MAKALAH DIC.doc

44
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Dosen Pengampu: Ns. Supadi, M.kep, Sp.MB Disusun Oleh: 1. Arum Rahmawati (P17420213044) 7. Ridi Anti (P17420213060) 2. Daryl Farahi Kurniawan (P17420213046) 8. Siti Faridatul A. (P17420213065) 3. Desti Dwi Aryanti (P17420213048) 9. Siti Hadiijah (P17420213066) 4. Ipuk Yayuk Yuliyana (P17420213054) 10. Ulukhatun Nisa (P17420213073) 5. Isnani Angkas Wati (P17420213056) 11. Yunitta Muassas S. ( P17420213077) 6. Karina Meydiana R.P (P17420213057) II B 1

Transcript of MAKALAH DIC.doc

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)Dosen Pengampu: Ns. Supadi, M.kep, Sp.MB

Disusun Oleh:

1. Arum Rahmawati

(P17420213044)7. Ridi Anti

(P17420213060)2. Daryl Farahi Kurniawan(P17420213046)8. Siti Faridatul A. (P17420213065)

3. Desti Dwi Aryanti

(P17420213048)9. Siti Hadiijah (P17420213066)4. Ipuk Yayuk Yuliyana (P17420213054)10. Ulukhatun Nisa (P17420213073)

5. Isnani Angkas Wati (P17420213056)11. Yunitta Muassas S.( P17420213077)

6. Karina Meydiana R.P (P17420213057)

II B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO2014

KATA PENGANTARPuji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrahNya makalah ini dapat diselesaikan. Adapun tujuan penyusunan makalah ini dengan judul DIC (Diseminata Intravaskular Coagulasi) untuk memenuhi tugas dari dosen matakuliah KMB II, khususnya tentang teori DIC (Diseminata Intravaskular Koagulasi)Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penyelesaian makalah ini:1.Dosen matakuliah KMB II Ns. Supadi, M.kep, Sp.MB2.Teman-teman kelas 2 B3.Orang tua Penulis yang senantiasa mendoakan kami dan selalu memberikan dukungan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk hasil yang lebih baik dikemudian hari. Purwokerto, 14 Oktober 2014

PenyusunDAFTAR ISI

COVER

i

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang1

B. Tujuan Umum2

C. Tujuan Khusus2

BAB II KONSEP TEORI

A. Medis

3

B. Diagnosa Keperawatan16

C. Rencana Tindakan Keperawatan17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan27

B. Saran

28

DAFTAR PUSTAKAiv

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan salah satu kedaruratan medis,karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. Tetapi tidak semua KID digolongkan dalam darurat medis,hanya KID fulminan atau akut sedang KID derajat yang terendah atau kompensasi bukan suatu keadaan darurat. Namun perlu di waspadai bahwa KID derajat rendah dapat berubah menjadi KID fulminan,sehingga memerlukan pengobatan segera.Banyak penyakit yang sudah di kenal dan sering mencetuskn KID. Akibat banyaknya penyakit yang dapat mencetuskannya gejala klinis KID menjadi sangat bervariasi pula. Hal ini juga mungkin salah satu penyabab mengapa banyak istilah yang dipakai untuk KID seperti konsumsi koagulopati,hiperfibrinolisis,defibrinasi dan sindrom trombohemoragik. Istilah yang paling akhir ini lebih menggambarkan gejala klinis karena dihubungkan dengan patofisiologis. Istilah yang paling umum diterima sekarang ini adalah KID. Trombohemoragik menggambarkan terjadinya thrombosis bersamaan dengan perdarahan. Kedua manifestasi klinik ini dapat terjadi bersamaan pada KID. Tetapi para dokter lebih sering memperhatikan perdarahan daripada akibat thrombosis padahal morbiditas dan mortalitas lebih banyak dipengaruhi thrombosis.

Keberhasilan pengobatan selain ditentukan keberhasilan mengatasi penyakit dasar yang mencetuskan KID juga ditentukan oleh akibat KID itu sendiri.Dalam makalah ini akan disajikan penanganan yang obyektif mengenai diagnosis klinis dan laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat KID,menilai respons terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.

