makalah bambang 292010228
-
Upload
zulfa-arifandhi -
Category
Documents
-
view
27 -
download
2
description
Transcript of makalah bambang 292010228
Penerapan Alat Peraga Kertas Lipat Pada Materi Penjumlahan Pecahan
Pada Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar
Laporan Penelitian
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Pada
Mata Kuliah Pemecahan Masalah Matematika
Disusun Oleh : Bambang Siswantoro
292010228
Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana
SALATIGA
2013
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran yang pokok diberikan pada jenjang Sekolah
Dasar sampai Perguruan Tinggi. Matematika merupakan sala satu mata pelajaran yang paling
sulit dari mata pelajaran laianya hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman pembelajaran
matematika yang didapatkan. Matematika juga merupakan mata pelajaran yang tidak
disenangi oleh anak Sekolah Dasar kelas 4 di SDN 1 Karang Tengah. Ketidak senangan pada
mata pelajaran ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar matematika. ketidaksenangan anak
pada mata pelajaran matematika bukan merupakan keseluruhan kesalahan dari anak didik,
akan tetapi ketidak senagan itu bisa juga terjadi ketidak siapan guru dalam mengajar
matematika. Akibatnya siswa tidak memahami apa yang diajarkan oleh seorang guru bahkan
siswa tidak tau apa- apa tentang materi yang diajarkan, hendaknya sebagai guru harus
menyiapkan pembelajaran yang menarik atau berbeda untuk mengrangsang cara berfikir anak
agar anak tidak bosan dengan materi yang diajarkan. Oleh karena itu hendaknya sebagai guru
harus memberikan pembelajaran yang menarik dan bervariatif untuk anak didik, supaya anak
didik tidak jenuh dengan materi yang disampaikan.
Dalam Permendiknas RI NO. 22 (2006,416) Disebutkan bahwa, dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual,
peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Sementara itu,
dalam permendiknas RI NO. 41 (2007:6) disebutkan bahwa, proses pembelajaran pada setiap
satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan,menantang
dan memotifasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis siswa. Hal ini menunjukan hendaknya pembelajaran matematika dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan
peran aktif siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional dan menghasilkan lulusan yang
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Sesuai standar nasional, depdiknas
melakukan pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran, yaitu dari orientasi
pembelajaran berpusat pada guru menjadi menjadi berpusat pada siswa. Guru hanya sebagai
fasilitator dan siswa sendirilah yang harus aktif belajar dari sumber belajar.
Berdasarkan studi pendahuluaan di SD N 1 Karang Tengah , seorang pengajar masih
menggunakan pembelajaran yang biasa- biasa saja yaitu dengan ceramah tanpa disertai
contoh yang jelas (alat peraga yang digunakan) pada materi penjumlahan pecahan. Hal ini
menyebabkan rendahnya pemahan yang diperoleh oleh siswa pada materi penjumlahan,
akibatnya nilai hasil ulangan pada materi penjumlahan pecahan dengan standar kompetensi
6.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah, kompetensi dasar 6.3. Menjumlahkan
pecahan. Masih sangat rendah hal ini dikarenakan lemahnya penguasaan pada materi
penjumlahan pecahan. Tentunya hasil pembelajaran tidak sesuai yang diinginkan oleh guru
dan siswa,padahal sebagai seorang guru harus memberikan pembelajaran yang menarik untuk
siswanya supaya siswa memahami apa yang diajarkan dan mencapai hasil yang maksimal.
Dalam proses pembelajaran alat Peraga memiliki peranan yang dapat medukung
keberhasilan seorang guru dalam mengajar. alat Peraga merupakan sala satu pendukung
utama keberhasilan mengajar. Oleh karena itu seorang guru perlu memilih alat peraga
mengajar yang bisa memacu keberhasilan belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Masalah – masalah yang didapat dalam penelitian pembelajaran penjumlahan pecahan
adalah sebagai berikut:
1. keridakfokusan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
2. guru memakai metode yang tidak sesuai yaitu ceramah
3. hasil belajar belum mencapai kkm yaitu 60
4. tidak adanya alat peraga yang digunakan.
