Makalah Abp Edit

34
ANALISIS ABU, AIR DAN MINERAL DALAM MAKANAN Disusun oleh: Rohmah Anita Sari Siti Aisyah Fidia Sari Apria Widyastuti Jhon Wesly Andrianus PRODI : KIMIA M.K : Analisis Bahan Pangan DOSEN PENGAJAR : Puji Ardiningsih S.Si, M.Si

Transcript of Makalah Abp Edit

Page 1: Makalah Abp Edit

ANALISIS ABU, AIR DAN MINERAL DALAM MAKANANDisusun oleh:

Rohmah Anita SariSiti AisyahFidia Sari

Apria WidyastutiJhon WeslyAndrianus

PRODI : KIMIAM.K : Analisis Bahan PanganDOSEN PENGAJAR : Puji Ardiningsih S.Si, M.Si

PRODI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK

2011

Page 2: Makalah Abp Edit

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan, rahmat

dan hidayahnyalah, yang memberi kekuatan serta kemudahan kepada kami untuk

menyelesaikan makalah yang berjudul “ANALISIS ABU, AIR DAN

MINERALDALAM MAKANAN” tepat pada waktunya.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, baik berupa petunjuk, moral maupun material. Atas segala bantuan

tersebut maka pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada dosen

pengajar, rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang telah memberikan bantuan

baik berupa pikiran maupun tenaganya dalam penyelesaian makalah yang kami buat.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini tidak luput dari kekeliruan

dan kekurangan, baik dari segi sistematikanya maupun dari segi penalaran materinya.

kekurangan tersebut tidak lain dikarenakan keterbatasan kemampuan kami dalam

mengungkapkannya, untuk itu segala kritikan dan pendapat sangat di perlukan untuk

penyempurnaan dari “ANALISIS ABU, AIR DAN MINERALDALAM MAKANAN”

yang kami buat ini.

Kami berharap makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Pontianak, 2 7 Maret 2011

Penulis

Page 3: Makalah Abp Edit

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

A. Latar Belakang

B. Tujuan

BAB II

2.1 Kadar Air

2.2 Kadar Mineral

2.3 Kadar Abu

Daftar Pustaka

Page 4: Makalah Abp Edit

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abu, air dan mineral merupakan kandungan penting banyak makanan. Air

dapat berupa komponen intrasel atau ekstrasel dalam sayuran dan produk hewani,

sebagai medium pendispersi atau pelarut dalam berbagai produk, sebagai fase

terdispersi dalam beberapa produk yang diemulsi seperti mentega dan margarin,

dan sebagai komponen tambahan dalam makanan. Karena pentingnya air sebagai

komponen makanan, maka diperlukan pemahaman mengenai sifat dan

perilakunya. Adanya air mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia

dan mikrobiologi. Begitu pula, pembekuan air penting dalam beberapa metode

pengawetan makanan. Oleh karena itu perubahan yang mendasar pada produk

dapat terjadi.

Bahan mineral dapat berupa garam anorganik atau organik atau dapat

digabung organik, seperti fosfor yang digabung dengan fosfoprotein dan logam

digabung dengan enzim. Lebih dari 60 unsur mineral dapat berada dalam

makanan. Mineral mempunyai fungsi penting bagi kesehatan manusia, seperti

membentuk jaringan tubuh, menggiatkan, mengatur, dan mengendalikan proses

metabolisme, serta mengalihkan pesan-pesan syaraf. Biasanya mineral

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu komponen garam utama (makro) dan

unsur sesepora (mikro).

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang

terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik

misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat,

sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran

disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan

tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya (Gunawan,2004).Semua

Page 5: Makalah Abp Edit

komponen tersebut sangat berpengaruh untuk menentukan kualitas dan kuantitas

makanan.

B. Tujuan

Adapun tujuan di buatnya makalah tentang Analisis kadar abu, air dan

mineral adalah untuk mengetahui kandungan masing-masing komponen abu, air

dan mineral dalam makanan, serta mengetahui metode-metode yang dilakukan

untuk menentukana kadar abu, air dan mineral dalam makanan.

