Makalah Asma Edit
-
Upload
fransiska-anggitha -
Category
Documents
-
view
674 -
download
6
Transcript of Makalah Asma Edit
PATOFISIOLOGI ASMA
A. DEFINISI
Kata asma berasal dari bahasa Yunani ‘’asthma’’ yang berarti sukar bernafas.
Asma merupakan penyakit saluran nafas yang ditandai oleh penyempitan bronkus
akibat adanya hiperreaksi terhadap sesuatu perangsangan langsung/fisik ataupun tidak
langsung. Tanpa pengelolaan yang baik penyakit ini akan mengganggu kehidupan
penderita sehari-hari dan penyakit akan cenderung mengalami peningkatan dan dapat
menimbulkan komplikasi ataupun kematian (Dahlan, 1998).
Asma adalah penyakit kronis (berlangsung lama) yang ditandai dengan sesak
napas disertai bunyi ngikngik (mengi) dan / atau batuk persisten dimana derajat
keparahan setiap otang berbeda-beda. Pada saat serangan yang terjadi adalah
menyempitnya jalan napas kita akibat pengerutan bronkus yang menyebabkan udara
sulit keluar masuk paru (Maulida,2010).
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 810% pada anak dan 3-5%
pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Prevalensi
asma di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali dibanding tahun 1960 yaitu 1,2%
menjadi 3,14%, lebih banyak pada usia muda. Penelitian prevalensi asma di Australia
1982-1992 yang didasrkan pada data atopi, mengi dan HRH menunjukan kenaikan
prevalensi asma akut di daerah lembab (Belmont) dari 4,4% (1982) menjadi 11,9%
(1992). Singapura dari 3,9% (1976) menjadi 13,7% (1987), di Manila 14,2% menjadi
22,7% (1987). Data dari daerah perifer yang kering adalah sebesar 0,5 % dari 215
anak dengan bakat atopi sebesar 20,5% mengi 2%, HRH 4 % (Dahlan,1998).
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, penderita asma pada 2025
diperkirakan mencapai 400 juta. Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan
penelitian epidemiologi menunjukkan peningkatan kejadian asma, terutama di negara-
negara maju (Anonim, 2007).
Adapun di Indonesia, penyakit asma merupakan sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian. Selain mengganggu aktivitas, asma tidak dapat disembuhkan.
Bahkan, dapat menimbulkan kematian. Data WHO memperkirakan, pada 2025 di
seluruh dunia terdapat 255.000 jiwa meninggal karena asma. Jumlah ini dapat
meningkat lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang un-derdiagnosed.
Sebagian besar atau 80 persen kematian justru terjadi di negara-negara berkembang.
Tingginya angka kematian akibat asma banyak karena kontrol asma yang buruk. Hal
ini juga karena sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat
keparahannya (Anonim, 2007).
Penelitian di Indonesia tersering menggunakan kuesioner dan jarang dengan
pemeriksaan HRB. Hampir semuanya dilakukan di lingkungan khusus misalnya di
sekolah atau rumah sakit dan jarang di lingkungan masyarakat. Dilaporkan pasien
asma dewasa di RS Hasan Sadikin berobat jalan pada 1985-1989 sebanyak 12,1 %
dari jumlah 1.344 pasien dan 1993 sebanyak 14,2 % dari 2.137 pasien. Pada
perawatan inap 4,3 % pada 1984/1985 dan 7,5 % pada pada 1986/1989. Pasien asma
anak dan dewasa di Indonesia diperkirakan sekitar 38 %, Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar 7,6 %. Hasil penelitian asma pada
anak sekolah berkisar antara 6,4 % dari 4.865 anak (Rosmayudi, Bandung 1993), dan
15,15 % dari 1.515 anak (multisenter, Jakarta) (Maulida, 2010).
