Makalah Simposium Asma

42

Click here to load reader

description

asma bronkhiale, wheezing, mengi, batuk, sesak nafas, alergi, penatalaksanaan asma, pengobatan asma, tatalaksana asma,

Transcript of Makalah Simposium Asma

Page 1: Makalah Simposium Asma

DAFTAR ISI

Halaman

1. Susunan Acara

2. Sambutan :

a. Ketua Panitia

b. Kepala BP4Yogyakarta

c. Kepala Dinas Kesehatan Prop. DIY

3. Overview Asma oleh dr. Bondan Agus Suryanto , SE. MA

4. Diagnosis Asma Bronchiale oleh dr. Iswanto, Sp.P. FCCP

5. Penatalaksanaan Asma oleh dr. Yusrizal Djam’an S. Sp. P

6. Pengaruh Rokok terhadap Asma oleh dr. Iswanto, Sp. P, FCCP

7. Asma pada Anak oleh dr. Roni Naning, Sp. A (K)

8. Rehabilitasi Medik Asma oleh dr. Tini Wati, Sp. RM

Susunan Acara

08.0-08.30 : Pendaftaran Ulang

Demo Senam Asma

Presentasi sponsor

08.30-09.00 : Pembukaan

1. Laporan Ketua Panitia

2. Sambutan Kepala BP4 Yogyakarta

3. Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Prop. DIY, sekaligus membuka

secara resmi

09.0-09.15 : Keynote Speaker (Epidemiologi Asma)

Dr. Bondan Agus Suryanto, SE. MA

09.15-09.45 : Coffe break

Sesi I

Moderator : Dr. Rini Hidayati

09.45-10.15 : Diagnosis Asma

Dr. Iswanto, Sp.P, FCCP

10.15-10.45 : Penatalaksanaan Asma

Dr.Yusrizal Djam’an Saleh, Sp.P.

10.45-11.15 : Pengaruh Rokok terhadap Asma

Dr. Iswanto, Sp. P. FCCP

11.15.11.30 : Diskusi

Sesi II

Moderator : Dr.Veronika Nur Hardiyati

11.30-12.00 : Asma Pada Anak

Dr. Roni Naning, Sp.A (K)

12.0-1230 : Rehabiltasi Medik Asma

Dr. Tiniwati, Sp. RM

12.30-12.45 : Diskusi

12.45-selesai : Pembagian Doorprice

Lunch

i

Page 2: Makalah Simposium Asma

SAMBUTAN KETUA PANITIAPADA SIMPOSIUM ASMA “Penanganan Asma Secara Menyeluruh”

DI AUDITORIUM MMTC YOGYAKARTASABTU, 17 MEI 2008

Assalamualaikum wr wb, Selamat siang, Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Yang saya hormati Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Ysh Ibu

Kepala BP4 Yogyakarta, dan yang saya hormati sejawat dokter pemberi

materi, serta hadirin yang saya cintai, pertama-tama saya ucapkan terima

kasih atas kedatangannya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para

donator atau sponsor baik berupa barang maupun dalam bentuk uang

sehingga acara ini dapat terselenggara dengan baik.

Disamping terima kasih yang tek terhingga kami juga mohon maaf yang

sebesar besarnya jika dalam penyelenggaraan acara ini dirasa masih banyak

yang tidak sesuai dengan keinginan bapak ibu saudara.

Adapun maksud dari diselenggarakannya acara ini tak lain adalah adanya

tanggung jawab institusi kami sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan

utamanya yang berhubungan dengan penyakit paru dan saluran pernafasan,

agar masyarakat lebih tahu dan mengenal tentang penyakit asma dan solusi

apa yang terbaik bagi penderita asma.

Kepada Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, pada kesempatan ini

kami mohon untuk dapat memberikan sambutan sekaligus membuka acara

symposium ini, terima kasih.

Harapan kami semoga acara ini dapat diikuti sampai selesai dan bermanfaat

bagi ibu bapak sekalian pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Akhir kata ada kurang lebih mohon maaf, bilahit taufik wal hidayah.

Wassalamualaikum wr wb.

Ketua panitia

Page 3: Makalah Simposium Asma

SAMBUTAN KEPALA BP4 YOGYAKARTAPADA SIMPOSIUM ASMA “Penanganan Asma Secara Menyeluruh”

DI AUDITORIUM MMTC YOGYAKARTASABTU, 17 MEI 2008

Yang terhormat1. Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi DIY2. Direktur MMTC3. Para Narasumber4. Para peserta Simposium Asma5. Panitia penyelenggara

Ass. Wr.Wb.Bpk./Ibu para hadirin sekalian

Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji Syukur kehadlirat Allah SWT bahwa kita semua dapat berkumpul pada hari ini dalam rangka Simposium Asma yang merupakan bagian dari rangkaian Hari Asma Nasional sekaligus juga merupakan kepedulian kita semua terhadap permasalah Asma.

Bpk./Ibu para hadirin sekalianAsma atau asthma bronchiale merupakan penyakit karena

terjadinya inflamasi (peradangan) saluran nafas yang dipicu/dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko. diantaranya debu rumah, asap rokok dan polusi udara. Polusi udara yang dikeluarkan oleh mesin-mesin berbagai industri yang berkembang pesat dan polusi asap kendaraan bermotor, dimana data-data menunjukkan bahwa produksi mobil tiap tahun berkisar antara 200.000 sampai 250.000 unit dan sepeda motor setiap tahun diproduksi sekitar 500.000 unit. Dan 1 hal yang cukup penting adalah, bahwa merokok jelas merugikan kesehatan paru dan merupakan hal penting dalam terjadinya asma

Semua faktor-faktor tersebut diatas merupakan resiko nyata yang dihadapi masyarakat untuk timbulnya penyakit asma bronchial.

Bpk./Ibu dan para hadirin sekalian Asma merupakan penyakit yang cenderung kambuh-kambuhan karena faktor-faktor pemicu, dan reversible (kembali sembuh) dengan atau tanpa pengobatan, tetapi reversibilitas tidak 100%. Maka bila tidak ditangani secara proporsional, keadaan inflamasi yang reversible tetapi tidak sempurna ini akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan degeneratif yang permanen pada saluran nafas (airway remodeling), sehingga mengurangi fungsi nafas pada tahun-tahun kemudian. Hal ini sangat mengurangi aktivitas dan produktivitas kerja penderita.

Penyakit asma dapat terjadi pada semua golongan usia mulai bayi sampai manula, dan bisa terjadi pada pria maupun wanita dan merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk diseluruh dunia. Angka kejadian asma bervariasi antara negara satu dengan negara lain dan terlihat adanya kecenderungan bahwa penyakit ini meningkat jumlahnya sehingga menjadi masalah kesehatan baik dinegara maju maupun berkembang.

Pada dua dasa warsa terakhir ini, merupakan problem kesehatan masyarakat yang makin penting, tidak saja di negara-negara berkembang akan tetapi juga di negara-negara maju, dengan angka kesakitan dan kematiancukup tinggi, dan membawa dampak pada masalah tenaga kerja dan ekonomi.

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 300 juta orang di dunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit asma pada tahun 2005 lalu. Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun yang sama menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2% menjadi 5,4 %.

Di BP-4 Yogyakarta selama kurun waktu 3 tahun terakhir, kunjungan penyakit asma (tahun 2005) baru 1737 lama 4816, (tahun 2006) baru 976 lama 2249 dan (tahun 2007) baru 1265 lama 7592. Asma merupakan ranking ke 2 setelah PPOK pada 10 besar rawat jalan paru dan ranking ke 7 dari 10 besar rawat inap paru. Terbanyak kasus asma dirawat adalah status asmatikus.

Page 4: Makalah Simposium Asma

Bpk./Ibu para hadirin sekalian

Asma merupakan masalah kesehatan yang serius untuk masyarakat global termasuk Indonesia, baik bagi penderita maupun bagi masyarakat, mengenai penyakit yang dideritanya dan konsekwensi-konsekwensinya. Penyakit Asma dapat membatasi : mangkir sekolah atau bekerja, mengganggu aktivitas hidupnya (olah raga, aktifitas fisik normal, gaya hidup, sampai pekerjaan rumah tangga), pilihan karier juga biaya pengobatannya dan sebagainya..

Pada kenyataannya disarana pelayanan kesehatan banyak kendala-kendala yang ditemukan dalam mengatasi asma Diantaranya adalah kekurang pahaman tentang asma dari penderita, keluarga dan masyarakat umum sehingga menyebabkan penanganan asma tidak adekuat. Akibatnya asma yang diderita makin tahun makin berat, dan sebagai akibatnya : faal paru penderita semakin tidak baik secara permanent yang akan mengganggu aktivitas hidup selanjutnya.