Page 6: Makalah Abp Edit

BAB II

ISI

2.1 Air

Air merupakan kandungan penting banyak makanan. Air dapat

berupa komponen intrasel atau ekstrasel dalam sayuran dan produk hewani,

sebagai medium pendispersi atau pelarut dalam berbagai produk, sebagai fase

terdispersi dalam beberapa produk yang diemulsi seperti mentega dan

margarin, dan sebagai komponen tambahan dalam makanan.

Karena pentingnya air sebagai komponen makanan, maka

diperlukan pemahaman mengenai sifat dan perilakunya. Adanya air

mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi.

Begitu pula, pembekuan air penting dalam beberapa metode pengawetan

makanan. Oleh karena itu perubahan yang mendasar pada produk dapat

terjadi.

Air memiliki sifat fisika yang berbeda dengan es, misalnya

terdapat pada kerapatannya. Perbedaan kerapatan air dan es dapat

mengakibatkan kerusakan struktur makanan jika makanan dibekukan.

Kerapatan es berubah dengan berubahnya suhu, dan karena itu menimbulkan

tekanan dalam makanan yang dibekukan. Karena padatan kurang

kenyal/elastis dibandingkan semipadatan, fluktuasi suhu dapat mengakibatkan

kerusakan sruktur, meskipun fluktuasi itu tetap dibawah titik beku.

Gejala Sorpsi

Tahanan air dalam makanan dijelaskan oleh hubungan antara

kandungan air makanan dan kelembaban nisbi udara disekelilingnya.

Perbandingan kedua angka ini disebut aktivitas air, yang merupakan ciri

penting sistem. Kelembaban nisbi yang sesuai dengan masing – masing

kandungan air khas produk disebut kelembaban nisbi kesetimbangan dan

berlaku rumus:

Page 7: Makalah Abp Edit

ERH/100

Dimana:

= aktivitas air

p = tekanan parsial air dalam makanan

= tekanan uap air pada suhu yang sama

ERH = kelembaban nisbi kesetimbangan ( dalam %)

Jenis Air

Didalam makanan memungkinkan terdapat bentuk air yang berlainan.

Untuk memudahkan maka dapa dikelompokkan air menjadi tiga jenis:

1. Tipe I

Air tipe I (air terikat) yaitu molekul air yang terikat pada molekul-

molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi tinggi. Molekul air

membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-

atom O dan N, seperti karbohidrat, protein atau garam. Air tipe ini tidak dapat

bertindak sebagai pelarut, dan tidak membeku pada suhu dibawah 0oC, tetapi

sebagian dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat

kuat dalam artian sebenarnya. Banyak air yang tidak dapat dibekukan,

dihitung terhadap kandungan protein. Sekitar 8 – 10 persen dari air total

dalam jaringan hewan tidak dapat dijadikan es (Meryman, 1966). Putih telur,

kuning telur, daging dan ikan semuanya mengandung kira-kira 0,4 g air yang

tidak dapat dibekukan per g protein kering. Ini sesuai dengan 11,4 persen dari

air total dalam daging tidak berlemak. Sebagian besar buah dan sayuran

mengandung kurang dari 6 persen air tak terbekukan; butir jagung utuh , 34

persen.

2. Tipe II

Air tipe II (air kapiler) adalah molekul-molekul air membentuk

ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler. Air

Page 8: Makalah Abp Edit

jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe ini akan

mengakibatkan penurunan aw (water activity). Bila sebagian air tipe II

dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak

bahan makanan seperti browning, hidrolisis atau oksidasi lemak akan

dikurangi. Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan berkisar 3-

7%, kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-

produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak

jenuh.

3. Tipe III

Air tipe ini atau lebih dikenal dengan air bebas adalah air yang

secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler,

serat dll. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk

pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe

III ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25%

dengan aw 0.8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Banyaknya air bebas

dalam daging sapi, dan domba beragam mulai dari 30-50 persen dari

kandungan air total, bergantung pada jenis daging dan jangka waktu

pelayuan. Aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi

kimia dalam makanan dan terhadap laju pertumbuhan mikroba (Labuza

1980). Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 2. Banyaknya air yang tidak dapat

dibekukan, dihitung terhadap kandungan protein. Sekitar 8 sampai 10 persen

dari air total dalam jaringan hewan tidak dapat dijadikan es. Putih telur,

daging, dan ikan semuanya mengandung kira – kira 0,4 gr air yang tidak

dapat dibekukan per gr protein kering. Ini sesuai dengan 11,4 persen dari air

total dalam daging tak berlemak. Sebagian besar buah dan sayuran

mengandung kurang dari 6 persen air tak terbekukan.

