makalah biofarmasetika

21
TUGAS MAKALAH Farmakokinetika Absorpsi Obat” DOSEN PEMBIMBING : Desi Kusumawati S.Farm., M.Farm-Klin., Apt. Disusun Oleh : 1. Rudy Widianto (10109051) 2. Rustanti Anggar K. (10109052) 3. Siti Ayu Fuji R. (10109053) 4. Slamet Andrianto (10109054) 5. Suci Ratna Sari (10109055) 6. Syaiful Anam (10109056) 7. Tantra Chelvia Deta (10109057) FAKULTAS FARMASI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTY WIYATA KEDIRI 2012

Transcript of makalah biofarmasetika

TUGAS MAKALAH Farmakokinetika Absorpsi ObatDOSEN PEMBIMBING : Desi Kusumawati S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.

Disusun Oleh : 1. Rudy Widianto 2. Rustanti Anggar K. 3. Siti Ayu Fuji R. 4. Slamet Andrianto 5. Suci Ratna Sari 6. Syaiful Anam 7. Tantra Chelvia Deta (10109051) (10109052) (10109053) (10109054) (10109055) (10109056) (10109057)

FAKULTAS FARMASI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTY WIYATA KEDIRI 2012

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................................i Daftar Isi ....................................................................................................................................ii Kata Pengantar ..........................................................................................................................iii BAB I Pendahuluan ...................................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan .....................................................................................................1 BAB II Pembahasan ..................................................................................................................2 2.1 Farmakokinetika Absorpsi Obat..............................................................................2 2.2 Model Farmakokinetika Absorpsi Obat ..................................................................3 2.3 Penetapan Tetapan Laju Absorpsi Oral ................................................. ................6 BAB III Penutup ......................................................................................................................17 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................17 Daftar Pustaka ..........................................................................................................................15

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan Rahmat-Nya, tim penyusun dapat menyelesaikan Makalah Analisa Obat Farmakokinetika Absorpsi Obat dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Desi Kusumawati S.Farm., M.Farm-Klin., Apt. yang telah memberi bimbingan mata kuliah Biofarmasetika. 2. 3. 4. Petugas Perpustakaan yang menyediakan buku-buku literatur. Teman-teman saya yang membantu dalam peminjaman buku literatur. Dan dukungan orang tua yang selalu menyertai semangat kami. dan Makanan dengan judul

Penyusun menyadari bahwa Makalah dengan judul Farmako kinetika Absorpsi Obat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan sehingga ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penyusun khususnya. Kediri, 13 Februari 2012

Penyusun

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu farmakokinetika obat dan produk obat bermanfaat untuk memahami hubungan antara sifat-sifat fisikokimia dari produk obat dan fartnakologik atau efek klinik.

Farmakokinetika mempelajari kinetika absorpsi obat, distribusi dan eliminasi (yakni ekskresi dan metabolisme). Uraian dari distribusi dan eliminasi obat sering diistilahkan sebagai disposisi obat. Pada saat ini, terdapat berbagai metode analitik yang peka, teliti dan tepat untuk pengukuran langsung obat-obat dalam cuplikan biologik, seperti plasma dan urin. Ahli farmakokinetika dapat menggunakan cara pengukuran kadar ini untuk menggambarkan perbedaan bioavailabilitas antara obat-obat dan produk-produk obat dengan lebih teliti.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah BIOFARMASETIKA tahun ajaran 2011/2012 serta mengkaji dan membahas lebih dalam mengenai topik Farmakokineika Absorpsi Obat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Farmakokinetika Absorbsi Obat

Absorpsi sistemik suatu obat dari saluran cerna atau tempat ekstravaskuler yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi dan fisiologi tempat absorpsi. Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus kecepatan pengosongan lambung ,pergerakan saluran cerna dan aliran darah ketempat absorpsi, semua nya mempengaruhi laju absorpsi obat. Sebagian besar model farmakokinetika menganggap absorpsi obat mengikuti order kesatu, kecuali apabila anggapan absorpsi order nol memperbaiki model secara bermakna dan teruji dengan

percobaan. Laju perubahan jumlah obat dalam tubuh bergantung pada laju absorpsi dan eliminasi, laju perubahan obat pada tubuh pada setiap waktu ( dDb/dt) sama dengan laju absorbs obat (Ddgi/dt) dikurangi laju eliminasi obat(dDc/dt).