Disisi lain masih banyak kasus-kasus penyakit asma di masyarakat yang tidak terdiagnosis, yang sudah terdiagnosis pun belum tentu mendapatkan pengobatan yang adekuat. Belum lagi dampak dari asma yang berkaitan dengan masalah biaya pengobatan, absen dari sekolah atau kerja, gangguan aktivitas sosial serta pengaruh sakitnya terhadap orang-orang yang berhubungan dengan penderita penyakit asma.

Penyakit asma tidak dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit asma, penderita penyakit asma bisa bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggu sehingga dapat menjalani aktivitas hidup sehari-hari

Bpk./Ibu para hadirin sekalian Tujuan diadakannya simposium asma ini adalah agar supaya para tenaga kesehatan, penderita dan masyarakat mengetahui dan dapat berdiskusi tentang topik-topik sesuai pada jadwal dan akhirnya harapan kami adalah dapat meningkatkan pemahaman dalam

masalah dan penanganan asma. Dari hal tersebut pada akhirnya diharapkan setiap penderita asma mampu hidup bebas & normal serta tetap produktif seperti pada mereka yang bukan penderita asma. Demikian kami sampaikan mudah-mudahan symposium ini dapat membawa berkah bagi kita semua khususnya menghasilkan sikap tanggap untuk pencegahan, deteksi dini dan penanganan asma sehinnga tidak menjadi masalah kesehatan khususnya di DIY

Wass. Wr. Wb

BALAI PENGOBATAN DAN PERAWATAN PENYAKIT PARUKepala

(dr. Andajani Woerjandari. M.Kes)NIP : 140 161 762

Page 5: Makalah Simposium Asma

SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN Prop. DIYPADA SIMPOSIUM ASMA “Penanganan Asma Secara Menyeluruh”

DI AUDITORIUM MMTC YOGYAKARTASABTU, 17 MEI 2008

Kepala BP4 Yogyakarta,Para narasumber,Dan para hadirin yang berbahagia

Assalamualaikum Wr. Wb.Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama kali kita ucapkan puji dan syukur kepada Allah karena rahmat-Nya kita dapat berkumpul disini dalam acara simposium ” Penanganan Asma secara Menyeluruh” yang diselenggarakan oleh Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta dalam rangka Peringatan Hari Asma Sedunia.

Para hadirin yang berbahagia.......

Asma merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang prevalensinya semakin hari semakin meningkat. Pada pertemuan Asma Dunia di Bangkok (April 2008) dikatakan bahwa Asma merupakan penyakit jangka panjang yang sering terjadi di dunia. Para ahli yang berbicara atas Global Initiative for Asthma memperkirakan bahwa beban penyakit Asma di Asia Tenggara sangat berat, dengan 1 dari 4 orang dewasa yang mengidap asma tidak dapat bekerja pada tahun lalu, dan 1 dari 3 anak yang menderita asma bolos sekolah pada tahun lalu akibat asma.

Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma, jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya, dan diperkirakan asma dapat menyerang 300 juta orang di seluruh dunia. Di Indonesia prevalensi Asma belum diketahui dengan pasti, namun diperkirakan 2 – 5 % penduduk Indonesia menderita asma.

Meski hingga kini penyebab Asma belum diketahui dengan pasti, namun para peneliti lebih fokus pada pencarian faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya asma. Banyak sekali faktor risiko yang berperan namun umumnya digolongkan menjadi faktor genetik dan lingkungan. Beberapa faktor risiko lingkungan di antaranya asap rokok, iritan (parfum, bau-bauan merangsang), ekspresi emosi yang berlebihan, perubahan cuaca, polusi udara, binatang (kecoa), tepung sari bunga, jamur, diet dan obat. Para ahli memperkirakan faktor lingkungan berperan lebih penting dalam proses terjadinya asma.

Para hadirin yang berbahagia.....

Karena penyebab asma belum diketahui sehingga pengobatan asma sejauh ini baru pada tahap mengendalikan gejala.

Penanganan asma di Yogyakarta saat ini masih pada tahap pengobatan/pengendalian gejala. Hampir semua institusi pelayanan kesehatan, baik negeri maupun swasta dapat memberikan pelayanan terhadap penderita asma, karena sudah dilengkapi dengan nebulizer, akan tetapi belum terkoordinasi dengan baik.

Untuk pelayanan pengobatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai sarana kesehatan khusus untuk menangani penyakit paru, yaitu BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru). Selain penyakit infeksi, BP4 juga memberikan pelayanan terhadap penyakit non infeksi antara lain Asma dan PPOK (penyakit Paru Obstruktif Kronik).

Untuk pengendalian penyakit tidak menular, termasuk asma, Dinas Kesehatan mempunyai Seksi khusus yaitu Seksi Surveilans dan PKLB, yang melakukan surveilans penyakit tidak menular dan juga surveilans terhadap faktor risiko dan juga Seksi Promosi Kesehatan yang bertugas untuk melakukan penyuluhan dan edukasi terhadap perilaku hidup sehat terutama perilaku untuk menghindari atau meminimalkan pajanan terhadap faktor risiko asma dan Seksi Yankesdas yang bertanggung jawab dari sisi pelayanan dasar.

v

Page 6: Makalah Simposium Asma

Kebijakan pengendalian PTM (asma) secara umum melalui partisipasi masyarakat dan pemerhati/pelaksana pengendalian PTM secara multidisiplin dan lintas sektoral dengan beberapa strategi pengendalian PTM (asma) baik surveilans, promosi kesehatan dan manajemen pelayanan kesehatan.

Rencana ke depan, BP4 Paru akan lebih ditingkatkan menjadi suatu RS Khusus Paru, dengan tujuan dapat memberikan pelayanan kepada lebih banyak penderita, khususnya asma, dan memberikan pelayanan yang lebih baik.

Diharapkan, pengendalian penyakit asma (tidak menular) dapat dilakukan secara komprehensif, di mana terdapat kerjasama/ koordinasi yang baik dalam sebuah Tim/Kelompok Kerja Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Asma) dalam upaya penguatan data surveilans dengan melakukan surveilans Penyakit dan Faktor Risiko; upaya untuk hidup sehat (menghindari FR) dengan Promosi Kesehatan; dan upaya penanganan penyakitnya (pelayanan kesehatan) serta bekerja sama dengan stakeholder terkait (Yayasan Asma Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, dll) sehingga insidensi dan prevalensinya dapat ditekan serta kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan.

Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih dan selamat mengikuti acara Simposium “Penanganan Asma Secara Menyeluruh” sampai selesai dan dengan memohon Rahmat Allah, secara resmi acara Simposium ini saya buka.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Page 7: Makalah Simposium Asma

OVERVIEW ASTHMADr. Bondan Agus Suryanto, SE MA

Keynotes Speaker-----------------------------------------------------

PENDAHULUAN

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan sensitifnya trakea-brokus beserta cabang-cabangnya terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas bronkus). Rangsangan ini dapat menimbulkan obstruksi saluran napas yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi dan dapat membaik dengan atau tanpa diobati.

Pada kelainan ini berperan berbagai sel inflamasi antara lain sel mast dan eosinofil .Inflamasi kronik adalah dasar dari penyakit asma, oleh karena itu obat-obat antiinflamasi berguna untuk mengurangi inflamasi yang terjadi pada saluran napas (1-2 ).

Penyakit asma merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk diseluruh dunia . Pada dua dasa warsa terakhir ini, merupakan problem kesehatan masyarakat yang makin penting, tidak saja di negara-negara berkembang akan tetapi juga di negara-negara maju, dengan angka kesakitan dan kematiancukup tinggi, dan membawa dampak pada masalah tenaga kerja dan ekonomi.

Beberapa hal yang berkaitan dengan asthma : Asma adalah peny. Kronis yg banyak dijumpai didunia

menyerang anak-anak maupun dewasa. Dan saat ini masih menjadi problem kesehatan dunia.

Asma saat ini diketahui merupakan peny. Inflamasi pada saluran pernapasan, hal ini membawa dampak pada pengobatan asma.

Asma dan PPOK berdasarkan SKRT th. 2001 menduduki urutan kelima dari yang banyak dijumpai dimasyarakat.

Belum ada survey epidemiologi yang menyeluruh untuk menentukan prevalensi asma

Belum ada guideline yang terpadu untuk pengelolaan asma Masalah penting dalam pengelolaan asma tergantung pada

pengetahuan dokter, pasien dan obat-obatan.

Penyakit asma dapat terjadi pada berbagai usia mulai bayi sampai manula, dan bisa terjadi Pada pria maupun wanita. Angka kejadian asma bervariasi antara negara satu dengan negara lain, dan terlihat kecenderungan bahwa penyakit ini meningkat jumlahnya meskipun akhir-akhir ini obat-obat asma baru, banyak dipasarkan.