C. FAKTOR PEMICU
Penyebab dari asma belum sepenuhnya dimengerti, namun ada beberapa zat atau
bahan yang dapat mencetuskan timbulnya serangan, antara lain:
1. Benda-benda dalam ruangan (tungau debu rumah dalam kasur, karpet, dan
perabotan kotor, dan bulu binatang)
2. Benda-benda diluar ruangan (polusi, asap buangan pabrik)
3. Asap rokok
4. Refluks gastroesofagus (sering muntah)
5. Udara dingin, emosi yang berlebihan seperti marah atau ketakutan dan
olahraga juga dapat mencetus serangan asma. Bahkan beberapa obat seperti
aspirin dan obat antiinflamasi lainnya dan beta blocker juga dapat
mencetuskkan serangan (Zullies, 2009).
D. PATOFISIOLOGI
Pada suatu serangan asma, otot polos dan bronki mengalami kejang dan jaringan
yang melapisi saluran napas mengalami pembengkakan karena adanya peradangan
dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal tersebut akan memperkecil diameter
dari saluran udara (bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita
harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernapas (Dahlan, 1998).
Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antigen-antibodi reagenik
(IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas. Dalam pemaparan
kembali pada suatu antigen, interaksi antigen-antibodi pada permukaan sel-sel mast
memicu terjadinya pelepasan mediator-mediator yang disimpan di dalam granula-
granula pada sel-sel serta sintesa dan mediator-mediator lainnya. Agen-agen yang
bertanggung jawab pada reaksi awal bronkokonstriksi yang terjadi secara cepat
termasuk histamine, trypase,dan protease netral lainnya, leukotiene-leukotiene C4 dan
D4 serta prostaglandin. Agen-agen tersebut berdifusi ke seluruh dinding jalan napas
dan menyebabkan terjadinya kontraksi otot serta kebocoran vascular. Mediator
lainnya bertanggung jawab terhadap terjadinya bronkokonstriksi yang bertahan lebih
lama, infiltrasi seluler pada mujkosa jalan napas, dan sekresi berlebihan mucus pada
fase reaksi akhir asma yang terjadi 2-8 jam kemudian mediator tersebut diduga adalah
sitokin yang dihasilkan oleh lymfosit TH2, khususnya GM-CSF dan interleukin 4,5,9
dan 13 yang menarik dan mengaktifkan eosinofil serta menstimulasi produksi IgE
oleh limfosit B. Masih belum jelas apakah limfosit ataukah sel-sel mast di dalam
mukosa jalan napas yang merupakan sumber utama (Dahlan, 1998).
E. MANIFESTASI KLINIS
- A sma kronik
Gejala : pasien biasanya merasakan dyspnea, sesak napas, batuk-batuk (biasanya
terjadi pada malam hari), napas yang berbunyi mengi atau “bengek”. Terjadi
karena terpapar alergen. Tanda-tanda : saat ekspiratori napas berbunyi mengi,
batuk kering (Dipiro, dkk., 2008).
- A sma akut
Gejala : dyspnea, napas pendek, sesak napas, nyeri pada dada dan dada terasa
terbakar. Sukar berbicara dan kalimat terputus-putus. Tanda-tanda : saat ekspirator
dan inspirator berbunyi mengi, batuk kering, tachypnea, takikardia, kulit pucat
(Dipiro, dkk., 2008).
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang khas. Untuk memperkuat
diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan
untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara untuk memantau pengobatan
(Dipiro, dkk., 2008). Pemeriksaan spirometri sendiri merupakan pemeriksaan yang
digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru-paru dan saluran pernapasan,
dan sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru (Garuda Sentra Medika, 2011).
Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa
membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika
diagnosisnya masih diragukan atau dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor
pemicu terjadinya asma, maka dapat dilakukan bronchial challenge test. Selain itu
dokter juga akan menanyakan mengenai riwayat kesehatan keluarga yaitu apakah ada
salah seorang anggota keluarga yang menderita asma. Pertanyaan ini akan
mendukung pendapat mereka untuk melakukan tes fungsi paru atau tes pernapasan
untuk meyakinkan hasil pemeriksaan sebelum diberikan resep / obat-obatan dan
terapi. Tes fungsi saluran pernapasan digunakan untuk mengukur kemampuan
bernapas. Hasil pemeriksaan rontgen paru dapat memperlihatkan jika ada sumbatan
pada saluran pernapasan yang merupakan indikasi asma (Dipiro, dkk., 2008).