Suatu kurva kadar plasma waktu yang menggambarkan proses laju absorpsi dan eliminasi obat dapat digambarkan secara grafik, selama fase absopsi dari kurva kadar plasma waktu laju absorpsi obat lebih besar dari pada laju eliminasi obat (Ddgi/dt>dDe/ dt ). Setelah waktu absorpsi obat mencapai puncak, beberapa obat masih berada pada tempat absorpsi ,laju eliminasi obat pada saat ini lebih cepat dari pada laju absorpsi obat, seperti diperlihatkan oleh fase pasca absorpsi .

Jika waktu konsentrasi puncak obat dalam plasma, yang dapat disamakan dengan waktu absorpsi puncak ,laju absorpsi obat sama dengan lajueliminasi obat dan tidak ada perubahan jumlah obat dalam tubuh .(Ddgi/dt= dDe/ dt ).

Ketika obat pada tempat absorpsi pada tempat absorpsi makin berkurang, laju absorpsi obat mendekati nol. Pada fase eliminasi dari kurva kemudian hanya menyatakan eliminasi obat dari tubuh biasanya merupakan order kesatu(dDB/dt =-KDB)

2.2 Model Farmakokinetika Absorpsi Obat

Model absorpsi order nol

Pada model iniobat dalam saluran cerna DGI diabsorpsi secara sistemik pada suatu tetapan laju reaksi, K0.Obat dieliminasi dari tubuh oleh suatu proses order kesatu dengan suatu tetapan laju order kesatu, K. model ini analog dengan pemberian obat secara infuse intravena (lihat Bab 12). Model farmakokinetik yang menganggap absorpsi order nol digambarkan dalam gambar 7-3.

Ka DGI

K

DB, Vd

Gambar 7-3. Model farmakokinetik kompartemen satu untuk absorrpsi obat nol dan eliminasi obat order kesatu.

Laju eliminasi pada setiap waktu, dengan proses order kesatu adalah sama dengan DBK. Laju masukan adalah K0.Oleh karena itu, perubahan per satuan waktu dalam tubuh dapat dinyatakan sebagai berikut : = K0 KDB Integritas dari persamaan ini dengan substitusi VdCp untuk dB : Cp = (1 - -Kt) Laju absorpsi obat adalah konstan dan berlanjut sampai jumlah obat dalam dinding usus, DGI habis. Waktu di mana absorpsi obat berlangsung sama dengan DGI/K0. Setelah waktu ini obat tidak, tersedia lagi untuk diabsorpsi dari dinding usus dan persamaan 7.7 tidak, lagi berlaku. Konsentrasi obat dalam plasma akan menurun menurut suatu proses laju eliminasi order kesatu(gambar 7-2).

Model absorpsi order kesatu

Model ini menganggap bahwa masukan adalah order kesatu dan suatu eliminasi juga order kesatu . Persamaan diferensial yang mengambarkan laju perubahaan obat dalam tubuh: Ddb =FKaDGI-KDB F adalah fraksi obat terabsorpsi secara sistemik, oleh karna obat dalam saluran cerna juga mengikuti suatu proses penurunan order kesatu (yakni diabsorpsi melintasi dinding saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama. Ddb = FKaDOe kat KDB. Persamaan ini dapat diintegrasikan untuk memberikan persamaan absorpsi oral secara umum, untuk perhitungan konsentrasi obat(Cp) dalam plasma pada setiap waktu (t) ; Cp =FKaDo [e-kt_e-kat] Konsentrasi maksimum adalah cp maks dan waktu yg diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimum adalah tmaks. Waktu yg diperlukan untuk mencapai konsentrasi maksimem tidak bergantung pada dosis tetapi tergantrung pada tetapan laju absorpsi (ka) dan eliminasi (k). Pada konsentrasi maksimum, yg kadang kadang disebut konsentrasi puncak , laju absorpsi sama dengan laju eliminasi obat. Oleh karena itu laju perubahan konsentrasi sama dengan nol. Laju perubahan konsentrasi dapat diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan 7.10; -Ke-kt+kae-kat=0

