makalah

26
1 SINTESIS ANORGANIK EKSTRAKSI CAIR-CAIR (EKSTRAKSI SOLVENT) DAN LEACHING Disusun oleh Nama : Dhewi Gandaningrum NIM : 4311412076 Rombel : 02 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

description

makalah

Transcript of makalah

  • 1

    SINTESIS ANORGANIK

    EKSTRAKSI CAIR-CAIR (EKSTRAKSI SOLVENT) DAN

    LEACHING

    Disusun oleh

    Nama : Dhewi Gandaningrum

    NIM : 4311412076

    Rombel : 02

    JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

  • 2

    TEKNIK PEMISAHAN SENYAWA DENGAN METODE EKSTRAKSI CAIR-CAIR

    (EKSTRAKSI SOLVENT) DAN LEACHING

    Ringkasan

    Secara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut yang terdiri dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas (soxhletasi, refluks) sedangkan ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan ekstraksi padat cair, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat pelarut, ukuran partikel dan pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal yang harus diperhatikan adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak bercampur, kerapatan, selektivitas dan titik didih. Dari kedua teknik pemisahan ini dapat diaplikasikan diberbagai bidang yang memiliki tujuan berbeda beda. Darii pembahasan diatas diambil satu contoh masing masing dari kedua teknik pemisahan ekstraksi ini. Yang pertama adalah pengaplikasian teknik ekstraksi padat cari (leaching), dari artikel yang diambil bertujuan dalam pengambilan minyak eugenol dari daun cengkeh dengan alat labu leher tiga. Artikel yang kedua adalah pengambilan nikotin dari daun tembakau dari proses ekstraksi cair cair dengan pelarut n-hexane dan metanol dalam corong pisah yang dikocok dengan menggunakan alat shaker.

  • 3

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti

    yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup

    manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk keperluan industri, bahan

    obat-obatan, maupun untuk kebutuhan penelitian. Komponen tersebut dapat diperoleh

    dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen

    kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan senyawa

    tersebut dengan menggunakan suatu pelarut.

    Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, ekstraksi dibagi menjadi dua

    yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang

    menjadi analit berbentuk cair dengan pemisahannya menggunakan dua pelarut yang

    tidak saling bercampur sehingga terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut terebut.

    Pendistribusian sampel dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan

    perhitungan KD (koefisien distribusi).

    Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang

    banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah

    konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang

    dibutuhkan menjadi besar, sehingga untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya

    menjadi mahal.Semakin kecil partikel dari bahan ekstraksi, semakin pendek jalan yang

    harus ditempuh pada perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga semakin rendah

    tahanannya. Pada ekstraksi bahan padat, tahanan semakin besar jika kapiler-kapiler

    bahan padat semakin halus dan jika ekstrak semakin terbungkus di dalam sel (misalnya

    pada bahan-bahan alami).

  • 4

    Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching)?

    2. Bagaimana prinsip kerja dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching)?

    3. Pada pengaplikasian apakah teknik ekstraksi cair cair dan padat cair

    (leaching) dapat digunakan?

    Manfaat

    1. Dapat mengetahui arti dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching).

    2. Dapat mengetahui prinsip kerja dari ekstraksi cair cair dan padat cair

    (leaching).

    3. Dapat menjelaskan aplikasi yang dapat digunakan dalam prinsip kerja dari

    ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching)

  • 5

    BAB 2

    PEMBAHASAN

    Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organikseperti

    yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan olehkeperluan hidup

    manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untukkeperluan industri maupun

    untuk bahan obat obatan. Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode

    ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutankomponen kimia yang sering

    digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkansenyawa tersebut dengan

    menggunakan suatu pelarut (Anonim, 2013).

    Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapatdibedakan

    menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:

    1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat terlarut

    dari campurannya dengan zat padat yang tidak terlarut.

    2. Ekstraksi cair cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang

    saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah

    satu zat.

    Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan

    perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis senyawa yang kita gunakan.

    Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap pemanasan maka metoda maserasi

    dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan terhadap pemanasan maka metoda refluktasi

    dan sokletasi yang digunakan

    (Safrizal,2010).

    Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan

    pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga terjadi

    distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel dalam kedua

    pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD/koefisien distribusi

    (Faradillah:2011)

  • 6

    2.1 Ekstraksi Padat-Cair

    Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

    terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat

    dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid,

    flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia

    akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Wilda, 2013).

    2.1.1 Cara dingin

    2.1.1.1 Maserasi

    a) Pengertian Maserasi

    Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam). Cara

    ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan cara

    mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut

    nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu

    sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Anonim, 2014).

    Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa

    pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan

    sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik

    ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan

    panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

    dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012).

    Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara

    merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa pemanasan

    b) Prinsip Maserasi

    Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat

    kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah

    merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama

    beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini

    dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun

    hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarutpelarut tersebut ada yang bersifat bisa

    campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat

    tidak campur air (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut

    organik).

    Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar.

    Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih,

    maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

  • 7

    ( a ) ( b )

    sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari

    itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang

    masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%,

    sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya

    perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi,

    larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan

    konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan

    berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya jenuh).

    Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam

    dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50%. Alat

    maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1

    Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b)

    maserasi yang dilengkapi pengaduk

    c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi

    Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

    a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

    b. Biaya operasionalnya relatif rendah

    c. Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan

    d. Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

    e. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi

    sebesar 50% saja

    f. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

    Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:

    1. Digesti

    Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu

    pada suhu 4050C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat

    aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara

    lain:

  • 8

    a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-

    lapisan batas.

    b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut

    mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

    c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik

    dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan

    difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

    d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu

    dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke

    dalam bejana.

    2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

    Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses

    maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

    3. Remaserasi

    Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan

    cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi

    lagi dengan cairan penyari yang kedua.

    4. Maserasi Melingkar

    Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu

    bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara

    berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

    5. Maserasi Melingkar Bertingkat

    Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna,

    karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini

    dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan :

    a. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan

    bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat

    diperbanyak sesuai dengan keperluan.

    b. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian

    dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil

    penyarian yang maksimal.

    c. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk

    simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.

  • 9

    d. Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih

    baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang sama (Anonim.

    2011).

    1.1.1.2 Perkolasi

    a) Pengertian Perkolasi

    Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian dengan

    mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi adalah metoda

    ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi

    banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari bahan alam, terutama untuk

    senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013).

    Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari melalui

    bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.

    b) Prinsip Perkolasi

    Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan dalam

    suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

    dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat

    aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan

    oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya., dikurangi dengan daya

    kapiler yang cenderung untuk menahan.

    Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,

    daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran

    (friksi).

    Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

    a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

    dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

    derajat perbedaan konsentrasi.

    b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

    mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

    kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

    meningkatkan perbedaan konsentrasi.

    c) Alat Perkolasi

    Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang digunakan

    untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari

    percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukanya penyarian

    disebuat ampas atau sisa perkolasi.

  • 10

    Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung, percolator

    berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan percolator tergantung

    pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina yang mengandung sejumlah

    besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit,

    sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan

    tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan

    dengan jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan

    tersebut, pembuatan sediaan digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses

    perkolasi.

    Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak cair,

    percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur

    dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan untuk pembuatan

    ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.

    Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah bahan

    yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator. Percolator

    dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling mempengaruhi

    dengan obat atau cairan penyari.

    Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang berfungsi

    untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang bertutup yang dapat

    dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa percolator sering dilengkapi

    dengan botol yang berisi cairan penyari yang dihubungkan ke percolator melalui pipa

    yang dilengkapi dengan keran. Aliran percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah,

    pada leher percolator tepat di atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang

    dibuat dari porselin atau di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis

    Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung lemak.

    Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut tidak terlalu lebar

    tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat perkolasi.