B. Tujuan Umum

Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami tentang Koagulasi intravascular diseminata (KID)C. Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat lebih memahami tentang apa itu DIC, penanganan yang obyektif mengenai diagnosis klinis dan laboratorium,etiologi,patofisiologi,menentukan berat KID,menilai respons terhadap pengobatan,dan tatalaksana pada umumnya.

BAB II

KONSEP TEORIA. Medis

a. Definisi DICDisseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Caus)Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele) Kesimpulan : DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.

b. Mekanisme Hemostasis normalSistem pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada pembuluh darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau kerusakan tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki kebocoran tersebut secara permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap/faktor, yaitu;

1. Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya.2. Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami kerusakan.3. Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi.4. Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor pembekuan dan sistem fibrinolisis.5. Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan berhenti.

Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada dinding pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah dengan cara vasokontriksi atau vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel mengandung protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen, fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan membentuk sumbat hemostasis melalui proses: 1) adhesi (adhesion), yaitu melekat pada dinding pembuluh darah: 2) agregasi atau saling melekat di antara trombosit tersebut, yang kemudian menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor yang berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel yang rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur ekstrinsik yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan jalur instrinsik (starface-contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor jaringan, yang diekspresikan pada sel yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh darah atau monosit) berkontak dengan faktor VII aktif (a) yang bersikulasi, membentuk kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin yang stabil (fibrin ikat silang /cross-linked fibrin).Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur dan membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding pembuluh darah yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III, protein S, serta heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin. Antirombin bekerja menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa, Xia, Xa, dan Ixa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini reelatif lambat. Heparin mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT. Sedangkan protein C menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S sebagai kofaktor.Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran darah. Enxim yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan diubah menjadi plasmin dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen(atau fibrin) degradation product (FDP), sedangkan produk pemecahan fibrin ikat silang adalah D-dimer.

c. Etiologi DICKID merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan KID fulminan atau derajat rendah seperti di bawah ini:

1. Penyakit yang disertai KID fulminan

a. Bidang obstetric: emboli cairan amnion,abrupsi

b. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah,hemolisis berat,transfuse massif, leukemia M3 & M4c. Infeksi

1.Septicemia,gram negative (endotoksin),gram negative (mikro polisakarida)

2.Viremia : HIV,hepatitis,varisela,virus sitomegalo,demam dengue

3.Parasit : Malaria

4.Trauma

5.Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif

6.Luka bakar

7.Alat prosthesis : shunt leveen shunt denver,alat bantu balon aorta

8.Kelaian vascular

2.Penyakit di sertai KID derajat

1. Keganasan

2. Penyakit kardiovaskular

3. Penyakit autoimun

4. Penyakit ginjal menahun

5. Peradangan

6. Graft versus host disease

7. Penyakit hati menahun

d. Patofisiologi DICEmboli cairan amnion yang disertai KID sering mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas akut, dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu yang ditemukan KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya KID derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID fulminan.Dalam keadaan seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi KID fulminan.Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan KID derajat rendah dan sering pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15% KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai KID derajat rendah, sampai abortus komplet,namun kadang dapt menjadi fulminan.Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga terjadi KID. Akibat hemolisis,sel darah merah (SDM) melepaskan adenosine difosfat (ADP) atau membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan KID. Pada septikimia KID terjasi akibat endotoksin atau mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan factor F XII menjadi FXIIa,menginduksi pelepasan reaksi trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi F XII men F X-Xia,dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit dan semuanya ini dapat mencetuskan KID.Terakhir dilaporkan bahwa organism gram positif dapat menyebabkan KID dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mukopolisakarida menginduksi KID.

e. Gejala KlinisGejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau kronik,dan proses patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.

f.Komplikasi

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) 2. Penurunan fungsi ginjal 3. Gangguan susunan saraf pusat 4. Gangguan hati 5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan 6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia7. Purpura fulminan 8. Insufisiensi adrenal9. Lebih dari 50% mengalami kematiang.Insiden

Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:

1. Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah 2. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan3. Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat.

Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:

1. Penderita cedera kepala yang hebat2. Pria yang telah menjalani pembedahan prostat3. Terkena gigitan ular berbisa.

h.Diagnosis LaboratoriumKarena rumitnya patofisiologi KID,hasil laboratorium yang di dapat sangat bervariasi. Rumit dan sukar diinterpretasi jika patofisiologi tidak jelas dimengerti dan pemeriksaan yang dilakukan tidak cukup. Tetapi jika pemeriksaan yang diminta cukup dan interpretasi tepat akan dapat memberikan criteria diagnosis yang objektif. Saat ini banyak metode baru tersedia,untuk uji laboratorium klinis yang memudahkan pemeriksaan pasien dengan KID. Dibawah ini dijelaskan laboratorium yang objektif yang diperlukan untuk diagnosis KID,yang didasarkan atas pengetahuan patofisiologi KID.

PEMERIKSAAN HEMOSTASIS pada KID

a) Masa Protombin

Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan protrombin, VII, IX, dan X. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37C, ditambahkan reagens tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal.Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut. Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor. Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang. Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio, aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %. Pemeriksaan PT juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral. Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH (International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH (International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan.b) Partial Thrombin Time (PTT)

PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada KID fulminan karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.PTT juga memanjang pada KID Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien KID, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan KID. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien KID sama seperti pada masa protrombin.

c) Kadar Faktor Pembekuan

Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti pada pasien KID. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan pasien KID fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien KID dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.

d) FDP

Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus KID. Hasil degradasi ini akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan tromboemboli.

e) D- DimerSuatu test terbaru untuk KID adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tampaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan KID, Menunjukkan adanya D-Dimer abnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus. Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada KID. Hal ini disebabkan pada KID akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis KID. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis KID.

f) Plasmin

Pemeriksaan system fibrinolisis yang tersedia sekarang dalam laboratorium klinis yang berguna pada KID yaitu pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisi sekunder merupakan respon tubuh untuk mencegah thrombosis, dalam upaya tubuh menghindarkan kerusakan organ yang ireversibel pada pasien dengan KID. Jika terjadi gangguan system fibrinolisi, morbiditas dan mortalitas akan meningkat sebagai akibat terjadinya kerusakan organ. Aktivasi system fibrinolisis dapat dinilai dengan mengukur kadar plasminogen dan plasmin dengan teknik subtract sintesis. Masa lisis euglobulin memberikan sedikit atau kurang bermanfaat untuk menilai system fibrinolisis pada KID.

g) Trombosit

Trombositopenia khas pada KID. Jumlah trombosit bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-3000 sampai lebih dari 100000/mm3. Pada kebanyakan pasien KID trombosit yang diperiksa dalam sediaan apus dari tepi pada umumnya jumlahnya rata-rata 60.000/mm3. Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya terganggu pada KID. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran trombosit. Jadi tidak ada alasan dan tidak perlu melakukan uji fungsi trombosit pada KID. Factor 4 trombosit (PF4) dan - tromboglobulin merupakn petanda terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit, dan biasanya meningkat pada KID. Bila pada KID kadar PF4 dan -tromboglobulin meningkat dan kemudian menurun sesudah pengobatan , hal ini menunjukkan pengobatan berhasil. Meningkatnya PF4 dan - tromboglobulin pada KID selain merupakan bukti tidak langsung adanya aktivitas prokoagulan, juga bermanfaat dalam pemantauan pengobatan. Diagnosis laboratorium KID dapat dibagi dalam 4 kelompok : (1) aktifasi system prokoagulan, (2) aktivasi system fibrinolisis, (3) konsumsi penghambat,(4) kerusakan atau kegagalan organ.

1.Aktivasi system prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+ 2, fibrinopeptida A, Fibrinopeptida B, kompleks thrombin anti thrombin (TAT), dan D-Dimer. semuanya ini meningkatkan pada KID.

