Makalah Diskusi Kelompok Pemicu 2.docx
-
Upload
dewiandrianikhanajmi -
Category
Documents
-
view
35 -
download
10
Transcript of Makalah Diskusi Kelompok Pemicu 2.docx
Makalah Diskusi Kelompok Pemicu 2
Diagnosa Keperawatan
Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Titik Erawati 11141040000002
Sitta Diana S 11141040000003
Dewi Andriani 11141040000007
Nidaan Khofiyah 11141040000013
Nazilatul Habibah 11141040000020
Mufti Akbar 11141040000023
Anis Sanjaya 11141040000025
Ratna Farhana 11141040000033
Yoyoh Rokayah 11141040000034
Dita Retno W 11141040000041
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
NOVEMBER/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai
DIAGNOSA KEPERAWATAN tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk melengkapi tugas diskusi kelompok
pemicu 2 modul Fundamental Of Nursing 3
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang
bersifat membangun.
Jakarta, November 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2
Intoleransi Aktivitas........................................................................................................2
Inkontinensia Urin..........................................................................................................6
Malnutrisi.......................................................................................................................8
HIPERTENSI..................................................................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (NANDA, 1990). Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat perawat. Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah. Melalui identifikasi, dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan. Di samping itu, dengan menentukan atau menyelidiki etiologi masalah, akan dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala dan penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan gejala, akan memperkuat masalah yang ada.
Dokumentasi keperawatan merupakan catatan tentang penilaian klinis dari respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan baik aktual maupun potensial.
1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah
ini diantaranya:
1. Apa saja pengkajian sesuai pemicu?
2. Bagaimana diagnosa yang sesuai pemicu?
3. Bagaimana patofisiologi pada kasus di pemicu?
1.3 Tujuan PenulisanDalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis
yaitu:
1. Untuk mengetahui pengkajian sesuai pemicu
2. Untuk mengetahui diagnosa yang sesuai pemicu
3. Untuk mengetahui patofisiologi pada kasus di pemicu
1
BAB II PEMBAHASAN
Intoleransi Aktivitas
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. (Amrizal, 2005). Kelelahan dibedakan berdasarkan 3 bagian, yaitu:1. Berdasarkan proses dalam otot yng terdiri dari:
a. Kelelahan otot, menurut Wignjoesoebroto (2000) disebabkan munculnya
gejala kesakitan yang amat sangat ketika melakukan beban.
b. Kelelahan umum, meurut Grandjean (1985) ialah proses yang menyebar
yang disertai dengan adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada
setiap aktivitas.
2. Berdasarkan waktu terjadinya lelah:
a. Kelelahan akut, disebabkan oleh kerja suatu organ yang berlebihan
b. Kelelahan kronis, terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari,
berkepanjangan dan bahkan sebelum memulai pekerjaan.
3. Berdasarkan penyebabnya:
a. Faktor fisik dan psikoogis
b. Faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam
darah, dan faktor psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stres
emosional yang berkepanjangan
Faktor yang menyebabkan kelelahan
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah dimana produk-produk sisa ini bersifat dapat membatasi kelangsungan aktivitas otot. Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai fktor penyebab dan mendatangkan ketegangan yang dialami tubuh manusia (Wignjososoebroto, 2000)
Menurut sama’mur (1994), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan ada dua yaitu, faktor internal, antara lainfaktor somatis,
2
izi, jenis kelammin, usia, pengetahuan dan sikap. Serta faktor eksternal, antara lain keadaan lingkungan, faktor kimia, faktor biologi, suhu.
Mekanisme Terjadinya LelahMakanan yang mengandung glikogen mengalir dalam tubuh melalui
peredaran darah. Setiap kontraksi otot selalu diikuti reaksi kimia yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas, dan asam laktat. Dalam tubuh dikenal fase pemulihan yaitu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen dengan oksigen dari pernapasan. Pada dasarnya kelelahan timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan.
Terdapat tiga timbulnya kelelahan fisik, yaitu:Pertama, oksidase glukosa dalam otot menimbulkan karbon dioksida, dan
lain-lain, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernapas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu.
Kedua, karbohidrat yang didapat dari mekanan diubah menajadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glukogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan membawa 1 mm glukosa berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1 % dari sejumlah glikogen.