Seperti diperlihatkan disini, waktu obat mencapai konsentrasi maksimem, tmaks hanya tergantung pada tetapan laju ka k. Untuk menghitung konsentrasi puncak obat dalam plasma , harga tmaks ditetapkan melalui persamaan 7.12 dan kemudian disubstitusikan kedalam persamaan 7.10, pecahan untuk cp maks. Dari persamaan 7.10 dapat dilihat cp maks berbanding langsung dengan dosis yang diberikan (Do) dan fraksi obat terabsorpsi (f). Perhitungan tmaks dan Cp maks biasanya perlu dilakukan, oleh karena pengukuran langsung dari konsentrasi obat tidak memungkinkan sehubung dengan waktu pengambilan cuplikan serum yg tidak tepat. Tetapan laju eliminasi order kesatu dapat ditentukan dari fase eliminasi kurva kadar plasma-waktu. Pada jarak waktu selanjutnya, ketika absorpsi obat telah sempurna persamaan 7.10 menjadi Dengan memakai logaritma natural dari pernyataan ini didapat Substitusi logaritma biasa memberi Dengan persamaan ini dibuat grafik log cp vs. waktu,akan menghasilkan suatu garis lurus dengan slop k/2,3. Dengan suatu pendekatan yg sama ,data obat yg diekskresikan lewat urin juga dapat digunakan perhitungan tetapan laju eliminasi order kesatu. Laju ekskresi obat setelah dosis oral tunggal dinyatakan oleh dDu/dt=laju eksresi obat lewat urin,Ke =tetapan ekresi ginjal order kesatu, dan F =FRAKSI DOSIS terabsorpsi Suatu grafik yg dibuat dengan mengambarkan Ddu/dt vs. Waktu akan menghasilkan kurva yg identik dengan kadar plasma-waktu. Setelah absorpsi obat sempurna, e-kat mendekati nol dan persamaan 7.16 menjadi: Dengan memakai logaritma natural pada kedua sisi persamaan ini,dan dengan mensubstitusikan dalam logaritma biasa, Bila log (Ddu/dt) dendigambarkan terhadap waktu diperoleh suatu garis lurus dengan slop K/2,3. Oleh karena laju eksresi obat lewat urin, dDu/dt tidaK dapat ditetukan secara langsung, maka laju ekskresi rata-rata obat lewat urin yg dapat digambar terhadap titik tenggah dari waktu pengumpulan untuk tiap cuplikan urin. Untuk memperoleh ekskresi kumulatif obat dalam urin,persamaan 7.16 harus diintegrasikan:

2.3 Penetapan Tetapan Laju Absorpsi Oral

METODE RESIDUAL.dengan mengangap Ka>>K dalam persamaan 7.10 harga eksponesial akan tekedua akan menjadi kecil yg tidak bermakna terhadap waktu oleh karena itu dapat dihilangkan .pada keadaan tersebut absorpsi obat telah sempurna.persamaan 7.10 menjadi persamaan 7.21 Persamaan ini,menyatakan eliminasi obat order kesatu,akan menghasilkan suatu gambar linier pada kertas semilog dengan slop= -k/2,3. Harga Ka dapat diperoleh dengan metode residual atau teknik feathering seperti digambarkan dalam Bab 5.Harga Ka diperoleh dengan mengunakan prosedur berikut: 1. Gambar konsentrasi obat vs.waktu pada kertas semilog dengan harga konsentrasi pada sumbu logaritma (gambar7-6). 2. Dapatkan slop dari fase akhir (garis BC,gambar 7-6)dengan ekstrapolasi. 3. Ambil beberapa titik pada bagian atas garis BC (misal x1,x2,x3,.....) dan jatuhkan tegak lurus untuk mendapatkan titik-titik yg berhubungan pada kurva (misal x1,x2,x3,......). 4. Baca harga x1dan harga x1,x2,dan x2,x3 dan x3 dan seterusnya.gambar harga-harga perbedaan tersebut pada titik-titik waktu yang berhubungan 1,2,3,.....akan diperoleh suatu garis lurus dengan slop Ka/2,3(gambar7-6). Bila digunakan metode residual,minimum tiga titik digunakan untuk menetapkan garis lurus. Titik-titik data yang terjadi segera setelah tmaks dapat tidak teliti karena asborpsi obat pada saat itu masih berlangsung.oleh karena bagian dari kurva ini mewakili fase pasca absorpsi, hendaknya hanya titik-titik data fase eliminasi yg digunakan untuk menetapkan laju absorpsi obat sebagai suatu proses orde kesatu. Jika obat diabsorpsi langsung setelah pemberian secara oral,garis residual diperoleh derigan featheringkurva kadar plasma-waktu(seperti yg diperlihatkan dalam gambar 7-6) akan memotong sumbu y pada titik A.Harga intersep y tersebut,A,menyatakan suatu tetapan hibrida yang tersusun dari Ka,K,Vd,dan Fdo; Harga A,dan juga harga K dan Ka ,dapat disubsitusikan kembali ke dalam persamaan teoritik umum yg mengambarkan kurva kadar obat-waktu.LAG TIME. Pada beberapa individu absorpsi obat setelah dosis oral tungal tidak terjadi dengan segera,sehubungan dengan faktor-faktor fisiologik seperti waktu pengosongan lambung dan pergerakan usus. Penundaan waktu absorpsi sebelum permulaan absorpsi obat order kesatu terjadi dikenal sebagai lag time. Lag time untuk suatu obat dapat diamati jika dua garis residual yg diperoleh dengan cara feathering kurva kadar plasma absorpsi obat-waktu berpotongan pada suatu titik setelah t= 0 pada sumbu x. Waktu pada titik perpotongan pada sumbu x merupakan lag time(gambar7-7).

lag time to menyatakan permulaan absorpsi obat dan hendaknya tidak dikacaukan dengan istilah farmakologik mula kerja obat,yang menyatakan waktu yg diperlukan obat untuk mencapai konsentrasi efektif minimum. Dalam salah satu persamaan tersebut lag time, t dikurangkan dari tiap titik waktu, seperti terlihat dalam persamaan 7.23 Cp = ( ) (7.23)

FKaDo/Vd (Ka - K) adalah harga y pada titik perpotongan garis residual dalam gambar 7.7 Persamaan kedua yang menjelaskan kurva dalam gambar 7.7 menghilangkan lag time sebagai berikut Cp = (7.24) Dimana A dan B intersep pada sumbu y setelah ekstrapolasi garis-garis residual berturut-turut untuk absorpsi dan eliminasi. FLIP FLOP Ka dan K. Dalam menggunakan metode residual untuk memperoleh perkiraan harga Ka dan K, fase akhir dari suatu kurva absorpsi oral biasanya dinyatakan oleh slop yang lebih curam (Gambar 7.8). Dalam sejumlah kecil kasus tetapan laju eliminasi K yang diperoleh dari data absorpsi oral tidak sesuai dengan yang diperoleh dari data intravena. Sebagai contoh, K yang diperoleh dari suatu IV bolus suatu bronkodilator adalah 1,72 sedangkan yang dihitung dari pemberian secara oral hanya 0,7 (Gambar 7.8). Bila Ka diperoleh dengan metode residual, agak mengherankan, Ka = 1,78 (Gambar 7.8) Dengan nyata, Ka dan K dengan metode residual saling tertukar. Fenomena ini disebut Flip Flop tetapan laju absorpsi dan eliminasi. Flip Flop dapat juga terjadi sewaktu Ka dan K diperkirakan dari data absorpsi oral. Penggunaan metode komputer tidak menjamin menghilangkan flip flop dari kedua tetapan yang diperkirakan. Agar tidak memberikan arti yang membingungkan terhadap kurva yang lebih curam, yang menyatakan tetapan eliminasi obat yang diberikan secara ekstravaskular, maka obat harus diberikan dengan injeksi intravena kepada penderita yang sama. Setelah injeksi intravena penurunan kadar obat dalam plasma terhadap waktu merupakan laju eliminasi yang sebenarnya. Hubungan antara Ka dan K pada kurva konsentrasi obat dalam plasma waktu untuk suatu dosis konstan dari suatu obat yang diberikan secara oral ditunjukan dalam (gambar 7.8). Cara satu-satunya untuk meyakinkan harga perkiraan hanya dengan membandingkan K yang dihitung setelah pemberian secara oral dengan K dari data intravena.