2.Aktivasi system fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, Plasmin dan plasmin antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada KID.

3.Konsumsi penghambat ada yang menimgkat dan ada yang menurun. Yang meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang menurun L anti thrombin 2 antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C & S.

4.Kerusakan ataau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase, kreatinin, dan menurun pH dan PaO2.

Untuk menentukan diagnosis KID berdasarkan criteria laboratorium tersebut diperlukan satu kelainan dari kelompok 1,2 dan 3, sedang kelompok 4 diperlukan 2 kalainan. Dari data tersebut diatas terlihat bahwa D-Dimer merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menentukan diagnosis KID.System skor KID didasarkan atas nilai uji laboratorium ke 4 kelompok tersebut diatas, ditambk keadaan klinis dan hemodinamik pasien. Nilai skor KID didapat dari hasil 100 di kurangi jumlah nilai seluruh kolom. Berdasarkan nilai skor maka sejak permulaan dapat ditentukan derajat beratnya KID.

Kriteria derajat berat KID :

1. Skor > 90, KID tidak mungkin

2. Skor 75-89 KID ringan

3. Skor 50- 79 KID sedang

4. Skor < 49 KID beratPemakaian system skor ini bermanfaat dalam perawatan pasien rutin untuk menilai manfaat pengobatan pada KID walaupun pencetusnya (penyakit dasarnya ) berbeda. Manfaat skor dalam menilai dan menentukan pengobatan:

1.Ada respon pengobatan.skor bertambah 10 atau lebih dalam 48 jam. KID ada perbaikan. N Pengobatan dengan anti koagulan diteruskan (Heparin atau AT III).

2.KID menetap. Kenaikan skor 9 selama 48 jam KID menetap. antikoagulan (Heparin, AT III) diteruskan.evaluasi 48 jam lagi.

3.Terapi gagal. Skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan dihentikan, demikian juga pengobatan subtitusi.

i. Penatalaksanaan

Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan kadang kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan pengobatan klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan beratnya KID juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu diperhatikan,(1) khusus:pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,(2) umum:mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.Walaupun masih controversial tetapi langkah pendekatan penatalaksanaan pada KID yang disepakati sekarang ini sebagai berikut:

1.Khusus pengobatan individu:mengatasi keadaan yang khusus dan yang mengamcam nyawa.

2.Bersifat umum:

a. Mengobati atau menghilangkan proses pencetus

b. Menghentikan proses patalogis pembekuan intravascular.

c. Terapi komponen atau substitusi

d. Menghentikan sisa fibrinolisis.Terapi Individu

Berhubung banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat penyakit maupun KID bervariasi,pengobatan kasus demi kasus perlu mendapat perhatian yang besar.Mungkin hanya dengan pendekatan pengobatan etiologi saja untuk satu pasien sudah cukup sedangpasien yang lain tidak.Atau pemberian heparin pada kasus yang stu sangat diperlukan,sebaiknya pada kasus yang lain sama sekali tidak.Jadi harus selalu dilihat pada setiap individu keuntungan dan keruggian suatu pengobatan.Pengobatan harus didasarkan atas eteologi KID,umur,keadaan hemodinamik,tempat dan beratnya pendarahan,tempat beratnya thrombus,dan gejala klinis yang ada hubungannya.

a. Pengobatan factor pencetus

Pengobatan yang sangat penting pada KID fulminan yaitu mengobati secara progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID. Dengan mengobati factor pencetus, proses KID dapat dikurangi atau berhenti. Mengatasi renjatan, mengeluarkan janin mati, memberantai infeksi (sepsis), dan mengembalikan volume dapat menghentikan proses KID

b. Meghentikan koagulasi

Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat dapat dilakukan dengan memberikan antikoagulan misalkan heparin.Indikasi pemberian heparin:

1. Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat2. Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar sudah dihilangkan. Hal ini karena KID sendiri menggangu proses koagulasi.3. Bila ada tanda/ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindrom gagal nafas.

Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan 100-200/kgBB intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT atau masa pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin. Target APTT 1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali control. Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau MP kurang dari 2 kali control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau MP lebih dari 3 kali control maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap lebih dari 2,5-3 kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis diturunkan. Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-30.000 /hari.

c. Terapi subtitusiBila perdarahan masih berlangsung terus sesudah mengobati penyakit dasar dan sesudah pemberian antikoagulan kemungkinan penyebabnya adalah penurunan komponen darah yaitu kekurangan factor pembekuan. Untuk ini dapat diberikan plasma beku segar (Fresh frozen plasma) atau kriopresipitat. Bila trombosit turun sampai 25.000 atau kurang pemberian trombosit konsentrat perlu diberikan.

d. AntifibrinolisisAntifibrinolisis seperti asam traneksamik atau epsilon amino caproic acid (EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibriolisis yang sangat nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila KID masih berlangsung dan bahkan merupakan kontraindikasi.PERBEDAAN HEMOFILI DENGAN DIC

Hemofilia (Hemophilia) adalah suatu penyakit keturunan, yang artinya ia dapat diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.Disseminated intravascular coagulation atau DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada tubuh. Normalnya tubuh membentuk bekuan darah sebagai reaksi terhadap trauma. Dengan DIC, tubuh membentuk bekuan darah kecil secara berlebihan, mengurangi jumlah factor pembekuan dan trombosit dalam tubuh. Bekuan-bekuan darah kecil ini berbahaya, dan dapat mempengaruhi suplai darah ke organ tubuh, menyebabkan disfungsi dan kerusakan organ. Perdarahan secara besar-besaran dapat terjadi karena kurangnya factor pembekuan dan trombosit pada tubuh. DIC dapat mengancam nyawa dan harus diterapi secara cepat. (Kellicker, 2005).

Pada dasarnya DIC dan hemofili sama-sama memiliki kekurangan faktor pembekuan darah. Perbedaanyan jika pada DIC terjadi karena bekuan darah kecil tersebar diseluruh aliran darah dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah kecil. Sedangkan pada hemofili faktor pembekuan darah disebabkan karena keturunan/genetik. b.Keperawatan

A. Pengkajian

1. kaji adanya faktor predisposisi

a) Septikemia

b) Komplikasi obstetrik

c) Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS)

d) Luka bakar berat dan luas

e) Neoplasia

f) Gigitan ular g) Penyakit hepatr

h) Bedah kardiopyulmonal

i) Trauma

2.Pemeriksaan fisikk

a)Perdarahan

b)Hematuria

c)Rembesan darah dari pkkllungsi vena dan luka

d)Epistaksis

e)Perdarahan GI track

f)Kerusakan perfusi jaringan serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala.

g)Ginjal : penurunan pengeluaran urine

h)Paru-paru : dispnea, ortopnea

i)Kulit : akrosianosis (ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer atau kaki. B.Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder.2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas dan adanya pembekuan darah.3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan4. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi.5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.6. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang dirasakan.C. Rencana Tindakan Keperawatan1.Diagnosa keperawatan :Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder.

NOC : Control risk : circulation status

Hasil yang diharapkan:a.Menunjukan tidak ada manifestasi syokb.Menunjukan pasien tetap sadar dan berorientasic.Menunjukan tidak ada lagi perdarahand.Menunjukan nilai-nilai laboraturium normalNoIntervensiRasional

1.Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan potensial.Untuk mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan.

