MAKALAH CA Nasofaring
-
Upload
nita-pratiwi -
Category
Documents
-
view
199 -
download
9
description
Transcript of MAKALAH CA Nasofaring
Karsinoma nasofaring
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di
antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar
tumor ganas , dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,
tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat
pertama ( KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti
tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam persentase rendah).
Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data
patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973 – 1976)
diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127
kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada
tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7
per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.1,2
Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah,
hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring
yang tersembunyi,dan tidak mudah diperiksa oleh mereka yg bukan ahli sehingga diagnosis
sering terlambat, dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Dengan
makin terlambatnya diagnosis maka prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) semakin buruk.
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat
berperan dalam pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari karsinoma nasofaring
ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang dirasakan perlu untuk dipahami
melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan diharapkan dapat bermanfaat.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
1
Karsinoma nasofaring
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi karsinima nasofaring ?
1.2.2 Etiologi dari karsinoma nasofaring ?
1.2.3 Anatomi dan fisiologi nasofaing ?
1.2.4 Tanda dan gejala karsinoma nasofaring ?
1.2.5 Patofisiologi karsinoma nasofaring ?
1.2.6 Woc pada karsinoma nasofaring ?
1.2.7 Pemeriksaan penunjang pada karsinoma nasofaring?
1.2.8 Penatalaksanaan karsinoma nasofaring?
1.2.9 Proknosis pada karsinoma nasofaring ?
1.2.10 Komplikasi karsinoma nasofaring ?
1.2.11 Asuhan keperawatan pada karsinoma nasofaring?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian karsinoma nasofaring
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi karsinoma nasofaring
1.3.3 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nasofaring
1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala karsinoma nasofaring
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi karsinoma nasofaring
1.3.6 Untuk mengetahui woc dari karsinoma nasofaring
1.3.7 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada karsinoma nasofaring
1.3.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari karsinoma nasofaring
1.3.9 Untuk mengetahui proknosis dari karsinoma nasofaring
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
2
Karsinoma nasofaring
1.3.10 Untuk mengeahui komplikasi karsinoma nasofaring
1.3.11 Untuk mengetahui asuhan keperawatan karsinoma nasofaring
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian karsinoma nasofaring
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.2
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral
yang secara anatomi termasuk bagian faring.
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia.
Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah.
Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah
India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga
merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
2.2 Etiologi carsinoma nasofaring
Tumor ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 dan
apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor
genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-
beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insisden
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
3
Karsinoma nasofaring
KNF meningkat sesuia dengan meningkatnya umur, pada daerah dengan insiden tinggi KNF
meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya.
Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup
tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura,
dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah
utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai
angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnlah. Salah satunya yang menarik adalah
penelitian mengenai angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratan
Tiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco
Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring
(KNF) antara para migran dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri
atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa
menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini
dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat
penurunan yang bermakna dalam hal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok
migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih
mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena
pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap
sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa
penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang diawetkan
(diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai
makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yang
diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi
hewan percobaan.
Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF non keratinisasi
telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang
peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG
terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan tingginya
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
4
Karsinoma nasofaring
stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan
lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi
penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses
keganasan.
Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF)
jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan
virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada
peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan merokok, secara umum resiko terhadap KNF
pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok (HSU dkk.2009). ditemukan juga
bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara dan Hongkong merupakan hasil dari
mengurangi frekuensi merokok. Adanya hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan
terjadinya KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam jumlah yang tinggi pada
mereka yang gemar mengkonsumsi ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-
style salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan lamanya mereka
mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan
sebagai pengganti air susu ibu pada saat menyapih.
Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien
KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina selatan, satu
keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita tumor
ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita
keganasan organ lain.
Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu
kayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami
(Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat antara
terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beberapa tanaman dan bahan CHB dapat
menginduksi aktivasi dari virus EBV yg laten. Seperti pada TPA (Tetradecanoylyphorbol
Acetate) yaitu substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika dikombinasi dengan N-Butyrate yang
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
5
Karsinoma nasofaring
merupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesis
antigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi cell-mediated immunity dari EBV dan
mempromosikan pembentukan KNF (genesis).
2.3 Anatomi fisiologi nasofaring
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral.
Batas-batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus
basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal
dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring.4
Batas nasofaring:
Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia
Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat
subjektif karena tergantung dari palatum durum.
Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.
Posterior : - vertebra cervicalis I dan II
- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar
- Mukosa lanjutan dari mukosa atas
Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang
- Muara tuba eustachii
- Fossa rosenmulleri
Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal
inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius
terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan
dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
6
Karsinoma nasofaring
daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba
eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.4
Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina
faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung
jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan
kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor
ke intrakranial.
