2 arah.
Komunikasi kesehatan atau komunikasi dokter – pasien, adalah komunikasi yang dilakukan
oleh dokter dan pasien. Pasien memiliki hak dan kewajiban tertentu, dokter pun demikian.
Hak dan Kewajiban pasien diantaranya :
a. Hak
1. hak akan informasi dirinya
2. hak atas rahasia medik
3. hak untuk persetujuan tindakan medik tertentu
4. hak untuk menolak tindakan medic
5. hak untuk menghentikan pengobatan
b. Kewajiban
1. memberikan informasi yang jujur
2. memberikan kesempatan kepada dokter untuk memeriksa fisik dan mental
3. mematuhi nasihat dokter
4. mematuhi cara-cara pengobatan
5. mematuhi syarat-syarat pengobatan
Sedangkan hak dan kewajiban dokter yaitu :
a. Hak
1. mendapatkan informasi yang benar
2. melakukan pemeriksaan fisik dan mental
3. menegakkan diagnosis
4. menyusun prognosis
5. memberi terapi
b. Kewajiban
1. menghormati hak pasien
2. menjaga rahasia pasien
3. memberikan informasi yang berkaitan dgn tindakan medis tertentu
4. meminta persetujuan gterhadap tindakan medis tertentu
5. membuat dan memelihara rekam medis
Seorang dokter haruslah mempunyai kemampuan komunikasi yang baik. Dengan komunikasi
yang baik, hubungan dokter dengan pasien akan terjalin dengan baik pula. Dokter harus
mempunyai komunikasi yang baik, agar pasien dapat menerima pesan yang dimaksud oleh
dokter secara baik. Pesan yang diterima pasien juga dapat dibedakan menjadi 3:
-Secara sengaja/tidak sengaja
Sengaja = Dokter bermaksud begitu
Tidak sengaja= Dokter tidak bermaksud begitu
-Secara sadar/tidak sadar
Kita bisa mengirim/menerima pesan secara sadar, tapi mungkin tanpa kita sadari.
-Secara benar/menyimpang
Pesan yang diterima pasien bisa sesuai dengan maksud dokter, tetapi bisa juga
menyimpang dari maksud dokter.
Oleh karena itu, setiap pesan yang telah kita sampaikan haruslah kita klarifikasi kembali
dengan pasien apakah ia mengerti apa tidak. Hal ini bertujuan agar pesan yang dikirimkan
dokter diterima oleh pasien dengan baik
Pasien dan dokter harus berkomunikasi secara efektif. Komunikasi yang efektif yaitu
komunikasi yang terdiri atas :
1. Komunikasi 2 arah: menjadi pembicara dan juga pendengar
2. Bahasa penerimaan: memahami dan menerima apa adanya
3. Pendengar yang aktif
4. Komunikasi dewasa dan dewasa (saling menghargai, tidak otoriter, tidak mengatur)
5. Caranya: wawancara yang efektif
6. Tujuannya: mendapatkan informasi dan data, dan menyampaikan informasi dan terapi.
Selain itu, terdapat juga Komunikasi Konseling dan Terapeutik. Komunikasi konseling dan
terapeutik didefinisikan sebagai komunikasi yang dapat membuat orang lain merasa tertolong
dan lebih baik, terdorong untuk berbicara, mengekspresikan perasaan-perasaan, memiliki
harga diri, mengurangi rasa takut/terancam sehingga merangsang pertumbuhan dan
perubahan yang membangun. Bahasa yang dikomunikasikan dan diperlihatkan baik dalam
bentuk verbal dan non-verbal.
Di dalam komunikasi antara dokter dan pasien, harus didasari rasa empati. Karena empati
adalah kunci komunikasi yang baik. Komunikasi terbagi atas 2 yaitu:
a. Komunikasi Verbal
adalah proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa,
baik lisan maupun tulisan. Di dalam komunikasi verbal diperlukan mendengar aktif, terampil
berdialog, refleksi, assertive, persuasi, memahami perasaan, mengendalikan emosi, dan
empati.
1. Mendengar aktif ( dengar, perhatian, tanggap, rumuskan, bertanya, tahu pokok
permasalahan)
2. Komunikasi secara satu arah dan dua arah. Komunikasi dua arah terjadi apabila
pengirim pesan dan penerima pesan perannya saling bergantian, sedangkan
komunikasi satu arah tidak berganti peran
3. Refleksi yang didengar. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaanya. Dalam hal ini kita berikan
kesempatan kepada pasien untuk berbicara mengenai pemikiran yang ia miliki.