Dinegara maju angka kesakitan dan kematian karena asma juga terlihat meningkat. Dari kepustakaan disebutkan bahwa peningkatan penyakit asma dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya debu rumah, asap rokok dan polusi udara (2). Debu rumah yang umumnya mengandung tungau merupakan alergen kuat pencetus serangan asma.

EPIDEMIOLOGI

1. PREDISPOSISIBeberapa factor sebagai predisposisi yang meningkatkan kejadian asma adalah :• Tinggal di perkotaan yang padat dengan eksposure polusi • Sebagai perokok pasif • Adanya eksposure ditempat kerja seperti bahan kimia,

partikel debu • Mempunyai orang tua dengan asma • Infeksi saluran pernafasan pada anak-anak • BBLR • Kegemukan

Page 8: Makalah Simposium Asma

• Gastroesophageal reflux disease (GERD)

2. FAKTOR RESIKO

Penyakit asma dapat terjadi pada berbagai usia mulai bayi sampai manula, dan bisa terjadi Pada pria maupun wanita. Angka kejadian asma bervariasi antara negara satu dengan negara lain, dan terlihat kecenderungan bahwa penyakit ini meningkat jumlahnya meskipun akhir-akhir ini obat-obat asma baru, banyak dipasarkan.

Faktor resiko Asthma• Merokok

Merokok jelas merugikan kesehatan paru dan merupakan hal penting dalam terjadinya asma bronkial. Merokok merupakan penyebab kematian terbesar didunia yang dapat dicegah

Kurang lebih 4.9 juta orang meninggal akibat rokok di th 2000 (50% di negara berkembang); dan akan meningkat 2 x lipat di th 2020 (70% di negara berkembang)

Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 1.25 miliar perokok, 800 juta ada di negara berkembang

Merokok jelas merugikan kesehatan paru dan merupakan hal penting dalam terjadinya asma bronkial. Namun kenyataannya produksi rokok di Indonesia saat ini mencapai sekitar 140 milyard batang per tahun (1989). Sebagian besar di konsumsi rakyat Indonesia dan sebagian kecil berhasil di eksport. Dari cukai rokok pada tahun 1998 yang lalu menghasilkan uang 2,6 triliun rupiah dan industri rokok telah menyerap sekitar 4 juta tenaga kerja . Sedangkan kerugian akibat merokok dibidang kesehatan diperkirakan mencapai 14,5 trilyun rupiah (8 kali anggaran untuk sektor kesehatan tahun 1998). Kalau saja 60% pria Indonesia merokok dan masing-masing menghabiskan ¼ penghasilannya untuk membeli rokok maka

uang yang “terbakar” disektor ini tak kurang dari 12,6 trilyun rupiah. (14)Satu tindakan yang dinilai sangat menguntungkan ialah adanya intruksi MENKES RI NO 161/MENKES /Inst/III/1990, yang melarang merokok dirumah sakit dan pencantuman label pada tiap bungkus rokok yang menyatakan bahwa “Merokok dapat mengganggu kesehatan anda”.

• Polusi udara Yang dikeluarkan oleh mesin-mesin berbagai industri yang berkembang pesat dan Polusi asap kendaraan bermotor. (data-data menunjukkan bahwa produksi mobil tiap tahun >

250.000 unit dan sepeda motor setiap tahun diproduksi sekitar 500.000 unit).

Semua faktor-faktor tersebut diatas merupakan resiko nyata yang dihadapi masyarakat untuk timbulnya penyakit asma bronkial (3).

3. FAKTOR PENCETUSa. debu and debu mites b. bulu binatangc. moulds d. pollens e. Infeksi virusf. Pencemar udarag. Asap rokokh. exercise/vigorous activity i. udara dingin

4. KESAKITAN DAN KEMATIAN

Dinegara maju angka kesakitan dan kematian karena asma juga terlihat meningkat. Dari kepustakaan disebutkan bahwa

Page 9: Makalah Simposium Asma

peningkatan penyakit asma dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya debu rumah, asap rokok dan polusi udara (2). Debu rumah yang umumnya mengandung tungau merupakan alergen kuat pencetus serangan asma.

Dalam perjalanan waktu angka kesakitan dan kematian asma di AS, dilaporkan terus meningkat terutama dala 25 tahun tahun terakhir ini. Di Amerika 10 % dari penduduk menderita asma, dan lebih dari 3 % pasien yang datang berobat Jalan merupakan pasien asma. Pada tanhun 1983 didapatkan 459.000 penderita rawat inap, 3440 diantaranya meninggal karena asma, dan pada tahun 1988 meningkat menjadi 4580 orang. Angka kematian asma meningkat dari 0,6/100.000 populasi pada tahun 1977, menjadi 1,1/100.000 pada tahun 1984 (4).

Menurut laporan asuransi kesehatan di Jerman barat, pada tahun 1974 – 1976, asma bersama penyakit bronkitis kronis dan emfisema (PPOM/COPD) menduduki peringkat pertama dengan angka kesakitan sebesar 9 juta (32,9%) per tahun (5).Prevalensi asma pada anak sekolah di Inggris pada tahun 1964 4%, tahun 1989 meningkat menjadi 10% dan tahun 1994 menjadi 18%.(15)

Penelitian di Jakarta Timur (Ratnawati, Yunus F, Rasmin M, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bahtiar A ) th. 2001 pada anak SMP mendapatkan prevalensi 11.7%

Demikian juga di Indonesia, asma juga merupakan problema kesehatan masyarakat. SKRT tahun 1986 :

asma, bersama bronkitis kronis dan penyakit saluran napas lainnya menduduki urutan ke 5 pola kesakitan (6,4/1000 penduduk), serta urutan ke 10 penyebab kematian (27/100.000 penduduk).

SKRT tahun 1992 :

asma , bronkitis kronis dan emfisema merupakan urutan ke 7 dari penyebab kematian (5,6% dari total kematian)

SKRT tahun 2001 :asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.Sedangkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (1). Penyakit bronchitis kronik dan emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri (2)

Prof Dr dr Heru Sundaru, SpPD-KAI pada pidato pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Republika, 30 Januari 2007) : Di Bandung , prevelensi asma meningkat dari 2,1 persen pada

1995 menjadi 5,2 persen di tahun 2001. Kota Jakarta Prevalensinya berkisar antara 5,4 persen hingga 8,9

persen. Poliklinik Alergi Imunologi Klinik Departmen Ilmu Penyakit

Dalam RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, kasus asma thn.2005, bahwa

dari 2.234 kunjungan, sebanyak 73,6 persennya merupakan kasus asma.

Sementara secara nasional, jumlah tersebut melonjak dari 4, persen menjadi 5,4 persen.

Prof. dr. Magdalena Sidhartani. MSc., Sp.AK, UNDIP (Februari 2008) menyampaikan , bahwa prevalensi asthma pada 6-12 th di Indonesia is  6,2-6,7%.

DAMPAK ASTHMA

Page 10: Makalah Simposium Asma

Asma menggnanggu kualitas hidup karena gejala yang ditimbulkannya baik karena sesak, batuk maupun mengi sehingga panderita menjadi kurang tidur dan terganggu aktifitas sehari-harinya. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan karena pengobatan berulang. Meskipun jarang asma dapat menyebabkan kematian.

Dr Chay Oh, Moh (kKtua Bagian Kesehatan Pernapasan KK Women’s and Children’ Hopital Republic Singapore) dalam seminar di Palembang mengatakan asma bronkhial dapat menyebabkan kelainan pernapasan kronis yang memberikan dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi anak yang akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajar anak.

Dampak asma sangat signifikan pada kehidupan penderitanya. Di Amerika Serikat (Sundaru, H, 2007) : Anak penderita asma bisa kehilangan 10,1 juta hari sekolah atau

dua kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang tak menderita asma.

Kunjungan ke dokter pun bertambah. AS mencatat kalau asma juga menyebabkan 12,9 juta kunjungan

ke dokter dengan perawatan rumah sakit sebanyak 200 ribu penderita setiap tahunnya.

Sementara bagi orang dewasa, risiko kehilangan hari dan kesempatan kerja sangat nyata terjadi. Jumlah pekerja yang absen karena asma selama lebih dari 6 hari setiap tahunnya mencapai 19,2 persen (penderita asma berat) dan 4,4 persen penderita asma ringan).

