Makalah Artritis Modul 5
-
Upload
gita-aprilonia -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of Makalah Artritis Modul 5
BAB II
PEMBAHASAN
Modul 5
ADA APA DENGAN LUTUT MAK ROS
Mak ros datang kerumah sakit dengan keluhan bengkak pada tukai kaki kanan yang terasa
panas dan nyeri sejak satu minggu ini. Pasien awalnya mengangkat beban berat, kemudian keseleo
sudah tiga minggu yang lalu. Selain itu lutut juga tersa nyeri dan bengkak. Pasien mengeluhkan tidak
dapat berjalan juga semenjak satu minggu ini. Tungkai kaki kanan tidak digerakkan karena merasa
sakit. Pasien sempat panas satu minggu ini namun turun dengan pemberian obat penurunan panas.
BAB lancar, tidak ada keluhan, namun BAK agak panas dan nyeri. Nafsu makan sedikit menurun.
Sebelum dibawa kerumah sakit, pasien sempat dirawat dirumah sakit lainnya dan dilakukan aspirasi
cairan dilutut dua kali lalu keluar nanah. Dari pemeriksaan tmpak keadaan umum dan tanda vital baik.
Pada ekstremitas tampak edema (+) pada tungkai kaki kanan yang terasa nyeri dan panas. AL 10,4
rb/μl.
I. KATA-KATA SULIT
a. Ekstremitas : alat gerak
b. AL :
c. Edema : pembengkakan
II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran sinovial dari sendi diartroidial.
B. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor
metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara
produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan
AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita
penyakit ini.8
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi
pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit
ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil
dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.8
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan
faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini
terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu
mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan
bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang
dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab
AR antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.8,10
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60
sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap
stress. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien
AR, mekanisme ini belum diketahui dengan jelas.
C. Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-
enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratifdengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian
kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
D. Manifestasi Klinis
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika
jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara
spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau
tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa
sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux &
Lockhart, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan
energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan
kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping
itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya
mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas,
eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk
rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid
arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun,
anemia (Long, 1996).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian
kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut,
bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30
menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit
yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi
yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas,
membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau
melinddungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu
yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan
lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi
ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi
(Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius
terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku
pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku,
pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak
setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan
dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan
demam, dapat terjadi berulang.
E. Pemeriksaan Penunjang1. Radiografi: mungkin terjadi erosi ada pada kaki, bahkan tanpa adanya rasa
sakit dan tidak adanya erosi di tangan.2. MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan tulang
belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan citra MRI telah cukup divalidasi.
3. Ultrasonografi: ini memungkinkan pengakuan efusi pada sendi yang tidak mudah diakses (misalnya, sendi pinggul, sendi bahu pada pasien obesitas) dan kista.
4. Scanning tulang: dapat membantu membedakan inflamasi yang disebabkan peradangan atau hal lain pada pasien yang mengalami pembengkakan.
5. Densitometri: Temuan berguna untuk membantu mendiagnosa perubahan dalam kepadatan mineral tulang yang mengindikasikan osteoporosis.
6. Analisis cairan sinovial1) Inflamasi cairan sinovial (WBC count> 2000/μL) hadir dengan jumlah WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL.2) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam cairan synovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di sinovium).3) Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura, perikardial, dan sinovial pada pasien dengan RA sering rendah dibandingkan dengan kadar glukosa serum.
F. Faktor Resiko
1. Jenis kelamin
Wanita lebih berisiko AR dibandingkan laki-laki
2. Umur
Lebih rentan terjadi pada usia antara 40-60
3. Merokok
4. Riwayat keluarga
Keluarga yang terjangkit AR akan berisiko terhadap anggota keluarga lain
G. Penatalaksanaan
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan
penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan
keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang
baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu
jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-Inflammatory
Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat
ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu
diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten
dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat
mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis menuju
pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.
Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam
dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya
digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi
lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini,
seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,
menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak
memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang
mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara
persendian agar tetap lentur.
H. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ARTHRITIS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama:
Umur:
Jenis kelamin:
MR:
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : dimana pasien mengatakan bahwa ia
mengalami nyeri sendi disebabkan yang berhubungan dengan
aktivitas klien dimasa lalu yang beresiko untuk terjadinya atritis
reumathoid seperti, merokok, mengangkat beban berat, pekerjaan,
jenis kelamin, merokok, dll.
b. Riwayat kesehatan sekarang : merupakan keluhan pasien ketika
datang ke RS, yang berhubungan dengan penyakit tersebut. Seperti
pasien mengeluhkan hipertermi, kelelahan, nyeri sendi,
pembengkakan sendi, kekakuan sendi pada pagi hari sekitar 30 menit,
BB menurun, anoreksia, lemah, lesu, anemia, dll.
c. Riwayat kesehatan keluarga : keluhan pasien yang berhubungan
dengan factor resiko yang diturunkan dari keluarga, seperti factor
genetic, gen, kromosom yang ersifat menurun dari keluarga pasien.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Kesadaran menurun
Tingkat kesadaran :
TTV : N =
TD =
RR =
T =
Kepala : rambut alopesia /penipisan.
Wajah : meningitis, warna kulit kemerahan.
Mata : konjungtiva anemis, skelera tidak interik.