G. PENATALAKSANAAN TERAPI
Outcome :
- Memperbaiki kualitas hidup
- Mengurangi komplikasi
Tujuan :
- Mengurangi bahkan menghilangkan gejala
- Memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal dengan hanya sedikit atau
tanpa gejala
Sasaran terapi :
- Saluran pernapasan
Terapi non farmakologis :
- Menghindari faktor – faktor resiko yang dappat menimbulkan asma
- Hidup sehat
- Hidup bersih
- Istirahat cukup
- Melakukan olahraga ringan seperti renang (Dipiro, dkk., 2008).
Terapi farmakologi s :
1. Kortikosteroid
- Indikasi: sebagai antiinflamasi
- Mekanisme kerja: Memblok enzim fosfolipase A2 sehingga pembentukan
mediator prostaglandin dan leukotrien dari asam arakidonat. Sehingga
kortikosteroid menghambat mekanisme hipersensitivitas IgE dan menyebabkan
degranulasi mastcell dan meningkatkan kepekaan reseptor β2mimetika.
Penggunaannya terutama pada serangan asma akibat infeksi virus dan infeksi
bakteri. Obatnya antara lain: hidrokortison, prednison, dan deksametason
2. Kortikosteroid inhalasi
Contoh obat: beklometason, fluktikason, dan budesonida. Keunrungan penggunaan
inhalasi adalah dapat menghindari efeksamping sistemik serius (osteoporosis,
tukak dan perdarahan lambung, hipertensi, diabetes) karena efeknya lokal.
3. Anti alergika
Mekanisme kerjanya adalah menstabilisasi mast cell sehingga tidak pecah dan
mengakibatkan terlepasnya histamin dan mediator inflamasi lainnya. Contoh
obatnya: kromoglikat dan nedokromil. Ibat ini sangat berguna untuk prevalensi
serangan asma dan rinitis alergi
4. Bronkodilator
a. Β2 mimetikum
Mekanisme kerja: selektif memblok reseptor β2 adrenergik
(bronchospasmolysis). Obatnya antara lain: salbutamol, terbutalin, fenoterol,
prokaterol, salmeterol dan formaterol (longacting). Penggunaanya untuk
melawan serangan asma dan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid dalam
pemeliharaan
b. Antikolinergik
Mekanisme kerja: memblok reseptor muskarinik dari daraf kolinergis pada
otot polos bronki sehingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan
efek nronkodilatasi. Contoh obat: ipratropium, tiotropium, dan deptropin
c. Derivat ksantin
Mekanisme kerja: sebagai bronkolelaksasi yang memblok reseptor adenosin.
Contoh obat: teofilin, aminofilin
5. Mukolitik dan ekspektoran
Mekaisme kerja: mengurangi kekentalan dahak apabila terjadi serangan asma hebat
dengan adanya sumbatan lendir. Contoh obat: bromheksin, ambroxol, dan
amonium klorida
6. Antihistamin
Mekanisme kerja: memblok reseptor histamin. Contoh obat: ketotofen dan
oksatomida
(Dipiro, dkk., 2008)
Pilihan obat berdasarkan tingkat penyakit :
Pengobatan asma dapat dibagi atas terapi serangan akut dan terapi pemeliharaan
untuk mencegah serangan atau memburuknya penyakit yaitu :
1. Penanganan serangan asma akut
Bronkospasmolitikum (untuk melepaskan kejang bronchi) yaitu :
- Pilihan pertama β2-agonis per inhalasi misalnya : salbutamol atau terbutalin.
Efeknya cepat (3-5 menit).
- Pilihan kedua (tidak selektif) misalnya : efedrin dan isoprenalin dapat
diberikan dalam bentuk tablet, tetapi efeknya setelah satu jam. Apabila
pemberian inhalasi tidak memberikan efek dapat diberikan obat secara
injeksi intravena berupa salbutamol dan / aminofilin. Pada serangan asma
hebat dapat ditambahkan hidrokortison atau prednison secara i.v.