    Gambar 2. Alat perkolasi

  • 11

    Reperkolasi

    Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara

    perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari

    dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan pemekatan. Reperkolasi dilakukan

    dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa percolator, hasil percolator pertama

    dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya disebut susulan II. Susulan II

    digunakan untuk menjadi perkolat II. Hasil perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II

    dan sari selanjutnya disebut susulan III. Pekerjaan tersebut diulang sampai menjadi

    perkolat yang diinginkan.

    Perkolasi bertingkat

    Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang

    maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia, maka terjadi

    aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai pelarutan zat aktifnya.

    Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang pekat pada tetesan

    pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang encer. Untuk memperbaiki

    cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi bertingkat.serbuk simplisia yang hampir

    tersari sempurna, sebelum dibuang, disari dengan penyari yang baru, diharapkan agar

    serbuk simplisia tersebut dapat tersari sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru,

    disari dengan perkolat yang hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir

    yang jenuh. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan.

    Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk

    perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat, perlu

    dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat ditetapkan:

    1. Jumlah perkolator yang diperlukan

    2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi

    3. Jenis cairan penyari

    4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi

    5. Besarnya tetesan dan lain-lain

    d) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi

    Kelebihan dari metode perkolasi adalah:

    1. Tidak terjadi kejenuhan

    2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat

    seperti terdorong untuk keluar dari sel) Kekurangan dari metode perkolasi

    adalah

  • 12

    1. Cairan penyari lebih banyak

    2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara terbuka

    (Sulaiman, 2011).

    2.1.2 Cara Panas

    2.1.2.1 Refluks

    a) Pengertian Refluks

    Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama

    waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

    balik. Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali kondensat ini

    ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam industri dan laboratorium

    distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi untuk reaksi-reaksi

    selama jangka waktu yang panjang. Campuran reaksi cair ditempatkan dalam sebuah

    wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal ini terhubung ke kondensor Liebig, seperti

    bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke

    dalam bejana reaksi. Kapal kemudian dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat refluks

    dapat dilihat pada gambar 3.

    Gambar 3. Alat refluks

    b) Prinsip Metode Refluks

    Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang

    dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama

    dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada

    kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju

    labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,

    demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian

    sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang

    diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).

  • 13

    c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks

    Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-

    sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung. (Anonim,

    2011).

    Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut yang

    besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013).

    2.1.2.2 Soxhletasi .

    a) Pengertian Soxhletasi

    Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat

    dalam sampel padat dengan cara penyarian berulangulang dengan pelarut yang sama,

    sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna.

    Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk sampel kering dan

    metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari

    sampel alam yang digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasi

    adalah pengekstrakan berulangulang (continous extraction) dari sampel pelarut

    (Rahman: 2012).

    Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan

    penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi

    molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klonsong dan

    selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (

    Rene,2011).

    b) Prinsip Kerja Soxhletasi

    Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas,

    karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu.

    Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan

    labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut

    berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik

    melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan

    menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan

    setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu.

    Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut

    murni berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga

    simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung secara

    terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu). Keburukannya

    adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai beberapa jam)

  • 14

    sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya, simplisia di bagian

    tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu, dimana pelarut menguap.

    Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya titik didih bahan pelarut yang

    digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu

    (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksi yang terakumulasi dalam labu

    mengalami beban panas dalam waktu lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan

    pada laboratorium penelitian untuk pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam

    pembuatan sediaan tumbuhan kecil artinya (Anonim: 2011).

    c) Alat ekstraksi Soxhletasi

    Gambar 4. Alat Soxhletasi

    Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah: 1) Kondensor berfungsi sebagai

    pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan, 2) Timbal/klonsong

    berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya, 3) Pipa F/vapor

    berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses penguapan, 4)

    Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh kemudian

    jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus, 5) Labu alas bulat berfungsi

    sebagai wadah bagi ekstrak dan pelarutnya, 6) Hot plate atau penangas berfungsi

    sebagai pemanas larutan, 7) Water in sebagai tempat air masuk, dan 8) Water out

    sebagai tempat air keluar (Azam Khan: 2012).

    d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi

    Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan pada proses ekstraksi.

