Tutorial Dr. Bambang

13
INDUKSI dan AKSELERASI PERSALINAN dr.Bambang Widjanarko, SpOG Angka tindakan pemberian oksitosin baik dengan tujuan induksi persalinan atau mempercepat jalannya persalinan (augmentation labor atau akselerasi persalinan) meningkat dari 20% pada tahun 1989 menjadi 38% pada tahun 2002. Pembahasan berikut ini menyangkut deskripsi berbagai tehnik pematangan servik dan sejumlah skema induksi atau akselerasi persalinan. KONSEP UMUM INDUKSI PERSALINAN ELEKTIF Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists(1999) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial). Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar. Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian sectio caesar 2 – 3 kali lipat. Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian.

description

ok

Transcript of Tutorial Dr. Bambang

Page 1: Tutorial Dr. Bambang

INDUKSI dan AKSELERASI PERSALINAN

dr.Bambang Widjanarko, SpOG 

Angka tindakan pemberian oksitosin baik dengan tujuan induksi persalinan atau

mempercepat jalannya persalinan (augmentation labor atau akselerasi persalinan) meningkat

dari 20% pada tahun 1989 menjadi 38% pada tahun 2002. 

Pembahasan berikut ini menyangkut deskripsi berbagai tehnik pematangan servik dan

sejumlah skema induksi atau akselerasi persalinan. 

KONSEP UMUM

INDUKSI PERSALINAN ELEKTIF

Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan.

American College of Obstetricians and Gynecologists(1999) berdasarkan resiko persalinan

yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi

tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial). 

Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka

kejadian tindakan sectio caesar. 

Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian

sectio caesar 2 – 3 kali lipat. 

Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin

mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun

jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian. 

Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm (≥ 38 minggu) perlu

pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya. 

INDUKSI PERSALINAN ATAS INDIKASI

Tindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat memberi manfaat bagi ibu dan

atau anaknya. 

INDIKASI: 

1. Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis

2. Pre-eklampsia berat

3. Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan

Page 2: Tutorial Dr. Bambang

4. Hipertensi dalam kehamilan

5. Gawat janin

6. Kehamilan postterm

KONTRA INDIKASI: 

1. Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)

2. Grande multipara

3. Plasenta previa

4. Insufisiensi plasenta

5. Makrosomia

6. Hidrosepalus

7. Kelainan letak janin

8. Gawat janin

9. Ragangan berlebihan uterus : gemeli dan hidramnion

10. Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:

Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)

Infeksi herpes genitalis aktif

Karsinoma Servik Uteri

PEMATANGAN SERVIK PRA INDUKSI PERSALINAN

Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan induksi

persalinan. 

Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif dengan “BISHOP SCORE”

yang dapat dilihat pada tabel 1 

Nilai > 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka

keberhasilan induksi persalinan yang tinggi 

Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran

servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil

dengan baik. 

Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan

Page 3: Tutorial Dr. Bambang

memiliki servik yang tidak “favourable” ( Skoring Bishop < 4 ) untuk dilakukannya induksi

persalinan. 

Tabel 1 Sistem Skoring Servik “BISHOP” yang digunakan untuk menilai derajat

kematangan servik 

 

METODE PEMATANGAN SERVIK MEDIKAMENTOSA

Prostaglandine E2

Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus

intraservikal dengan dosis 0.5 mg. 

Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil). 

Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin. 

Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian

prostaglandine E2. 

Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat prostaglandine

suppositoria.

Prostaglandine E1

Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg. 

Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang

Page 4: Tutorial Dr. Bambang

pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat. 

Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan

dosis 50 µg. 

Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50

µg ( 200 µg ). 

Dosis 50 µg sering menyebabkan : 

Tachysystole uterin

Mekonium dalam air ketuban

Aspirasi Mekonium

Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 µg

per vaginam

METODE PEMATANGAN SERVIK MEKANIS

1. Pemasangan kateter transervikal

2. Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria )

3. “stripping” of the membrane

Pemasangan kateter Foley transervikal.

Page 5: Tutorial Dr. Bambang

 

Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi. 

Tehnik: 

Pasang spekulum pada vagina

Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam

tampon.

Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum

Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air

Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina

Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam

Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan

infuse oksitosin.

  

Dilatator servik higroskopik 

Dilakukan dengan batang laminaria. 

Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum membuka. 

Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis. 

12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase. 