TATALAKSANA ASTHMA

Obat asma hanya mencegah kekambuhan, tidak menghilangkan sesak dengan cepat dan sifatnya mengontrol penyakit.Asma bisa belangsung terus tanpa bisa disembuhkan. Bahkan pasien bisa menderita seumur hidup. Sehingga pengobatan asma yang

dilakukan bukan untuk menyembuhkan namun yang lebih utama adalah untuk “mengontrol” gejala asma

Asma terkontrol adalah jika : gejala kronik termasuk gejala malam minimal terjadi, eksaserbasi minim, kunjungan darurat ke dokter tidak ada, pemakaian obat pelega minimal, tidak ada keterbatasan aktivitas-termasuk kegiatan jasmani, dan efek samping obat minimal

Asma yang terkontrol dapat diartikan “Hidup Sehat dengan Asma” sehingga kualitas hidup penderita meningkat secara optimal “seperti” orang yang tidak menderita asma dan dalam rangka mencapai hal ini pada penderita dipaerlukan diperlukan peran aktif dari- Dokter - Penderita - Keluarga - Masy.Masih banyak kendala yang dihadapi dalam penanganan asma secara menyeluruh, baik dari aspek tenaga kesehatan, panderita maupun biaya yang harus dikeluarkan.

Sehingga control asma menjadi penting artinya dan secara kontinu dan berkesinambungan dengan melibatkan dokter, penderita dan keluarga sehingga penting disini informasi, edukasi dan komunikasi.

KESIMPULAN

Asma masih menjadi problem kesehatan di dunia baik pada anak-anak maupun orang dewasa

Prevalensi asma meningkat hampir diseluruh dunia Kontrol asma dengan baik akan meningkatkan kualitas hidup

penderita Pengelolaan asma sangat tergantung pada pengetahuan dokter,

pasien dan obat-obat yang diberikan

Page 11: Makalah Simposium Asma

KIE penting untuk penderita dan keluarga

Yogyakarta, 17 Mei 2008

Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta

(dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA)

NIP :

DIAGNOSIS ASMA

Dr. Iswanto, Sp.P, FCCPBalai Penyakit Penyakit Paru-paru (BP4)

1.

PENANGANAN ASMA SECARA MENYELURUH

Dr. Yusrizal Djam’an Saleh ,Sp.P. FCCP

7

Page 12: Makalah Simposium Asma

DEFINISI ASMAAsma adalah penyakit Inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel inflamasi dan elemennya. Adanya peningkatan hiperesponsif jalan napas pada asma menimbulkan gejala mengi episodik, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Obsruksi jalan napas yang terjadi pada asma sifatnya luas, bervariasi dan seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

PATOGENESIS ASMAAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan disini,seperti: sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi. Inflamasi terdapat pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma non alergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.

INFLAMASI AKUTPencetusnya dapat disebabkan alergen, virus, iritan yang menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.

INFLAMASI KRONIKBerbagai sel inflamasi terlibat dalam terjadinya inflamasi kronik saluran napas, seperti limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

Gambar 1: hubungan antara inflamasi akut, inflamasi kronik dan Airway remodelling dengan gejala klinis

AIRWAY REMODELINGInflamasi kronik menimbulkan kerusakan jaringan diikuti penyembuhan (healing process) dengan sel-sel baru dan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan skar. Kedua proses tersebut menghasilkan perubahan struktur dengan mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui, dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen diikuti perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan jumlah otot polos dan kelenjar mukus. Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut (intervensi dini). Early InterventionEarly intervention” can be applied soon after clinical asthma has occurred, with the goals of reducing asthma symptoms and exacerbations safely, while mitigating immune pathogenic and aberrant repair processes to allow for normal lung growth and development to proceed. ( Liu AH. J Allergy Clin Immunol 2004;113:S19-24)Why early treatment is important?

Page 13: Makalah Simposium Asma

Airways inflammation is already present in patients with intermittent asthma (Vignola AM et al).

Early treatment gives significantly better airway function and asthma control than delayed treatment and at lower maintenance doses ( Selroos et al).

Gambar 2: Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma (faktor risiko).

Tabel 1: Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis sebelum

pengobatanDerajat asma

Gejala Gejala malam Faal paru

I. intermiten

Bulanan APE ≥ 80%

Gejala < 1x/minggu

Tanpa gejala di luar serangan

Serangan singkat

≤ 2 kali sebulan

VEP1 ≥80% nilai prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik

Variabiliti APE < 20%

II. Persisten Ringan

Mingguan APE > 80%

Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari

Serangan dapat menggangu aktiviti dan tidur

>2 kali sebulan

VEP1 ≥80% nilai prediksi. APE ≥ 80% nilai terbaik

Variabiliti

Asimptomatik atau Asma dini

Manifestasi Klinis Asma (Perubahan ireversibel pada stuktur dan fungsi jalan napas)

Page 14: Makalah Simposium Asma

APE 20-30%

III. Persisten Sedang

Harian APE 60-80%

Gejala setiap hari

Serangan menggangu aktiviti dan tidur

Membutuhkan bronkodilator setiap hari

> 1x/seminggu

VEP1 ≥60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik

Variabiliti APE > 30%

IV. Persisten Berat

Kontinyu APE ≤ 60%

Gejala terus menerus

Sering kambuh

Aktiviti fisik

Sering VEP1 ≤ 60% nilai prediksi APE ≤ 60% nilai

terbatas terbaik

Variabiliti APE >30%

Tabel 2: Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatanTahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian Gejala dan faal paru dalam Pengobatan

Tahap IIntermiten

Tahap II Ringan

Tahap III Persisten Sedang

Tahap I : Intermiten Gejala < 1x/mggSerangan singkatGejala malam <2x/ blnFaal paru normal di luar serangan

Intermiten Persisten Ringan

Persisten Sedang

Tahap II : Persisten Ringan Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/ hariGejala malam >2x/bln, tetapi <1x/ mgg.Faal paru normal di luar serangan

Persisten Ringan

Persisten Sedang

Persisten Berat

Tahap III : Persisten Sedang Gejala setiap hariSerangan

Persisten Sedang

Persisten Berat

Persisten Berat

Page 15: Makalah Simposium Asma

mempengaruhi aktiviti dan tidurGejala malam >1x/mgg60%< VEP1<80% nilai prediksi60%<APE< 80% nilai terbaik

Tahap IV : Persisten BeratGejala terus menerusSerangan seringGejala malam seringVEP1≤60% nilai prediksiatau nilai terbaik

Persisten Berat

Persisten Berat

Persisten Berat

PROGRAM PENATALAKSANAAN ASMA SECARA MENYELURUHPenatalaksanaan Asma secara menyeluruh berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila:

Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise (Olah Raga)

Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)

Variasi harian APE kurang dari 20%

Nilai APE normal atau mendekati normal

Efek samping obat minimal (tidak ada)

Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat.

Program penatalaksanaan asma secara menyeluruh meliputi 7 komponen:

Edukasi.

Menilai dan monitor berat asma secara berkala.

Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.

Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang.

Menetapkan pengobatan pada serangan akut.

Kontrol secara teratur.

Pola hidup sehat.

ACT : Asthma Control Test ( Uji Kontrol Asma )

Adalah 5 kelompok pertanyaan yang telah dikembangkan sebagai metode sederhana untuk pasien / dokter di pelayanan kesehatan primer pada evaluasi 4 minggu terakhir.(ACT) memberikan nilai prediksi yang lebih besar dalam menetapkan kondisi terkontrol tidaknya penderita bila dibandingkan dengan nilai VEP1 prediksi, walaupun keduanya akan memberikan informasi terbaik tentang kondisi penderita.Berikut 5 kelompok pertanyaan ACT beserta skornya:

A. Pada 4 minggu terakhir, seberapa banyak waktu anda terganggu karena asma dalam melakukan seluruh kegiatan di kantor, dirumah, maupun di sekolah

(5) Tidak ada (2) Sebagian besar(4) Sedikit saja (1) Seluruh waktu(3) Cukup banyak

Page 16: Makalah Simposium Asma

B. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menderita sesak

(5) Tidak pernah(4) Satu atau dua kali seminggu(3) Tiga sampai enam kali seminggu(2) Sekali sehari(1) Lebih dari satu kali sehari

C. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering gejala asma anda (mengi, batuk, sesak, dada terasa berat atau sakit) membangunkan anda dimalam hari atau dini hari.