Sebagian besar obat yang teramati mempunyai karakteristik flip flop adalah obat dengan eliminasi cepat (Yakni K > Ka). Absorpsi dari sebagian besar larutan obat atau produk-produk yang melarut cepat adalah sempurna atau paling sedikit setengah sempurna dalam waktu 1 jam (yakni absorpsi absorpsi 0,5 atau 1 jam sesuai dengan Ka 1,38 atau 0,69 ). Oleh karena itu sebagian obat yang digunakan secara oral mempunyai eliminasi lebih panjang, anggapan dari penggunaan slop yang lebih kecil atau tetapan laju reaksi yang lebih kecil (yakni fase akhir dari kurva Gambar 7.8) sebagai tetapan eliminasi pada umumnya benar.

Gambar 7.8. Flip-Flop dari Ka dan K

Untuk obat-obat yang mempunyai tetapan laju eliminasi besar (K > 0,69 ), kesempatan untuk flip flop dari Ka dan K lebih besar. Obat isoproterenol sebagai contoh, mempunyai eliminasi hanya beberapa menit, dan flip flop dari Ka dan K terbukti (Portmann, 1970). Begitu pula asam salisilurat mengalami flip flop apabila digambar data oral, K asam salisilurat lebih besar dari . Beberapa percobaan obat menunjukan flip flop dari Ka dan K sedangkan obat-obat oral yang dipasarkan jarang mengalami flip flop. Obat-obat dengan K besar biasanya dianggap tidak sesuai untuk produk oral, karena dengan tetapan laju eliminasi yang besar waktu paruh eliminasi sangat pendek.

PENENTUAN Ka DENGAN MENGGAMBAR PROSEN OBAT TIDAK TERABSORPSI VS. WAKTU (METODE WAGNER-NELSON). Setelah suatu obat diberikan secara oral dengan dosis tunggal, total dosis obat yang ada dalam tubuh, dalam urine, dan dalam dinding usus hendaknya dihitung dengan lengkap, oleh karena itu dosis (Do) dinyatakan Do = + + (7.25)

Misal Ab = + = Jumlah obat yang diabsorpsi dan = Jumlah obat yang diabsorpsi pada wakyu t = . Fraksi obat terabsorpsi pada berbagai waktu adalah Ab/Ab, dan fraksi dosis tak terabsorpsi adalah 1-(Ab/ ). Jumlah obat yang diekskresi pada berbagai waktu t dapat dihitung sebagai berikut: = [ ] (7.26) ) pada setiap waktu = Cp Vd. Jumlah obat terabsorpsi (Ab)

Jumlah obat dalam tubuh ( pada setiap waktu t : Ab = Cp Vd + [ ]

(7.27)

Pada t = , =0+

= 0 (yakni konsentrasi plasma diabaikan), dan jumlah total obat terabsorbpsi : [ ] (7.28)

Fraksi obat terabsorpsi pada setiap waktu = =[ [ ] [ [ ] ] ]

(7.29) (7.30)

Fraksi obat tak terabsorpsi pada setiap waktu t adalah 1=1[ [ ] ]

(7.31)

Karena obat yang tinggal dalam dinding usus pada setiap waktu t adalah =D Dengan demikian, fraksi obat tertinggal = log = (7.33) (7.32)