4. Assertive. Kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan
pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain. Seorang dokter
harus dapat memberikan suatu alternatif yang lain, tetapi juga tidak lupa untuk
mengormati dan menghargai pasiennya.
5. Persuasi. Dengan kata halus dan tegas mengajak seseorang melakukan sesuatu,
hal membujuk, menanamkan kepercayaan. Sebagai dokter kita harus memiliki
sikap persuasi agar pasien kita dapat lebih nyaman dan dapat menerima suatu
tindakan.
b. Komunikasi Non Verbal
adalah komunikasi proses komunikasi yang menggunakan simbol-sombol atau komunikasi
non lisan. Komunikasi jenis ini tidak menggunakan kata-kata, hanya berupa gerak tubuh,
ekspresi muka, kontak mata, pakaian, gaya rambut, simbol dan paralinguistik.
1. Gesture. Gerakan isyarat tubuh meliputi gerakan tubuh, gerakan mata, cara
menatap, ekspresi wajah, dll.
2. Posisi. Posisi yang dilakukan saar berkomunikasi dapat berhadapan, dapat
menyimpang, membentuk siku. Janganlah berkomunikasi dengan jarak yang
terlalu dekat maupun terlalu jauh. Berikanlah jarak yang sesuai agar komunikasi
dapat berjalan secara lancar dan nyaman
3. Posture. Sikap tubuh yang terlihat dapat menunjukan suatu pandangan tersendiri
bagi pasien, misalnya seorang dokter haruslah memberikan pembawaan yang
santai dan berwibawa, sehingga pasien akan merasa nyaman.
4. Paralinguistik. Perhatikanlah hembusan nafas, perubahan tinggi nada, perubahan
keras suara, kelancaran suara, dll. Penting untuk menyesuaikan perubahan ini
sesuai dengan kondisi dan situasi yang sedang berlangsung.
Hambatan komunikasi
Dalam melakukan komunikasi sehari-hari tentunya akan ada hambatan yang muncul.
Untuk itulah dokter harus bersikap proaktif. Hambatan yang dialami oleh dokter adalah pasien
tidak mendengar apa yang disampaikan oleh dokter. Pasien juga tidak mengerti maksud dari
pesan yang disampaikan oleh dokter. Oleh karena itu, sebagai dokter yang baik, kita harus
mengklarifikasi pesan-pesan yang kita sampaikan. Kita juga harus memiliki kemampuan
komunikasi yang efektif, dengan menyampaikan pesan secara verbal dan non verbal harus
sejalan, agar pasien mengerti apa maksud yang ingin kita sampaikan. Terkadang pasien juga
tidak setuju atas saran dan nasehat dari dokter. Untuk itu sebaiknya kita harus melakukan
pendekatan secara interpersonal kepada pasien, agar pasien mengerti apa kelebihan dan
kekuarangan dari suatu masalah yang dialaminya. Dengan semikian pasien akan dapat
menyetujui dengan alasan yang benar. Perbedaan budaya juga merupakan salah satu hambatan
yang besar bagi seorang dokter. Oleh karena itu kita harus mempunyai kemampuan komunikasi
secara empati, yaitu komunikasi melalui upaya dalam mengerti, menghayati dan menempatkan
diri kita di tempat orang lain berdasarkan identitas, perilaku, keinginan, perasaan, dan pikiran.
Dalam skenario A, salah satu kendala yang dihadapi adalah komunikasi. Pasien stop
minum obat karena bosan. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya komunikasi yang efektif antara
dokter dan pasien. Komunikasi yang efektif akan meningkatkan kepercayaan pasien kepada
dokter. Komunikasi yang efektif juga akan dapat membantu menyampaikan pesan-pesan dokter
sesuai dengan pesan-pesan yang diterima oleh pasien. Oleh karena itu pesan-pesan verbal yang
disampaikan harus sejalan dengan pesan-pesan non verbal. Hambatan komunikasi juga
mempengaruhi sikap pasien. Pasien mungkin tidak mendengar akibat-akibat yang akan ia
peroleh, ataupun pasien tidak menyetujui pengobatan yang diberikan oleh dokter.