Page 9: Makalah Abp Edit

Tabel 1. Kandungan Air Beberapa Komoditi

Bahan Air Bahan Air

Tomat 94% Selada (Lactuca sativa) 95%

Semangka 93% Kubis 92%

Kol 92% Jeruk 87%

Nenas 85% Biji Kopi, Panggang 5%

Kacang hijau 90% Kentang 78%

Susu sapi 88% Pisang 75%

Ikan teri kering 38% Ayam 70%

Daging sapi 66% Keju 37%

Roti 36% Selai 28%

Buah kering 28% Madu 20%

Susu bubuk 14% Mentega dan Margarin 16%

Tepung terigu 12% Beras 12%

Sumber : DeMan, J.M.,1997

Aktivitas Air dan Laju Reaksi

Aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi

kimia dalam makanan dan terhadap laju pertumbuhan mikroba. Laju reaksi

dalam makanan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. reaksi dalam makanan yang ditentukan oleh aktivitas air

Reaksi Air tipe I Air tipe II Air tipe III

Aktivitas enzim Nol Rendah Tinggi

Pertumbuhan kapang Nol Rendah Tinggi

Pertumbuhan khamir Nol Rendah Tinggi

Petumbuhan bakteri Nol Nol Tinggi

Hidrolisis Nol Meningkat cepat Tinggi

Pencoklatan non enzim Nol Meningkat cepat Tinggi

Oksidasi Lipid Tinggi Meningkat cepat Tinggi

Page 10: Makalah Abp Edit

Aktivitas Air dan Pembusukan Makanan

Pengaruh aktivitas air terhadap kualitas dan pembusukan pangan

makin disadari merupakan faktor yang penting. Kandungan air dan aktivitas

air memepengaruhi perkembangan reaksi pembusukan secara kimia dan

mikrobiologi dalam makanan. Makanan yang dikeringkan atau

dikeringbekukan, yang mempunyai kestabilan tinggi pada penyimpanan,

biasanya rentang kandungan airnya sekitar 5 sampai 15%. Golongan makanan

yang kandungan airnya menengah, seperti korma, kandungan airnya sekitar

20 samapai 40%. Makanan kering sesuai dengan bagian bawah isoterm

sorpsi. Ini mencakup air dalam monolapisan dan multilapisan. Pangan yang

memiliki kandungan air menengah biasanya mempunyai aktivitas air diatas

0,5, termasuk air kapiler. Penurunan aktivitas air dapat dilakukan dengan

pengeringan atau dengan penambahan senyawa yang larut dalam air, seperti

gula atau garam kedalam awetan asam. Pertumbuhan bakteri sebenarnya tidak

mungkin pada aktivitas air dibawah 0,90. Kapang dan Khamir biasanya

dihambat pada aktivitas air antara 0,88 dan 0,80, meskipun ada beberapa

khamir osmofil yang tumbuh pada aktivitas air sampai serendah 0,65.

Kebanyakan enzim menjadi tidak aktif jika aktivitas air turun dibawah

0,85. Enzim yang seperti itu termasuk amilase, fenoloksidase, dan

feroksidase. Akan tetapi, lipase dapat tetap aktif pada aktivitas air serendah

0,3 atau bahkan 0,1. Contoh pengaruh aktivitas air terhadap beberapa reaksi

secara enzimatik Acker (1969). Campuran tepung berli dan lesitin disimpan

pada aktivitas air yang berlainan dan laju hidrolisis sangat dipengaruhi oleh

harga a. Jika harga a rendah itu diubah menjadi 0,70 setelah penyimpanan 48

hari laju naik secara cepat.

Didaerah adsorpsi monomolekul, reaksi secara enzimatik tidak

berjalan sama sekali atau berlangsung dengan laju yang sanagat rendah,

sedangkan didaerah pengembunan kapiler laju reaksi sangat meningkat.

