Makalah Analisis PolimerII
-
Upload
nartochemz1013 -
Category
Documents
-
view
562 -
download
9
Transcript of Makalah Analisis PolimerII
Tehnik Analisis Termal Polimer Dengan Menggunakan Metode Differential Scanning
Calorimetry (DSC)
OLEH :
Wahab (F1C1 07 011)
Megawati (F1C1 07 029)
Sunarto (F1C1 07 049)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan polimer dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi bagian dari hidup
kita. Kertas, plastik, karet , serat-serat alamiah, merupakan produk-produk polimer.
Ketika diminta untuk memberikan daftar sifat-sifat plastik, seseorang mungkin akan
memasukkan kekuatan dan ketahanannya, kebeningannya, ketahanan cuaca serta
ketahanan panas dan nyala. Untuk serat, seseorang akan menginginkan kekuatan
daya tarik. Sifat-sifat polimer tersebut pasti akan selalu berhubungan dengan sifat
fisika dan sifat kimia dari bahan penyusun polimer tersebut. Karena sifat-sifat
tersebutlah, suatu polimer dibutuhkan untuk tujuan komersial.
Sifat-sifat polimer tersebut dapat dianalisis serta dapat pula dilakukan
karakterisasi dengan beberapa metode yaitu melalui analisis kimia, analisis
mikroskopik, analisis hamburan elektron, analisis fisika serta analisis termal.
Beberapa analisis tersebut memiliki keistimewaan tersendiri dalam aplikasinya untuk
menganalisis polimer.
Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika
bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan
informasi pada kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi
kaca, dedrasi, penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian. Analisis
termal ini terbagi 5 jenis analisis yaitu DSC dan DTA, TGA, TGC dan uji daya
nyala.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diajukan dalam makalah ini adalah bagaimanakan cara analisis termal polimer
menggunakan metode kalorimetri scan diferensial ( Diferential Scan Calorymetry,
DSC)
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara analisis
termal polimer menggunakan metode kalorimetri scan diferensial ( Diferential Scan
Calorymetry , DSC)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Polimer
Polimer merupakan ilmu pengetahuan yang berkembang secara aplikatif.
Kertas, plastik, ban, serat-serat alamiah, merupakan produk-produk polimer. Polimer
adalah makromolekul yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari
pengulangan unit-unitnya.Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini
dinamakan monomer. Sedangkan reaksi pembentukan polimer dikenal dengan istilah
polimerisasi.
Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang
terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi (DP). Semua polimer yang
dapat dimanfaatkan untuk plastik, karet, atau serat mempunyai bobot molekul antara
10.000 dan 1.000.000 Berdasarkan sumbernya, polimer digolongkan dalam dua
jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer alam ialah polimer yang
terjadi secara alamiah, misalnya selulosa dan pektin, sedangkan polimer sintetik ialah
polimer yang disintesis oleh manusia melalui reaksi polimerisasi dari suatu
monomer.
Berdasarkan unit-unit ulang pada rantai molekul, polimer dibedakan dalam
tiga kelompok, yaitu polimer linear, polimer bercabang, dan polimer bertaut silang.
Polimer linear tersusun dari unit-unit ulang yang berikatan satu sama lain pada
ujungujung monomer. Polimer bercabang terdiri atas rantai utama polimer yang
mengikat beberapa monomer dan membentuk cabang pada rantai utama. Polimer
bertaut silang merupakan gabungan beberapa rantai utama polimer yang terikat satu
sama lain. Taut silang yang terbentuk dalam jumlah besar akan membentuk jaringan
tiga dimensi
Berdasarkan sifat termalnya, polimer sintetik digolongkan ke dalam dua jenis,
yaitu termoplastik dan termoset. Polimer termoplastik dapat melunak dan mencair
pada waktu pemanasan dan jika sudah dingin akan mengeras kembali sehingga dapat
diproses berulang-ulang. Polimer yang termasuk golongan termoplastik di antaranya
adalah polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), polipropilena (PP), dan polistirena.
Polimer termoset ialah polimer yang mempunyai struktur rantai bercabang dan
cabang ini saling mengikat membentuk ikatan silang. Polimer jenis ini apabila telah
diproses menjadi produk tertentu, tidak dapat dilunakkan kembali dengan
pemanasan. Polimer yang termasuk golongan termoset di antaranya adalah
formaldehida, poliester, dan silikon. Perbedaan utama antara polimer termoplastik
dan termoset ialah polimer termoplastik biasanya mempunyai struktur linear
sedangkan polimer termoset mempunyai struktur jaringan tiga dimensi.