Page 6: Tutorial Dr. Bambang

 

Gambar 1: 

1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis

2. Laminaria mengembang

3. Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang salah)

4. Ujung laminaria tidak melewati ostium uteri internum (pemasangan yang salah)

“Stripping of the membrane”

 

Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm. 

Menyebabkan peningkatan kadar Prostaglandine serum. 

Page 7: Tutorial Dr. Bambang

INDUKSI &amp; AKSELERASI PERSALINAN

Dilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis. 

Induksi persalinan dan akselerasi persalinan dilakukan dengan cara yang sama tapi dengan

tujuan yang berbeda. 

Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk mengawali proses

persalinan. 

Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus pada proses persalinan

untuk meningkatkan frekuensi – durasi dan kekuatan kontraksi uterus [HIS]. 

Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10 menit dengan masing-

masing HIS berlangsung sekitar 40 detik. 

Bila selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau

akselerasi persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan Selaput Ketuban

(ARM ~ Artificial Rupture of Membranes atau amniotomi) 

AMNIOTOMI

Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut: 

Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun;

Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan;

HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat ( bila sudah

inpartu)

Tehnik :

Page 8: Tutorial Dr. Bambang

 

Perhatikan indikasi!! 

CATATAN : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan selaput ketuban

selama mungkin untuk mengurangi resiko penularan HIV perinatal

Dengar dan catat DJJ

Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh dan kedua

lutut terbuka

Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk menilai

konsistensi – posisi – dilatasi dan pendataran servik

Masukkan “amniotic hook” kedalam vagina

Tuntun “amniotic hook” kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari dalam

vagina

Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan selaput ketuban

dengan ujung instrumen

Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan amnion yang

keluar

Page 9: Tutorial Dr. Bambang

Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS

Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN .

Bila persalinan diperkirakan TIDAK TERJADI DALAM 18 JAM berikan

antibiotika profilaksis untuk mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada neonatus:

Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam sampai persalinan; Bila

tidak ditemukan gejala infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotika

Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan MULAILAH

PEMBERIAN OKSITOSIN INFUS

Bila indikasi induksi persalinan adalah PENYAKIT MATERNAL IBU YANG

BERAT ( sepsis atau eklampsia) mulailah melakukan infuse oksitosin segera setelah

amniotomi.

Komplikasi amniotomi:

1. Infeksi

2. Prolapsus funikuli

3. Gawat janin

4. Solusio plasenta

TEHNIK PEMBERIAN OKSITOSIN DRIP

1. Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri

2. Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.

3. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin

4. Catat semua hasil penilaian pada partogram

5. 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan

dengan dosis awal 10 tetes per menit.

6. Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai

kontraksi uterus yang adekuat.

7. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi

per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:

Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau

Page 10: Tutorial Dr. Bambang

Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit

Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60 tetes

per menit:

Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau PZ)

dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit)

Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi

uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.

Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih

tinggi tersebut maka:

Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio caesar.

Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :

10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit

Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai

tercapai kontraksi uterus adekuat.

Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak adekuat

maka induksi dianggap gagal dan lakukan Sectio Caesar.

Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5% pada pasien multigravida

dan atau penderita bekas sectio caesar

Rujukan :

1. Bujold E, Blackwell SC, Gauthier RJ: Cervical ripening with transervical foley

catheter and the risk of uterine rupture. Obstet Gynecol 103:18, 2004

2. Culver J, Staruss RA,Brody S, et al: A randomized trial comapring vaginal

misoprostol versus Foley catheter with concurrent oxytocin for labor induction in nulliparous

women. Am J Perinatol 21:139, 2004

3. Cunningham FG (editorial) : Induction of labor in “William Obstetrics” 22nd ed p

536 – 545 , Mc GrawHill Companies 2005

4. Guinn DA et al : Extra-amniotic saline infusion, laminaria, or prostaglandine E2 gel

for labor induction with unfavourable cervix: A randomized trial. Obstet Gynecl 96:106,

2000

Page 11: Tutorial Dr. Bambang

5. HoffmanMK, Sciscione AC : Elective induction with cervical ripening increase the

risk of caesarean delivery in multiparous women. Obstet Gynecol 101:7S, 2003

6. Saiffudin AB (ed): Induksi dan Akselerasi persalinan dalam “Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal” YBPSP,Jakarta, 2002

7. Smith KM, Hoffman MK, Sciscione A: Elective induction of labor in nulliparous

women increase the risk of caesarean delivery. Obstet Gynecol 101, 45S, 2003