MAKALAH Dermatitis
-
Upload
john-wafa-azwar -
Category
Documents
-
view
25 -
download
3
description
Transcript of MAKALAH Dermatitis
PENDAHULUAN
Dermatits Atopi adalah kelainan kulit kronis yang sangat gatal, umum dijumpai, ditandai oleh kulit yang
kering, inflamasi dan eksudasi, yang kambuh-kambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat
atopi pada diri sendiri ataupun keluarganya. Atopi ialah kelainan dengan dasar genetik yang ditandai oleh
kecenderungan individu untukmembentuk antibodi berupa imunoglobulin E (IgE) spesifik bila berhadapan
dengan alergen yang umum dijumpai, serta kecenderungan untuk mendapatkan penyakit-penyakit asma, rhinitis
alergika dan DA, serta beberapa bentuk urtikaria.
Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place).Berbagai faktor dapat memicu DA, antara lain
allergen makanan, alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Tetapi, seberapa besar peran alergen makanan
dan alergen hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien DA kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik
terhadap kedua jenis alergen ini, tetapi tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif
terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu DA, tetapi lebih
menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan
pada DA usia dini. Seiring dengan penambahan usia, maka peran alergen makanan akan digantikan oleh alergen
hirup. Selain itu, memang terdapat sekitar 20% penderita DA tanpa peningkatan IgE spesifik, yang dikenal
sebagai DA tipe intrinsik.
Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan adanya riwayat atopik (dalam keluarga
maupunsendiri). Secara klinis, terdapat 3 fase/bentuk yang lokasi dan morfologinya berubah sesuai dengan
pertambahan usia. Pada fase bayi lesi terutama pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim susu. Pada tipe anak,
terutama pada daerah lipatan kulit, khususnya lipat siku dan lutut. Sedangkan pada tipe dewasa lebih sering
dijumpai pada tangan, kelopak mata dan areola mammae. Penyebab pasti kekhususan pada distribusi anatomi ini
belum diketahui.
Terdapat beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DA, misalnya kriteria Hanifin dan Rajka,
kriteria Williams, kriteria UK Working Party, SCORAD (the scoring of atopic dermatitis) dan EASI (the eczema
area and severity index). Selama 2 dekade terakhir ini, berbagai upaya dilakukan untuk membuat standar
evaluasi DA. Idealnya, kriteria ini harus efisien, sederhana, komprehensif, konsisten, dan fleksibel.Selain itu
juga dapat menilai efektivitas terapi yang diberikan. Tetapi, kriteria yang sering digunakan karena relatif praktis
ialah kriteria Hanifin dan Rajka. Pada kriteria ini, diagnosis DA dietegakkan bila setidaknya dijumpai 3 kriteria
mayor dan 3 kriteria minor, sebagai berikut: Faktor gatal (dengan derajat bervariasi dari yangringan sampai yang
berat) merupakan Faktor terpenting. Bahkan dikatakan bahwa DA tidak akan muncul bila pada rasa gatal
tersebut tidak dilakukan garukan. Oleh karena itu, dalam penanganan DA, tugas utama kita adalah untuk
mengatasi rasa gatal ini.
I. CASE
Seorang wanita Ny. M, umur 58 tahun datang ke Poliklinik Kulit RSUD dengan keluhan gatal pada
daerah lipat tangan dan lipatan lutut. Pada riwayat penyakit diketahui pasien merasakan gatal pada lipatan siku
dan lipatan lutut sejak 6 hari yang lalu. Pasien mengaku pertama kali muncul di lipatan siku hanya berupa
bentol-bentol kecil, kemudian pasien menggaruknya hingga lecet dan menjadi besar. Pasien hanya merasakan
gatal, tanpa nyeri dan panas. Pasien belum memeriksakan keluhan ini sebelumnya. Pada riwayat pribadi terdapat
riwayat keluhan serupa sejak tiga tahun terakhir dan sering kambuh-kambuhan. Pasien juga memiliki riwayat
alergi terhadap debu. Pada riwayat keluarga tidak ditemukan keluhan serupa maupun keluhan atopik lainnya.