Oleh karena itu D/D sebenarnya fraksi dosis ak terabsorpsi, yakni 1 (Ab/Ab), gambar dari 1 (Ab/ ) vs. Waktu memberi slop = -K/2,3 (Gambar 7.8) Langkah-langkah berikut mungkin berguna dalam penentuan K : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Gambar log konsentrasi obat vs. Waktu. Dapatkan K dari bagian akhir slop dimana slop = -K/2,3. ] dengan menggambarkan Cp vs t Dapatkan [ ] dengan mengalikan tiap [ ] ] dengan K. Dapatkan K [ ] ddengan menjumlahkan seluruh potongan [AUC] dari t=0 sampai t= Dapatkan [ Tentukan harga 1 (Ab/ ) untuk tiap waktu t dengan menggunakan Persamaan 7.31. Gambar 1 (Ab/ ) vs. waktu, pada kertas semilog, dengan 1 (Ab/ ) pada sumbu logaritmik.

AUC diperkirakan dengan rumus trapesium. Metode ini teliti jika ada data yang cukup. Area antara tiap waktu dihitung sebagai berikut : [ ] = (7.34) Yang dimana adalah konsentrasi ( )

PENGARUH DARI TETAPAN LAJU ABSORPSI DAN LAJU ELIMINASI

Tetapan laju Absorpsi Ka() 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3

Tetapan laju eliminasi 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

(jam) 6,93 6,93 5,49 4,62 4,02 3,58 5,49 4,05 3,33 7,88 2,55

g/ml) 2,50 4,50 5,77 6,29 6,69 6,99 5,77 4,44 3,68 3,16 2,79

AUC (g).jam/ml 50 100 100 100 100 100 100 50 33,3 25 20

Keterangan:= waktu konsentrasi puncak obat dalam plasma; = konsentrasi puncak obat ; AUC = Luas area di bawah kurva. Harga tersebut berdasarkan pada pemberian oral dosis tunggal (100mg) yang 100% bioavailable (F=1) DAN MEMPUNYAI Vd 10liter. Obat mengikuti model kompartemen satu terbuka dihitung dengan persamaan 7.12 dan dihitung dengan persamaan 7.10. AUC dihitung dengan rumus trapeaium dari 0-24 jam.

Suatu metode yang lebih sempurna untuk mendapatkan [ residual dari konsentrasi plasma yang diamati terakhir terhingga. Persamaan ini adalah : [ ] =

] adalah memperkirakan area pada sampai waktu tak

Total [ ] adalah jumlah area yang didapat dengan rumus trapezium, yakni [ area residual [ ] seperti digambarkan dalam pernyataan berikut : [ ] =[ ] +[ ]

] dan

(7.36)

PERKIRAAN DARI DATA URIN. Tetapan laju absorpsi juga dapat diperkirakan dari data Ekskresi urin dengan menggunakan gambar dari prosen obat tak terabsorpsi vs. waktu. Untuk model kompartemen satu : Ab = = = = = = Jumlah total obat yang di absorpsi yakni jumlah obat dalam tubuh ditambah jumlah obat yang ekskresi Jumlah obat dalam tubuh Jumlah obat tak berubah yang diekskresi dalam urin Konsentrasi obat dalam plasma Konsentrasi obat dalam tubuh Jumlah total obat yang diekskresi (obat dalam metabolit)

Ab = Diferensial dari persamaan 7.37 dengan waktu memberikan = + .

(7.37)

(7.38)

Dengan anggapan kinetic eliminasi order kesatu dengan tetapan eliminasi ginjal, = =

(7.39)

Dengan anggapan model kompartemen-satu = Dengan subtitusi = + . kedalam persamaan 7.38 (7.40)

Dan penyusun kembali persamaan 7.39 ( ) (7.41)

=

(7.42)

Subtitusi =

kedalam persamaan 7.40 dan ( ( )+ )+ * +

/

untuk

, (7.43)

=

(7.44)

Bila pernyataan diatas diintegrasikan dari 0 sampai waktu t, (Ab)t = ( )+ t dan (7.45) = 0.

Pada t = semua obat yang akhirnya diabsorpsi dinyatakan sebagai jumlah total obat yang diabsorpsi : = adalah jumlah total obat tak berubah yang ekskresi dalam urin.