Acker menemukan bahwa untuk reaksi yang aktivitas enzim lipolitiknya

diukur, cara mencampur komponen - komponen sistem makanan

mempengaruhi aktivitas enzim secara bermakna. Pemisahan substrat dan

Page 11: Makalah Abp Edit

enzim dapat sangat memperlambat reaksi. Selain itu, substrat harus dalam

bentuk cair; misalnya minyak cair dapat dihidrolisis pada aktivitas air

serendah 0,15, tetapi lemak padat hanya terhidrolisis sedikit. Enzim

pengoksidasi dipengaruhi oleh aktivitas air kira – kira sama dengan yang

dialami oleh enzim hidrolitik, seperti yang ditujukan dengan contoh

fenoloksidase dari kentang. Jika harga a yang rendah dinaikan menjadi 0,70

setelah penyimpanan selama 9 ahri, harga akhir lebih rendah daripada harga

yang ditunjukan cuplikan yang aktivitas airnya 0,70 sejak awal sampai akhir

percobaan, karena enzim sebagian selama penyimpanan.

Pencoklatan nonenzimatik atau reaksi Maillard merupakan salah satu

dari faktor paling penting yang menimbulkan pembusukan pada makanan.

Reaksi ini sangat bergantung pada aktivitas air dan mencapai laju maksimum

pada harga a 0,6 sampai 0,7. Contoh yaitu pencoklatan pada serbuk susu yang

disimpan pada 40 derajat selama 10 hari sebagai fungsi dari aktivitas air.

Kehilangan lisina sebagai akibat dari reaksi pencoklatan sejajar dengan

perubahan warna.

Aktivitas Air dan Pengemasan

Karena aktivitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi

kualitas simpan sejumlah makanan, sudah jelas bahwa pengemasan dapat

membantu banyak untuk menjaga kondisi optimum agar tahan lama. Isoterm

sorpsi berperan penting pada pemilihan bahan kemas. Produk higroskopik

selalu mempunyai isoter sorpsi yang curam dan akan mencapai daerah

kandungan air kritik sebelum mencapai kondisi iklim luar. Makanan seperti

itu harus dikemas dalam wadah kaca dengan tutup tidak tembus air atau

dalam plastik kedap air (pvc tebal).

Kestabilan pada makanan yang didehidrasi terganggu jika beberapa

produk dikemas bersama. Pengalihan air dapat terjadi dari bahan yang

bertekanan uap air tinggi ke bahan yang bertekanan uap air rendah.

Page 12: Makalah Abp Edit

Pengikatan Air oleh Daging

Menurut Hamm (1962), kemampuan daging mengikat air disebabkan

oleh protein otot. Sekitar 34% dari protein ini larut dalam air. Bagian utama

protein daging berupa bahan struktur. Hanya sekitar 3% dari kemampuan otot

mengikat air total yang disebabkan oleh protein yang larut dalam air

(plasma). Kemampuan otot mengikat air terutama disebabkan oleh

aktomiosin, komponen utama myofibril. Pengikatan terjadi pada gugus

hidrofil pada protein seprti rantai smaping polar yang mengandung gugus

karboksil, amino, hidroksil, dan sulfhidril dan juga pada gugus karboksil dan

imino dari ikatan peptida yang tidak terdisosiasikan.

Hamm mengemukakan bahwa selama satu jam pertama setelah

penyembelihan, ion logam bivalen otot disisipkan kedalam protein otot pada

pH 6, menimbulkan penciutan jalinan serabut dan dehidrasi jaringan.

Pemanasan daging sapi pada suhu 400C mengakibatkan denaturasi kuat dan

perubahan hidrasi. Pengikatan air dapat dipengaruhi secara kuat dengan

penambahan garam tertentu, terutama fosfat (Hellendorn, 1962). Penambahan

garam tersebut digunakan untuk mengurangi kehilangan selama pemasakan

yang disebabkan oleh pengusiran air.

Metode

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan cara mengeringkan

bahan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam atau sampai didapat

berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah

banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas,

seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dll pemanasan

dilakukan dalam oven vakum dengan suhu rendah. Kadang-kadang

pengeringan dilakukan tanpa pemanasan. Bahan dimasukkan dalam eksikator

dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sampai dicapai berat yang konstan.