Informasi yang efektif
Secara Etimologi, informasi berasal dari bahasa Perancis kuno informacion (tahun 1387) yang
diambil dari bahasa Latin informationem yang berarti “garis besar, konsep, ide”. Informasi
merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam “pengetahuan yang
dikomunikasikan”. Informasi juga dapat diartikan sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk
yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Faktor yang mempengaruhi
informasi efektif adalah ethos. Ethos tediri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuatan. Kredibilitas
terdiri dua unsur, yaitu expertise dan trustworthiness. Expertise adalah orang yang ahli dalam
suatu bidangnya, sedangkan trustworthines berhubungan dengan kepercayaan. Kredibilitas
berhubungan dengan prior ethos dan intrinsic ethos. Prior ethos dilihat dari diri seseorang
sebelum menampilkan sesuatu, sedangkan intrsic ethos melihat dari dalam diri seseorang dalam
menyampaikan komunikasinya. Faktor situasional yang mempengaruhi atraksi, yaitu daya tarik
fisik dan kesamaan antara orang yang berbicara dengan orang-orang yang diajak berbicara. Lima
jenis kekuasaan menurut Raven (1974):
1.Koersif (berdasarkan jabatan yang diperoleh)
2.Keahlian (ahli sesuai dalam bidangnya)
3.Informasional (memberitahu sesuatu hal yang baru)
4. Rujukan (berdasarkan peraturan yang ada)
5.Legal (sesuai dengan undang-undang yang berlaku)
Pengaruh sosial dalam informasi:
1.Internalisasi (mengambil sesuatu dari luar, masuk dalam diri kita, dan kita
memahaminya)
2.Identifikasi (mengidentifikasi diri kita apakah sesuai dengan informasi yang diterima)
3.Ketundukan/compliance (melakukan apa yang telah disampaikan)
Dokter adalah profesional yang berurusan dengan manusia, maka kita harus memberikan
pelayanan profesional yang memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar. Setiap pasien
ingin didengarkan, diperhatikan dan dihargai. Oleh karena itu hendaklah kita sebagai dokter
memberikan informasi yang efektif kepada pasien. Informasi yang efektif akan dapat
menciptakan hubungan yang baik antara dokter dengan pasien. Pasien puas akan informasi yang
telah disampaikan. Resiko dalam malpraktek pun semakin kecil. Kita harus berbicara secara baik
agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pasien. Sedangkan pasien
harus mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan oleh dokter, agar dapat mengerti
maksud-maksud yang ingin disampaikan oleh dokter. Agar informasi menjadi efektif hendaklah
kita sebagai dokter menyampaikan suatu informasi secara singkat. Singkat dalam arti jangan
bertele-tele, langsung kepada poin-poin permasalahan yang ada. Kemudian hendaklah dokter
menyampaikan informasi menggunakan bahasa yang sederhana, jangan menggunakan bahasa
latin, karena pasien nanti tidak akan mengerti informasi yang dimaksud. Dokter juga harus
memperhatikan suara, ekspresi wajah, kontak mata, dan emosi. Suara dokter harus jelas, ekspresi
wajah menunjukan sikap yang simpatik. Melakukan tatap mata pasien, dan juga mengendalikan
emosi yang dimiliki. Dokter akan mengatasi pasien-pasien yang berbeda-beda, oleh karena itu
dokter harus mengendalikan emosinya dengan baik. Dalam skenario A seorang dokter mungkin
kurang memberikan informasi secara efektif, sehingga pasien menjadi bosan minum obat dan
tidak patuh pada pengobatan-pengobatan yang ada. Kurangnya informasi yang efektif dapat
mengurangi tingkat kepatuhan pasien dalam menjalan pengobatan. Informasi yang disampaikan
harus sejelas mungkin, agar pasien mengerti apa dari resiko yang ia peroleh apabila tidak
menjalani pengobatan dengan teratur. Informasi yang kurang efektif biasanya akan
mempengaruhi pertimbangan seseorang dalam melaksanakan suatu hal.
Perilaku sehat
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, dan penjagaaan
kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi2. Lima perilaku sehat:
1.Pencegahan. Segala tindakan yang direkomendasikan dilakukan secara sukarela oleh
seseorang yang percaya dirinya sehat dan bermaksud untuk mencegah penyakit atau
ketidakmampuan atau untuk mendeteksi penyakit yang tidak tampak nyata
(asimptomatik). Pencegahan dapat dibedakan secara primer dan secara sekunder.
