Makalah Asli (Tempe)
-
Upload
wuri-utami -
Category
Documents
-
view
76 -
download
2
description
Transcript of Makalah Asli (Tempe)
ABSTRAKSI
Bioteknologi digolongkan menjadi bioteknologi konvensional dan
modern. Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang
memanfaatkan mikroorganisme. Salah satu penerapan bioteknologi yang
menggunakan jasa mikroorganisme untuk pangan adalah tempe.
Tempe dianggap sebagai bahan makanan masyarakat golongan
menengah ke bawah, sehingga masyarakat merasa gengsi memasukkan
tempe sebagai salah satu menu makanannya. Namun, setelah diketahui
manfaatnya bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari
masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.
Buku ini akan membahas tentang tempe yang sering kita jumpai.
Bagaimana caranya dari sebuah kacang kedelai bisa menjadi tempe yang
memiliki banyak khasiat serta memiliki rasa yang tidak kalah dengan
makanan lainnya.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan
rahmat, dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
berjudul “Tempe” ini. Penulis berterima kasih pada Ibu Ida Ranowati, S.pd.
selaku Guru mata pelajaran Biologi yang telah memberikan tugas ini.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai tempe. Karena tempe
merupakan salah satu makanan asli Indonesia, dan sebagai orang
Indonesia kita harus menjaga kelestariannya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang
kurang berkenan, penulis memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.
Bandung, Februari 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ……………..………………………………………….i
KATA PENGANTAR ……………………………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………...1
C. Maksud dan Tujuan ………………………………………….2
D. Metode Penulisan ……………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Pekembangan Tempe
1. Asal Usul …………………………………………………..3
2. Tempe di Indonesia ………………………………………4
3. Tempe di Luar Indonesia………………………………...6
B. Pembuatan Tempe …………………………………………..7
C. Khasiat dan Kandungan Gizi dalam Tempe
1. Khasiat Tempe…………………………………………..11
2. Kandungan Gizi pada Tempe………………………….13
iii
D. Tempe yang Tidak Terbuat dari Kedelai…………………15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………….16
B. Saran …………………………………………………………
17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………18
CATATAN GURU……………...................................................19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempe adalah makanan asli Indonesia yang dibuat dari fermentasi
terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan
beberapa jenis kapang Rhizopus. Tempe sering dijumpai di rumah
maupun di warung-warung seperti warteg sebagai pelengkap
hidangan. Rasanya lezat, harganya murah, dan mudah didapat.
Sepotong tempe mengandung berbagai zat, seperti karbohidrat,
lemak, protein, serat, vitamin, enzim, serta zat lainnya yang
bermanfaat untuk kesehatan. Selain itu, tempe ternyata memiliki
kandungan dan nilai cerna yang lebih baik dibandingkan kedelai. Oleh
karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok
umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai
makanan semua umur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah
pembahasan mengenai:
1. Bagaimana Sejarah Dan Perkembangan Tempe?
2. Bagaimana Cara Pembuatan Tempe?
3. Apa Saja Khasiat Dan Kandungan Gizi dalam Tempe?
1
4. Apa Saja Macam-macam Tempe yang Tidak Terbuat dari
Kedelai?
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Biologi yang diberikan oleh
Ibu Ida Ranowati, S.Pd.
2. Mempelajari lebih dalam mengenai tempe.
3. Sebagai sumber ilmu yang dapat memberikan pengetahuan bagi
yang membaca.
D. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis menggunakan metode kepustakaan yaitu
dengan mengutip dari makalah, buku, maupun internet secara
langsung dan dengan di analisa terlebih dahulu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dan Perkembangan Tempe
1. Asal Usul
Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya
berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia.
Tidak diketahui kapan pembuatan tempe dimulai. Namun,
makanan tradisional ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu,
terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa,
khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Dalam Bab 3 dan Bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan
setting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada
awal abad ke-19) telah ditemukan kata “tempe”, misalnya
dengan penyebutan nama hidangan “jae santen tempe” (sejenis
masakan tempe dengan santan) dan “kadhele tempe
srundengan”. Hal ini dan catatan sejarah lainnya menunjukkan
bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai
hitam yang berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa,
lalu dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan
berkembang sebelum abad ke-16.
Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada
zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih yang
3
terbuat dari tepung sagu yang disebut “tumpi”. Tempe segar
yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan
makanan “tumpi”. Selain itu, terdapat rujukan mengenai tempe
pada tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda.
Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali
semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat
Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan seperti
singkong, ubi, dan kedelai sebagai sumber pangan. Selain itu,
ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin
diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi
makanan ‘ejenis’, yaitu kojil kedelai yang difermentasikan
menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik
pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan
dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke
seluruh penjuru Tanah Air.
2. Tempe di Indonesia
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di
dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak
50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk
tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti
tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per
orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.