Fraksi obat terabsorpsi pada setiap waktu t sama dengan jumlah obat terabsorpsi pada waktu ini dibagi dengan jumlah total obat yang diabsorpsi( )

= Gambar dari fraksi obat tak terabsorpsi * + vs. waktu memberi

(7.46) sebagai slop dari

mana tetapn laju absorpsi diperoleh. PENGARUH dan K pada , dan AUC. Perubahan dan Kdapat mempengaruhi dan AUC seperti terlihat dalam table 7-2. Jika harga dan K dibalik maka diperoleh yang sama tetapi dan AUC berbeda. Jika tetapan laju eliminasi dipertahankan pada 0,1 dan berubah dari 0,2 menjadi 0,6 (laju absorpsi naik), maka menjadi lebih pendek ( dari 6,93 menjadi 3,58 jam) naik (dari 4,5 menjadi 6,99 ), tetapi AUC tetap. Sebaliknya jika tetapn laju absorpsi dipertahankan 0,3 dan K berubah dari 0,1 menjadi 0,5 , maka turun (dari 5,49 menjadi 2,55 jam) turun (dari 5,77 menjadi 2,79 ) dan AUC turun ( dari 100 menjadi 20 ) gambaran grafik hubungan dan K pada waktu absorpsi puncak dan konsentrasi puncak obat diperlihatkan dalam gambar 7-10 dan 7-11 PENENTUAN DARI DATA ABSORPSI ORAL KOMPARTEMEN DUA (Metode LOORIEGELMANN). Dengan menggambar prosen obat tak terabsoprsivs.waktu,Ka untuk suatu obat menunjukkan model kompartemen dua dapat dihitung. Seperti dalam metode yang digunakan sebelumnya untuk mendapatkan suatu perkiraan dari Ka,tidak ada pembatasan order reaksi dari proses absorpsi. Tetapi dengan metode ini diperlukan pemberian obat baik

secara intravena maupun secara oral untuk mendapatkan seluruh tetapan kinetic yang diperlukan. Pemberian secara oral dosis tertentu suatu obat yang menunjukkan kinetic model kompartemen dua,jumlah obat terabsopsi dihitung sebagai jumlah total dari obat dalam kompartemen sentral dan dalam kompartemen jaringan dan jumlah obat yang dieliminasi lewat semua rute (Gambar 7 -12) + + (7.47)

Kompartemen Sentral

Kompartemen Jaringan

Gambar 7.12 Model Farmakokinaetik kompariemen- dua Absorpsi dan eliminasi obat terjadi dari kompartemen sentral Masing masing istilah ini dapat dinyatakan dalam tetapan kinetic dan konsentrasi obat dalam plasma, sebagai berikut : = = = = [ ] dan [ ] kedalam persamaan 7.46 (7.51) untuk mendasarkan persamaan pada konsentrasi (7.52) (7.50) (7.48) (7.49)

Subtitusi pernyataan diatas untuk

Dengan membagi persamaan ini dengan obat diperoleh : = Pada t = = [ ] + + K[ ]

(7.53)

Persamaan 7.52 dibagi dengan persamaan 7.53 memberi fraksi obat terabsorpsi pada setiap waktu.[ ]

=

[

]

(7.54)

Gambar frkasi obat tak terabsorpsi [1tetapan laju absorpsi diperoleh.

] vs. waktu member slop-

dan

] dihitung dari gambar dan K[ vs. waktu. Harga dengan metode Loo-Riegelmann, sebagai berikut. = ( )

/

dapat diperkirakan

(7.55)