2.Mulai kewaspadaan pendarahana. Kewaspadaan apabila ada resiko terhadap perdarahan (jumlah trobosit kurang dari 50.000/CU mm23)1. Tempatkan tanda kewaspadaan perdarahan di atas tempat tidur klien, sehingga petugas perawatan kesehatan lainnya mengetahui adanya kewaspadaan terhadap perdarahan.2.Pertahanan semua sisi fungsi selama 5 menit.3.Pantau hasil pemeriksaan koagulasi.4.Berikan transfuse darah seperti yang diminta dan sesuai dengan penatalaksanaan medis.5.Instruksikan klien untuk menhindari aktivitas fisik berlebih.6.Tes gualak untuk semua feses dan muntahan terhadap darah.7. Inspeksi urine terhadap heaturia nyata.8. Periksa warna dan konsistensi feses. Feses hitam seperti menunjukkan perdarahan GIT.9. Inspeksi kulit, rongga oral dan konjungtiva setiap hari dan catat luasnya ptekiacdan memar bila ada.10.Gunakan pencukur jenggot listrik sebagai pengganti pisau cukur.11.Gunakan sikat gigi berbulu halus untuk menyikat gigi.12.Hindari pengukuran suhu rektal dan tindakan enema.13.Hindari aspirin dan berbagai produk yang mengandung aspirin.14.Instruksikan klien untuk berjalan dengan menggunakan alas kaki.15.Selama menstruasi, catat jumlah pembalut yang digunakan.b. Kewaspadaan bila ada resiko terhadap hemoragi spontan (jumlah trombosit kurang dari 20.000/CU mm23).1. Tempatkan tanda kewasfdaan perdarahan di atas tempat tidur klien, sehingga petugas perawatan kesehatan lainnya mengetahui adanya kewaspadaan terhadap perdarahan.2. Berikan pelunak feses (bila tes Guaiak negative).3. Instruksikan klien untuk menghindari meniup tau batuk keras.4. Pertahankan tirah baring klien untuk menghindari trauma yang tidak diinginkan.5. Pertahankan posisi kepala, tempat tidur ditinggikan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan resiko terjadinya hemoragi intrakranial.6. Pantau tanda vital, warna kulit dan suhu, nadi pedalis, status mental, dan bunyi paru setiap 4 jam.7. Setiap 2-4 jam, anjurkan klien membalik badan, napas dalam dan latihan gerak perlahan.8. Gunakan kumur perawatan mulut, sebagai pengganti sikat gigi.9. Hindari penggunaan pencuci mulut komersial. Gunakan larutan salin atau campuran natrium bikarbonat dan hydrogen peroksida.Pertahankan pelumas atau pelembab kulit dengan lotion.Untuk meminimalkan potensial perdarahan lebih lanjut.

2. Diagnosa keperawatanGangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas dan adanya pembekuan darah.

NOC :

a. Respiratory status : gas exchangeb. Respiratory status : ventilation

c. Vital sign status Hasil yang diharapkan :a. Kebutuhan oksigen klien terpenuhiNo.IntervensiRasional

1.Posisikan klien agar ventilasi udara efektif.Untuk meningkatkan oksigenasi yang adekuat antara kebutuhan dan suplai.

2.Berikan oksigen dan pantau responnya.

3.Lakukan pengkajian pernapasan dengan sering.

4.Kurangi kebutuhan oksigen dengan menurangi aktivitas yang berlebih.

5.Kendalikan stimulus dari lingkungan.

3. Diagnosa keperawatanNyeri berhubungan dengan trauma jaringanNOC :

a. Pain level

b. Pain control

c. Comfort level

a. Rasa nyeri yang dialami klien berkurangNo.IntervensiRasional

1.Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri, gunakan skala tingkat nyeri.Mengetahui tingkat nyeri klien untuk mengetahui tindakan selanjutan.

2.Baringkan klien pada posisi yang nyaman, berikan penyangga bantal untuk mencegah tekanan pada bagian-bagian tubuh tertentu.

3.Bantu memberikan perawatan ketika klien mengalami perdarahan hebat atau rasa tidak nyaman.

4.Pertahankan lingkungan yang nyaman.

5.Berikan waktu istirahat yang cukup, buat jadwal aktivitas dan pemeriksaan diagnostik, bila memungkinkan, sesuaikan dengan toleransi klien.

6.Bantu klien dengan pilihan tindakan yang nyaman seperti musik, imajinasi atau distraksi lainnya.

7.Berikan analgesik sesuai order dokter dan kaji keefktifannya.