- Sebagai tindakan akhir dapat diinjeksikan adrenalin (dapat diulang sebanyak
dua kali dalam waktu satu jam) (Dipiro, dkk., 2008).
2. Terapi pemeliharaan
Pengobatan pemeliharaan dilakukan secara bertingkat yaitu :
- Asma ringan (serangan < 1 x sebulan) diobati dengan β2-mimetikum yang
bekerja singkat sebagai monoterapi, misalnya : salbutamol atau terbutalin
(1-2 inhalasi/minggu)
- Asma sedang (serangan < 1-4 x sebulan) pengobatan dengan
kortikosteroida – inhalasi misalnya : beklometason, flutikason atau
budesonida dalam dosis rendah (200-800 mcg/hari). Bila perlu pengobatan
tersebut dikombinasikan dengan salbutamol atau terbutalin sebanyak 3-4
inhalasi / hari atau dengan obat pencegah yaitu inhalasi kromoglikat atau
nedokromil. Pada Anak-anak dengan asma dan alergi dapat diberikan
ketotifen atau oksatomida secara per oral yang berkhasiat mencegah
degranulasi mast sel
- asma agak serius (serangan 1-2 kali seminggu) pengobatan dengan
kortikosteroida dengan dosis lebih tinggi (800-1200 mcg/ hari) dan
dikombinasikan dengan β2 mimetikum atau antikolinergika (misalnya
ipratropium) sebagai bronkodilator untuk mengurangi obstruksi bronki
- asma serius (serangan >3 kali seminggu) kejadiannya adalah walaupun
telah digunakan ICS dalam dosis tinggi tetapi pada malam hari masih
timbul sesak nafas. Oleh karena itu dapat diberikan β2 mimetikum long
action sebagai inhalasi. Apabila perlu, dapat dikombinasikan dengan
teofilin dalam bentik slow release
(Dipiro, dkk., 2008)
Prinsip terapi serangan akut :
• Short acting β2-agonists (salbutamol-terbutalin) merupakan terapi pilihan untuk
meredakan gejala serangan akut dan pencegahan brnkospasmus akibat exercise
• Anticholinergics (ipratoprium bromide) memberi manfaat klinis sebagai tambahan
inhalasi beta agonis pada serangan akut yang berat. Merupakan bronkodilator
alternatif bagi pasien yang tidak bisa mentoleransi beta agonis
• Systemic corticosteroids digunakan jangka pendek untuk mengatasi eksaserbasi yang
sedang sampai berat untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah eksaserbasi
berulang.
• Oksigen diberikan via kanula hidung atau masker utuk mejaga SaO2 > 90% (>95 %
untuk wanita hamil dan pasien dengan gangguan jantung), saturasi oksigen perlu
dimonitor sampai diperoleh respon terhadap bronkodilator
Prinsip terapi jangka panjang :
• Obat anti inflamasi (kortikosteroid) merupakan treatment yang esensial untuk asma
• Mengajari dan memantau teknik inhalasi obat kepada pasien sangat penting
• Treatment harus disusun untuk setiap pasien sesuai dengan keparahan penyakitnya
dan dimodifikasi secara fleksibel tahap demi tahap
• Penggunaan kortikosteroid oral jangka pendek kadang-kadang diperlukan
• Aspirin dan NSAID harus digunakan dengan hati-hati karena 10-20% pasien asma
alergi terhadap obat ini
• Beta blocker sering memicu kekambuhan gejala asma
• Terapi desensitisasi bermanfaat bagi sebagian pasien
(Anonim, 2008)
H. PILIHAN OBAT UNTUK SWAMEDIKASI
Obat asma hanya digunakan oleh penderita asma yang telah dipastikan
menderita asma oleh dokter dan telah mengetahui jenis, dosis dan aturan aturan
pemakaian obat. Obat asma digunakan untuk mengatasi gejala asma ringan dan
intermiten (kadang kala). Jika seseorang tidak dapat memastikan sesak napas karena
asma, dan setelah menggunakan obat asma gejala tidak berubah, penderita harus segera
menghubungi dokter. Untuk mendapatkan efek optimal, penderita harus mematuhi dan
menggunakan obat asma sesuai cara dan jadwal penggunaan obat secara cara dan
jadwal penggunaan obat seperti aturan pakai yang tercantum dalam kemasan atau
brosur obat. Sebagian besar obat asma termasuk golongan obat keras. Obat asma yang
dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah teofilin, efedrin, kombinasi teofilin-efedrin
dan beberapa ekspektoran (Anonim, 2011).
