M. Nurman Ariefiansyah - CRS Ensefalopati.doc

32
Case Report Session ENSEFALOPATI oleh : Muhammad Nurman Ariefiansyah 0910312002 Preseptor : Prof. Dr.dr. Darwin Amir, Sp.S(K) Dr. Syarif Indra, Sp.S BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF RSUP DR. M. DJAMIL

Transcript of M. Nurman Ariefiansyah - CRS Ensefalopati.doc

Case Report Session

ENSEFALOPATI

oleh :

Muhammad Nurman Ariefiansyah

0910312002

Preseptor :

Prof. Dr.dr. Darwin Amir, Sp.S(K)Dr. Syarif Indra, Sp.S BAGIAN ILMU KESEHATAN SARAF RSUP DR. M. DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi1.2 Klasifikasi

Ensefalopati merupakan istilah penyakit yang berdampak pada fungsi otak dan status mental dari seseorang. Beberapa tipe dari ensefalopati meliputi:

1. Hypoxic encephalopathy yakni disebabkan oleh penurunan oksigenasi ke otak.

2. Ensefalopati hepatik disebabkan oleh penyakit hati yang berdampak pada otak.

3. Uremic encephalopathy terjadi pada penyakit ginjal yang gagal dalam ekresi ureum, sehingga toksik terhadap otak.

4. Wernickes encephalopathy disebabkan oleh defisiensi tiamin, khususnya pada peminum alkohol.

5. Hypertensive encephalopathy.

6. Toxic-Metabolic encephalopathy merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi, toksin, atau kegagalan oragan.

Penyebab ensefalopati berdasarkan tipe dari ensefalopati itu sendiri. Adapun beberapa penyebab ensefalopati meliputi infeksi, disfungsi metabolik, tumor otak atau peningkatan tekanan intrakranial, paparan terhadap zat toksin, nutrisi yang buruk, dan gangguan oksigenasi serta aliran darah ke otak.22.2 Epidemiologi

Ensefalopati merupakan istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana anak mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan. Insiden dari ensefalopati sulit untuk ditentukan karena ensefalofati berkorelasi dengan berbagai penyakit. Beberapa penyebab ensefalopati memiliki angka insiden yang berbeda-beda. Pada salah satu macam ensefalopati yakni ensefalopati iskemik perinatal yakni suatu sindroma yang ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena danaya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Di amerika serikat, asfiksia perinatal terjadi 1.0-1,5% bayi lahir hidup. Insiden hipoksik iskemik ensefalopati di amerika serikat terjadi pada 2-9 per 100 bayi aterm yang lahir hidup. Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya 12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia.22.3Etiologi

Istilah ensefalopati secara umum digunakan untuk menunjukkan adanya disfungsi serebral. Disfungsi tersebut secara tipikal menggambarkan adanya perubahan pada fungsi kortikal dan gangguan kesadaran mulai dari kondisi confusional ringan sampai dengan koma. Kelainan pada kesadaran mencerminkan adanya disfungsi baik itu hemisfer serebri maupun activating reticular system pada batang otak. Encephalopathy bisa juga ditandai dengan adanya deficit fokal yang lebih menunjukkan adanya disfungsi serebral terlokalisasi. Ensepalopati metabolik terdiri dari serangkaian gangguan neurologis yang bukan disebabkan karena kelainan struktural primer, namun akibat penyakit sistemik seperti diabetes, penyakit liver, gagal ginjal dan gagal jantung. Ensefalopati metabolik biasanya berkembang secara akut atau subakut serta bersifat reversibel jika gangguan sistemik yang mendasari tertangani dengan baik. Apabila penyakit sistemik yang mendasar tidak mendapat penanganan yang adekuat, dapat menimbulkan kerusakan struktural sekunder pada otak.3

Terdapat dua tipe utama ensepalopati metabolik yaitu yang disebabkan oleh karena kekurangan glukosa, oksigen dan kofaktor metabolik serta yang disebabkan oleh disfungsi organ perifer. Selain dua kelompok utama tersebut diatas, ensepalopati metabolik juga dapat disebabkan oleh karena penyakit yang diturunkan, serta penyakit neuroendokrin.3

Tabel 1. Klasifikasi Utama Ensepalopati Metabolik

Akibat kekurangan glukosa, oksigen atau kofaktor metabolicAkibat Disfungsi Organ Perifer

Hipoglikemia

Iskemia

Hipoksia

Hiperkapnia

Defisiensi Vitamin Ensepalopati Hepatik

Ensepalopati Uremik dan Dialisis

(dikutip dari U. S National Library of Medicine National Institute of Health)