(5) Tidak pernah(4) Satu kali atau dua kali(3) Satu kali seminggu (2) Dua sampai tiga malam seminggu (1) Empat malam atau lebih dalam seminggu

D. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menggunakan inhaler / pelega atau pengobatan nebulizer

(5) Tidak pernah(4) Satu kali seminggu atau kurang(3) Beberapa kali per minggu(2) Satu atau dua kali per hari(1) Tiga atau empat kali per hari

E. Bagaimana anda menilai penyakit asma anda dalam 4 minggu terakhir ini

(5) Terkontrol sempurna(4) Terkontrol dengan baik(3) Agak terkontrol(2) Kurang terkontrol(1) Tidak terkontrol sama sekali

Total skor = ........Makna skor ACT :

< 20 : Belum terkontrol dengan baik20 – 24 : Terkontrol dengan baik25 : Terkontrol total / sempurna

Medikasi AsmaPengontrol (Controllers)Medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, sering disebut pencegah:

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers

Antihistamin generasi ke-2 (antagonis –H1)

Pelega ( Reliever ) Untuk bronkodilatasi atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut,namun tidak memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsif jalan napas,

Termasuk pelega adalah : Agonis beta2 kerja singkat (oral,injeksi,inhalasi)

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator

Page 17: Makalah Simposium Asma

yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikoligernik

Aminofilin

Adrenalin

PengontrolGlukokortikostreroid inhalasiMedikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma, menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup (bukti A). Pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Ditoleransi dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan.

Agonis beta-2 keja lama (LABA)Termasuk salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam), efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi walau kecil, efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor.

Pengobatan berdasarkan derajat berat asmaTabel 3: Pengobatan sesuai beratnya asmaSemua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari Berat Asma

Medikasi pengontrol harian

Alternatif / pilihan lain

Alternatif

Asma intermiten

Tidak perlu

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya )

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers

Asma PersistenSedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofalin lepas lambat, atau

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambah teofilin lepas lambat

Page 18: Makalah Simposium Asma

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi (>800 ug BD atau ekivalennya ) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene

modifiers

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid (>800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ≥ 1 di bawah ini :

Teofilin lepas lambat

Leukotriene modifiers

Glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

Page 19: Makalah Simposium Asma

ASTHMA APPROACH WITH ACT

“How’s your asthma score?” “What’s your ACT ”

So,.. How early do we have to start Combination Treatment ?

TREATMENT BASED ON ACT

ACT SCORE

What does it mean? What action is needed by the Doctor?

19 or less Not well-controlled Introduce or step-up LABACS dose

20-24 Well-controlled Consider step-up LABACS dose to achieve Total Control

25 Total Control Maintain treatment with LABACS to maximise benefit to patientsDo not consider stepping down before 6 months

Early Intervention“Early intervention” can be applied soon after clinical asthma has occurred, with the goals of reducing asthma symptoms and exacerbations safely.

(Liu AH. J Allergy Clin Immunol 2004;113:S19-24).

PENGARUH ROKOK TERHADAP PENYAKIT ASMA BRONCHIALE

Dr. Iswanto, Sp.P, FCCPBalai Penyakit Penyakit Paru-paru (BP4)

16

21

NOW• Treat symptoms they see

• Ask poor questions of patients

• Reserve ICS / LABA for more symptomatic patients.

FUTURE• Treatment based on

whether target asthma score has been obtained

• Use ICS / LABA earlier

More aggressive treatment through focus on single, simple, objective treatment goal

Page 20: Makalah Simposium Asma

ASMA PADA ANAK

Dr. Roni Naning, Sp.A (K)Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM/

RSUP Dr R Sardjito, YogyakartaUKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Pendahuluan

Asma pada anak masih merupakan masalah kesehatan yang penting, selain sebagai penyakit saluran kronis saluran napas yang sering dijumpai, juga prevalensinya dilaporkan terus meningkat.1 Diagnosis

asma pada anak tidak mudah sehingga seringkali terjadi over maupun under-diagnosis, yang menyebabkan over maupun under-treatment. Untuk memudahkan dan agar diagnosis dan tatalaksana lebih akurat berbagai pedoman telah diluncurkan dan dicoba namun belum ada yang benar-benar bisa diterima secara universal. Saat ini yang banyak dianut oleh berbagai senter adalah yang di kembangkan oleh GINA2

untuk dewasa dan anak dan the Third International Pediatric Consensus Statement on the Management of Childhood Asthma3 untuk asma pada anak. Untuk di Indonesia Unik Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Respirologi, IDAI) telah mengembangkan pedoman untuk diagnosis dan tatalaksana asma pada anak,4 berbasis pada GINA2 dan The Third International Pediatric Consensus Statement on the Management of Childhood Asthma.3

Diharapkan dengan pedoman tersebut masalah over dan under-diagnosis yang mengakibatkan over dan under-treatment dapat diatasi. Tatalaksana penyakit asma bagi anak dan dewasa mempunyai prinsip yang sama yaitu untuk mengatasi serangan dengan obat yang tergabung dalam pereda/pemulih serangan (reliever) dan obat untuk pengendali asma (controller). GINA tahun 2006 tetap menitikberatkan pada kontrol asma dan bukan lagi pada tatalasana serangan akut Pedoman pengobatan asma sudah meluar disebarkan , namun hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak pasien asma tidak mendapat pengobatan semestinya (undertreated) sehingga berisiko mengalami eksaaserbasi asma.

Definisi

Asma adalah wheezing dan/atau batuk terutama episodik dan/atau kronis, biasanya terjadi pada malam hari (nocturnal), musiman, seringkali di triger oleh aktifitas fisik, bisa hilang secara spontan/reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan, disertai dengan adanya riwayat asma atau atopi, dan sebab lain telah disingkirkan. 1,2,3,4,5

Epidemiologi

22

Page 21: Makalah Simposium Asma

Prevalensi penyakit atopi meningkat diberbagai tempat di dunia, termasuk asma. Data mengenai asma pada anak di Indonesia belum ada, namun data dari beberapa pusat penelitian sudah dilaporkan. Hasil penelitian ISAAC fase I di Bandung untuk usia 6 -7 tahun dan 13 – 14 tahun masing-masing adalah 4,10% dan 2,09% . Sedangkan fase III masing-masing menjadi 2,93% dan 5,16%. 6,7. Berbagai faktor berperan pada peningkatan ini a.l riwayat atopi di keluarga, binatang peliharaan dalam rumah dan kebiasaan merokok di keluarga. Pada tahun 2004 telah dilakukan penelitian pada anak usia 13 – 14 tahun di Jakarta dan Subang oleh Sundaru (2005). Hasilnya menunjukkan prevalensi asma di Subang (9,60%) lebih tinggi dari di Jakarta (7,50%), hal ini diduga akibat polusi udara, tingginya kadar SO2 di Subang dibandingkan dengan di Jakarta (111,76 – 114,08 µg/m3 di Subang dan 30,75 µg/m3 di Jakarta).8

Diagnosis

Gejala yang sangat sugestif untuk penyakit asma adalah wheezing, namun tidak semua wheezing itu asma, dada rasa dihimpit (chest tightness), napas pendek dan batuk, terutama bila gejala tersebut berulang, lebih berat pada malam hari atau dini hari, atau di triger oleh latihan/olah raga, iritan, alergen atau infeksi virus. Gejala asma sangat bervariasi, tidak ditemukan nya gejala yang karakteristik bukan berarti anak pasti bukan asma. Kadang-kadang gejala berupa batuk kronik berulang atau batuk malam atau dini hari (nocturnal) saja.Tidak mudahnya menegakkan diagnosis asma pada anak menyebabkan sering terjadi over- maupun under- diagnosis yang menyebabkan over- dan under-treatment. Seperti penyakit lain untuk diagnosis asma pada anak juga diperlukan langkah-langkah yang runtut, mulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 2,3,4,5

1. Riwayat penyakit terdiri dari gejala saat ini, pola gejala (harian, bulanan, setahun), factor pencetus, pengobatan saat ini, riwayat perawatan sebelumnya dan pengobatannya, serangan sebelumnya, keadaan rumah dan lingkungan, pengaruh penyakit terhadap kehadiran dan prestasi di

sekolah, riwayat atopi dan alergi di keluarga, respon terhadap pengobatan dll.

2. Pemeriksaan fisik pada saat serangan bisa ditemukan wheezing bisa juga tidak, bahkan dalam batas normal, misal hanya batuk saja.

3. Pemeriksaan radiologi tidak selalu harus dilakukan. Dilakukan pemeriksaan foto torak bila diagnosis asma meragukan, atau ada gejala yang tidak menjurus ke asma misalnya infeksi berulang, batuk yang angat produktif, gejala yang timbul sejak neonatus, muntah dan gumoh/olab, gangguan pertumbuhan, atau gejala yang mengarah ke atelektasis atau pneumotorak. Atau bila setelah pengobatan yang tepat , gejala menetap.