Untuk bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-

senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu

menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu misalnya toluene, xilol,

Page 13: Makalah Abp Edit

dan heptana yang berat jenisnya kurang dari berat jenis air. Ataupun dengan

menggunakan refraktometer untuk bahan makanan dengan kadar gula tinggi.

2.2 Mineral

Disamping komponen utama, semua makanan mengandung

mineral yang jumlahnya bermacam-macam. Bahan mineral dapat berupa

garam anorganik atau organik atau dapat digabung organik, seperti fosfor

yang digabung dengan fosfoprotein dan logam digabung dengan enzim. Lebih

dari 60 unsur mineral dapat berada dalam makanan. Mineral mempunyai

fungsi penting bagi kesehatan manusia, seperti membentuk jaringan tubuh,

menggiatkan, mengatur, dan mengendalikan proses metabolisme, serta

mengalihkan pesan-pesan syaraf. Biasanya mineral dikelompokkan menjadi

dua golongan yaitu komponen garam utama (makro) dan unsur sesepora

(mikro). Komponen garam utama mencakup kalium, natrium, kalsium,

magnesium, klorida, sulfat, fosfat, dan bikarbonat. Unsur sesepora mencakup

semua yang lainnya dan biasanya ditemukan dalam jumlah dibawah 50 ppm.

Unsur sesepora dapat dipilah menjadi tiga golonngan berikut:

a. unsur gizi esensial, termasuk fe, Cu, I, Co, mn, dan zn

b. unsur nongizi, tidak toksik, termasuk Al, B, Ni, Sn, dan Cr.

c. unsur nongizi, toksik, termasuk Hg, Pb, As, Cd, dan Sb.

Mineral Utama

Beberapa kandungan mineral utama, terutama spesies monovalen

terdapat dalam makanan sebagai garam yang larut dan kebanyakan berbentuk

terion. Ini berlaku, misalnya, pada kation natrium dan kalium dan anion

klorida dan sulfat. Akan tetapi, beberapa ion polivalen biasanya berada dalam

bentuk kesetimbangan antara spesies ion, nonion tak larut, dan spesies koloid.

Kesetimbangan seperti itu terdapat misalnya dalam susu dan daging.

Natrium berpengaruh terhadap tekanan darah tinggi manusia.

Garam total yang dikonsumsi manusia perhari kira – kira 10-12 gr atau 4-5 gr

natrium dan tredapat pada mkana alami sekitar 3 gr. Jumlah ini jauh diatas

Page 14: Makalah Abp Edit

persyaratan kebutuhan natrium harian yang diperkirakan yaitu 0,5 gr. Para

peneliti menyarankan mengganti garam dengan campuran natrium klorida

dan kalium klorida.

Mineral dalam Susu

Kandungan mineral utama susu sapi dapat dilihat pada tabel 3. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman mineral dalam susu yaitu,

pakan ternak, musim, keturunan dan individualitas sapi, tingkat laktasi, dan

infeksi kantung susu.

Tabel 3.harga rata-rata kandungan mineral utama susu sapi ( susu skim)

Komponen (mg/100ml)

Natrium 50

Kalium 145

Kalsium 120

Magnesium 13

Fosfor ( total) 95

Fosfor ( anorganik) 75

Klorida 100

Sulfat 10

Karbonat ( sebagai CO2) 20

Sitrat ( sebagai asam sitrat) 175

Beberapa garam mineral pada susu berada dalam bentuk koloid.

Partikel koloid dalam susu mengandung kalsium, magnesium, fosfat, dan

sitrat. Partikel koloid ini mengendap dengan dadih susu jika dikoagulasi

dengan renin. Dialisis dan Ultrafiltrasi merupakan cara lain yang dipakai

untuk memperoleh serum yang bebas dari partikel koloid ini.