Pencegahan secara primer berlangsung dengan cara mengurangi atau menghilangkan
faktor resiko. Pencegahan sekunder dengan cara mendeteksi gejala asimptomatik dari
penyakit pada fase awal, contohnya melakukan pemeriksaan jantung. Pencegahan dapat
terjadi secara medis dan non medis. Pencegahan secara medis misalnya imunisasi,
sedangkan pencegahan non medis misalnya menggunakan sabuk pengaman.
2.Perlindungan. Tindakan yang dilakukan seseorang untuk melindungi, meningkatkan,
dan menjaga kesehatan. Tindakan ini dapat berupa tindakan medis maupun non medis.
Contohnya berdoa, minum vitamin, dll.
3.Perilaku sebelum sakit. Tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak yakin akan
kondisi fisiknya. Individu ingin memperjelas arti kondisinya kemudian menentukan
apakah mereka sehat atau tidak. Individu juga bertanya apa yang akan ia lakukan kalau
sakit. Contohnya adalah datang ke dokter.
4.Perilaku saat sakit. Tindakan yang dilakukan oleh orang yang sakit, baik yang
dilakukan oleh orang lain atau dirinya sendiri. Contohnya adalah kontrol ke dokter.
5.Kondisi sosial. Tindakan yang dilakukan oleh lingkungan sosial agar kesehatan tetap
terjamin. Contohnya adalah pendidikan kesehatan, kompetensi profesional dokter, dll.
Perilaku sehat itu berubah karena ada konsekuensinya. Tiga konsekuensi yang berperan:
1.Reinforcement (peningkatan). Melakukan suatu hal yang membawa kesenangan dan
kepuasan, kemudian diulangi agar mendapatkan kepuasaan lagi. Ada 2 reinforcement
yaitu postive reinforcement ( anak kecil mau sikat gigi karena mendapatkan koin), dan
negative reiforcement (anda makan paracetamol supaya sakit kepala hilang).
2. Extinction (peniadaan), berupaya untuk konsisten, mengganti. Jika konsekuensi yang
mempertahankan perilaku sehat dihilangkan maka akan melemahnya respon. Peniadaan
terjadi ketika tidak ada stimuli yang mempertahankan perilaku sehat. Contohnya, anak
kecil yang mau gosok gigi karena uang, bisa tetap melakukan perilaku sehatnya karena
pujian orang tua karena giginya bagus.
3.Punishment (hukuman), hukuman harus konsisten, apabila tidak konsisten perilaku sulit
diubah. Jika perilaku yang dilakukan membawa konsekuensi yang tidak menyenangkan,
cenderung ditekan. Pembelajaran bisa dilakukan karena mengobservasi perilaku orang
lain. Konsekuensi yang diterima model, mempengaruhi perilaku observer. Contoh,
remaja yang melihat individu merokok dengan nikmat/mendapat perhatian sosial maka
remaja itu terdorong untuk merokok juga, namun sebaliknya jika perokok mendapatkan
hukuman, maka dorongan merokokmya tidak ada.
Tingkatan perubahan perilaku:
1.Prekontemplasi: Belum ada niat perubahan perilaku
2.Kontemplasi: Individu sabar adanya masalah dan secara serius ingin merubah
perilakunya menjadi lebih sehat, tetapi belum siap berkomitmen untuk bertindak.
3.Persiapan. Individu siap untuk berubah dan mengejar tujuannya. Ia duluh pernah
melakukan suatu perubahan tetapi mungkin ia masih gagal.
4.Tindakan. Individu sudah melakukan perilaku sehat sekurangnya 6 bulan dari sejak
mulai usaha memberlakukan perilaku sehat
5.Pemeliharaan. Individu berusaha untuk mempertahankan perilaku sehat yang telah
dilakukan, yang mungkin berlangsung lama, dan akan ditinjau kembali.
Kepribadian
Kepribadian (personality) merupakan segala tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang/individu
sebagai perpaduan yang timbul dari dalam dirinya (internal) dan lingkungan (eksternal) sehingga
menjadi satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu tersebut.(4)
Faktor-faktor pembentuk kepribadian seseorang, dalam hal ini pada kasus pasien yang batuk
berdarah adalah sebagai berikut.