2.2 Analisis Termal Polimer
Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika
bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan
informasi pada kesempurnaan kristal, polimorfisma, titik lebur, sublimasi, transisi
kaca, dedrasi, penguapan, pirolisis, interaksi padat-padat dan kemurnian. Data
semacam ini berguna untuk karakterisasi senyawa yang memandang kesesuaian,
stabilitas, kemasan dan pengawasan kualitas.Pengukuran dalam analisis termal
meliputi suhu transisi, termogravimetri dan analisis cemaran.
Analisis termal DSC digunakan untuk mengetahui fase-fase transisi pada
polimer. Analisis ini menggunakan dua wadah sampel dan pembanding yang identik
dan umumnya terbuat dari alumunium (Martianingsih dan Lukman, 2010)
Teknik-teknik yang mencakup dalam metode analisis termal adalah:
(Analisis termogravimetri termogravimetric analysis=TGA), yang didasari pada
perubahan berat akibat pemanasan. Analisis diferensial termal (diferential thermal
analysis=DTA), didasari pada perubahan kandungan panas akibat perubahan
temperatur dan titrasi termometrik. Dalam DTA (Differential Thermal Analysis),
panas diserap atau diemisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan
pembanding yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca) karena suhu
keduanya ditambahkan dengan laju yang konstan. Dalam DSC (Differential
Scanning Calorimetry), sampel dan pembanding juga bergantung pada penambahan
suhu secara terus-menerus, namun panas yang ditambahkan baik ke sampel atau ke
pembanding dilakukan seperlunya, hal ini untuk mempertahankan agar suhu
keduanya selalu sama. Penambahan panas dicatat pada recorder, panas ini digunakan
untuk mengganti kekurangan atau kelebihan sebagai akibat dari reaksi endoterm atau
eksoterm yang terjadi dalam sampel. Data yang di peroleh dari masing-masing teknik
tersebut digunakan untuk memplot secara kontiyu dalam bentuk kurva yang dapat
disetarakan dengan suatu spektrum yang dikenal dengan sebagai termogram.
2.3 Differential Scanning Calorimetry (DSC)
Differential Scanning Calorimeter (DSC) merupakan salah satu alat dari
Thermal Analyzer yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan
entalpi dari suatu bahan. Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah teknik
analisa yang mengukur perbedaan kalor yang masuk ke dalam sampel dan
pembanding sebagai fungsi temperatur.
Differential Scanning Calorimeter (DSC) merupakan salah satu alat dari
Thermal Analyzer yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan
entalpi dari suatu bahan (Ginting et al., 2005)
Gambar alat DSC
Differential Scanning Calorimetry (DSC) secara luas digunakan untuk
mengkarakterisasi sifat thermophysical polimer. DSC dapat mengukur sifat
termoplastik penting termasuk titik leleh, kalor peleburan, persen kristalinitas dan
suhu transisi gelas.
Kalorimetri pemindaian atau DSC Diferensial adalah teknik thermoanalytical
di mana perbedaan dalam jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu
dari sampel dan acuan yang diukur sebagai fungsi temperatur. Baik sampel dan
acuan yang sangat dipertahankan pada suhu yang sama pada hampir seluruh
percobaan. Secara umum, program suhu untuk analisis DSC dirancang seperti bahwa
peningkatan suhu pemegang sampel linear sebagai fungsi waktu. Sampel referensi
harus memiliki kapasitas panas yang jelas atas kisaran temperatur akan dipindai.
Prinsip dasar yang mendasari teknik ini adalah, bila sampel mengalami
transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus mengalir ke
referensi untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama. Lebih atau
kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah proses ini
eksotermik atau endotermik. Misalnya, sebagai sampel padat meleleh, cairan itu akan
memerlukan lebih banyak panas mengalir ke sampel untuk meningkatkan suhu pada
tingkat yang sama sebagai acuan. Hal ini disebabkan penyerapan panas oleh sampel
karena mengalami transisi fase endotermik dari padat menjadi cair. Demikian juga,
sampel ini mengalami proses eksotermik (seperti kristalisasi), panas yang lebih
sedikit diperlukan untuk menaikkan suhu sampel. Dengan mengamati perbedaan
aliran panas antara sampel dan referensi, diferensial scanning kalorimeter mampu
mengukur jumlah panas yang diserap atau dilepaskan selama transisi tersebut.