Dalam susu garam mineral dari asam lemah ( fosfat, sitrat, dan

karbonat) tersebar dalam bentuk ion yang mungkin. Bentuk – bentuk ion

tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Henderson-

Hasselbach,

Page 15: Makalah Abp Edit

Tabel 4. Tetapan disosiasi asam lemah

Asam pK pK pK

Sitrat 3,08 4,74 5,40

Fosfat 1,96 7,12 10,32

Karbonat 6,37 10,26 -

Susu mengandung kation jauh lebih banyak dibandingkan anion,

Jennes dan Patton (1959) menyarankan bahwa hal ini dapat dijelaskan dengan

menganggap terjadi pembentukan ion kompleks kalsium dan magnesium

dengan asam lemah. Dalam kasus ini sitrat ( c )

H c c + H

c + Ca Ca c

Ca c + H CaH c

2Ca c + Ca Ca c

Ion kompleks yang larut seperti Ca c dapat menjelaskan mengapa

terdapat banyak kalsium dan magnesium dalam susu, dan ion kompleks yang

serupa dapat terbentuk dengan fosfat dan mungkin juga dengan bikarbonat.

Mineral dalam Daging

Tabel 5. Komponen mineral dalam daging (sapi)

Komponen Mg/100 g

Kalsium total 8,6

Kalsium terlarut 3,8

Magnesium total 24,4

Magnesium terlarut 17,7

Sitrat total 8,2

Sitrat terlarut 6,6

Fosfor anorganik total 233,0

Fosfor anorganik terlarut 95,2

Natrium 168

Page 16: Makalah Abp Edit

Kalium 244

Klorida 48

Kandungan mineral utama dalam daging dapat dlihat pada tabel 5

Natrium, kalium dan fosfor terdapat dalam jumlah yang paling besar. Jaringan

otot mengandung lebih banyak kalium daripada natrium. Daging juga

mengandung lebih banyan magnesium daripada kalsium. Mineral yang tidak

larut berasosiasi dengan protein. Karena mineral terutama berasosiasi dengan

bagian daging nonlemak, daging tak berlemak biasanya kandungan mineral

atau kandungan abunya lebih tinggi. Jika cairan hilang dari daging, maka unsur

utama mineral yang hilang adalah natrium dan kehilangan kalsium, fosfor dan

kalium lebih kecil.

Jaringan otot terdiri atas sekitar 40% cairan intrasel, 20% cairan

ekstrasel dan padatan 40%. Kalium terdapat hampir seluruhnya dalam cairan

intrasel, begitu juga magnesium, fosfat dan sulfat. Natrium terutama terdapat

dalam cairan ekstrasel bersma-sama dengan klorida dan bikarbonat. Selama

pemasakan, natrium dapat hilang, tetapi mineral lain ditahan. Banyak daging

yang diproses/ diawetkan dalam larutan garam yang mengandung sebagian

besar natrium klorida. Oleh kerna itu kandungan natrium daging yang diawet-

asinkan dapat naik.

Mineral dalam Produk Tumbuhan (beras)

Tumbuhan umumnya mempunyai kandungan kalium yang lebih tinggi

daripada natrium, terutama pada tumbuhan padi (beras). Distribusi kadar abu

dalam beras pecah kulit adalah 15% dalam dedak, 10% dalam lembaga, 11%

dalam bekatul, dan 28% dalam beras giling. Distribusi P, Fe, dan K

menunjukkan kesamaan dengan distribusi abu total. Beberapa mineral lainnya

seperti Na dan Ca menunjukkan distribusi yang lebih merata dalam biji. Pada

beras giling, 63% kandungan Na dan 74% kandungan Ca diperkirakan berada

dalam beras pecah kulit. Walaupun demikian, sebagian besar mineral seperti

halnya vitamin dan lipida, terdapat dalam bagian luar biji, terutama di lapisan

aleuron dan lembaga. Makin ke tengah, kandungan mineral makin menurun.

Page 17: Makalah Abp Edit

Sebagian besar mineral dalam abu beras yang terdiri atas P, Mg, dan K terdapat

dalam jumlah yang cukup besar pada abu beras pecah kulit dan beras giling. Di

samping itu juga terdapat Ca, Cl, Na, Si, dan Fe. Fosfor dan K merupakan

mineral utama dalam beras pecah kulit, disusul oleh Si dan Mg (Damardjati

1988). Distribusi mineral dalam biji beras ternyata mirip dengan distribusi

protein dan vitamin, yaitu konsentrasi tertinggi pada lapisan luar biji dan makin

ke dalam makin menurun. Beras giling umumnya hanya mengandung abu

sekitar 0,5% (Houston dan Kohler 1970).