    Kelebihan:

    a. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan

    terhadap pemanasan secara langsung.

    b. Digunakan pelarut yang lebih sedikit.

    c. pemanasannya dapat diatur.

    Kekurangan:

  • 15

    a. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah

    bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi

    peruraian oleh panas.

    b. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui

    kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah

    dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.

    c. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan

    pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko, 2013).

    Gambar 5. Jenis Ekstraktor proses Leaching (sumber www.engineering-

    resource.com)

    2.2 Ekstraksi Cair-Cair

    2.2.1 Pengertian ekstraksi pelarut (Ekstraksi Cair-Cair)

    Dalam laboratorium ekstraksi dapat digunakan untuk mengambil zat terlarut

    dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur dengan

    air. Dalam industri, ekstraksi dipakai menghilangkan zat-zat yang tidak disukai yang

    terkait dalam produk. (Team Teaching, 2013).

    Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan yang

    paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik

    dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat

    pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,

    seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut

    dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut.

  • 16

    Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara

    destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena

    kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair,

    ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara

    intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna

    mungkin.

    Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi utama

    ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen pengkelat. Pada

    umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non polar. Ion logam harus

    diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan dengan pembentukan kompleks

    agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam pelarut organik non polar. Senyawa

    kompleks adalah suatu senyawa dimana ion logam bersenyawa dengan ion atau molekul

    netral yang mempunyai sepasang atau lebih elektron bebas yang berikatan secara

    kovalen koordinasi (Anonim: 2011).

    Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan banyak

    kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga untuk keadaan

    yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif, maka ekstraksi solven

    dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang memberikan hasil murni di

    dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang

    digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan hanya sebuah corong pemisah (gambar

    5). Sering pemisahan secara ekstraksi solvent dapat dilakukan dalam beberapa menit.

    Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah

    digunakan secara ekstensif untuk isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah

    yang sangat sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-

    material industri yang dalam jumlah ion (Underwood,1988).

    Gambar 6. Corong pisah

    Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan

    lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa

  • 17

    organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam

    ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini,

    disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk

    menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan

    pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian

    pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-

    bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik

    (Yashito takeuchi, 2006).

    Gambar 7. (a) proses ekstraksi cair cair dan (b) aplikasi ekstraksi cair cair

    Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus

    memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2004;2005):

    1. kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.

    2. kemampuan tinggi untuk diambil kembali.

    3. perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.

    4. pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.

    5. tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.

    6. tidak merusak alat secara korosi.

    7. tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.

    Berdasarkan sifat diluen dan solven, sistem ekstraksi dibagi menjadi 2 sistem :

    a. immiscible extraction, solven (S) dan diluen (D) tidak saling larut.

    b. partially miscible, solven (S) sedikit larut dalam diluen (D) dan sebaliknya ,

    meskipun demikian, campuran ini heterogen, jika dipisahkan akan terdapat fase

    diluen dan fase solven.

    ( a ) ( b )

  • 18

    Skema sistem itu :

    Suatu unit ekstraksi, selalu diikuti unit pemungutan solven agar dapat digunakan kembali

    Ditinjau dari cara kontak kedua fase, maka ekstraktor dibagi menjadi 2 yaitu:

    1. Kontak kontinyu ( continuous contactor) seperti Rotary Disc Contactor, Packed

    bed extractor, spray tower.

    2. Kontak bertingkat ( stage wise contactor) seperti menara plat/tray, mixer-settler.

    Gambar 2. Skema sistem ekstraksi.

    ( solvent recovery unit), seperti gambar di bawah ini :

    Gambar 3. Skema unit ekstraksi yang diikuti unit pemungutan solven.

  • 19

    Gambar 4. (a)(b) Spray tower, (c)(d) Baffle-plate coloumn, dan (e) Sieve tray

    extractor.