DSC juga dapat digunakan untuk mengamati perubahan fasa lebih halus,
seperti transisi kaca. DSC banyak digunakan dalam pengaturan industri sebagai
instrumen pengendalian kualitas karena penerapannya dalam mengevaluasi
kemurnian sampel dan untuk mempelajari pengobatan polimer. Hasil percobaan DSC
adalah pemanasan atau pendinginan kurva. Polimer sering dianggap sebagai material
yang tidak mampu memberikan performa yang baik pada termperatur tinggi. Namun,
pada kenyataannya, terdapat beberapa polimer yang cocok untuk penggunaan pada
temperatur tinggi, bahkan lebih baik daripada traditional materials.
Pada polimer, khususnya plastik, definisi temperatur tinggi adalah suhu diatas
135oC. Pada temperatur tinggi, polimer tidak hanya melunak, tetapi juga dapat
mengalami degradasi termal. Sebuah plastik yang mengalami pelunakan pada
temperatur tinggi tetapi mulai mengalami degradasi termal pada suhu yang jauh lebih
rendah hanya dapat digunakan pada suhu di bawah suhu dia mulai mengalami
degradasi. Menentukan temperatur aplikasi membutuhkan pengetahuan mengenai
perilaku degradasi termal dari polimer tersebut. Titik pelunakan pada polimer
sangatlah ditentukan oleh tipe polimer yang digunakan. Pada polimer amorf, suhu
yang penting adalah Tg (glass transition temperature). Sedangkan, pada polimer
kristalin dan semi-kristalin, suhu yang penting terletak pada Tm (melting point).
Menurut Nurjannah (2008), prinsip kerja analisis termal DSC didasarkan
pada perbedaan suhu antara sampel dan suatu pembanding yang diukur ketika sampel
dan pembanding dipanaskan dengan pemanasan yang beragam. Perbedaan suhu
antara sampel dan zat pembanding yang lembam (inert) akan teramati apabila terjadi
perubahan dalam sampel yang melibatkan panas seperti reaksi kimia, perubahan fase
atau perubahan struktur. Jika ΔH (-) maka suhu sampel akan lebih rendah daripada
suhu pembanding, sedangkan jika ΔH (+) maka suhu sampel akan lebih besar
daripada suhu zat pembanding (Nurjannah, 2005). Perubahan kalor setara dengan
perubahan entalpi pada tekanan konstan. Persamaannya :
Aliran panas antara sampel dan zat pembanding memiliki persamaan
Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari
kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian,
komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC dari
suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu
pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi
(Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer
berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak.
Gambar 1. memperlihatkan contoh termogram hasil analisis DSC(Nurjannah, 2008)
Gambar 2. Skema sebuah DSC. Segitiga adalah Penguat yang menentukan perbedaan dalam dua sinyal masukan. Kekuatan pemanas sampel disesuaikan untuk menjaga sampel dan referensi pada suhu yang sama selama pemindaian.
Menurut Klančnik et al. (2009) terdapat 3 tipe dasar dalam sistem DSC yaitu :
1. Heat - flux DSC
Pada Heat – Flux DSC, sampel dan pembanding dihubungkan dengan suatu
lempengan logam. Sampel dan pembanding tersebut ditempatkan dalam satu tungku
pembakaran. Perubahan entalpi atau kapasitas panas dari sampel menimbulkan
perbedaan temperatur sampel terhadap pembanding.
Sistem ini memiliki 3 tipe yaitu :
1. The disk type measuring system
2. The turret type measuring system
3. The cylinder-type measuring system
2. Power compensation DSC
Pada Power – Compensation DSC, suhu sampel dan pembanding diatur
secara manual dengan menggunakan tungku pembakaran yang sama dan terpisah.
Suhu sampel dan pembanding dibuat sama dengan mengubah daya masukan dari
kedua tungku pembakaran. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut
merupakan ukuran dari perubahan entalpi atau perubahan panas dari sampel terhadap
pembanding.
3. Hyper DSC
2.4 Contoh Analisis Polimer Menggunakan Metode DSC
Salah contoh analisis polimer menggunakan metode DSC yaitu penentuan
ketahanan suhu dari polimer pektin yang telah dimodifikasi untuk tujuan
pemanfaatannya sebagai membran. Dimana Sampel ditimbang sebanyak 5 – 20 mg.