Pada pemeriksaan kulit Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang ditemukan berupa plak dengan dasar eritem, berbatas
tegas, ukuran plakat, bentuk tidak teratur, bilateral pada lipatan regio cubiti sinistra et dextra, dan regio genue
sinistra et dextra. Disertai dengan skuama, ekskoriasi dan krusta. Dokter mendiagnosa pasien tersebut dengan
dermatitis atopik.
Diskusi
Manifestasi klinis dari Dermatitis Atopik pada pasien berupa adanya perasaan gatal, adanya
plak eritematosa, berbatas tegas, dengan daerah eksematous yang berkrusta, skuama dan eksoriasi.
Keluhan yang dirasakan pasien bersifat kronik residif (sering kambuh-kambuhan). Pada pasien juga
terdapat riwayat alergi terhadap debu yang menandakan bahwa pasien termasuk individu yang atopik.
Hubungan antara dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas, beberapa penderita memiliki
kecenderungan yang sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan, misalnya
immunoglobulin E sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.
Berdasarkan gambaran klinis dan umur penderita, Dermatitis Atopik terbagi dalam 3 type, yaitu
Tipe Bayi ( infantil ) dimana biasanya timbul pada usia 2 bulan - 2 tahun. Umumnya diawali sebagai
suatu plak eritematous yang cukup gatal pada pipi disertai dengan berkembangnya vesikel-vesikel
intraepidermal yang kemudian ruptur dan pecah menghasilkan lesi kulit basah dengan daerah berkrusta.
Predileksinya biasa terdapat pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki
atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair. Tipe Anak-anak
(Childhood), biasanya timbul pada usia 4-10 tahun. Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali
muncul dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut bagian
depan atau di belakang lutut. Lesi biasanya kurang eksudatif atau tidak basah dan dimulai dengan
eritem yang cukup gatal, papel infiltrat dengan sedikit bersisik (skuama). Bila proses berlangsung
kronis sering terlihat adanya likenifikasi awal serta hiperpigmentasi. Tipe Dewasa ( adult ), merupakan
tipe lanjutan infantil, ataupun dapat timbul pertama kali. Bentuk lesi dari tipe ini selalu kering, diawali
dengan plak eritem, vesikel atau papel, bersisik (squama) disertai gatal hebat dan adanya likenifikasi.
Predileksi kulit secara klasik ditemukan pada daerah fossa cubiti dan poplitea, leher depan dan
belakang, dahi serta daerah sekitar mata.
Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik seperti stres emosional, perubahan
suhu atau kelembaban udara, infeksi kulit oleh bakteri, kontak dengan bahan pakaian yang bersifat
iritan (terutama wol), pada beberapa anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.
Pengobatan yang spesifik untuk dermatitis atopik belum ada. Pengobatan sistemik berupa sedativa atau
antihistamin untuk mengatasi gatalnya dapat diberikan. Selain itu untuk mengobati gatal dan inflamasi
dapat diberikan kortikosteroid. Namun penggunaan kortikosteroid jika kelainan telah meluas saja,
dikarenakan kortikosteroid bisa menimbulkan efek samping yang serius, karena itu hanya digunakan
sebagai pilihan terakhir.
Terapi
Pasien mendapatkan terapi topikal betamethasone valerate 0,05%, 2-3 kali pemberian sehari,
diberikan pada tempat lesi sampai lesi dermatitis hilang. Farmakoterapi oral dengan antihistamin
dipenhydramin 5 mg/KgBB peroral, terbagi menjadi 3-4 dosis perhari dan pasien diedukasi untuk
mengenali dan menghindari faktor pencetus.
Penulisan resep
R/ betamethasone valerat 0,05% cream tube No. I
Sue
R/ dipenhydramin 5 mg tab No. X
S 3 dd 1 pc
II. DEFINISI
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan menahun pada lapisan atas kulit yang menyebabkan rasa
gatal; seringkali terjadi pada penderita rinitis alergika atau penderita asma dan pada orang-orang yang anggota
keluarganya ada yang menderita rinitis alergika atau asma.
III. ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang dapat dikaitkan dengan etiologi DA : Faktor Herediter
Riwayat keluarga ditemukan sekitar 70% pada semua kasus. Pada kondisi atopi kontrol dari produksi
IgE di bawah pengaruh suatu gen dominan pada kromosom 11q13. Imunologik Adanya peningkatan
dari antibodi IgE total dan IgE spesifik di dalam serum terhadap antigen dari makanan atau inhalasi.
Berbagai keadaan yang bisa memperburuk dermatitis atopik:
1. Stres emosional
2. Perubahan suhu atau kelembaban udara
3. Infeksi kulit oleh bakteri
4. Kontak dengan bahan pakaian yang bersifat iritan (terutama wol).
5. Pada beberapa anak, alergi makanan bisa memicu terjadinya dermatitis atopik.
Penderita dermatitis atopik biasanya memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan antara
dermatitis dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki kecenderungan yang
sifatnya diturunkan untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan (misalnya immunoglobulin E)
sebagai respon terhadap sejumlah rangsangan yang berbeda.
Penderita derematitis atopik biasanya juga memiliki penyakit alergi lainnya. Hubungan antara dermatiitis
dan penyakit alergi tersebut tidak jelas; beberapa penderita memiliki kecenderungan yang sifatnya diturunkan
untuk menghasilkan antibodi secara berlebihan (misalnya immunoglobulin E) sebagai respon terhadap sejumlah
rangsangan yang berbeda.
IV. PATOFISIOLOGI
Patogenesis penyakit terdiri dari 3 teori, yaitu : a. Teori Genetik Dasar imunopatogenesis
penyakit dermatitis atopik diatur oleh gen atau lokus genetik. Meskipun demikian ada 4 dasar
fenomena imunopatogenesis penyakit dermatitis atopik yang diatur oleh gen atau lokus genetik :
1. Peningkatan IgE spesifik
2. Peningkatan respon IgE total
3. Peningkatan aktifitas sel-sel inflamasi, misalnya sel mast, basofil dan eosinofil, serta sel
helpet 2 (Th2) setelah paparan allergen
4. Hiperaktifitas jaringan
b. Teori Imunologi
Teori imunologik didasarkan pada :
1. Sebagian besar (75%) menderita dermatitis atopik yang mempunyai riwayat atopik pada diri
sendiri atau keluarganya.
2. Penderita Dermatits atopik sering memberikan reaksi positif pada uji klinik yang memakai
antigen makanan dan antigen lingkungan.
3. Kira-kira 80% penderita dermatitis atopik memberikan reaksi positif terhadap lebih dari 1
alergen pada uji kulit tipe cepat.
c. Teori Psikosomatik
Teori psikosomatik menyatakan bahwa dermatitis atopik disebabkan oleh neurosis yang
mengakibatkan respon vegetatif abnormal yang menahun. Neurosis itu dapat disebabkan oleh
kecemasan, perasaan bermusuhan, frustasi, perasaan bersalah dan sebagainya.
V. GEJALA
Manifestasi klinis dari Dermatitis Atopik adalah adanya perasaan gatal, adanya macula
eritematosa, papel, atau papulovesikel, daerah eksematous yang berkrusta, likenifikasi dan
eksoriasi. Kekeringan dari kulit dan infeksi sekunder. Berdasarkan gambaran klinis dan umur
penderita, Dermatitis Atopik terbagi dalam 3 type, yaitu :
Tipe Bayi ( infantil )
Biasanya timbul pada usia 2 bulan - 2 tahun. Umumnya diawali sebagai suatu plak
eritematous yang cukup gatal pada pipi disertai dengan berkembangnya vesikel-vesikel
intraepidermal yang kemudian ruptur dan pecah menghasilkan lesi kulit basah dengan
daerah berkrusta. Predileksinya biasa terdapat pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup
popok, tangan, lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna
merah dan berair.