Dari tiga masalah tersebut saya memilih untuk menyelesaiakan permasalahan yang ke4
yaitu tidak adanya alat peraga yang digunakan . Dalam proses pembelajaran alat Peraga
memiliki peranan yang dapat medukung keberhasilan seorang guru dalam mengajar. alat
Peraga merupakan sala satu pendukung utama keberhasilan mengajar
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah “Apakah penggunaan alat peraga kertas lipat dapat membantu siswa
belajar masalah penjumlahan pecahan ? ”
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah penggunaan alat peraga kertas lipat dapat meningkatkan hasil
belajar penjumlahan pecahan
E. Manfaat
1. agar siswa mengerti tentang konsep pecahan dan mendapatkan hasil yang baik.
2. guru bisa memakai alat peraga untuk mempermuda pembelajaran.
II. Dasar Teori
A. Pengertian Belajar
Belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah proses perubahan tingkah laku
(Depdikud, 1998).Menurut Hilgard dan Brower (Hamalik, 2003) mengemukakan bahwa
belajar merupakan dalam perbuatan melalui aktifitas, praktek dan pengalaman.Pendapat lain
yang dikemukakan oleh Hudoyo (1990), belajar merupakan suatu proses aktif dalam
memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah
laku. Slameto (2003) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan
suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Hilgard (Mudjijana, 2002), belajar merupakan proses yang aktif untuk
membangun pengetahuan dan keterampilan siswa. Depdiknas (Mudjijana, 2002) menyatakan
belajar sebagai kegiatan yang menghasilkan Perubahan tingkah laku pada diri individu yang
sedang belajar, baik potensial maupun aktual. Pada intinya belajar memiliki hal-
hal pokok sebagai berikut.
a. Belajar membawa perubahan perilaku baik aktual maupun potensial
b. Perubahan didapat dengan peningkatan kecakapan
c. Perubahan terjadi karena siswa aktif melakukan aktivitas untuk membangun sendiri
pengetahuannya.
Belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan matematika. Hal ini didukung oleh teori belajar
konstruktivisme di mana teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan
lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Oleh karena itu, di dalam
kelas guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi guru harus
dapat membuat siswa membangun sendiri pengetahuannya. Berdasarkan dari uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk
memperoleh suatu informasi dengan mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika
sehingga siswa dapat terlibat aktif dan tidak dipandang sebagai penerima pasif.
Menurut teori Bruner (Fadjar Shadiq, 2008: 29), ada tiga tahapan belajar yang harus
dilalui para siswa agar proses belajarnya dapat terjadi secara optimal. Dalam arti akan terjadi
internalisasi pada diri siswa tersebut, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru
dapat menyatu kedalam struktur kognitif siswa. Ketiga tahap pada proses belajar tersebut
adalah:
a. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan (matematika
tentunya) dengan menggunakan benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata
bagi para siswa. Dapat ditambahkan bahwa istilah “konkret” atau “nyata” berarti dapat
diamati dengan menggunakan panca indera para siswa.
b. Tahap Ikonik
Pada tahap ini, siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram
sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata tadi.
c. Tahap Simbolik
Pada tahap ini, siswa sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap
objek real.
B. Hakekat Belajar Matematika
Berdasarkan etimologis, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan bernalar. Sedangkan Ruseffendi (1990) berpendapat bahwa matematika
terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide proses dan
penalaran. Dan Djaali (2006) berpendapat bahwa matematika sebagai ilmu pengetahuan
abstrak tentang ruang dan bilangan, ia sering dilukiskan sebagai kumpulan sistem matematika
dengan ide-ide struktur dan hubungannya yang teratur memuat urutan yang logis. Menurut
Dienes (Bell, 1981) bahwa matematika dapat dipandang sebagai studi tentang struktur, yaitu
menganalisis berbagai struktur matematika dan hubungan logis dari struktur-struktur itu, dan
sebagainya. Dalam matematika tampak adanya kehirarkian di antara pokok-pokok
bahasannya, yaitu suatu pokok bahasan merupakan prasyarat pokok bahasan lainnya. Oleh
karena itu, menurut Soedjadi (1983) bahwa untuk menguasai matematika diperlukan cara
belajar yang berurutan setapak demi setapak dan berkesinambungan. Pendapat ini
bersesuaian dengan pendapat Herman Hudoyo (1990) yang mengatakan bahwa dalam
matematika, mempelajari konsep B yang berdasarkan pada konsep A, maka perlu memahami
dahulu konsep B. Oleh karena itu, untuk belajar matematika harus dilakukan secara bertahap,
berurutan, dan berkesinambungan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka belajar matematika adalah proses perubahan
tingkah laku melalui pengalaman belajar matematika.