Metode

Penentuan Kadar Mineral Ca dan Fe50 g air rebusan beras

dimasukkan dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100

– 105oC dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel kering

dimasukkan dalam furnace pada suhu 450oC selama 5 jam dan abunya

ditambah 10 ml HNO3, dipanaskan pada hot plate selama 15 menit dan

disaring. Filtrat diencerkan dalam labu takar 50 ml, diatur pH 2 – 3 dengan

NH4OH dan dianalisa dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SAA)

Tabel 6. Data pengujian mineral menggunakan AAS

Asal Beras Mineral

Ca (mg) Besi (mg)

Madang Sidempuan 0,48 0,68

Sidikalang 0,64 0,36

Medan 0,24 0,70

Sumber : Barus, P, 2005

2.3 Kadar Abu

Sebagian besar bahan makanan yaitu 96% terdiri atas bahan

organik dan air. Sisanya terdiri atas unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga

dikenal sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Kadar abu atau mineral

merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat

keringnya (Anonim,2011)Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil

Page 18: Makalah Abp Edit

pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya

dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan

terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat,

dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses

untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan.

Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis

bahan dan cara pengabuannya (Gunawan,2004).

Kandungan dan komposisi bahan abu atau mineral tergantung dari

jenis bahan dan pengabuannya. Penentuan kadar abu berhubungan erat

dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta

kebersihan suatu bahan dihasilkan. Bahan makanan dibakar dalam suhu yang

tinggi dan menjadi abu. Pengukuran kadar abu bertujuan untu mengetahui

besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan.

Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau

cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung

(Gunawan, 2004)

Penentuan Kadar Abu

a). Cara Kering

Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering) adalah dengan

mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-

600 C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah

proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan ditimbang sejumlah tertentu

tergantung macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi

sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai

kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan

dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru

kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan

untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan

dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin.

Page 19: Makalah Abp Edit

Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang

disebut krus yang terbuat dari porselin, silika, quartz, nikel atau platina

dengan berbagai kapasitas (25-100 ml). Pemilihan bahan ini disesuaikan

dengan bahan yang akan diabukan (Apriantono,1989).

Mengingat adanya berbagai komponen abu yang mudah

mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi maka

suhu pengabuan untuk tiap-tiap bahan dapat berbeda-beda tergantung

komponen yang ada dalam bahan tersebut. Pengabuan dilakukan dengan

muffle yang dapat diatur suhunya., tetapi bila tidak tersedia dapat

menggunakan pemanas bunsen. Bila menggunakan bunsen sulit diketahui

ataupun dikendalikan suhunya untuk ini dapat digunakan pengamatan secara

visual yaitu kelihatan membara merah berarti suhu lebih kurang 550 C (bila

menggunakan krus porselin). Kadangkala pada proses pengabuan terlihat

bahan hasi pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya

terdapat noda hitam, ini menunjukkan pengabuan belum sempurna maka

perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang

berwarna putih  keabu-abuan. (Warna abu ini tidak selalu abu-abu atau putih

tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan

(Apriantono,1989).

Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8

jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang

umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu

pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan

dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle

harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 ?C agar supaya

suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampi dingin.

Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap

uap air misalnya silika gel atau kapur aktif atau kalsium khlorida, sodium

hidroksida. Agar supaya eksikator mudah digeser tutupnya maka permukaan

gelas diolesi dengan vaselin (Apriantono,1989).

Page 20: Makalah Abp Edit

Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar abu cara kering

adalah bobot sampel sebelum diabukan(dalam gram) dikurangi bobot sampel

ditambah cawan sesudah diabukan (dalam gram) dibagi bobot cawan kosong

(dalam gram) dikali 100 persen.

b). Cara Basah

Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah) terutama

digunakan untuk digesti smpel dalam usaha penentuan trace elemen dan

logam-logam beracun. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara

kering yang biasanya dilakukan memerlukan waktu yang lama serta adanya

kehilangan karena pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan pengabuan

basah ini. Pengabuan secara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen

kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai bahan

kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah ini dapat disebutkan

sebagai berikut (Apriantono,1989):

Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu

mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat merupakan bahan

pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk

pengabuan masih cukup lama.