1. Teofilin
Cara kerja obat : Teofilin mempunyai efek bronkhodilatasi yang tidak diketahui
dengan jelas mekanismenya. Dosis yang diijinkan adalah 130-150 mg. Efek
farmakologik teofilin tidak hanya sebagai bronchodilator atau relaksan otot polos,
tapi juga mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat, jantung, iritasi lambung
dan lain sebagainya.
Kegunaan : Meringankan dan mengatasi serangan asma bronchial.
Tidak boleh digunakan pada : Penderita yang alergi terhadap komponene obat
ini dan juga penderita tukak lambung
Hal yang perlu diperhatikan :
Jangan melebihi dosis yang dianjurkan
Hentikan penggunaan obat ini jika terjadi jantung berdebar-debar
Agar dikonsultasikan dengan dokter apabila :
Dalam 1 jam gejala-gejalanya masih tetap atau bertambah buruk
Wanita hamil dan menyusui
Penderita usia diatas 55 tahun, terutama pria
Penderita kekurangan oksigen dalam darah, hipertensi, kerusakan
fungsi hati, atau penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung,
penyakit paru kronik
Interaksi dengan obat lain :
Jangan diberikan bersama sediaan xantin yang lain, misalnya kafein atau
sediaan lain yang mengandung teofilin, atau minum teh, kopi, cola, tonikum
yang mengandung kafein
Simetidin, eritromisin, troleandomisin, dan kontrasepsi oral dapat
meningkatkan serum teofilin
Rifampisin menurunkan serum teofilin
Efek yang tidak diinginkan :
Sakit kepala, pusing, sukar tidur, mual, muntah, nyeri perut bagian atas
Pada penderita yang mempunyai kecendrungan mengalami gangguan irama
jantung, apabila menggunakan obat ini kemungkinan dapat menimbulkan
aritmia
Ruam kulit
Hiperglikemia, gatal-gatal
Aturan pemakaian : Sediaan yang tersedia di pasaran berupa tablet, kapsul atau
sirup berkisar antara 130-150 mg/tablet atau per 5 ml. Dosis teofilin yang optimal
dinyatakan sejumlah mg per kg BB.
- Dewasa : 5 mg/kg BB sebagai dosis awal pada serangan akut, diikuti
dengan 3-4 mg/kg BB setiap 6 jam untuk mengendalikan gejala asma. Pada
penderita perokok tidak lebih dari 4 mg/kg BB. Dosis total sehari tidak
lebih dari 10-12 mg/kg/hari. Pada penderita penyakit hati dan lemah
jantung, dosis disesuaikan dan dimonitor.
- Anak-anak : Sama dengan dosis dewasa, kecuali dosis pemeliharaan
sebesar 4-5 mg/kg BB setiap 6 jam.
Untuk mempermudah pemakaian, takaran yang dianjurkan adalah :
- Dewasa : 3 kali sehari 1 tablet
- Anak-anak 6-12 tahun : 3 kali sehari ½ tablet atau menurut petunjuk dokter
Contoh obat asma yang bisa didapat di apotek: Bronchophylin
(Anonim, 2011)
2. Efedrin
Cara kerja obat : Efedrin suatu simpatomimetik amin, mempunyai efek
bronkhodilatasi, yang lemah. Bekerja mempengaruhi sistem saraf adrenergik
secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu hanya digunakan pada asma
ringan.
Kegunaan : Untuk meringankan dan mengatasi serangan asma bronkhial.