4. Diagnosa keperawatanDefisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi.

NOC :

a. Balance fluid

b. Nutrition status : food and fluid intakeKriteria HasilInterfensi Keperawatan

Mempertahankan status nemodinamik yang adekuat.1.Kaji tanda-tanda vital setiap 1 jam.2.Kaji dan pantau jantung terhadap frekuensi dan irama jantung.3.Evaluasi pengeluaran urin setiap jam (jumlah dan berat jenis).4.Kaji bunyi napas setiap 1 jam.5.Kaji kualitas dan keberadaan nadi perifer setiap 4 jam.6.Pertahankan masukan dan pengeluaran yang akurat.7.Berikan cairan IV, sesuai intruksi.8.Berikan produk-produk darah sesuai intruksi.9.Evaluasi nilai-nilai hasil laboraturium Hb, Ht, Na, K, Cl, PT, PTT, jumlah platelet produk solit fibri, fibrinogen dan masa pembekuan.10.Pertahankan tirah baring.

5. Diagnosa keperawtanResiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.NOC : Tissue integrity : Skin mucous membranes Kriteria HasilInterfensi Keperawatan

Kulit akan tetap utuh, tanpa ada bagian yang mengalami memar atau lecet.1. Kaji semua permuakaan kulit setiap 4 jam.2. Angkat, periksa, dan gantikan semua balutan yang menekan, setiap 4-8 jam sesuai intruksi.3. Atur posisi pasien setiap 2 jam.4. Evaluasi semua keluhan-keluhan.5. Periksa jumlah SDP terhadap potensi inveksi.6. Beri obat sesuai intruksi, untuk member rasa nyaman.7. Hindari fungsi berlebihan untuk keperluan pemeriksaan laboraturium, gunakan aliran arterial atau akses IV pada pembuluh besar untuk pengambilan darah.8. Gunakan bantalan restrain yang empuk jika diperlukan.9. Untuk keamanan, bantu semua gerakan untuk turun dari tempat tidur.10. Lakukan hygiene oral tiap 4 jam.11. Kaji semua orificium terhadap adanya hemoragi atau memar.

6. Diagnosa keperawatanAnsietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita

NOC :

a. Anciety controlb. Coping Hasil yang diharapkan :a. Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani.b. Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.No.Intervensi KeperawatanRasional

1.MandiriCatat petunjuk perilaku, misalnya gelisah, peka rangsang, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.Indikator derajat ansietas/stress misalnya pasien merasa tidak dapat terkontrol di rmah, kerja atau masalah. Stress dapat gangguan fisik juga reaksi lain.

2.Dorong menyatakan perasaan, beri umpan balik.Membuat hubungan terapeutik, membantu klien mengidentifikasi penyebab stress.

3.Akui bahwa masalah ansietas dan masalah mirip dengan diekspresikan orang lain, tingkatkan perhatian mendengarkan klien.Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stress.

4.Berikan informasi yang adekuat dan nyata tentang apa yang akan dilakukan, misalnya tirah baring, pembatasan masukan per oral dan prosedur tindakan yang lain.Keterlibatan klien dalam perencanaan keperawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas.

5.Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat.Memindahkan klien dari stress luar, meningkatkan relaksasi, dan membantu menurunkan ansietas.

6.Dorong klien atau orang terdekat untuk menyakan perhatian.Tindakan dukungan dapat membantu klien untuk meringankan energi untuk dituangkan pada penyembuhan.

7.Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang dilakukan pada masa lalu.Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah atau stress saat ini, meningkatkan rasa kontrol diri klien.

8.Bantu klien belajar mekanisme koping paru, misalnya teknik mengatasi stress dan keterampilan berorganisasi.Belajar cara untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress, meningkatkan kontrol penyakit.

9.KolaborasiBerikan obat sesuai indikasi sedatif, misalnya barbiturat, agen antiansientas dan diazepam.Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.