2.4Patofisiologi

Penyakit dan gangguan ekstraserebral dapat menekan fungsi neurologis dengan cara mengganggu suplai oksigen dan glukosa atau dengan cara mengganggu lingkungan humoral dan ionic neuron, glia, dan proses sinaptik. Neuron dan sel-sel penyokong lainnya membutuhkan lingkungan kimia tertentu untuk dapat bertahan. Berbagai mekanisme dapat berkontribusi terhadap terjadinya ensepalopati, namun faktor toksik, anoksik dan metabolik merupakan mekanisme tersering dan signifikan. Melalui mekanisme ini dapat terjadi kerusakan struktural sekunder pada jaringan otak. Ensepalopati anoksik dapat terjadi akibat gangguan pada jantung dimana henti sirkulasi transien dapat memicu terjadinya iskemia serebral global dan akhirnya sinkop. Hal ini terkadang diawali oleh adanya keluhan premonitori nonspesifik seperti palpitasi, light-headedness, palpitasi, dan graying-out of vision. Tergantung pada durasinya, fibrilasi ventrikel atau asistol dapat menyebabkan kerusakan otak iskemik-anoksik. Ensepalopati toksik terjadi akibat paparan logam berat atau pelarut organik. Etanol merupakan senyawa yang paling sering mengakibatkan ensepalopati dimana dalam jumlah berlebih dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen.

Oksigen (Hipoksia & Hiperoksia).

Otak mengkonsumsi oksigen dalam jumlah yang tidak sepadan terhadap kemampuan menyimpan oksigen maupun tingkat toleransi terhadap hipoksia. Otak hanya memiliki sedikit cadangan glikogen. Kemampuan toleransi terhadap hipoksia maupun hipoglikemia kurang baik dibandingkan dengan sebagian organ. Neuron membutuhkan suplai oksigen dan glukosa untuk mempertahankan gradien neurotransmitter dan ion. Tekanan oksigen tidak merata pada seluruh jaringan otak. Tekanan tersebut lebih tinggi pada substansia grisea dibandingkan substansia alba, demikian pula halnya dengan aliran darah dan penggunaan glukosa. Konsumsi oksigen dan glukosa untuk setiap gram otak lebih besar pada neonatus. Adapun efek pertama dari hipoksia serebral eksperimental adalah peningkatan pH intraseluler. Selanjutnya, kandungan kalsium intraseluler meningkat sebagai konsekuensi pelepasan kalsium dari retikulum endoplasmik. Konsentrasi ATP mulai jatuh, dan ketika sebanyak 50%-70% ATP neuronal hilang, pompa sodium gagal sehingga saluran ion bervoltase terbuka, maka menyebabkan Na+, K+, Ca++ dan Cl- menurunkan konsentrasi gradient mereka serta melepaskan cadangan neurotransmitter. Kemudian air akan memasuki sel sehingga terjadi peningkatan osmolalitas dan sel membengkak. Konsentrasi kalsium intraseluler neuronal dapat meningkat hingga empat kali lipat. Konsentrasi kalsium intraseluler tersebut selanjutnya akan mengaktifkan lipase, protease dan enzim katabolic lainnya. Perubahan tekanan oksigen memiliki efek yang cepat dan langsung pada saluran ion membran yang sebagian terkait dengan fosforilasi. Beberapa saluran ion mengalami down regulation untuk mengurangi saluran ion dan kebutuhan energi seluler. Sedangkan saluran ion lainnya mengalami up regulation yang menimbulkan depolarisasi dan kematian sel. Hipoksia juga merangsang terbentuknnya molekul hypoxia-inducible factor (HIF). Pembentukan molekul ini terjadi belakangan dibandingkan efek hipoksia pada saluran ion. Molekul ini akan mengaktifkan transkripsi gen untuk eritropoietin, gen untuk enzim glikolitik dan gen yang terlibat dalam angiogenesis. Faktor-faktor yang memediasi induksi HIF dan mekanisme toleransi terhadap hipoksia masih dalam penelitian. Hiperoksia juga dikenal dapat menyebabkan kematian sel pada organ mata dan paru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hu dkk., baik itu hipoksia maupun hiperoksia akan menyebabkan kematian sel dengan cirri apoptotic pada korteks serebral tikus yang berusia 7 hari. Beberapa penelitian pada binatang juga menunjukkan bahwa terdapat efek merugikan dari hiperoksia normobarik yang digunakan untuk resusitasi dan terapi hiperbarik, yakni menimbulkan kejang dan cedera otak permanen. Anak-anak yang menghirup 100% oksigen dapat memunculkan tanda hyperintense cerebrospinal.