Gambar 1 Anatomi nasofaring
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
7
Karsinoma nasofaring
Gambar 2 Fossa of Rosenmuller
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena
dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan
tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah,
mengucapkan kata-kata tertentu.
Struktur penting yang ada di Nasopharing
1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan
karena cartilago tuba auditiva
3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan
karena musculus levator veli palatini.
4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
8
Karsinoma nasofaring
5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari
musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba
auditiva terutama ketika menguap atau menelan.
6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi
Karsinoma Nasofaring.
7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada
pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing
karena musculus sphincterpalatopharing
10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei
Gambar 3 Nasofaring
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
9
Karsinoma nasofaring
Fungsi nasofaring :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
2.4 Tanda dan gejala karsinoma nasofaring
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk
fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi
lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung
atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat
mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung
pada daerah yang terkena1,2. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar
10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala
yang paling sering dijumpai5,13. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip
dengan infeksi saluran nafas atas.
Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi
karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa
Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap
nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh
sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus
yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat
muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya unilateral, dan
merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-
ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring6,17.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
10
Karsinoma nasofaring
Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada
umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke
organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal.
Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena
pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjar leher. Tumor yang meluas ke rongga
tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf
otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI ( paresis abdusen)
dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada
syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik
lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat
timbul karena peningkatan tekanan intrakranial. Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah
bening mengakibatkan timbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping
( limfadenopati servikal). Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus
kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan.
Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang
dikeluhkan oleh pasien.
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
1. Gejala Telinga
Oklusi Tuba Eustachius
Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat
menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan
mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini
merupakan tanda awal pada KNF.
Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan
tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
11
Karsinoma nasofaring
2. Gejala Hidung
Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya
rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah
tersebut pecah.
Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam
nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.
Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma Nasofaring, karena
dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun jika gejala terus terjadi
tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu dicurigai akan adanya
penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya adalah KNF.
3. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)
akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan
gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan
kebutaan.
4. Tumor sign :
Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
5. Cranial sign :
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf kranialis.
Gejalanya antara lain :
Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen.
Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
12
Karsinoma nasofaring
Kesukaran pada waktu menelan
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X,
N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. sternocleidomastoideus
o M. trapezeus 14,15
Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan elevasi
dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian lateral
dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika ditemukan
bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.
2.5 Patofisiologi karsinoma nasofaring
Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang
terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protin tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan
sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah
protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif
dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang
menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi
differensiasi dan proliferasi protein laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel
kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
Penggolongan Ca Nasofaring :
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
13
Karsinoma nasofaring
1. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.
1. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah
parafaring di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan
margo posterior garis tengah foramen magnum os oksipital ).
2. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis
kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial
kelompok anterior atau posterior.
3. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau
kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
4. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
5. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.
6. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
7. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm
8. M0 : Tak ada metastasis jauh.
9. M1 : Ada metastasis jauh.
Penggolongan stadium klinis, antara lain :
1. Stadium I : T1N0M0
2. Stadium II : T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0
3. Stadium III : T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0
4. Stadium IVa : T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0
5. Stadium IVb :T apapun, N Apapun, M1
2.6 woc karsinoma nasofaring
TERLAMPIR
2.7 Pemeriksaan penunjang
1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
14
Karsinoma nasofaring
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli unilateral, limfadenopati
leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain
harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan
arteri vena transvesalis koli apakah terdapat pembesaran.
3. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu
persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu
diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif
4. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring adalah VCA-IgA,
EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan
perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap
memilki resiko tinggi kanker nasofaring :
1. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
2. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator
tersebut positif.
3. Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang tinggi
kontinyu atau terus meningkat.
Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan nasofaringoskop
elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb
dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.
Diagnosis pencitraan.
1. Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis, memastikan
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
15
Karsinoma nasofaring
luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target terapi,
merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaa
tingkat lanjut.
2. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat
serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada
CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga
dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara
fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .
3. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan
metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih
dini 4-6 bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya
tampak sebagai akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area defek
radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun tidak spesifik .
maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat
penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas degeneratif tulang,
pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.
4. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia molukelar
metabolik in vivo. Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari zat kontras
18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat gambar PET-
CT . itu memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi, membantu
penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi radioterapi,
sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan normal berkurang.
Diagnosis histologi
Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi primer
nasofaring untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis
histologi yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik
pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
16
Karsinoma nasofaring
2.8 Penatalaksanaan karsinoma nasofaring
a. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila
ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah
penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan
serologik), pemberian tetrasiklin, factor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemo radio
terapi konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ),
kaboplatin +5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll.
DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan
hidrasi 3 hari )
5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.