C. Pengertian Alat Peraga
Alat peraga pengajaran adalah alat- alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk
membantu menjelaskan materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah
terjadinya verbalisme pada diri siswa. Banyak para ahli mendefinisikan alat peraga. E.T.
Ruseffendi dalam info diknas( dalam info diknas 1994) mengatakan, alat peraga yaitu alat
untuk menerangkan atau mewujudkan konsep matematika. Benda- benda itu misalnya batu-
batuan dan kacang- kacangan untuk menerangkan konsep bilangan; kubus ( bendanya) untuk
menjelaskan konsep titik, ruas garis, daerah bujur sangkar , dan wujud dari kubus itu sendiri;
benda- benda bidang beraturan untuk menerangkan konsep pecahan; benda benda seperti
cincin, gelang, permukaan gelas, dan sebagainya untuk menerangkan konsep lingkaran dan
sebagainya. Aristo Rohadi ( dalam info diknas 2003), alat peraga adalah alat ( benda) yang
digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur tertentu agar tampak
lebih nyata atau konkrit. LL Pasaribu, B. Simanjuntak( dalam info diknas 1983), alat peraga
yaitu alat untuk membantu pengajar menyampaikan pengetahuan dan mengalikan
ketrampilan. Alat peraga matematika adalah alat peraga yang dibuat untuk mempermudah
peserta didik memahami pelajaran matematika. Sri Anita (2008)
Dari uraian pendapat ahli hampir semua menjelaskan bahwa alat peraga adalah alat
bantu yang digunakan guru dalam penyampaian materi pembelajaran. Dan penggunaan alat
peraga dimaksudkan untuk membantu mempermuda peserta didik dalam memahami materi,
konsep yang disampaikan oleh guru pada saat pembelajaran. Jadi dengan menggunakan alat
peraga dapat membantu dalam penyampaian materi sehingga / konsep tersebut. Dengan
demikian peneliti menyimpulkan bahwa alat peraga adalah benda- benda yang digunakan
guru dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga materi pelajaran tampak lebih konkret
dan mudah dipahami oleh peserta didik sehingga dapat membantu atau mempermudah dalam
pencapaian tujuan pembelajaran.
Dari pernyaataan diaatas peniliti perupaya menggunakan alat peraga kertas lipat untuk
memperjelas konsep- konsep/ pemahan tentang materi penjumlahan agar kegiatan
pembelajaran mencapai tujuan dari pembelajaran yaitu siswa dapat mengetahuai konsep-
konsep penjumlahan pecahan dengan benar.
D. Tujuan Pembelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dantepat, dalam
pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, ataumenjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkansolusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau medialain untuk
memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajarimatematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
E. Hasil Belajar Matematika
Menurut Kimble dan Garmezy (Ali, 1987), sifat perubahan perilaku dalam belajar
bersifat permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya
kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang
sama. Menurut Abdurrahman (1999), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang, di mana hasil
belajar dipengaruhi oleh inteligensi dan penguasaan anak tentang materi yang akan
dipelajarinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar
matematika dalam penelitian ini adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seorang siswa
terhadap bidang studi matematika setelah menempuh proses belajar mengajar yang terlihat
pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajarnya. Di mana hasil belajar matematika siswa
dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasanya disebut tes hasil belajar.
III. Pembahasan Pembelajaran Pecahan
A. Penanaman Konsep Pecahan
Kegiatan yang dilakukan pada pembelajaran adalah siswa bersama guru melipat kertas
lipat dengan aturan menjadi bagian bagian- yang sama, yaitu mulai dari 2,4,8 dan 16 bagian,
dan dari 3,6, dan 12.Agar siswa mudah memahami konsep tentang pecahan yaitu bagian dari
keseluruhan bagian. Yang dilambangkan dengan , lambang ini mempunyai arti a; sebagai
penyebut dan disebut juga yang dibagi sedangkan b; sebagai pembilang dan disebut juga
sebagai pembagi.