    Menara kontak kontinyu sering disebut menara transfer massa, sedangkan menara

    platsering disebut menara stage keseimbangan. Oleh karena itu, pada menara kontak

    kontinyuharus diperhatikan kecepatan perpindahan massa solut dari fase pembawa ke

    fase pelarut.

    Tujuan perancangan alat ekstraksi dengan kontak bertingkat adalah menentukan jumlah

    stage seimbang/ideal/teoritis yang dibutuhkan.Jumlah stage sesungguhnya merupakan

    rasio stage ideal dengan efisiensi alatnya.

    Di dalam menganalisis alat ekstraksi, seseorang harus mengetahui dan menentukan :

    1. kondisi bahan yang akan dipisahkan (umpan), yaitu kecepatan arus fluida

    umpan, komposisi.

    2. banyak solut yang harus dipisahkan,

    ( a ) (b) (c) (d)

    ( e )

  • 20

    3. jenis solven yang akan digunakan,

    4. suhu dan tekanan alat,

    5. kecepatan arus solven minimum dan kecepatan arus solven operasi,

    6. Diameter menara,

    7. Jenis alat kontak,

    8. Jumlah stage ideal, aktual, dan tinggi menara,

    9. Pengaruh panas.

    2.3 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Ekstraksi Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:

    1. Ukuran partikel

    Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal. Semakin kecil

    ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair; sehingga laju

    perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak untuk berdifusi yang

    dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.

    2. Zat pelarut

    Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan pelarut

    pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat dapat bersikulasi

    dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada awalnya, tetapi setelah

    proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik dan laju ekstraksinya turun,

    pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang dan kedua zat terlarutnya menjadi

    lebih kental.

    3. Temperatur

    Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di dalam

    pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk memberikan laju

    ekstraksi yang lebih tinggi.

    4. Pengadukan fluida

    Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses

    difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat pelarut.

    Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair

    misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau

    pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa pelarut).

    Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :

    1. Selektivitas

    Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-

    komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan-

  • 21

    bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-

    sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang

    diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi lagi dengan menggunakan

    pelarut kedua.

    2. Kelarutan

    Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar

    (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

    3. Kemampuan tidak saling bercampur

    Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut

    dalam bahan ekstraksi.

    4. Kerapatan

    Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan

    kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar

    kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan

    dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan

    dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).

    5. Reaktifitas

    Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada

    komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu diperlukan

    adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas

    yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan

    yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.

    6. Titik didih

    Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi

    atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya

    tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada

    proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas

    penguapan yang rendah).

    7. Kriteria yang lain

    Pelarut sedapat mungkin harus:

    1. Murah

    2. Tersedia dalam jumlah besar

    3. Tidak beracun

    4. Tidak dapat terbakar

    5. Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara

  • 22

    6. Tidak korosif

    7. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi

    8. Memilliki viskositas yang rendah

    9. Stabil secara kimia dan termis.

    Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat di atas, maka untuk setiap

    proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa pelarut yang

    terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon jenuh, toluen,

    karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung khlor, isopropanol, etanol

    (Nurul, 2013).

    Dari kedua teknik pemisahan senyawa dapat diambil contoh dalam

    pengaplikasiannya. Contoh diambil dari artikel ilmiah hasil penelitian. Untuk teknik

    ekstraksi padat cair dapat diambil contoh dari artikel ilmiah dengan judul Penentuan

    Kondisi Keseimbangan Unit Leaching Pada Produksi Eugenol Dari Daun Cengkeh.

    Artikel ini bertujuan untuk mendapatkan minyak cengkeh dengan ekstraksi padat cair

    (leaching). Peneliti mencari data data keseimbangan fase padat cair untuk

    perencangan alat ektraktor. Penelitian dilakukan dengan proses ekstraksi menggunakan

    pelarut etanol kemudaian dilanjutkan dengan proses destilasi untuk memisahkan minyak

    dari pelarut. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cengkeh

    kering dan bahan kimia berupa etanol (C2H5OH), natrium hidroksida (NaOH) dan air

    (H2O). Daun cengkeh dikeringkan di ruangan terbuka dan diukur kadar airnya.