adalah , atau konsentrasi dalam jaringan, = waktu. Pengambilan cuplikan untuk cuplikan n ; = waktu pengambilan cuplikan untuk titik cuplikan sebelum cuplikan n; dan konsentrsai obat pada kompartemen sentral untuk cupliklan n-1. Perhitungan harga diperlihatkan dalam table 7-3, dengan menggunakan satu rangkaian data absorpsi oral yang khas. Setelah perhitungan harga , prosen obat tak terabsorpsi dihitungan dengan persamaan 7.54, seperti terlihat dalam table 7-4.Gambar prosen obat tak terabsorpsi vs. waktu pada kertas grafik semilog member kurang lebih 0,5 . Untuk memungkinkan perhitungan dengan metode ini obat harus diberikan secara intravena untuk evaluasi tetapan laju distribusi dan eliminasi. Obat obat yang tidak dapat diberikan dengan rute intravena tidak dapat dihitung dengan metode Loo Reigelmann. Untuk obat obat ini, metode Wagner-Nelson yang menganggap suatu model kompartemensatu, dapat digunakan untuk member suatu perkiraan awal dari . Jika obat diberikan secara intravena, tidak ada cara untuk mengetahui apakah ada variasi dalam harga tetapan laju eliminasi K dan tetapan laju distribusi dan . Variasi variasi yang demikian itu mengubah tetapan laju reaksi. Oleh karena itu model kompartemen satu sering digunakan untuk mencocokkan kurva plasma setelah dosis oral atau intramuskular. Kadar dalam plasma yang diperkirakan dari yang diperoleh dengan metode ini menyimpang dari kadar dalam plasma yang sebenarnya. Akan tetapi dalam banyak hal penyimpangan ini tidak bermakna.

HARGA RELATIF KOMULATIF DARI FRAKSI TERABSORPSI. Fraksi obat terabsorpsi pada setiap waktu t (persamaan 7.30) dapat dijumlah atau dikomulatifkan untuk tiap waktu dimana suatu cuplikan plasma diperoleh. Dari persamaan 7.30 menjadi harga relative komulatif dari fraksi terabsorpsi (CRFA) :[ [ ] ]

(7.56)

adalah konsentrasi plasma pada saat t

Tiap fraksi obat terabsorpsi dikomulasikan dan digambar terhadap jarak waktu dimana cuplikan plasma diambil. Satu contoh dari hubungan CRFA vs. waktu untuk absorpsi tolazamid dari empat produk obat yang berbeda ditunjukkan dalam gambar 7-13. Data untuk gambar 7-14 diperoleh dari kurva kadar tolazamid serum vs. waktu dalam gambar 7.13 grafik CRFA vs. waktu memberi gambaran visual dari laju absorbs relative obat dari berbagai produk obat. Jika kurva CRFA merupakan suatu garis lurus, maka obat diabsorpsi dari produk obat pada laju absorpsi order 0.

MAKNA TETAPAN LAJU ABSORPSI. Absorpsi sistemik dari suatu obat mencakup sejumlah proses laju reaksi, termasuk peralutan obat dan transfor obat melewati membrab sel dinding usus. Laju absorpsi obat menyatakan hasil dari keseluruhan proses ini. Perhitungan berguna dalam merancang suatu aturan dosis ganda. Dengan mengetahui dan K dapat diperkirakan konsentrasi puncak dan palung plasma setelah dosis ganda. Dalam studi Bioekivalensi, produk produk obat sering diberikan dalam dosis yang ekivalen secara kimia, dan laju absorpsi sistemik masing masing produk tidak berbeda. Oleh karenanya untuk setudi ini atau waktu konsentrasi puncak obat, dapat menjadi sangat berguna dalam membandingkan laju absorpsi masing masing obat dari produk produk obat yang ekivalen secara kimia.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Farmakokinetika absorpsi obat dapat digambarkan secara matematik sebagai suatu proses orde kesatu atau ke nol. Pada Penetapan Laju absorpsi dari data absorpsi oral diperoleh persamaan kurva dengan metode residual yang menunjukan kinetika absorpsi dan eliminasi order kesatu. Makna tetapan laju Absorpsi sistemik dari suatu obat mencakup sejumlah proses laju reaksi, termasuk peralutan obat dan transfor obat melewati membran sel dinding usus. Laju absorpsi obat menyatakan hasil dari keseluruhan proses ini. Tetapan laju absorpsi, waktu konsentrasi puncak obat sangat berguna dalam membandingkan laju absorpsi masing-masing obat dari produk-produk obat yang ekivalen secara kimia.

DAFTAR PUSTAKA

Shargel,leon.2005.Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.Surabaya:Airlangga University Press. id.wikipedia.org/wiki/Obat/