10.Rujuk pada perawat spesialis, pelayanan sosial atau penaasehat agama.Dibutuhkan bantuan untuk meningkatkan kontrol dan eksaserbasi.

7. Diagnosa keperawatanKurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi

NOC :

a. Knowledge disease procesb. Knowledge : health behaviorHasil yang diharapkan :

a. Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas berkurang.b. Menunjukan pemahaman tentang tentang rencana terapeutik.No.Intervensi KeperawatanRasional

1.Gunakan pendekatan yang tenang dan dapat menenangkan klien sewktu memberi informasi. Beri dorongan untuk bertanya.Penjelasan yang jelas dan sederhana dan menggunakan istilah-istilah non-medis atau umum dapat mengurangi tingkat kecemasan dan rasa bingung klien. Rasa ansietas tersebut dapat mengganggu kegiatan belajar dari persepsi klien.

2.Jelaskan mengenai gambaran singkat tes, tujuan tes, persiapan tes, dan perawatan setelah tes.Penjelasan tentang apa yang diharapkan membantu mengurangi ansietas.

8. Diagnosa keperawatanGangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan yang dirasakan.NOC :

a. Body image b. Self esterm Hasil yang diharapkan :a. Peningkatan partisipasi klien dalam perawtan dirinya.b. Perubahangayahidup.No.Intervensi KeperwatanRasional

1.Biarkan klien dan oreng terdekat mengungkapkan perasaannya.Mempermudah penyelesaian masalah dan memungkinkan perawat mengidentifikasi fase kesedihan klien.

2.Hindari pemberian informasi yang bertubi-tubi selama fase awal proses berduka. Jawab pertanyaan khusus. Masukan informasi saat klien menunjukan kesiapan mempelajari perawatan diri.Interaksi terapi dapat membantu perubahan individu untuk menerima informasi berlebihan.

3.Beri nomor telepon orang yang bias dimintai dukungan oleh klien dan kleuarga saat pulang. Ingatkan klien untuk melihat dirinya dengan pandangan yang berbeda. Katakana pada klien bahwa ia harus menerima keadaannya sekarang.Sistem pendukung kuat dapat seperti keluarga penting untuk kemajuan klien dalam proses berduka.

4.Berikan penghargaan untuk mengekspresikan perasaan.Arahkan klien pada kelompok pendukung komunitas sesuai indikasi.Dukungan komunitas penting untuk meningkatkan kemajuan ke atah penerimaan.

5.Pertahankan keluarga mendapatkan informasi tentang kemajuan klien.Libatkan keluarga secara sering dalam perawatan klien.Membantu klien menyatukan kembali citra tubuh yang baru.

6.Bila memungkinkan, biarkan klien untuk menentukan pilihan dalam penawaran diri atau perawatan higiene rutin.Meningkatkan kontrol diri.

7.Bantu klien memandang penyakit kronis atau perubahan citra tubuh sebagai tantangan untuk pertumbuhan daripada situasi yang tidak mungkin. Gunakan istilah tantangan pertumbuhan sebagai ganti kecacatan. Bila ada penyakit terminal,tekankan bahwa penelitian untuk pengobatan masih terus berlanjut dan hindari janji palsu.Janji palsu menghambat kebutuhan individu untuk mengungkapkan perasaan.

8.Lakukan rujukan psikiatrik sesuai peklaksanaan bila perlu.Bantuan profesional mungkin perlu untuk membantu klien yang maladaptive, misalnya menyangkal jangka panjang, menarik diri dari sosial dan regresi.

BAB III

PENUTUPAKesimpulan

Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bacterial. Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek FibrinolisisDIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan. B. Saran

Mengetahui DIC harus sedini mungkin agar tidak menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan harus memberi penyuluhan tentang penyakit ini.DAFTAR PUSTAKAGofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta

Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta

Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Corrigan J.J. : Disseminated Intravascular Coagulopathy. Pediatrics 64 : 3T, 2005.

Hardaway R.M. : Syndroms Of Intravascular Coagulation. C.C. Thomas Publ., Springfield, Illinois , U.S.A. 2000.

2