Tipe Anak-anak ( Childhood )
Biasanya timbul pada usia 4-10 tahun. Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul
dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut bagian
depan atau di belakang lutut. Lesi biasanya kurang eksudatif atau tidak basah dan dimulai
dengan eritem yang cukup gatal, papel infiltrat dengan sedikit bersisik (skuama). Bila
proses berlangsung kronis sering terlihat adanya likenifikasi awal serta hiperpigmentasi.
Tipe Dewasa ( adult )
Merupakan tipe lanjutan infantil, ataupun dapat timbul pertama kali. Bentuk lesi dari tipe
ini selalu kering, diawali dengan lak eritem, vesikel atau papel, bersisik (squama) disertai
gatal hebat dan adanya likenifikasi. Predileksi kulit secara klasik ditemukan pada daerah
fossa cubiti dan poplitea, leher depan dan belakang, dahi serta daerah sekitar mata.
VI. DIAGNOSA
Diagnosa dapat ditegakkan dengan berdasarkan gejala-gejala, hasil pemeriksaan fisik dan riwayat
penyakit rinitis alergika atau asma pada keluarga penderita. Gejala-gajala dermatitis atopik umumnya sangat
mengganggu, berupa rasa gatal yang amat sangat dan menimbulkan kelainan kulit yang kurang menarik
dipandang dari segi kosmetik (kulit kering disertai penebalan, erythema disertai garis-garis garukan). Stres
psikologis ikut berperan untuk berkembangnya penyakit dermatitis, misal konflik perkawinan dan masalah
orang tua yang terlalu dominan atau menguasai dapat diikuti dengan rasa gatal yang hebat. Selain itu penyakit
dermatitis sendiri dapat menimbulkan perasaan tidak puas yang kemudian dapat berganti menjadi suatu
kecemasan, depresi dan rasa jengkel. Hal ini pun akan menimbulkan garukan yang lebih parah lagi. Faktor
psikososial selain ikut berperan untuk berkembangnya penyakit dermatitis juga dapat menjadi faktor pencetus
atau presipitasi terjadinya eksaserbasi. Faktor-faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah faktor suhu udara
(dingin atau panas) dan kelembaban udara. Seperti halnya penyakit alergi lain (hay fever dan asma brohichiale),
dermatitis atopik umumnya memiliki riwayat keluarga. Artinya sering ditemukan faktor predispesisi yang
diturunkan . Kulit dianggap sebagai cermin keadaan jiwa, terlihat jelas, misal pada peristiwa marah kulit muka
menjadi kemerah-merahan dan berkeringat, pada saat takut kulit menjadi pucat dan dingin. Fiske et al
mengatakan bahwa kecemasan dan rasa permusuhan dihubungkan dengan menggaruk (keadaan luka garukan).
HISTOPATOLOGI
Gambaran yang dapat terlihat sangat tergantung pada perjalanan penyakit dari seorang penderita. Pada
penderita tanpa lesi kulit, secara histopatologik akan terdapat suatu hiperkeratosis ringan, hyperplasia
epidermisdan sebukan ringan sel radang limfosit di daerah dermis. Pada penderita dengan lesi akut,
histopatologik akan terdapat suatu edema intraseluler (spongiosa) di epidermis dan edema intrasel.
Sebukan ringan sel radang limfosit di epidermis serta dermis daerah perivenul. Pada lesi kronik
berlikenifikasi, histopatologik akan tampak epdermis hiperplasia disertai perpanjangan rete ridges,
hiperkeratosis yang menyolok, dan spongiosis ringan. Jumlah sel langerhans di epidermis bertambah
dan sebukan sel radang mononuklear di dermis didominasi oleh makrofag. Gambaran histopatologik
dermatitis atopik tidak spesifik dan sesuai dengan berbagai fase dermatitis lainnya sehingga
histopatologik tidak dipakai sebagai parameter untuk kriteria diagnosis.
PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :
IgE serum
IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80 % pada penderita dermatitis
atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala atopi
( alergi ) Eosinofil
Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore
berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju nke tempat peradangan dan
kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian kadar
eosinofil dalam darah terutama pada MBP.