    Percobaan pendahuluan ini untuk penentuan waktu kesetimbangan. Penentuan waktu

    setimbang dilakukan dengan cara mengekstraksi 90 gram daun cengkeh dalam etanol

    96% dengan volume 500 ml. Leaching berlangsung pada suhu 30oC dan putaran

    pengaduk 460 rpm. Leaching dilakukan dengan waktu 1 dan 3 jam. Pada akhir leaching,

    ampas daun dipisahkan dari campuran dengan cara menyaring. Pada waktu setimbang,

    ketika rendemen minyak relatif tidak berubah terhadap waktu.

    Percobaan utama untuk mengetahui pengaruh suhu, volume etanol dan waktu

    proses leaching terhadap rendemen. Percobaan dilakukan dengan variasi suhu 30oC

    dan 50oC dan variasi jumlah volume etanol pada konsentrasi 96% yaitu 500 dan 600

    ml. Rangkaian alat yang digunakan seperti gambar

    Gambar 8.

    Rancangan alat leaching

  • 23

    Keterangan :

    1. Heating mantle

    2. Labu leher tiga

    3. Impeller

    4. Termometer

    5. Batang poros

    6. Mixer

    7. Statif

    8. Klem

    Kemudian dilakukan tahap penyulingan untuk memisahkan minyak dengan pelarut

    dilangsungkan pada temperatur 78oC. Kadar minyak dalam daun dihitung dengan neraca

    massa total dalam beaker

    Cs = M

    VCaMCo .. (1)

    Dimana :

    Cs = kadar minyak dalam daun selama leaching, gr minyak/gr daun.

    Co = kadar minyak di dalam daun sebelum leaching yang ditentukan dengan metode

    ekstraksi soxhlet, gr minyak/gr daun.

    Ca*= kadar minyak dalam etanol pada keadaan kesetimbangan, gr minyak/ml etanol.

    M = berat daun basis kering, gr.

    V = volume etanol, ml.

    Kemudian dilakukan tahap ekstraksi untuk menentukan kadar eugenol dalam minyak

    dengan menggunakan larutan basa NaOH 5%. Hasil yang didapat adalah eugenol yang

    murni.

    Teknik pemisahan yang kedua adalah ekstraksi cair cair. Pada teknik ini

    terdapat banyak contoh pengaplikasiannya. Salah satunya adalah pengambilan nikotin

    dalam daun tembakau yang digunakan untuk bioinsektisida. Dari artikel ilmiah yang

    berjudul Pemanfaatan Nikotin Pada Daun Tembakau untuk Memproduksi

    Bioinsektisida dengan Proses Ekstraksi Cair Cair. Tujuan penelitian ini adalah

    menentukan variabel variabel yang berpengaruh dalam proses ekstraksi daun

    tembakau dalam usaha untuk mengambil nikotin di dalamnya dan mendapatkan kondisi

    optimum proses ekstraksi daun tembakau. Metode penelitian yang diterapkan dalam

    penelitian ini memiliki tiga tahap utama, yaitu persiapan bahan baku daun tembakau

    yang akan diekstrak, tahap maserasi, dan tahap ekstraksi daun tembakau dengan

  • 24

    ekstraksi cai cair. Sebelum melakukan ekstraksi daun tembakau dipilih yang berkondisi

    masih segar. Setelah itu daun dipotong tipis tipis. Setelah itu giling bahan baku yang

    telah dipotong tipis tipis agar permukaan bahan baku menjadi lebih halus. Sebayak 60

    gram bahan baku dilarutkan dengan aquades di dalam leher labu tiga dengan suhu dan

    pH yang diinginkan, kemudian dilakukan maserasi dengan metanol selama 1 hari.