Ketiga, dalam keadaan normal, jumlah udara yang masuk melalui pernapasan kira-kira 4 lt/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara kira-kira 15 lt/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernapasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal itu terjadi maka kelelahan akan timbul karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mrngurangi asam laktat menjadi H2O dan CO2 agar dikeluarkan dari tubuh menjadi tidak seimbang denngan pembentukan asam laktat itu (asam laktat terakumulasi dalam otot atau peredaran darah).
No. Data Masalah Etiologi
1 Ds = Pasien mengeluh cepat lelah Inteoleransi aktivitasIstirahat burukMerasa lemah
3
No. DiagnosaTujuan dan kriteria hasil
( NOC )Intervensi ( NIC )
1 Intolenransi aktivitas
b.dIstirahat burukMerasa lelah
Data – data paasienPasien mengeluh cepat lelah
Tujuan : setelah dilakukan aspep selama
Dapat melakukan aktivitas secara rutin
Dapat melakukan aktivitas fisik
Daya tahan/ melakukan otot normal
Level oksigen darah dengan aktivitas normal
Kembalinya energi setelah istirahat
Tidak mudah lelah
Energy Management Observasi adanya
pembatasan pasien dalam melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Memonitor nutriis dan sumber energi yang adekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fiisk
Monitor pola tidur dan lamanya tidur / istirahat
Activity therapy Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentivikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu klien/ keluarga untuk mengidentivikasi kekurangan dalam aktivitas
Memotitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
4
DX TUJUAN DAN KRETERIA HASIL
INTERVENSI
INSOMNIA NOC :-Personal kesehatan fisik
membaik- Kemampuan Relaksasi
-Sleep-Dapat mengatur dan
mengobservasi jam tidur
-Pola tidur normal-kualitas tidur membaik
-gangguan (Keluhan)teratasi
KRETERIA HASIL- Kualitas tidur
membaik
Moodmanagement-monitor self care ability (food,fluid,intake, elimination)-monitor status fisik-bantu pasien untuk identifikasi disfungsional mood
Sleep-Kaji pola tidur dan pola aktivitas-Jelaskan pasien tentang pentingnya adekuat sleep selama sakit.-Monitor catat pola tidur dan jam tidur-Obstruksi airway/ketidaknyamaan dan frekuensi urine-Instruksikan pasien untuk memonitor pola tidur-Monitor pola makan dan pola tidur minum yang berhubungan dengan gangguan tidur-Mengajurkan meningkatkan jam tidur di malam hari-Energi management-Pilih intervensi untuk kelelahan yang rendah menggunakan kombinasi (Pharmalology dan nonfarmakologi)-Monitor nutrisional intake untuk meyakinkan adekuat
5
sumber energy.-anjurkan untuk pengorganisasian aktivitas dan time management-Mencegah kelelahan-Monitor Pasien (Nadi, RR)
Inkontinensia UrinPenyebab inkontinensia urin
Inkontinensia urin biasanya diklasifikasikan sebagai inkontinensia stress,
urgensi, inkontinensia overflow, inkontinensia fungsional. Inkontinensia stress
dimana urin keluar ketika tekanan intra abdominal meningkat seperti pada batuk,
bersin, tertawa, atau latihan. Ini disebabkan karena melemahnya otot dasar
panggul. Inkontinensia urgensi merupakan akibat ketidakmampuan untuk
berkemih begitu sensasi untuk berkemih muncul. Ini bisa diakibatkan karena
aktifitas otot kemih meningkat dan adanya masalah neurologic. Inkontinensia
overflow atau aliran berlebihan terjadi jika pengisian kandung kemih melebihi
kapasitas kandung kemih dan sebagian urin terlepas secara tidak terkontrol. Ini
disebabkan oleh sumbatan seperti hipertropi prostat, akibat factor saraf (pada
diabetes) atau obat-obatan. Inkontinensia fungsional yang merupakan
inkontinensia tanpa gangguan pada sistem saluran kemih akibat dari dimensi
berat, gangguan musculoskeletal, imobilisasi dan lingkungan yang idak
mendukung.
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan
fisiologi juga dipengaruhi oleh factor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada
tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh refleks yang berpusat di
pusat berkemih di sacrum. Jalur aferen membawainformasi mengenahi volume
kandung kemih di medulla spinalis.
6
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih
melalui penghambatan kerja saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung
kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersarafi
otot dasar panggul.
Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis
yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung
kemih berkurang. Jika korteks serebri menekan pusat penghambatan, akan
merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini
dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia
urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi
kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung
kemih akan menimbulkan inkontinensia.
ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGIDS: Klien mengeluh
sering mengompol saat tertawa geli/ terbahak atau ketika batuk/bersin
Klien mengatakan mengkonsumsi obat hipertensi (diuretic)
DO: Tonus otot jelek
Inkontinensia urine tipe stress
Definisi:Kebocoran mendadak urine akibat aktivitas yang meningkat dan penekanan terhadap abdomen
Penurunan fungsi sphincter internal
Kelemahan otot pelvis
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA NOC NICInkontinensia urine stress b/d penurunan fungsi sphincter internal
Menahan berkemih
Tujuan:
Latihan otot pelvic Menentukan
kemampuan untuk
7
Kelemahan otot pelvis ditandai dengan pasien mengeluh sering mengompol saat batuk, bersin, dan kekuatan tonus otot jelek
Setelah dilakukan perawatan diharapkan pasien dapat menahan berkemih atau tidak mengompol
Kriteria hasil:Kontinensia urine / dapat menahan berkemih
menahan refleks berkemih
Intruksikan klien untuk menegangkan lalu merelaksasikan otot uretra untuk mencegah mengompol
Intruksikan klien untuk mengidentifikasikan otot sphincter dengan jari di vagina dan menjepitnya.
MalnutrisiMalnutrisi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan
kurang nutrisi, terutama energi dan protein. Malnutrisi energi protein (MEP)
merupakan keadaan tidak cukupnya masukan protein dan kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh atau dikenal dengan nama marasmus dan kwashiorkor. Kwashiorkor
disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas,
sedangkan marasmus disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein.
Terjadinya kwashiorkor dapat diawali oleh faktor makanan yang kadar
proteinnya kurang dari kebutuhan tubuh sehingga akan kekurangan asam amino
esensial dalam serum yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perbaikan sel.
Kemudian produksi albumin dalam hati pun berkurang, sehingga berbagai
kemungkinan terjadi hipoproteinemia yang dapat menyebabkan edema dan
akhirnya menyebabkan asites, gangguan mata, kulit, dan lain-lain. Penyakit
kwashiorkor umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan sosial-ekonomi
yang rendah karena tidak mampu membeli bahan makanan yang mengandung
protein hewani (seperti daging, telur, hati, susu, dsb.). Sebenarnya protein nabati
yang terdapat pada kedelai, kacang-kacangan juga dapat menghindarkan
kekurangan protein tersebut apabila diberikan, tetapi karena kurangnya
pengetahuan orang tua, anak menderita defisiensi protein ini. Kwashiorkor
8
biasanya dijumpai pada anak dengan golongan umur tertentu, yaitu bayi pada
masa disapih dan anak prasekolah (balita), karena pada umur ini relatif
memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Walaupun
defisiensi protein menjadi penyebab utama penyakit ini, namun selalu disertai
defisiensi berbagai nutrient lainnya. Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan
metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati.
Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta hingga transport lemak
dari hati ke depot lemak juga terganggu dan terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
Dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
9
Ketidakseimbangan nutrisi yang berhungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi/anoveksi
NOC :Status nutrisi,makanan,intake cairan, dan pengontrolan BB
Kriteria Hasil : Adanya peningkatan
BB sesuai tujuan BB ideal sesuai TB Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tanda-tanda malnutrisi berkurang
Tidak ada penurunan BB yang berarti
NIC :Mananjemen Nutrisi Kaji adanya alergi
makanan Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk mengkaji jumlah kalori & nutrisi yang dibutuhkan
Anjurkan pasien untuk meningkatkan Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein & Vit-C
Monitor jumah nutrisi & kandungan kalori
Memberi informasi dengan kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Memonitori Nutrisi Monitor adanya
kekurangan gizi Monitor tipe &
jumlah aktivitas yang dilakukan pasien
Monitor rambut pasien apakah kusam,rontok & patah
Monitor perkembangan
Monitor kalori & intake nutrisi
Catat apakah terjadi edema,hipofolemik, & hipertonik
10
HIPERTENSIPengaturan tekanan arteri meliputi kontrol sisitem saraf yang kompleks
dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam memengaruhi curah
jantung dan tahanan vaskular perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan
darah adalah refleks beroreseptor. Curah jantung ditentukan oleh volume sekucup
dan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila
diameternya menurun (vasokontriksi), tahanan perifer menigkat. Bila
diameternnya meningkta (vasodilatasi) tahanan perifer akan menurun.