TNF-a
Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan penderita
asma bronkhial.
Sel T
Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah absolut yang normal
atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T
helper menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.
Uji tusuk
Pajanan alergen udara (100kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes intradermal yang dapat
memacu terjadinya hasil positif.
Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman
Pemeriksaan dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen
serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi penderita.
b. Dermatografisme Putih Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni :
akan tampak garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah
sekitar, kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi
lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.
c. Percobaan Asetilkolin
Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang
normal. Pada orang DA. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
d. Percobaan Histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita D.A. eritema akan berkurang, jika disuntikkan
parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.
VII. TERAPI
a. Menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat memperparah ataupun menimbulkan
kekambuhan pada lesi, misalnya :
b. Mencegah garukan yang dapat menyebabkan infeksi i kulit.
c. Menghindari perubahan suhu yang mendadak, misalnya jika mandi,sebaiknya menggunakan
air yang sesuai suhu tubuh.
d. Menghindari alergen yang dapat menimbulkan terjadinya alergi pada penderita.
e. Menghindari stres emosional.
f. Menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan sekitar.
Pengobatan Krim atau salep corticosteroid bisa mengurangi ruam dan mengendalikan rasa gatal. Krim
corticosteroid yang dioleskan pada daerah yang luas atau dipakai dalam jangka panjang bisa menyebakan
masalah kesehatan yang serius, karena obat ini diserap ke dalam aliran darah. Jika krim atau salep sudah tidak
efektif lagi, maka digantikan oleh jeli minyak selama 1 minggu atau lebih. Mengoleskan jeli minyak atau
minyak sayur bisa membantu menjaga kehalusan dan kelembaban kulit. Jika digunakan kembali setelah
pemakaiannya dihentikan sesaat, corticosteroid menjadi efetif kembali. Pada beberapa penderita, ruam semakin
memburuk setelah mereka mandi, bahkan sabun dan air menyebabkan kulit menjadi kering dan penggosokan
dengan handuk bisa menyebabkan iritasi. Karena itu dianjurkan untuk lebih jarang mandi, tidak terlau kuat
mengusap-usap kulit dengan handuk dan mengoleskan minyak atau pelumas yang tidak berbau (misalnya krim
pelembab kulit). Antihistamin (difenhidramin, hydroxizini) bisa mengendalikan rasa gatal, terutama dengan efek
sedatifnya. Obat ini menyebabkan kantuk, jadi sebaiknya diminum menjelang tidur malam hari. Kuku jari tangan
sebaiknya tetap pendek untuk mengurangi kerusakan kulit akibat garukan dan mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi. Penderita sebaiknya belajar mengenali tanda-tanda dari infeksi kulit pada dermatitis atopik
(yaitu kulit bertambah merah, pembengkakan, terdapat gurat-gurat merah dan demam). Jika terjadi infeksi,
diberikan antibiotik. Tablet dan kapsul corticosteroid bisa menimbulkan efek samping yang serius, karena itu
hanya digunakan sebagai pilihan terakhir pada kasus yang membandel. Obat ini bisa menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, kelemahan tulang, penekanan kelenjar adrenal dan masalah lainnya, terutama pada anak-anak.
Selain itu, efeknya yang menguntungkan hanya bertahan sebentar. Pada dewasa bisa dilakukan terapi dengan
sinar ultraviolet ditambah psoralen dosis oral. Terapi ini jarang dilakukan pada anak-anak karena efeks samping
jangka panjang yang berbahaya, yaitu kanker kulit dan katarak. Penanggulangan yang dianjurkan adalah melalui
pendekatan eklektik holistik, maka selain diberi pengobatan simptomatis juga psikoterapi (biological priority and
psychological supremacy) di mana faktor biologis merupakan prioritas (keutamaan), sementara aspek psikologis
dan sosial merupakan supremasi (keunggulan). Pada penatalaksanaan dermatitis, prioritas umum adalah
pengobatan aspek biologis (medikamentosa), yaitu dengan menggunakan obat-obatan dan salep, bersamaan
dengan itu tetap mengutamakan proses psikologis. Intervensi psikoterapi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
tergantung spesifisitas tiap kasus, dapat dilakukan dengan terapi individu (psikoterapi suportif individual),
psikoterapi kelompok, medifikasi lingkungan serta terapi perilaku.