Tidak boleh digunakan pada: Penderita yang alergi terhadap komponen obat ini
dan penderita hipertiroid, jantung, hipertensi
Hal yang perlu diperhatikan:
- Dapat terjadi retensi urin pada penderita hipertrofi prostat
- Tidak untuk serangan asma yang parah
- Hati-hati pemberian pada wanita hamil, menyusui, anak-anak, penderita
dengan gangguan fungsi hati
- Jangan melebihi dosis yang dianjurkan dan jika dalam 1 jam gejala masih
menetap atau memburuk, segera hubungi dokter atau unit pelayanan
kesehatan
Interaksi dengan obat lain: Jangan diberikan obat penghambat MAO atau
guanetidin
Efek yang tdak diinginkan:
- Pada susunan saraf pusat sakit kepala, sukar tidur, gelisah
- Jantung berdebar
Aturan pemakaian: Dosis efedrin sebagai obat asma yang beredar di pasaran
berupa tablet, kapsul, atau sirup berkisar antara 8-12,5 mg/tablet atau sendok teh 5
mL.
- Dewasa : 1-2 tablet, 2-3 kali sehari.
- Anak-anak dibawah 12 tahun : ½ tablet atau sendok teh, 2-3 kali sehari
Contoh obat asma yang bisa didapat di apotek:
- Asmadex (Theophylline 130 mg, Ephedrine HCl 10 mg) (Dexa Medica)
- Asmano (Theophylline 130 mg, Ephedrine HCl 12,5 mg) (Corsa)
- Asmasolon (Thephylline 130 mg, Ephedrine HCl 12,5 mg) (Probus)
- Neo Napacin (Theophylline 130 mg, Ephedrine HCl 12,5 mg) (Konimex)
- Theochodil (Theophyllin 130 mg, ephedrine HCl 12,5 mg) (Global Multi
Farmalab)
- Tusapres (Theophyllin 50 mg, Glyceryl guaiacolate 40 mg,
diphenhydramine HCl 12,5 mg) (Sandoz)
(Anonim, 2011)
Peran Farmasis :
1. Mengedukasi pasien mengenai fakta dasar tentang asma :
bedanya saluran nafas yang normal dengan pasien asma
Apa yang terjadi ketika serangan asma
2. Mengedukasi pasien tentang pengobatan asma
bagaimana obat bekerja
pengobatan jangka pnajang dan pengobatan serangan akut
tekankan pada kepatuhan penggunaan obat terutama yang mendapat
terapi jangka panjang
3. Mengedukasi tentang tehnik penggunaan inhaler yang benar
Demostrasikan cara memakai inhaler, dan bentuk device yang lain
4. Memantau penggunaan obat pada saat refill dapat membantu mengidentifikasi
pasien yang kontrol asmanya kurang baik komunikasikan dengan dokternya
5. Mengedukasi pasien untuk memantau kondisinya :
bagaimana memantau gejala dan mengenal kapan kondisi memburuk,
kapan dan bagaimana melakukan tindakan darurat (rescue actions)
6. Mengedukasi pasien untuk mengidentifikasi dan menghindari faktor pemicu
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, ASMA,
http://www.pom.go.id/public/publikasi/kompendia/berkas_pdf/Saluran
%20napas.pdf, diakses tanggal 1 mei 2011
Dahlan, Z., 1998, Masalah Asma di Indonesia dan Penanggulangannya, Subunit
Pulmonologi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung
Dipiro, dkk., J.T., Tabert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., dan Posey, M.,
2008, Pharmacoteraphy: a Patophysiologic Approach, 991, Appleton and
Lange, USA
Maulida, 2011, Asma, http://mangluft.com/2007/10/09/tips-untuk-penderita-asma/,
diakses tanggal 27 Maret 2011
Zullies, 2009, Asma dan Patofisologi,
http://www.infoibu.com/mod=publisher&op=viewarticle, diakses tanggal 28
Maret 2011
Garuda Sentra Medika, 2011, Spirometri,
http://www.garudasentramedika.co.id/web/index.php?
option=com_content&view=article&id=1156&Itemid=486, diakses tanggal 2
April 2011
Anonim, 2007, Penyakit Asma, Kontrol Teratur, Cegah Kekambuhan,
http://cpddokter.com/home/index.php?
option=com_content&task=view&id=116&Itemid=2, diakses tanggal 2 April
2011