Faktor keturunan
Faktor keturunan (biologis) berpengaruh langsung dalam pembentukan kepribadian
seseorang. Beberapa faktor biologis yang penting seperti sistem syaraf, watak, seksual
dan kelainan biologis, seperti penyakit-penyakit tertentu (pasien batuk berdarah).
Faktor lingkungan fisik (geografis)
Meliputi iklim dan bentuk muka bumi atau topografi setempat, serta sumber-sumber
alam, Faktor lingkungan fisik (geografis) ini mempengaruhi lahirnya budaya yang
berbeda pada masing-masing masyarakat.
Faktor lingkungan sosial
1) Faktor keluarga, dimulai sejak bayi yaitu berhubungan dengan orangtua
dan saudaranya.
2) Lingkungan masyarakat yang beraneka ragam. Suatu warna yang harus
ditegaskan dapat saja dianggap tidak perlu oleh anggota masyarakat
lainnya.
Faktor kebudayaan yang berbeda-beda
Perbedaan kebudayan yang berbeda-beda. Perbedaan kebudayaan dalam setiap
masyarakat dapat mempengaruhi kepribadian seseorang misalnya kebudayaan di daerah
pantai, pegunungan, kebudayaan petani, kebudayaan kota.
Kebudayaan dan Pengaruhnya terhadap kepribadian.
Ciri-ciri dan unsur-unsur kepribadian seseorang individu dewasa sebenarnya sudah tertanam ke
dalam jiwa seseorang anak sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi.
Stuktur kepribadian
id : bahan dasar dari pembentukan psikis dan yang lain.
ego: lapisan psikis yang berhubungan langsung dengan dunia luar
superego : akibat dari ego yang terbentuk.
Kepribadian juga dipengaruhi oleh kecerdasan emosional. Komponen kecerdasan emosional
adalah kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri, empati, dan hubungan sosial. Dalam
skenario ini, pasien kurang memiliki kesadaran diri dan motivasi yang baik. Kurangnya
kesadaran akan kesehatan menjadi salah satu masalah yang cukup penting. Oleh karena itu, ia
harus sadar dan memiliki motivasi untuk menjalani suat perubahan. Ego pasien ini cenderung
masih dikuasai oleh kontak dengan dunia luar yang kurang baik. Karakter/watak yang ia miliki,
dipengaruhi dan terbentuk oleh lingkungan sekitar dia yang terbiasa merokok, atau pendidikan
akan kesehatan yang kurang. Oleh karena itu tidak ada suatu motivasi dan niat untuk merubah
kepribadiannya.
Komponen kecerdasan emosional :
kesadaran diri: kemampuan mengenali diri sendiri
mengelola emosi : kemampuan menangani perasaan diri sendiri
motivasi diri : suatu energi dalam diri seseorang yang dapat menolong seseorang
melakukan sesuatu.
empati : kemampuan untuk mampu merasakan perasaan orang lain.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam kasus seperti ini, kita sebagai dokter harus bisa menerapkan konsep-
konsep komunikasi dan empati maupun ilmu perilaku secara efektif karena pasien yang
kita hadapi nantinya maupun dalam diskusi PBL ini memiliki perilaku maupun
kepribadian yang berbeda. Kita harus mengidentifikasi apa yang diinginkan seorang
pasien terhadap kinerja kerja kita. Kita pun harus mengetahui apakah pasien yang kita
tangani ini sudah memahami dan mengerti informasi yang kita berikan dalam hal proses
peyembuhan penyakitnya ke depan. Bukan itu saja, kita juga harus mengontrol pola
hidup pasien tersebut karena kepribadian dari si pasien tidak menentu. Dalam hal
konsultasi pun, pasien harus menceritakan keluhan-keluhan dari penyakitnya secara jelas
supaya ketika kita mendiagnosis penyakitnya, tidak bertentangan dengan kondisi si
pasien. Dengan kata lain, harus ada hubungan timbal balik antara pasien dan dokter.
Pada intinya, komunikasi yang dilakukan oleh dokter dan pasien harus lancar sehingga
informasi yang diberikan efektif, serta dalam memberikan infomasi kita harus
mengetahui terlebih dahulu kepribadian pasien dan pola perilaku kesehatannya supaya
tidak terjadi misrepresentasi. Apalagi dalam kasus yang kita bahas sekarang ini,
pasiennya merasa bosan karena jangka waktu pengobatan yang lama. Semoga makalah
ini bisa menjadi pedoman bagi siapa saja terkhususnya mahasiswa kedokteran.