Terapi individu dapat dilakukan dengan prinsip dinamik. Target atau tujuan terapi individu adalah
menolong penderita untuk meningkatkan tilikan ke dalam, pengertian mengapa dan bagaimana faktor psikologis
dapat menyebabkan eksaserbasi, gejala fisik serta mengenali konflik di bawah sadar serta mekanisme secondari
gain. Yang dimaksud dengan secondary gain atau keuntungan sekunder adalah karena sakitnya penderita
memperoleh perhatian dari lingkungannya atau terbebas dari menjalankan tugas yang tidak menyenangkan atau
menimbulkan stres. Terapi kelompok menyediakan dukungan dari kelompok dan forum sebagai wadah untuk
memperbaiki keterampilan bersosialisasi dan berinteraksi di dalam kelompok. Kelompok itu dapat
mengeksplorasi masing-masing ketergantungan yang hebat, proteksi berlebihan dari orang tua atau keluarga,
menggunakan gejala sebagai alat manipulsi, menyetujui dan menerima terapi medis yang diberikan serta
menanamkan kebutuhan untuk kontrol kembali. Bagi penderita yang mengalami kesulitan dalam bersosialisasi
(pendiam, tertutup, pemalu serta sulit bergaul) terapi kelompok merupakan pilihan utama. Menjauhkan penderita
dari situasi atau lingkungan yang menimbulkan stres merupakan salah satu cara modifikasi lingkungan, misalnya
modifikasi lingkungan banyak digunakan untuk penyakit-penyakit alergi (dermatitis dan asma bronchiale).
Penderita ini harus berada di lingkungan yang bebas dari segala hal yang dapat menimbulkan eksaserbasi atau
serangan, misalnya untuk penderita asma, rumah harus selalu bersih bebas debu, cukup ventilasi dan mendapat
sinar matahari. Untuk penderita dermatitis, hindari zat-zat atau kosmetik yang yang dapat menimbulkan iritasi
pada kulit atau menghindari situasi dan makanan yang dapat menyebabkan eksaserbasi. Cara lain adalah dengan
terapi keluarga (family therapy). Keluarga diharapkan dapat mengerti pola interaksi di dalam suasana keluarga
tersebut, sehingga keluarga dapat menolong untuk menciptakan model interaksi yang lebih sehat yang dapat
membebaskan penderita dari sikap mempertahankan penyakit. Selain itu bila ditemukan ada konflik dalam
perkawinan (bermasalah), dianjurkan untuk menjalani konsultasi perkawinan dengan tujuan untuk memperbaiki
kehidupan perkawinan dan memperkuat ikatan perkawinan serta memelihara ikatan antara tiap generasi.Terapi
perilaku merupakan komponen penting. Banyak penderita gangguan psikosomatik termasuk dermatitis adalah
seorang dengan kepribadian pemalu, pasrah dan kurang punya rasa percaya diri. Salah satu tujuan dari terapi
perilaku adalah meningkatkan rasa percaya diri dan belajar, bagaimana mengekspresikan penderitaannya secara
Sesuai.Menghilangkan secondary gain dari gejala yang dialami adalah sangat sulit. Dengan memberikan imbalan
terhadap usaha dan hasil yang dicapai dalam mengatasi dan mengontrol gejala (dengan token therapy) lama-
kelamaan perilaku yang diinginkan tersebut akan menjadi kebiasaan (conditioning). Mengajarkan penderita
mengenal patofisiologis bagaimana terjadinya kecemasan serta hubungannya dengan gejala-gejala dermatitis,
dapat membantu penderita dalam mempersiapkan diri untuk mengatasi kecemasan dan gejala-gejala dermatitis
tersebut.