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroresptor pada sinus
karotis dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf simpatis
di medula oblongata. Impuls tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf
simpatis. Bila tekanan arteri meninhkat maka ujung-ujung baroreseptor akan
teregang dan memberikan respons terhadap penghambat pusat simpatis dengan
respons terjadinya pusat akselerasi gerak jantung dihambat. Sebaliknya, hal ini
akan menstimulasi pusat penghambat penggerak jantung yang bermanifestasi pada
penurunan curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi beroreseptor adalah
dihambatanya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi. Gabungan
vasodilatasi dan penurunan curah jantung akan menyebabakan terjadinya
penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pada saat tekanan darah turun, maka
respons reaksi cepat untuk melakukan proses homeostasis tekanan darah supaya
berada dalam kisaran normal.
Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya
peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal. Renin yang dilepaskan oleh ginjal
ketika aliran darah ke ginjal menurun akan mengakibatkan terbentuknya
angiostesin I, yang akan berubah menjadi angiotensin II. Angiostesin II
meningkatkan tekanan darah dengan mengakibtkan kontraksi langsung arteripl
sehingga terjadi peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara tidk langsung
juga merangsang pelepasan aldosteron, sehingga terjadi retensi natrium dan air
dalam ginjal serta mnestimulasi perasaan haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah
pelepasan eritropoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah.
11
Manifestasi dari ginjal secara keseluruhan akan menyebabkan peningkatan
volume darah dan peningkatan tekanan darah secara simultan.
MEKANISME PEMBENTUKAN KARDIOMEGALI
Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan kontruksi arteriol
tahanan perifer total meningkat dan tekanan artri rata-rata juga meningkat. Dalam
menghadapi gangguan menetap, curah jantung harus ditingkatkan untuk
mempertahankan keseimbanagan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi
tehanan, sehingga pemberian oksigen dan nutrien ke sel serta pembuangan produk
sampah sel tetap terpelihara. Untuk lebih cepat, juga meningkatkan volume
sekucup dengan cara membuat vasokonstriksi selektif pada organ perifer.
Sehingga darah kembali ke jantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi
kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level yang lebih tinggi dan akan
merespons meskipun level yang baru tersebut sebenarnya normal.
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi, namun proses
adaptif tersebut membuka jalan dengan memberikan pembenanan pada jantung.
Pada saat yang sama, terjadilah perubahan degeneratif pada arteriol yang
menanggung tekanan darah tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut terjadi
dalam seluruh organ tubuh, termasuk jantung akibat berkurangnya pasokan darah
ke miokardium. Untuk memompa darah, jantung harus bekerja keras guna
mengatasi tekanan balik muara aorta. Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri
mengalami hipertrofi atau membesar. Terjadilah dilatasi dan pembesaran jantung.
Kedua perubahan struktural tersebut bersifat adaftif, keduanya meningkat isi
sekunsup jantung. Pada saat istirahat, respons kompensasi tersebut mungkin
memadai, namun dalam keadaan pembebanan jantung tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh, orang tersebut menjadi cepat lelah dan napasnya pendek.
12
BAB III PENUTUP
3.1 KesimpulanDari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa intoleransi aktivitas,
inkontenensia urine, insomnia, hipertensi, malnutrisi harus diberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan diagnosis keperawatan yang terjadi selanjutnya,
melakukan rencana yang didapatkan dari tujuan dan kriteria hasil serta
intervensinya. Dengan melihat patofisiologinya maka, rencana asuhan
keperawatan dapat diimplementasikan yang kemudian akan dievaluasi. Sebelum
melakukan diagnosis keperawatan, kita harus melakukan analisa data yang terdiri
dari data subjektif, data objektif, masalah, dan etilogi yang berhubungan sehingga
didapatkan prioritas untuk diagnosa keperawatannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amrizal, Arief. 2005. Pengaruh Kerja Terhadap Kinerja Mahasiswa Praktek Engine Sepeda Motor di Fakultas Teknik Universitas Padang Program Ilmu Kesehatan Kerja Sekolah Pasca Sarjana. Sains Kesehatan, Vol 18 No. 13
Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Miller, Carol A. (2009). Nursing for wellness in older adults: theory and practice. 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins
Parker, K. F. (2007). The management of urinary inkontinence. Diakses dari http://www.drugstopics.com pada tanggal 21 November 2015
Sama’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung
Tarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
14