Guru menjelaskan
a. jika 1 dibagi menjadi 2 bagian maka masing- masing bagian mendapat , arti dari
setengah adalah 1 dari 2 bagian.
b. jika 1 dibagi 4 bagian maka masing- masing bagian mendapat
c. jika 1 dibagi 8 bagian maka masing masing bagian
penjelasan tentang dasar pecahan dapat dilanjutkan melalui menuliskan lambang
pecahan di bagian- bagian yang telah dibuat.
Untuk mendalami konsep pecahan yaitu bagian dari keseluruhan siswa mengarsir
sebagian dari keseluruhan dan menuliskan lambang bilangannya.
Pada pecahan maka dapat diartikan sebagai 3 bagian dari 4, karena kita memiliki 3 bagian
yang diarsi dari 4 bagian yang sama.
Contoh soal untuk penjumlahan penyebut yang sama.
1. + =
+ = =
B. Pecahan Yang Bernilai Sama
pada pembelajaran ini siswa diharapkan berfikir lebih cermat untuk membedakan pecahan
yang senilai dan yang bukan senilai.
Dua pecahan dan merupakan lambang dari bilangan pecahan yang sama jika a x
d = b x c. Bila dua pecahan menyatakan nama bilangan pecahan yang sama, maka dikatakan
dua pecahan itu ekuivalen.
Pengertian pecahan yang senilai dapat dilakukan menggunakan melipat kertas yang terlibih
dahulu diberi arsiran
Contoh hasil lipatan.
setengah
senilai dengan , , ,
Kegiatan ini dilakukan untuk mengenalkan konsep jika penyebut dikalikan dengan bilangan
2,3,4 dst. maka pembilangnyapun ikut dikalikan dengan bilangan 2, 3, 4 dst, agar jumlah
pecahan tetap senilai.
Konsep dasar pecahan senilai inilah yang nantinya menuntun untuk mengahapi materi
penjumlahan penyebut tidak sama.
C. Penjumlahan Pecahan Dengan Penyebut Tidak Sama
Penjumlahan penyebut tidak sama adalah penjumlahan yang memerlukan
menyamakan penyebut supaya penyebut atau pembaginya sama. Penyelesaian ini dapat
dilakukan melalui mencari kpk dari 2 penyebut jika soal memakai penyebut yang tidak sama
.kegunaan kpk adalah mencari persekutuan terkecil dari 2 penyebut.
Melalui alat peraga.Dilakukan dengan meletakan penyebut banyak diatas penyebut yang
sedikit dan mengikuti pola garis penyebut banyak.
1. + = + =
= + = =
Akan tetapi lebih mudah jika menggunakan kpk terlihat secara jelas pecahan yang senilai dari
pecahan- pecahan yang ada
Kelipatan 2= 2, 4 ,6
Kelipatan 4= 4
Maka kpk dari 2 dan 4 adalah 4
Dapat diartikan untuk mencapai penyebut 4 dikalikan dengan 2 dan pembilangnya pun
dikalikan dengan 2. Dengan hasil menunjukan pecahan yang senilai .
Jadi + = + =
D. Soal Yang Diujikan
1. + =
2. + =
3. + =
4.
5.
E. Hasil tes
F. Kesimpulan
Pemecahan masalah pada materi pecahan menggunakan alat peraga mempermuda dalam
mengambil konsep- konsep pecahan dan memperjelas arti pecahan serta memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan soal- soal yang diujikan.
G. Daftar Pustaka
Akbar Sutawidjaja, Gatot Muhsetyo, Muktar A karim soewito. 1992. Pendidikan Matematika
111.
Dyah Noni Ardani.2011. Kwefektifan pembelajaran matematika realistik menggunakan alat
peraga pada pokok bahasan bangun ruang bagi siswakelas v sd. Skripsi ; fakutas
keguruan dan ilmu pendidikan uksw
Mark K. Smith, dkk. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Jogjakarta; Mirza Media
Pustaka.
John A Wandewelle, 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Erlangga.
Depdikbud,2006,Lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi
Lampiran SD – MI, yang diakses melalui web