4
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para
tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri
dan busung lapar. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada
tahun 1940-an sampai dengan 1960-an juga menyimpulkan
bahwa banyak tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena
tempe. Menurut Onghokham, tempe yang kaya protein telah
menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan
berpenghasilan relatif rendah.
Namun, nama “tempe” pernah digunakan di daerah
perkotaan Jawa, terutama Jawa Tengah, untuk mengacu pada
sesuatu yang bermutu rendah. Istilah seperti 'mental tempe'
atau 'kelas tempe' digunakan untuk merendahkan dengan arti
bahwa hal yang dibicarakan bermutu rendah karena murah
seperti tempe. Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sering
memperingatkan rakyat Indonesia dengan mengatakan “Jangan
menjadi bangsa tempe”. Baru pada pertengahan 1960-an
pandangan mengenai tempe ini mulai berubah.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah
perubahan dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik mulai
menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe, ragi
berbasis tepung mulai menggantikan laru tradisional, dan
kedelai impor mulai menggantikan kedelai lokal.
5
Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai
dimodernisasi pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran
KOPTI (Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia) yang berdiri
pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan pada tahun 1983 telah
beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu.
Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar
Nasional Indonesia dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009
ialah SNI 3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai
didefinisikan sebagai “Produk yang diperoleh dari fermentasi biji
kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk
padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan
berbau khas tempe”.
3. Tempe di Luar Indonesia
Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang
Belanda. Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan
mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha pertama kali untuk
mengidentifikasi kapang tempe. Perusahaan-perusahaan tempe
yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari
Indonesia. Melalui Belanda, tempe telah populer di Indonesia di
Eropa sejak tahun 1946.
Sementara itu, tempe populer di Amerika Serikat setelah
pertama kali dibuat disana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee
Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian
6
ilmiah mengenai tempe. Di Jepang, tempe diteliti sejak tahun
1926 tetapi baru mulai diproduksi secara komersial sekitar
tahun 1983. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan
tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang. Di beberapa
negara lain, seperti RRC, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada,
Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal
di kalangan terbatas.
Di Indonesia kita dapat dengan mudah dan murah
menemukan tempe, misalnya dengan membeli di toko/warung,
pasar dekat rumah, maupun dengan pedagang sayur keliling,
satu papan tempe bisa didapat dengan harga Rp.5000,00. Tapi
di luar Indonesia, misalnya Australia, harga sepotong kecil
tempe bisa mencapai $5 dan hanya bisa ditemukan di
supermarket. Oleh karena itu, kita harus bangga menjadi orang
di Indonesia dengan segala ‘kesederhanaan’ dan ‘kekurangan’
kita.
B. Pembuatan Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji
kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis
kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae,
Rhizopus stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus arrhizus. Fermentasi
ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh
7
pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia.
Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B, dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat,
seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan untuk
pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia
kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur
yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada
fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda
dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah
mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah
menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang
tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, seperti Jerman, Jepang,
dan Amerika Serikat.
Indonesia juga sedang berusaha mengembangkan galur (strain)
unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat,
berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe.
Teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari:
a) Perebusan
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus.
Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar
8
biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga
dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat
menyerap asam pada tahap perendaman.
b) Pengupasan
Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar ‘miselium
fungi’ dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi.
Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan
kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
c) Perendaman dan Pengasaman.
Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap
perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan
terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh
keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Bila
pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum, misalnya
dinegara-negara subtropis) asam perlu ditambahkan pada air
rendaman.
Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga
bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-
bakteri beracun.
d) Pencucian
Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran
yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji
9
kedelai tidak terlalu asam. Jika tidak dilakukan pencucian, maka
bakteri dan kotoran dapat menghambat pertumbuhan fungi.
e) Inokulasi dengan Ragi
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi
tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan
dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar;
digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium
tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran),
ataupun kultur Rhizopus oligosporus murni (umum digunakan oleh
pembuat tempe di luar Indonesia).
Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran
inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan
dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau
(2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman,
dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.
f) Pembungkusan dan Fermentasi
Setelah di inokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan
dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau
wadah dapat digunakan, misalnya daun pisang, daun waru, daun
jati, plastik, gelas, kayu, dan baja, asalkan memungkinkan
masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen
untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya
diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai
10
yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses
fermentasi.
C. Khasiat dan Kandungan Gizi dalam Tempe
1. Khasiat Tempe
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas,
sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah
terjadinya penyakit degeneratif, seperti aterosklerosis, jantung
coroner, diabetes mellitus, kanker, dan lain-lain. Selain itu,
tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare,
penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung hipertensi,
dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan
karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan
kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang
dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam
tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.
Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi
buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan
berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare
menjadi sembuh dalam waktu singkat. Selain itu, pengolahan
kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan
11
stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala
flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan
tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-
umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari
nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila
ditambah tempe. Tempe dapat diolah menjadi berbagai jenis
masakan, misalnya tumis tempe dan buncisini.
Secara singkat khasiat yang terdapat pada tempe protein antara
lain:
a ) Protein, yang mudah dicerna sehingga baik untuk mengatasi
diare.
b ) Zat besi, bersifat antioksidan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah.
c ) Superoksida dismutase, dapat mengendalikan radikal bebas
dan baik bagi penderita jantung.
d ) Penanggulangan anemia. Anemia ditandai dengan
rendahnya kadar hemoglobin karena kurang tersedianya zat
besi, tembaga, seng, protein, asam folat, dan vitamin B12,
dimana unsur-unsur tersebut terkandung dalam tempe.
e ) Anti infeksi. Tempe mengandung senyawa anti bakteri yang
diproduksi oleh kapang tempe (Rhizopus oligosporus) yang
12
merupakan antibiotika yang bermanfaat untuk meminimalkan
kejadian infeksi.
f ) Daya hipokolesterol. Tempe mengandung asam lemak jenuh
ganda yang bersifat dapat menurunkan kadar kolesterol.
g ) Kalsium, dapat mencegah osteoporosis.
h ) Sifat anti oksidan, menolak kanker dan mencegah timbulnya
hipertensi.
i ) Mencegah masalah gizi ganda (akibat kekurangan/kelebihan
gizi) serta berbagai penyakit yang menyertainya, baik infeksi
maupun degeneratif.
2. Kandungan Gizi pada Tempe
a) Asam lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi
adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak.
Dengan demikian asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap
kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek
negatif sterol di dalam tubuh.
b) Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air
(vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K).
13
Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial.
Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin
B1, B2, B6, B12, asam pantotenat, dan asam nikotinat.
c) Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah
yang cukup. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase
yang akan menguraikan asam fiata (yang mengikat beberapa
mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam
fitat, mineral-mineral tertenu (seperti besia, kalsium,
magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk
dimanfaatkan tubuh.
d) Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam
bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karetenoid,
isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan
tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Penuaan dapat dihambat bila dalam makanan yang
dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup.
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Universitas North
Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan
fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat
mencegah kanker prostat dan payudara.
14
D. Tempe yang Tidak Terbuat dari Kedelai
Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula
berbagai jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut
tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya,
yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-
legum.
Beberapa macam tempe yang telah dikenal antara lain:
1. Tempe Kedelai. Kedelai yang umum digunakan adalah kedelai
kuning.
2. Tempe Benguk. Dibuat dari koro benguk (Mucuna pruriens) dan
banyak dikembangkan di Jawa Tengah terutama Yogyakarta
dan Solo.
3. Tempe Kecipir. Dibuat dari biji kecipir (psophocarpus
tetragonolobus), berasal dari Papua.
4. Tempe Lamtoro atau Mlandingan. Dibuat dari biji Leucaena
leucocephala, namun mengandung mimosin yang dapat
menyebabkan kerontokan rambut
5. Tempe Kacang Hijau. Terkenal di Yogyakarta.
6. Tempe Kacang Merah.
7. Tempe campuran Gandum dan Kedelai.
8. Tempe Ampas Tahu.
9. Tempe Bongkrek. Dibuat dari ampas kelapa.
15
10.Tempe Jagung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
proses pembuatan tempe melibatkan mikroorganisme, yaitu
menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus. Fermentasi ini dikenal
sebagai "ragi tempe".
Teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari
tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman,
pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi.
Kandungan gizi pada tempe antara lain asam lemak, vitamin,
mineral, dan antioksidan. Hasil penelitian terhadap tempe di dalam
mencegah oksidasi ataupun sebagai pembersih radikal bebas dapat
memberikan nilai tambah bagi tempe yang selama ini seakan-akan
tenggelam di tengah kancah persaingan bahan pangan modern.
Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula
berbagai jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut
tempe. Terdapat dua golongan besar tempe menurut bahan dasarnya,
16
yaitu tempe berbahan dasar legum dan tempe berbahan dasar non-
legum.
B. Saran
Penulis menyarankan kepada para pedagang tempe untuk
membuat usaha pembuatan tempe sendiri (home industry) sehingga
dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, diharapkan
masyarakat lebih memilih makanan lokal seperti tempe supaya
kelestariannya tetap terjaga.
17
DAFTAR PUSTAKA
Wariyono, Sukis dan Muharomah, Yani. 2008. Mari Belajar Ilmu Alam
Sekitar. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
blogpetang.blogspot.com/2013/05/contoh-kata-pengantar-makalah.html
zilazulaiha.blogspot.com/2011/12/makalah-tempe.html
id.wikipedia.org/wiki/tempe
18
CATATAN GURU
19
CATATAN GURU
20