Mulut : lesi pada pipi/ bibir kering,
Thorax :
a. Paru-paru Palpasi : Premitus kiri dan kanan tidak sama, penurunan ekspansi dada, nyeri
preuritis. Auskultasi : Suara nafas tidak teratur.
b. Abdomen Palpasi : Nyeri tekan. Perkusi : Bising usus jelas.
c. Jantung Inspeksi : Adanya pelebaran. Palpasi : Ictus kordis teraba. Perkusi : Sonor. Auskultasi : Ronki.
d. Ekstremitas Jari tangan pucat dan sianosis Kekuatan otot menurun. Rentang gerak sendi. Bengkak sendi. Merah pada kulit.
4. Pemeriksaan Penunjang Radiografi: mungkin terjadi erosi ada pada kaki, bahkan tanpa adanya
rasa sakit dan tidak adanya erosi di tangan. MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan
tulang belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan citra MRI telah cukup divalidasi.
Ultrasonografi: ini memungkinkan pengakuan efusi pada sendi yang tidak mudah diakses (misalnya, sendi pinggul, sendi bahu pada pasien obesitas) dan kista.
Scanning tulang: dapat membantu membedakan inflamasi yang disebabkan peradangan atau hal lain pada pasien yang mengalami pembengkakan.
Densitometri: Temuan berguna untuk membantu mendiagnosa perubahan dalam kepadatan mineral tulang yang mengindikasikan osteoporosis.
Analisis cairan sinovial Inflamasi cairan sinovial (WBC count> 2000/μL) hadir dengan
jumlah WBC umumnya dari 5,000-50,000 / uL. Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang diamati dalam
cairan synovial (kontras dengan dominasi sel mononuklear di sinovium).
Karena cacat transportasi, kadar glukosa cairan pleura, perikardial, dan sinovial pada pasien dengan RA sering rendah dibandingkan dengan kadar glukosa serum.
5. Analisa Data
No Analisa Data Etiologi MK
1 Ds:klien mengatakan
sendi terasa kaku pada
pagi hari selama 30
menit, bermula sakit
dan kekakuan pada
daerah lutut, bahu,
siku, pergelangan
tangan dan kaki, juga
pada jari-jari, nyeri
pada saat bergerak
maupun istirahat,
bengkak dan
kekakuan.
Do: mulai terlihat
bengkak setelah
beberapa bulan, bila
diraba akan terasa
hangat, terjadi
kemerahan dan terasa
sakit/nyeri.
sinovitis
Invasi
Nyeri dan bengkak
Gangguan rasa
nyaman :nyeri
2 Ds:klien mengatakan
mudah kelelahan,
kehilangan energi,
mudah capek, lemah,
lesu, nyeri pada saat
bergerak
Do: , takikardi, berat
Menginvasi
jaringan kolagen
dan proteoglikan
Memcah tulang
sendi
Gangguan intoleransi
aktifitas
badan menurun,
anemia. Foto rongen
akan memperlihatkan
erosi tulang yang khas
dan penyempitan
rongga sendi
Gangguan stabilitas
sendi
3 Ds: klien mengatakan
kehilangan energi,
kurangnya nafsu
makan (anoreksia)
Do:klien terlihat lemah,
lesu,berat badan
menurun, anemia
Sistem respiratorik
Inflamasi
Nyeri
(tenggorokan
menelan )
Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman :nyeri b.d nyeri sendi
2. Gangguan intoleransi aktifitas b.d kekauan otot atau sendi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Gangguan rasa
nyaman :nyeri b.d
nyeri sendi
Mampu
mengontrol nyeri
(tahu penyebab
nyeri,mampu
menggunakan
teknik non
farmakologik,untu
k mengurangi
nyeri)
Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
Pain management
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
termasuk
lokasi,karakteristik,durasi,fre
kuensi dll.
Observasi reaksi non verbal
dari ketidaknyamanan
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Kurangi faktor presipitasi
mengguanakan
management nyeri
Mampu mengenali
nyeri
( skala,intensitas
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
nyeri
Pilih dan lakukkan penangan
nyeri ( farmakologi,non
farmakologi dan
interpersonal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
Berikan analgetik untuk
mengurang nyeri
Analgesic administration
Tentukan lokasi,
karakteristik,kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Berikan anlgesic tepat
waktu,terutama saat nyeri
hebat
2 Gangguan
intoleransi aktifitas
b.d kekauan otot
atau sendi
Berpartisipasi
dalam aktifitas
fisik tanpa disertai
peningkatan TTV
mampu
melaksanakan
aktifitas sehari-
hari secara mandiri
sirkulasi status
baik
energi psikomotor
Activity therapy
bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
kolaborasi dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program
terapi yang tepat
bantu klien membuat jadwal
latihan di waktu luang
3 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d
anoreksia
adanya
peningkatan berat
badan sesuai
dengan tujuan
berat badan ideal
Nutrition management
kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
sesuai dengan
tinggi badan
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
tidak ada tanda
tanda malnutrisi
pasien
anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
berikan makan yang terpilih
(sudah di konsultasikan
dengan ahli gizi)
nutrition monitoring
berat badan pasien dalam
batas normal
monitor tipe dan jumlah
aktifitas
monitor kekeringan,rambut
kusam,dan mudah patah
monitor kadar albumin,total
protein,Hb dan kadarHt
monitor mula muntah