Untuk sampel serbuk, sampel langsung digerus halus, dan diletakkan di dalam pan
sedangkan untuk sampel rubbery, sampel diletakkan pada plat kaca dan dikeringkan,
kemudian film yang dihasilkan dipotong seukuran pan (diameter film sekitar 3 – 4
mm). Sampel dalam pan di-crimping dengan tutup stainless steel menggunakan alat
crimp. Alat DSC dihidupkan dengan mengalirkan gas nitrogen dan diatur kenaikan
temperatur 2 ºC per menit. Untuk kalibrasi temperatur dan panas DSC, pada alat
diletakkan blanko berupa pan kosong dan sampel berisi zat pengkalibrasi yaitu
indium dan/atau seng. Setelah kalibrasi selesai, sampel indium dan/atau seng diganti
dengan sampel polimer yang akan diukur, dan pan blanko tetap pada posisi semula
selama pengukuran. Untuk sampel serbuk yang rapuh (Tg tinggi), alat diatur 50 ºC di
bawah Tg. Untuk sampel rubbery (Tg rendah), digunakan nitrogen cair untuk
temperatur sangat rendah.
Berdasarkan perbandingan puncak termogram hasil analisis DSC dari pektin
murni (Gambar 12) dengan pektin adipat (Gambar 13) terlihat ada perbedaan yang
cukup nyata. Termogram DSC pektin memperlihatkan adanya puncak pada 73°C dan
153°C. Suhu 73°C mengindikasikan adanya pengotor (air). Suhu 153°C
menunjukkan kemungkinan titik leleh (Tm) dari pektin. Termogram ini juga
menunjukkan bahwa pada kisaran suhu 0–200°C pektin berada dalam fase yang
heterogen. Pada kisaran 0-153°C pektin berwujud padat sedangkan pada suhu di atas
153°C pektin telah berwujud cair. Termogram DSC pada pektin adipat
memperlihatkan kurva yang homogen. Artinya, pada kisaran suhu 0-200°C pektin
adipat berwujud padat. Tidak terlihatnya Tm mengindikasikan bahwa senyawa ini
kemungkinan memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari 200°C sehingga tidak terlihat
dalam termogram pada Gambar 13.Perbedaan yang cukup nyata ini membuktikan
bahwa pektin telah dapat dimodifikasi dengan asam adipat menghasilkan suatu
polimer lain dengan Tm yang lebih tinggi (Nurjannah, 2008).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik suatu kesiumpulan
bahwa metode analisis termal dengan menggunakan metode DSC (Differential
Scanning Calorimetry) adalah teknik thermoanalytical di mana perbedaan dalam
jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu dari sampel dan acuan yang
diukur sebagai fungsi temperatur. Prinsip Kerja alat ini adalah bila sampel
mengalami transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus
mengalir ke referensi untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama.
Lebih atau kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah
proses ini eksotermik atau endotermik.
B. Saran
Saran yang dapat kami ajukan dari pembuatan makalah ini adalah sebaiknya
alat analisis termal DSC ini perlu diadakan dalam jurusan Kimia FMIPA UNHALU
mengingat banyaknya beberapa penelitian mahasiswa maupun dosen yang
sebaikknya menggunakan alat ini untuk mendukung data-data penelitian seperti
pembuatan membran.
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, E., Noverra M. dan Tresye U., 2008.’Pengaruh Teknik Polimerisasi Emulsi Terhadap Ukuran Partikel Kopoli (Stirena/Butil Akrilat/Metil Metakrilat)’. Makara Sains Volume 12( 1): 15-22
Ginting, A. Br., Sutri I., dan Jan S., 2005.’ Penentuan Parameter Uji Dan Ketidakpastian Pengukuran Kapasitas Panas Pada Differential Scanning Calorimeter’. J. Tek. Bhn. Nukl. Vol. 1(1): 1–57
Klančnik ,G., Jožef M., Primož Mrvar, 2009.’ Differential Thermal Analysis (Dta) And Differential Scanning Calorimetry (Dsc) As A Method Of Material Investigation’. RMZ – Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1, pp. 127–142
Martianingsih, N. dan Lukman A., 2010.’ Analisis Sifat Kimia, Fisik, Dan Termal Gelatin Dari Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Melalui Variasi Jenis Larutan Asam. Prosiding Skripsi Semester Gasal 2009/2010. Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Nurjannah, St., 2008.’ Modifikasi Pektin Untuk Aplikasi Membran Dengan Asam Dikarboksilat Sebagai Agen Penaut Silang ‘.Skripsi Departemen Kimia FMIPA IPB. Bogor