4. Uji Faal Paru untuk menilai keterbatasan aliran udara di saluran napas. Pemeriksaan peak ekspiratori flow (PEF) menggunakan peak flow meter, merupakan pemeriksaan yang mudah dan dianjurkan dilakukan bila anaknya sudah mampu (umur 6 tahun keatas). PEF dapat memonitor asma; dipakai untuk deteksi dan evaluasi. Dapat dipakai menilai respon terhadap bronkodilator. Cara lain yang lebih bermakna adalah dengan spirometer. Spirometri bisa dilakukan pada anak diatas usia 7 tahun, untuk menilai FVC, FEV1 (Force expiratory volume 1 second), juga PEF. Nilai prediksi PEF, FEV1 dan FVC berlandaskan usia, sex, dan tinggi badan di populasi. 2

5. Ada 2 pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis asma: 2

5.1. Reversibilitas; bila didapatkan peningkatan segera (dalam beberapa menit) PEF atau FEV1, sebesar ≥12% (≥ 200 ml) setelah anak diberi bronkodilator, dibandingkan sebelumnya.

5.2. Variabilitas; adanya perbedaan PEF harian sebanyak ≥20% dalam kurun waktu 24 jam. Biasa dibandingkan yang pagi dan malam hari (dikenal sebagai diurnal variation).

6. Uji provokasi.2 Pengukuran airway responsiveness dapat dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala asma secara konsisten, namun menunjukkan faal paru yang normal. Uji provokasi tidak perlu dilakukan bila telah jelas pasien menderita penyakit asma. Uji provokasi dapat menggunakan

Page 22: Makalah Simposium Asma

metacholine, histamine, mannitol atau exercise, pemeriksaan dapat membantu mengakkan diagnosis asma. FEV1 menurun diatas 20% (PD20 atau PC20) setelah di provokasi.

7. Menilai status alergi. Tes kulit untuk alergi dan pengukuran kadar IgE spesifik dapat membantu mengidentifikasi faktor risiko bila ada kecurigaan adanya alergi pada anak. Selain IgE total, eosinofil total, juga RAST (radioallergoabsorbent) dan prick tests 2.

8. Uji tuberkulin dianjurkan bila ada indikasi mengingat tingginya prevalensi TB di Indonesia. 4

Klasifikasi

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengelompokkan asma berdasarkan etiologi, terutama memperhatikan penyebab lingkungan yang menjadi pencetus, namun klasifikasi seperti ini mengalami keterbatasan. Upaya untuk mengenal peyebab lingkungan terhadap ama harus merupakan bagian dari penilaian awal sehingga penghindaran terhadap agen pencetus dapat menjadi bagian dari tataalaksana asma.GINA mengklasifikasikan beratnya asma berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan, membagi status asma menjadi asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat. Namun GINA 2006 menganggap hal itu tidak sesuai lagi karena status penyakit akan berubah karena pengobatan yang diberikan, sehingga pembagian yang pertama tadi hanya cocok pada saat menentukan pengobatan iinisial yang akan di berikan. Contohnya seorang dengan status persisten berat setelah pengobatan yang berhasil maka status akan berubah menjadi persisten sedang. Oleh karena itu pada revisi GINA 2006, yang lebih dipentingkan adalah menilai secara teratur apakah penyakit asma sudah ter-kontrol atau belum. Untuk itu dikatagorikan 3 level asthma control yaitu: controlled, partly controlled dan uncontrolled. Sebagai alat ukurnya telah dikembangkan berbagai instrumen a.l Asthma Control Test (ACT), Asthma Control Questionnaire (ACQ) dll. Namun demikian, UKK Respirologi IDAI masih mengklasifikasikan menjadi asma

episodik jarang, asma episodik sering dan asma persisten.Sedangkan serangan eksaserbasi asma dibedakan sebagai serangan asma ringan, sedang, berat dan sangat berat. 4,15

Kontrol Asma

Secara umum ,istilah kontrol dapat diartikan sebagai pencegahan penyakit atau bahkan penyembuhan, namun kedua istilah ini tidak berlaku untuk asma. Istilah kontrol untuk asma adalah pengendalian terhadap manifestasi penyakit. Karakteristik kontrol asma adalah asma yang terkontrol (controlled), terkontrol sebagian (partly controlled) dan tak terkontrol (uncotrolled). Kontrol sempurna asma pada umumnya dicapai dengan obat- obatan yang harus dipertahankan untuk jangka waktu lama dengan memperhatikan keselamatan pasien akibat obat yang diberikan, efek samping dan biaya pengobatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Alat yang digunakan untuk menilai kontrol klinis asma misalnya Asthma Control Test (ACT), Asthma Control Questionnaier (ACQ), Asthma Therapy Assessement Questionnaire (ATAC) dan Asthma Control Scoring (ACSS).Derajat kontrol asma

Karakteristik Terkontrol(semua yangdi bawah)

Terkontrol sebagian(salah satu kejadian dalam seminggu)

Tidak terkontrol

Gejala sehari-hari Tidak ada(≤2 x/minggu)

> 2 x/minggu

≥ 3 kondisi asma terkontrol sebagian yang terjadi dalam sekali dalam salah satu minggu

Keterbatasan aktivitas

Tidak ada Ada

Gejala nokturnal/terbangun malam

Tidak ada Ada

Perlu obat pereda/reliever

Tidak perlu(≤ 2 x/minggu)

>2 x/minggu

Page 23: Makalah Simposium Asma

Fungsi paru (PEF atau FEV1)‡

Normal <80% nilai prediksi

Eksaserbasi Tidak ada ≥ 1 x/tahun *

Tatalaksana

Pedoman terbaru untuk penatalaksanaan asma meliputi pengendalian lingkungan (environmental control), monitoring objektif penderita, manajemen yang kooperatif, dan farmakoterapi. Tujuan akhir pengobatan asma adalah untuk dapat mencapai pengendalian penyakit secara sempurna (atau hampir sempurna), dengan meminimalkan efek samping obat yang digunakan. Pedoman Internasional untuk pelayanan asma mempunyai pesan sbb.: Control asthma with the lowest effective dose of medication – secara umum maksudnya dosis kortikosteroid inhalasi (ICS).

Menurut GINA tujuan tatalaksana asma adalah: 2

1. Dicapainya dan dijaga agar gejala asma terkendali2. Dijaga agar aktivitas normal, tidak ada hambatan aktivitas

termasuk latihan/olah raga3. Dijaga agar Uji faal paru mendekati nilai normal4. Mencegah timbulnya serangan asma akut5. Mencegah efek samping obat 6. Mencegah kematian karena asma

Pengobatan asma harus dilakukan secara holistik agar tuntas masalahnya. Pada penyakit asma terdapat gabungan antara penyempitan jalan napas karena konstriksi otot polos saluran napas, peradangan di dinding saluran napas, dan penumpukan lendir di saluran napas. Oleh karena itu pengobatan harus ditujukan untuk ketiga keadaan tersebut. Pengobatan harus tuntas. Pemberian obat asma bisa dengan berbagai cara. Saat in cara yang dianjurkan adalah dengan inhalasi baik memakai pMDI (Metered Dose Inhaler), DPI (Dry Powder Inhalers), maupun Nebuliser. Obat inhalasi dianjurkan pada penderita asma termasuk anak, karena:

1. Obat dalam konsentrasi relative tinggi langsung ke target organ;

2. Efek terapeutik yang cepat dan poten;3. Efek samping sistemik minimal.

Untuk setiap pasien harus dipilihkan alat yang tepat. Secara umum panduannya adalah:

1. Untuk anak dibawah 4 tahun harus dipakai pMDI dengan spaser dan masker muka, atau nebulisasi dengan masker muka;

2. Untuk anak usia 4 – 6 tahun dapat memakai pMDI dengan spaser dan mouthpiece, atau kalau belum mampu dengan nebuliser;

3. Untuk pasien diatas 6 tahun dapat dipakai pMDI, atau pMDI dengan spaser, breath-actuated inhaler, dry powder inhaler atau nebuliser;

4. Setiap pasien yang sedang mengalami serangan asma berat sebaiknya diberikan obat melalui pMDI dengan spaser atau nebuliser.

Sebagai catatan: Bila pasien menggunakan spaser, spaser tersebut harus

pas benar dengan inhaler, dan ukuran spaser harus sesuai usia anak. Bila usia bertambah, anak tumbuh, ukuran paru bertambah, maka ukuran spaser lebih besar;

Dry powder inhaler memerlukan daya inspirasi kuat, ini akan sulit dipakai bila ada serangan asma berat dan untuk anak usia kurang dari 6 tahun.

Ada 2 golongan obat asma yaitu untuk pengendali asma (controler), obat untuk mencegah gejala dan serangan asma dan obat untuk pereda (reliever), yaitu untuk secara cepat menghilangkan serangan atau memulihkan serangan. Obat asma yang masuk kelompok pereda adalah golongan beta-2 agonis kerja pendek inhalasai dan beta-2 agonis kerja cepat/pendek, antikolinergik (ipratropium bromide), golongan santin (aminofilin dan teofilin kerja pendek), dan adrenalin (epinefrin). 2,3,4,5

Obat yang termasuk golongan pengendali asma adalah: glokokortikosteroid inhal, asiLeukotriene modifiers, beta-2 agonis

Page 24: Makalah Simposium Asma

kerja panjang (LABA) inhalasi, teofilin, kromolin, LABA oral, glukokortikoid sistemik.Rekomendasi penanganan asma dibuat dalam beberapa komponen yang saling berkait yaitu: mmengembangkan kerjasama dokter-pasien; mengenal dan mengurangi pajanan factor risiko; menilai,memberikan pengobatan, dan monitor asma dan ; penanganan eksaserbasi asma.