    Setelah itu bahan baku yang sudah dimaserasi disaring dengan menggunakan kertas

    whatman. Dengan mengambil filtratnya kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass.

    Filtrat diuapkan dengan cara memanaskan di atas magnetic stirrer dengan kecepatan

    agitator yang sedang hingga tercapai volume mula mula. Ekstrak metanol yang

    didapatkan dari penguapan filtrat dicampur dengan aquades dan n-hexane di dalam

    corong pemisah dengan perbandingan 2 : 1 : 2. Dikocok ketiga campuran tersebut

    selama 10 menit dengan menggunakan bantuan alat shaker agar kecepatan dalam

    pengocokkan stabil. Pengocokkan dilakukan hingga terbentuk dua lapisan tidak saling

    larut (immisicible) yaitu lapisan n-hexane dan lapisan campuran metanol air. Ekstrak

    metanol diasamkan dengan asam sulfat 0,2 N sampai pH yang ditentukan. Kemudian

    ditambahkan tawas dengan volume yang sama dengan ekstrak metanol. Ekstrak

    metanol yang telah ditambahkan akan membentuk garam alkaloid. Garam alkaloid yang

    terbentuk kemudian dibasahkan dengan NH3 hingga pH yang ditentukan, sehingga

    didapatkan ekstrak alkaloid yang kemudian disaring dengan pompa vacum untuk

    mendapatkan kristal nikotin. Dengan langkah langkah yang telah dilakukan maka

    didapatkan nikotin. Dalam artikel ini untuk memastikan dilakukan uji kualitatif dengan

    metode GC-MS. Dan diapatkan kromatogram yang menunjukkan adanya nikotin dengan

    berat molekul 162 gram/mol dalam sampel daun tembakau yang telah ditreatmen.

    Gambar 9. Alat shaker

  • 25

    BAB 3

    PENUTUP

    SIMPULAN

    Secara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu ekstraksi

    padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat

    yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut yang terdiri

    dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas (soxhletasi, refluks) sedangkan

    ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur,

    dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan

    ekstraksi padat cair, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat

    pelarut, ukuran partikel dan pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal

    yang harus diperhatikan adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak

    bercampur, kerapatan, selektivitas dan titik didih.

    Dari kedua teknik pemisahan ini dapat diaplikasikan diberbagai bidang yang

    memiliki tujuan berbeda beda. Darii pembahasan diatas diambil satu contoh masing

    masing dari kedua teknik pemisahan ekstraksi ini. Yang pertama adalah pengaplikasian

    teknik ekstraksi padat cari (leaching), dari artikel yang diambil bertujuan dalam

    pengambilan minyak eugenol dari daun cengkeh dengan alat labu leher tiga. Artikel yang

    kedua adalah pengambilan nikotin dari daun tembakau dari proses ekstraksi cair cair

    dengan pelarut n-hexane dan metanol dalam corong pisah yang dikocok dengan

    menggunakan alat shaker.

  • 26

    DAFTAR PUSTAKA

    Akhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar: Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

    Day. Jr, R.A., dan A.L. Underwood. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan

    Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas Negeri Gorontalo

    Khopkar, S. M. Penerjemah A. Saptorahardjo. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:UI-Press

    Martunus & Helwani, Z. 2004. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J. Si. Tek. 3[2]: 46-50.

    Martunus & Helwani, Z. 2005. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Trietilen Glikol (TEG). J. Si. Tek. 4[2]: 34-37.

    Muhiedin, Fuad. 2008. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. Malang: Universitas Brawijaya

    Rene Nursaerah M. L. 2011. Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Manggis dengan Berbagai Jenis Pelarut. Bandung: Universitas Pasundan

    Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik. Malang: Universitas Negeri Malang Team Teaching. 2013. Dasar-Dasar Pemisahan Analitik bagi Mahasiswa.

    Gorontalo: Laboratorium Kimia, FMIPA UNG Yashito takeuchi, 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Diterjemahkan dari Versi Bahasa

    Inggrisnya oleh Ismunandar. Iwanani shoten: Tokyo