Campuran asam sulfat dan potasium sulfat dapat dipergunakan untuk

mempercepat dekomposisi sampel. Potasium sufat akan menaikan titik didih

asam sulfat sehingga suhu pengabuan dapat dipertinggi dan pengabuan

dapat lebih cepat.

Campuran asam sulfat, asam nitrat banyak digunakan untuk mempercepat

proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator kuat. Dengan

penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu degesti bahan yaitu pada

suhu 350 C, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau

terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang

berarti penentuan kadar abu lebih baik.

Penggunaan asam perkhlorat dan asam nitrat dapat digunakan untuk bahan

yang sangat sulit mengalami oksidasi. Dengan perkhlorat yang merupakan

oksidator yang sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat.

Page 21: Makalah Abp Edit

kelemahan perkhlorat ini adalah bersifat explosive atau mudah meledak

sehingga cukup berbahaya, untuk itu harus sangat hati-hati dalam

penggunaannya. Pengabuan dengan bahan perkhloratdan asam nitrat ini

dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam waktu 10 menit sudah dapat

diselesaikan.

Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah yaitu:

1. Cara kering biasa digunakan untuk penentuan total abudalam suatu bahan

makanan dan hasil pertanian, sedangkan cara basah untuk trace element.

2. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta

abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama

sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.

3. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah dengan

suhu yang relatif rendah.

4. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara

basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadangkala

agak berbahaya. Karena menggunakan reagensia maka penentuan cara basah

perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.

Penentuan dan kandungan mineral abu makanan adalah penting

untuk sejumlah alasan: 1) Gizi pelabelan. Konsentrasi dan jenis mineral ini

sering harus ditetapkan pada label makanan. 2) Kualitas. Kualitas banyak

makanan tergantung pada konsentrasi dan jenis mineral yang dikandungnya

termasuk merek, rasa, penampilan, tekstur dan stabilitas. 3) Stabilitas

mikrobiologi. Tinggi isi mineral kadang-kadang digunakan untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu. 4) Nutrisi. Beberapa

mineral yang penting untuk diet yang sehat (misalnya: kalsium, fosfor,

kalium dan natrium) sedangkan orang lain dapat menjadi racun (misalnya:

timah, merkuri, kadmium dan aluminium). 5) Pengolahan. Hal ini sering

penting untuk mengetahui kandungan mineral dari makana selama

pengolahan karena ini mempengaruhi sifat fisikokimia makanan

(sudarmadji.1996).

Page 22: Makalah Abp Edit

DAFTAR PUSTAKA

Acker, L. 1969. Water Activity and Enzime Activity. Food Technol. 23,1257-1270

Anonim, 2011. Mineral dan Abu dalam Makanan. Http://www.abp.kadar

abu.Erni_sevendec.com

Apriantono,A. dan D.Fardiaz.1989.Analisa Pangan .Bogor:Depatemen

Barus . P. 2005. Studi Penentuan Kandungan Karbohidrat, Protein

danineral dalam Air Rebusan Beras sebagai Minuman Pengganti Susu.

USU: Medan (Jurnal Sains Kimia vol 9, No.3.2005)

Damardjati, D.S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. In: M. Ismunadji et al. (Eds.)

Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Bogor.

Deman, J. M. 1997. kimia Makanan. Edisi kedua. Penerjemah: Kosasih padmawinata.

Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Gunawan, A. 2004. Copper (zat tembaga) Mineral Penguat Tulang dan Sistem Syaraf.

(diakses 27 Maret 2011)

Hamm, R. 1962. The Water Binding Capacity of Mammalia Muscle. VII. The Theory

of Water Binding . Z. Lebensm. Unters. Forsch. 109,120- 126. German

Houston, D.F. and Kohler, G.O.1970. Nutritional properties of rice. Natl. Acad. Sci.,

Washington D.C.

Sudarmadji,dkk.1996Analisa Bahan Makanan dan pertanian.yogyakarta: Penerbit

Liberty