Ulangi setiap 21 hari atau:
Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.
c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
d. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radio kemoterapi , Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
17
Karsinoma nasofaring
fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu
yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi
sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.
1. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi.
Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas
hidupnya.
1. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa penyakitnya berpeluang untuk
disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
1. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan
fisiknya menurun, mudah letih, daya inga t menurun. Harus memperhatikan suplementasi
nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat
secara bertahap.
1. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1. Rasidif local nasofaring pasca radioterapi , lesi relative terlokalisasi.
2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring
1. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
2. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa
grade I, II, adenokarsinoma.
3. Komplikasi radiasi.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
18
Karsinoma nasofaring
Dapat dilakukan vaksinasi (dalam percobaan), migrasi penduduk mengubah kebiasaan
hiup yang salah, dan bebagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan factor penyebab.
Pencegahan dini, kepedulian utama, termasuk hidrasi yang cukup, obat penghilang
sakit, antipyretics, dan istirahat cukup. Istirahat di tempat tidur harus dipaksa, dan pasien perlu
membatasi aktivitas. Kortikosteroid-kortikosteroid, acyclovir, dan obat anti alergi tidak
direkomendasikan untuk perawatan yang rutin terhadap penyakit radang yang cepat menular,
meski kortikosteroid-kortikosteroid bermanfaat bagi pasien-pasien yang berkompromi terhadap
pernapasan atau edema berhubungan dengan rongga tenggorokan yang sudah parah. Pasien-
pasien dengan penyakit radang yang cepat menyebar harus berolahraga sedikitnya empat minggu
setelah timbulnya gejala. Kelelahan, penyakit kejang urat, dan istirahat yang cukup harus tetap
berlaku untuk beberapa bulan-bulan setelah infeksi akut berakhir.
2.9 Proknosis dari karsinoma nasofaring
Ditemukan bahwa karsinoma nasofaring tipe 1 (karsinoma sel skuamosa) memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma nasofaring tipe 2 dan 3. Hal ini
terjadi karena pada karsinoma nasofaring tipe 1, mestastasis lebih mudah terjadi. Secara
keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh beberapa
faktor, seperti :
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
Laki-laki dari pada perempuan
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
19
Karsinoma nasofaring
Adanya metastasis jauh12,16
2.10 Komplikasi pada karsinoma nasofaring
Metastasis ke kelenjar limfa dan jaringan sekitar merupakan suatu komplikasi yang selalu
terjadi. Pada KNF, sering kali terjadi komplikasi ke arah nervus kranialis yang bermanifestasi
dalam bentuk :
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai sinus
kavernosus menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II. yang memberikan
kelainan :
Neuralgia trigeminus ( N. V ) : Trigeminal neuralgia merupakan suatu nyeri pada
wajah sesisi yang ditandai dengan rasa seperti terkena aliran listrik yang terbatas
pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.
Ptosis palpebra ( N. III )
Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )20
2. Retroparidean sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke
sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan
retropharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N.
XI, N. XII dengan manifestasi gejala :
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta
gangguan pengecapan pada sepertiga belakang lidah
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
20
Karsinoma nasofaring
N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai
gangguan respirasi dan saliva
N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta hemiparese palatum
mole
N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa penyempitan fisura
palpebralis, onoftalmus dan miosis.
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini
merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa
karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-
masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
21
Karsinoma nasofaring
BAB III
Asuhan keperawatan karsinoma nasofaring
3.1 Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
1. Nama
2. Tempat tanggal lahir
3. Umur
4. Jenis Kelamin
5. Agama
6. Warga Negara
7. Bahasa yang digunakan
Penanggung Jawab
1. Nama
2. Alamat
3. Hubungan dengan klien
b. Keluhan Utama
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
22
Karsinoma nasofaring
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, badan merasa
lemas, serta BB turun drastis dalam waktu singkat.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
g. Keadaan Lingkungan
3.2 Observasi
Keadaan Umum
1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan Darah
4. RR
5. BB
6. Tinggi badan
Pemeriksaan Persistem
B1 (breathing) : RR meningkat, sesak nafas, produksi sekret meningkat.
B2 (blood) : normal
B3 (brain) : Pusing, nyeri, gangguan sensori
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Disfgia, Nafsu makan turun, BB turun
B6 (bone) : Normal
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
2. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
23
Karsinoma nasofaring
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan nutrisi..
4. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi
informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
6. Resiko Aspirasi b/d inefektif reflek menelan
7. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
Setelah dilakukan askep .... jam status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dengan Kriteria :
Tidak ada panas Cemas tidak ada Obstruksi tidak ada Respirasi dalam batas
normal 16-20x/mnt Pengeluaran sputum
dari jalan nafas paru bersih
Airway Management/Manajemen jalan nafas
Bebaskan jalan nafas. Posisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi Identifikasi apakah klien
membutuhkan insertion airway Jika perlu, lakukan terapi fisik
(dada) Auskultasi suara nafas, catat
daerah yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
Berikan bronkhodilator, jika perlu
Atur pemberian O2, jika perlu Atur intake cairan agar seimbang Atur posisi untuk mengurangi
dyspnea Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
Airway Suctioning/Suction jalan nafas
Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning
Lakukan suction pada
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
24
Karsinoma nasofaring
endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu
2 Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukkan tingkat kenyamanan dan level nyeri: klien terkontrol dg KH:
Klien melaporkan nyeri berkurang skala nyeri 2-3
Ekspresi wajah tenang, klien mampu istirahat dan tidur
V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt)
Manajemen nyeri : Kaji tingkat nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik : Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
25
Karsinoma nasofaring
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in adekuat, faktor biologis
Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukanstatus nutrisi adekuatdibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi kaji pola makan klien Kaji adanya alergi makanan. Kaji makanan yang disukai oleh
klien. Kolaborasi dg ahli gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan. Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah. Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
26
Karsinoma nasofaring
4 Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep …… jam tidak terdapatfaktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000),
Konrol infeksi : Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain. Batasi pengunjung bila perlu. Intruksikan kepada keluarga
untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal. Monitor hitung granulosit dan
WBC. Monitor kerentanan terhadap
infeksi.. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan. Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
Ambil kultur jika perlu Dorong istirahat yang cukup. Monitor perubahan tingkat
energi.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
27
Karsinoma nasofaring
Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi. Laporkan jika kultur positif.
5 Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg informasi, terbatasnya kognitif
Setelah dilakukan askep ........ jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali penjelasan yang telah dijelaskan
Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan.
Teaching : Dissease Process Kaji tingkat pengetahuan klien
dan keluarga tentang proses penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
Sediakan informasi tentang kondisi klien
Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
Sediakan informasi tentang diagnosa klien
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
28
Karsinoma nasofaring
Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.6 Risiko aspirasi b/d
inefektifnya reflek menelan
Setelah dilakukan askep …. jam tidak terjadi aspirasi / Aspiration tercontrolKriteria Hasil :
Dapat bernafas dengan mudah dan frekuensi normal (16-20x/mnt).
Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampu melakukan oral hygien, serta posisi tegak selama M/M
Menghindari factor risiko
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal
Aspiration precaution Monitor tingkat kesadaran, reflek
batuk dan kemampuan menelan Monitor status paru Pelihara jalan nafas Monitor v/s Lakukan suction jika diperlukan Cek nasogastrik sebelum makan Hindari makan kalau residu
masih banyak Potong makanan kecil kecil Haluskan obat sebelum
pemberian Naikkan kepala 30-45 derajat
pada saat dan setelah makan Jika pasien menunjukkan gejala
mual muntah, posisikan klien miring.
Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan waktu cukup untuk mengunyah / menelan
7 Defisit self care b/d kelemahan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diriSelf care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
Kebersihan diri pasien terpenuhi
Bantuan perawatan diri Monitor kemampuan pasien
terhadap perawatan diri Monitor kebutuhan akan personal
hygiene, berpakaian, toileting dan makan
Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
Evaluasi kemampuan klien dalam
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
29
Karsinoma nasofaring
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
8 Harga diri rendah b/d perubahan gaya hidup
Setelah dilakukan askep …. jam klien menerima keadaan dirinya Dg KH:
Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri
Menjaga postur yang terbuka
Menjaga kontak mata Komunikasi terbuka Secara seimbang dapat
berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
Menerima kritik yang konstruktif
Menggambarkan kebanggaan terhadap diri
Peningkatan harga diri Monitor pernyataan pasien
tentang harga diri Anjurkan pasien utuk
mengidentifikasi kekuatan Anjurkan kontak mata jika
berkomunikasi dengan orang lain Bantu pasien mengidentifikasi
respon positif dari orang lain. Berikan pengalaman yang
meningkatkan otonomi pasien. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
meningkatkan harga diri. Monitor frekuensi pasien
mengucapkan negatif pada diri sendiri.
Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya
Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.
Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
30
Karsinoma nasofaring
Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan
Monitor tingkat harga diri
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan
menempati urutan ke 10 dari seluruh tumor ganas di tubuh.
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan KNF, yaitu
(1)Adanya infeksi EBV,
(2) Faktor lingkungan
(3) Genetik
Karsinoma nasofaring banyak ditemukan pada ras mongoloid, termasuk di Indonesia
4.2 Saran
Deteksi awal yang cermat terhadap gejala karsinoma nasofaring sangatlah diperlukan
walaupun sulit, karena seringkalai penderita KNF terdeteksi pada stadium lanjut.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
31
Karsinoma nasofaring
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta
Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Unmu Surabaya fik 2012 Kmb III kelompok 1 28 september 2012
32