Hypoxia-ischemic encephalopathy (HIE) pada bayi baru lahir adalah hasil dari hipoksemia dan iskemia, kedua kondisi ini mengakibatkan munculnya defisiensi suplai oksigen pada jaringan serebral. Istilah hipoksik-iskemik dipakai karena belum jelas yang mana diantara kedua faktor tersebut yang lebih berperan. Pada level seluler dan biokimia, serangan hipoksik-iskemik menyebabkan peningkatan glikolisis, produksi laktat, dan penurunan produksi senyawa fosfat berenergi tinggi seperti ATP dan fosfokreatin, akumulasi potasium ekstraseluler, akumulasi kalsium intraseluler, pembentukan radikal bebas serta perubahan metabolism neurotransmitter dan asam amino eksitatori.

Hiperkapnia Dan Hipokapnia.

Patogenesis terjadinya kelainan neurologis terkait dengan hiperkapnia belum dimengerti dengan jelas. Baik itu hipoksemia maupun hiperkapnia dapat berasal dari gangguan ventilasi. Hiperkapnia dapat menyebabkan vasodilatasi serebral, peningkatan tekanan cairan serebrospinal dan perubahan pH CSF. Hal ini dapat menimbulkan sakit kepala, disorientasi, gangguan fungsi kognitif, tremor dan hiperrefleksia. Adapun hipokapnia yang terjadi akibat hiperventilasi dapat menimbulakan vasokontriksi serebral, penurunan ketersediaan oksigen peripheral, dan perubahan keseimbangan ion kalsium. Hal ini akan dapat menyebabkan penurunan kesadaran, tremor, gangguan pengelihatan, dan palpitasi. Kram otot dan spasme karpopedal dapat pula terjadi. Adapun kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan hiperventilasi diantaranya koma hepatic, lesi batang otak, dan penyakit kardiopulmonari tertentu.3

Gangguan Homeostasis Glukosa.

Glukosa diperlukan bagi fungsi neuronal. Laktat, piruvat, dam keton bodi secara parsial dapat memasok kebutuhan energi bagi otak. Akan tetapi otak selalu akan membutuhkan glukosa. Kandungan glukosa pada otak lebih rendah dari pada darah, dan hanya sedikit mengalami peningkatan pada hiperglikemia. Hal ini disebabkan karena penyaluran glukosa, laktat maupun piruvat ke otak memerlukan transport spesifik tertentu yaitu masing-masing GLUTS dan MCTs (glucose and monocarboxylic acids transporter protein). Jumlah dari molekul transporter tersebut membatasi penetrasi glukosa ke dalam sel. Neonatus memiliki jumlah transporter kurang dari setengah jumlah transporter per gram otak dewasa. GLUT1 terletak pada daerah sawar otak dan GLUT3 terletak pada membran neuronal. GLUT1 merupakan transporter glukosa yang terdistribusi paling luas dimana beberapa ekspresi ditemukan pada hampir setiap organ. Mutasi pada GLUT1 mengakibatkan terjadimya ensepalopati progresif dengan kejang yang muncul pada awal kehidupan.3

Sebagaimana pada kondisi hipoksia dan iskemia, hipoglikemia juga menginduksi terjadinya kegagalan energi dengan konsekuensi kerusakan otak. Untuk dapat mempertahankan gradien neurotransmitter dan ion, neuron membutuhkan suplai glukosa dan oksigen secara konstan. Maka, apabila terjadi hipoglikemia, maka terjadilah gangguan pada gradien neurotransmitter dan ion. Sebagaimana pula yang terjadi pada hipoksia, terjadi akumulasi neurotransmitter eksitatori, yaitu aspartat (pada hipoksia adalah glutamate) yang memiliki peranan patogenetik penting pada terjadinya kerusakan dan kematian neuron. Secara klinis dapat muncul tremor, apnea, sianosis, takipneu, kejang, letargi, palpitasi, takikardi.

Hiperglikemia dapat memperburuk cedera otak iskemik. Pada penelitian yang menggunakan tikus yang dibuat menjadi hiperglikemia sebelum terjadi iskemia serebral, didapatkan bahwa mortalitas dan kerusakan otak lebih besar pada kelompok tikus tersebut. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa induksi hiperglikemia sesudah periode iskemik, akan menggangu perbaikan fungsi. Maka dari itu, normoglikemia disarankan pada pasien dengan penyakit akut dan yang menjalani operasi jantung. Baik itu pada hiperglikemia maupun pada hipoglikemia (dewasa) dapat ditemukan hemiparesis , confusion, dan gangguan gerakan.

Defisiensi Nutrisi / Vitamin.