Tatalaksana Serangan Asma Akut

Penanganan eksaserbasi penyakit asma tergantung umur anak dan beratnya episode pada saat dilakukan evaluasi. Serangan eksaserbasi ringan dapat dilakukan dirumah, namun bila serangan akut dan berat tentunya berpotensi mengancam jiwa dan memerlukan kajian kritis dan pengobatan yang tepat. 2 Pada saat serangan asma obat yang digunakan adalah golongan bronkodilator. Umumnya yang digunakan adalah golongan beta-2 agonis dengan atau tanpa antikolinergik. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian beta-2 agonis saja dapat meningkatkan FEV1 dan memulihkan gejala serangan asmanya, dengan menambahkan ipratrobium bromide akan dapat meningkatkan FEV1 lebih tinggi lagi. Pada setiap serangan asma harus dilakukan penilaian derajat serangan. Pengobatan dimulai dengan memberikan nebulisasi beta-2

agonis 1 – 3 kali dengan selang 20 menit, pada nebulisasi ketiga bila perlu ditambah antikolinergik. Jika serangan berat langsung diberikan nebulisasi kombinasi beta-2 agonis dengan ipratropium bromide. Tindak lanjutnya sesuai dengan derajat beratnya serangan.

2,3,4,5

1. Bila serangan ringan, setelah nebulisasi beta-2 agonis 1 kali, bila respon baik, lakukan observasi selama 1 jam, jika tetap baik, pasien dipulangkan. Pasien dibekali obat beta-2 agonis hirupan, kecuali bila tidak memungkinkan bisa obat oral. Jika pasien sedang memakai obat pengendali, dilanjutkan. Pasien dianjurkan kontrol setelah 2 hari.

2. Bila serangan sedang, setelah 2 kali nebulisasi beta-2 agonis perbaikan parsial, maka berikan oksigen. Pasien harus di

observasi dan dirawat untuk observasi. Diberikan steroid oral dan infus dipasang. Dilakukan nebulisasi tiap 2 jam sampai keadaan membaik. Bila dalam 12 jam klinis baik dan stabil pasien boleh pulang, bila klinis belum baik bahkan memburuk dilakukan perawatan.

3. Bila telah di nebulisasi beta-2 agonis 3 kali tidak membaik bahkan respon buruk maka diberikan oksigen diantara nebulisasi. Pasang infus, berikan steroid intravena, rawat di ruang rawat inap. Dibuat foto torak. Di ruang perawatan oksigen dilanjutkan, atasi dehidrasi dan asidosis bila ada. Diberikan steroid IV tiap 6 – 8 jam. Nebulisasi beta-2 agonis tiap 1 – 2 jam kalau perlu, bila keadaan membaik setelah 4 – 6 kali nebulisasi, selang pemberian jadi 4 – 6 jam. Diberikan aminofilin IV awal dan rumatan. Jika dalam 24 jam keadaan klinis baik dan stabil penderita dapat dipulangkan. Bila tidak membaik dan ada ancaman henti nafas, rawat di ruang perawatan intensif.

Pemberian terapi beta-2 agonis dan steroid nebuliser pada serangan asma sedang-berat dapat diberikan, namun dosis steroid harus tinggi minimal 1000 µg per kali.

Pengobatan untuk mendapatkan control

Pada setiap penderita asma harus dinilai apakah diperlukan pemberian obat pengendali asma. Untuk asma epsodik jarang dapat diberikan dulu SABA (short acting Beta-2 agonist) intermiten, hanya diberikan kalau ada serangan (as needed) atau metilxantin (teofilin short acting). Dilakukan observasi 4 sampai 6 minggu, bila baik mungkin tidak perlu obat pengendali, namun bila terjadi berulang dan masuk kelompok asma episodik sering, maka dilakukan penilaian ulang. Bila beta-2 agonist diperlukam lebih dari 3 kali per minggu atau terjadi serangan eksaserbasi akut ringan-sedang lebih dari 1 kali dalam kurun waktu sebulan, maka obat anrti-inflamasi dibutuhkan. Kortikosteroid inhalasi mulai dengan dosis 100 – 200 mikrogram 2 kali sehari, untuk anak < 12 tahun dan 200 – 400 mikrogram untuk ≥ 12 tahun. Diberikan selama 3 – 6 bulan, kemudian dinilai kembali, bila dalam 3 bulan baik,

Page 25: Makalah Simposium Asma

maka dosis dikurangi (step down), bila tidak menunjukkan perbaikan dosis bisa dinaikkan (step up) sampai 400 mikrogram per hari; yang masih aman. Namun harus benar-benar dinilai teknik pengobatan, kepatuhan dan pengendalian lingkungan. Bila dinaikkan sampai 800 mikrogram per hari maka di khawatirkan timbul efek samping terhadap poros HPA, sehingga akan mengganggu pertumbuhan anak. Bila dalam observasi 3 bulan baik dapat diturunkan dosis bertahap. Sampai akhirnya dihentikan. Saat ini tersedia obat gabungan dalam bentuk inhalasi yaitu kortikosteroid dan LABA (Long acting beta-2 agonist). Ini diberikan bila dengan inhalasi kortikosteroid hasilnya kurang baik. Dengan gabungan ini dosis steroid tidak perlu tinggi. Steroid inhalasi yang paling sering digunakan untuk anak adalah budesonide dan beclomethasone dan fluticasone. Selain diberikan gabungan dengan LABA, dapat pula ditambahkan teofilin lepas lambat atau anti lekotrinTidak banyak penelitian untuk pengobatan asma anak usia ≤ 5 tahun, namun pengobatan terbaik untuk mengontrol asma kelompok usia ini adalah glukokortikosteroid inhalasi sebagai obat controller awal. Apabila pengobatan ini tidak dapat mengendalikan gejala, peningkatan dosis glukokortikosteroid inhalasi adalah merupakan pilihan terbaik. Untuk anak usia > 5 tahun, setiap anak ditempatkan dalam salah satu dari langkah pengobatan. Pada setiap langkah pengobatan, obat reliever harus diberikan apabila terjadi eksaserbasi untuk mengatasi gejala secara cepat (akan tetapi hati-hati mengenai berapa banyak obat reliever yang digunakan pasien-pemakaian secara rutin atau dosis yang meningkat menunjukkan bahwa asma tidak terkontrol secara baik). Pada langkah 2 hingga 5, psien juga membutuhkan satu atau lebih obat controller untuk mencegah timbulnya gejala maupun serangan.

Page 26: Makalah Simposium Asma

Bagi sebagian besar pasien yang baru didiagnosis asma atau belum mendapat pengobatan, maka pengobatan harus dimulai pada langkah 2 (atau bila pasien sangat simtomatik, mulai dari langkah 3). Bila asma tidak terkontrol pada regimen pengobatan yang sedang berlangsung, maka langkah pengobatan harus dinaikkan hingga tercapai control. Berbagai obat controller dan reliever untuk asma yang dikemukakan adalah merupakan panduan dalam penanganan asma, namun ketersediaan obat local dan kondisi masing-masing pasien yang menentukan pengobatan yang akan diberikan. Cara pengobatan dengan inhalasi lebih disarankan karena dapat menghantarkan obat secara langsung ke dalam saluran resipatorik sebagai target kerja obat, sehingga terjadi efek terapeutik maksimal dan efek samping sistemik minimal.

Monitoring untuk mempertahankan kontrolMonitoring penting untuk mempertahankan control dan mendapatkan langkah serta dosis terendah untuk menekan biaya dan keamanan akibat pemberian obat. Biasanya pasien diperiksa setiap satu hingga tiga bulan setelah kunjungan pertama, dan selanjutnya setiap tiga bulan. Bila terjadi eksaserbasi, pemantauan harus dilakukan dalam dua minggu hingga satu bulan.Penyesuaian pengobatan adalah sebagai berikut : Asma tidak terkontrol dengan regimen pengobatan

yang diberikan, maka langkah pengobatan perlu dinaikkan dan umumnya perbaikan terlihat dalam satu

bulan. Teknik penggunaan obat, kepatuhan, dan penghindaran factor risiko harus dinilai dulu. Bila asma terkontrol sebagian, maka perlu dipertimbangkan untuk menaikkan langkah pengobatan, tergantung pada pilihan obat yang lebih efektif, keamanan dan biaya pilihan pengobatan, serta kepuasan pasien dengan derajat control yang didapat.

Asma control dapat dipertahankan selama paling sedikit tiga bulan, turunkan langkah pengobatan secara bertahap yang bertujuan untuk mempertahankan control.

Pengawasan tetap diperlukan bahkan setelah konttrol tercapai dank arena asma merupakan penyakit yang bervariasi, maka pengobatan harus diatur secara berkala dalam hal respons terhadap hilangnya control seperti terlihat berupa gejala yang memburuk atau timbulnya eksaserbasi. Apabila anak tidak merespons terhadap pengobatan yang diberikan atau bila asma tetap tidak terkontrol setelah dilakukan pengobatan pada Langkah 3, maka perlu dilakukan konsultasi dengan spesialis respirologi anak

Edukasi

Ketidak fahaman mengenai penyakit asma dan tatalaksananya menyebabkan gagalnya pengobatan asma dan masih tingginya morbiditas dan mortalitas penyakit asma pada anak.Edukasi harus merupakan bagian integral interaksi antara pasien dan poetugas kesehatan, terutama dokternya. Tujuan dari edukasi asma adalah memberikan informasi dan pelatihan kepada penderita, orang tua/keluarga, pengasuh, sehingga mereka dapat melaksanakan program pengobatan untuk pasien sesuai yang direncanakan. Jadi selain pendidikan untuk pasien dan keluarganya juga lingkungan yang berhubungan dengan pasien seperti guru, pelatih olah raga dll. 2

Diperlukan paket pendidikan yang khusus untuk setiap pasien agar pasien, keluarga dan lingkungan mengerti secara benar kondisi, pengobatan yang dibutuhkan, dan cara untuk

Page 27: Makalah Simposium Asma

merespon perubahan pada setiap fase klinis. Sebaiknya guru dan para pengelola sekolah diberi pengetahuan tentang apa penyakit asma dan cara mengatasi serangan asma, sehingga bila anak didk terserang asma di sekolah tidak panik. Sebaiknya untuk setiap pasien asma dibuatkan rencana tindakan personal (personal asthma action plan), yang a.l berisi kondisi penyakit anak, tanda-tanda serangan dan perburukan yang membahayakan, dan apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat tersebut. Dicantumkan pedoman untuk mengatasinya. 2,9

Menghindari alergen dan pencetus

Antara 75%-90% anak dengan asma punya riwayat alergi. Identifikasi dan pengendalian alergen dan faktor pencetus (trigger factor) merupakan salah satu kunci keberhasilan tatalaksana asma. Bila berbagai alergen dan pencetus dihilangkan dari lingkungan penderita asma maka serangan dan perawatan di rumah sakit dapat dihindarkan. Alergen dan iritan yang sering menyebabkan serangan asma a.l tungau debu rumah (house dust mites/HDM), asap tokok, serpihan kulit binatang (animal danders: kucing, anjing, kuda dll), kecoa, lumut dan pollen (di Indonesia tidak ada). Selain itu juga faktor triger lain seperti latihan/olah raga dan infeksi saluran nafas terutama infeksi virus. 2,3,9

Menghindari alergen dan triger berarti perubahan kebiasaan dan tingkah laku penderita dan keluarganya, hal ini tidak mudah. Misal kebiasaan merokok pada orang tua dan keluarga.

KESIMPULAN

Asma pada anak masih merupakan masalah kesehatan yang penting, selain sebagai penyakit saluran kronis saluran napas yang sering dijumpai, juga prevalensinya dilaporkan terus meningkat. Diagnosis asma pada anak tidak mudah sehingga seringkali terjadi over maupun

under-diagnosis, yang menyebabkan over maupun under-treatment. Tujuan tatalaksana asma adalah: dapat dikendalikan gejala asma; dapat beraktivitas secara normal, tidak ada hambatan aktivitas termasuk latihan/olah raga; uji faal paru mendekati normal; mencegah eksaserbasi asma; minimal kebutuhan obat-obatan dan tidak ada atau minimal efek samping obat; mencegah kematian. Untuk keberhasilan tatalaksana asma ada beberapa langkah yaitu: perlu dikembangkan kemitraan antara dokter dengan pasien dan keluarganya; kenali faktor risiko dan cegah paparan; nilai, obati dan monitor penyakit asma, dan atasi serangan asma. Setiap pasien harus dinilai pada derajat mana asmanya telah terkendali. Untuk menilai hal tersebut telah dikembangkan berbagai instrumen. Bila telah diketahui derajat terkendali asmanya maka pengobatan yang cocok dapat diprogramkan, dibuatkan rencana pengobatan. Obat asma meliputi pemulih/pereda serangan (reliever) dan pengendali (controller). Obat pereda serangan bisa yang kerja pendek maupun kerja panjang keduanya dapat secara cepat meredakan gejala. Pemakaian obat pereda serangan yang terlalu sering menunjukkan bahwa asma belum terkendali, belum terkontrol. Bila penyakit asmanya belum terkontrol mungkin diperlukan kombinasi dengan obat pengendali asma bisa berupa glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah atau leukotriene modifiers. Bila asma telah terkontrol dan diobservasi selama 3 bulan baik, tidak pernah ada serangan akut, tidak perlu obat pemulih serangan, maka dapat dikurangi dosis obat pengendali asma sampai dosis terendah serangan akut tidak ada lagi. Pengawasan tetap diperlukan bahkan setelah kontrol tercapai dan karena asma merupakan penyakit kronik dengan gejala bervariasi, maka pengobatan harus dipantau secara berkala.

Daftar Pustaka1. Guilbert T, Krawiec M. Natural history of asthma. Ped

Clin Nor Amer, 50:, 2003

Page 28: Makalah Simposium Asma

2. GINA.Global strategy for asthma management and prevention: NHLBI/WHO Workshop report. Bethesda National Institute of Health, National Heart,Lung Heart, lung and Blood Institute. Publication No. 02-3659: 2002.

3. Warner JO and Naspitz CK. Third international pediatric consensus statement on the management of childhood asthma. Pediatr Pulmonol, 1998;25:1-17.

4. Indonesian Working Group for Asthma. Pedoman Nasional Asma Anak (National Asthma Guideline). Rahajoe, Supriyatno, Setyanto Eds. IDAI 2004.

5. Asthma management handbook. National Asthma Council Australia. 2002

6. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundari H, Siregar SP, Djauzi S. Allergy and Asthma . The Scenario in Indonesia. 2005

7. International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) steering committee. Worldwide variation in prevalence of symptoms of asthma, allergic rhinoconjunctivitis, and atopic eczema. Lancet, 351:1225-32

8. Sundaru H. Perbandingan prevalensi dan derajat berat asma antara daerah urban dan rural pada siswa sekolah usia 13 – 14 tahun. Tesis program Doktor FKUI, 2005-03-23

9. Warner O, Naspitz CK, Rizzo MC. Management of chronic asthma in children between 5 and 18 years of age.In Pediatric asthma. An International Perpective, Martin Dinitz, (Eds. Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO). 2001;8:149-188

10.Bacharier LB. “Step-down” therapy for asthma: Why, When, and How? J Allergy Clin Immunol 2002;109:916-9

11.Wood RA, Eggleston PA. Nonpharmacologic approaches to the management of asthma. In Pediatric asthma. An International Perpective, Martin Dinitz, (Eds. Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman DG, Warner JO). 2001; 12:237-256

12.Rakes GP, Platts-Mills TA. Principles of Avoidance. In Allergy, Asthma, and Immunonology from infancy to adulthood. W.B. Saunders Company (Eds. Bierman CW, Pearlman DS, Shapiro GG, Busse WW). 1996;15:195-207

13. Rabe KF,Pizzichini M, Ställberg B, Ana SR, Balanzat M, Atienza T, Lier

PA and Jorup C.Rabe KF,Pizzichini M, Ställberg B, Ana SR. Double- Blind Trial Mild-to-Moderate Asthma: A Randomized, for Maintenance and Relief in. Chest 2006;129;246-256 14.Kartasasmita,CB. Current Management Childhood with Asthma. Scientific Meeting Perpari, Yogyakarta 2007 15.Global Initiative For Asrthma (GINA).Global Strategy for asthma management and prevention. Revised 20006: 20006 16.Nataprawira HM.Peran asthma control test (ACT) dalam tatalaksa mutakhir asma anak.Sari Pediatri 20007; 9:239-245.

27

Page 29: Makalah Simposium Asma

PENANGANAN REHABILTASI MEDIKPADA ASMA BRONCHIALE

Tiniwati, Sp. RMSMF Rehabilitasi Medik RS Panembahan Senopati