Wernicke encephalophaty umum terjadi pada pasien alkoholik. Dapat pula terjadi pada pasien malnutrisi (terutama ketika glukosa atau agen hipoglikemik diberikan). Defisiensi tiamin merupakan kondisi yang mendasari terjadinya ensepalopati ini. Defisiensi tiamin menyebabkan perubahan region brain stem terutama thalamus dan mamillary bodies. Perubahan patologis tersebut akan menimbulkan optalmoplegi (nistagmus, ekstraokuler palsi, optalmoplegi intranuclear (jarang)), ataksia, kondisi confusional yang.

Sebagaimana dengan Wernicke encephalopathy, Korsakoff encephalopathy juga dapat terjadi pada kondisi defisiensi tiamin dimana patofisiologinya masih belum diketahui diketahui jelas. Perubahan patologi yang terjadi hampir sama dengan pada wernicke encephalopathy. Hanya saja pada kondisi ini gangguan selektif pada memori merupakan kelainan klinis yang utama. Terdapat gangguan pada memori yang baru saja didapat serta kesulitan untuk memasukkan memori baru. Ensepalopati juga merupakan komplikasi dari defisiensi vitamin B12 yang dikenal dengan baik. Dapat disertai dengan myelopati, neuropati optik, atau kombinasi.

Gangguan Metabolisme Asam-Basa.

Fungsi dan eksitabilitas otak sangat sensitif terhadapa pH. pH cairan tubuh diatur dengan sangat ketat. Barrier permabilitas memisahkan sistem saraf pusat dengan cairan tubuh. Barrier tersebut lebih permeable terhadapa karbondioksida dibandingkan proton. Cairan ekstraseluler otak mengandung lebih banyak proton dan ion magnesium total/bebas, namun lebih sedikit potassium dibandingkan plasma. Lingkungan ekstraseluler otak diatur atau diprogram untuk mengandung lebih banyak H+ dibandingkan plasma. Asiditas relatif CSF dan cairan interstitial otak ini disebabkan karena produksi asam metabolik. Banyak saluran ion bervoltase pada system saraf sensitive terhadap pH. Asidosis (penurunan pH) menghambat saluran ion bergerbang voltase dan saluran ion yang diaktivasi oleh glutamate seperti reseptor NMDA. Karena chanel sodium dan kalsium bergerbang voltase lebih sensitive terhadap pH dibandingkan chanel potasium, maka peningkatan pH (alkalosis) akan meningkatkan entri kalsium dan sodium ked dalam sel neuron, membuat neuron tersebut lebih mudah tereksitasi. Penyakit metabolik akut baik itu akibat perubahan pH secara primer maupun perubahan konten elektrolit dari cairan tubuh, seringkali menyebabkan kejang dan gangguan kesadaran. Alkalosis respiratori lebih mungkin meningkatkan glutamat dibandingkan alkalosis metabolik.

Sodium klorida (NaCl) bertanggung jawab sebagai fraksi osmol terbesar dalam cairan tubuh, kecuali pada endolimfa koklear. Normalnya cairan ekstraseluler otak adalah isotonik dengan plasma. Jika osmolaritas plasma berubah dengan cepat maka otak akan bertindak sebagai osmometer, otak akan membengkak jika osmolaritas plasma menurun dan mengkerut jika osmolaritas plasma meningkat akibat kehilangan cairan. Baik itu hiponatremia maupun hipernatremia dapat menggangu fungsi CNS dengan cara merubah omolalitas sel-sel otak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arieff dkk., penyebab yang paling utama hiponatremia simtomatik pada populasi pediatrik adalah pemberian cairan hipotonik dan juga kehilangan cairan ekstrarenal ektensif yang mengandung elektrolit. Adapun gejala neurologis hiponatremia adalah sakit kepala, mual, inkoordinasi, delirium, dan akhirnya kejang fokal atau generalisata dengan apnea atau opistotonus. Pada otopsi, edema serebral dan herniasi transtentorial dapat ditemukan. Peningkatan konsentrasi sodium dalam cairan tubuh akan meningkatkan osmolalitas cairan dan menginduksi manifestasi serebral berat. Gejala neurologis yang terjadi tanpa adanya perubahan struktural pada otak dan mungkin merupakan akibat langsung dari hiperosmolalitas. Keluhan dan gejala yang muncul disebabkan oleh karena edema serebral. Hal ini khusunya mungkin terjadi dengan rehidrasi yang cepat dan disebabkan oleh karena peningkatan konten klorida serta potasium pada otak. Hipernatremia juga dapat berkembang pada diabetes insipidus jika pasien tidak sadar dan tidak memiliki akses cairan.

Konsentrasi potasium eksktraseluler otak memiliki efek besar terhadap eksitabilitas serebral, tetapi gangguan serebral amat jarang pada pasien dengan hipokalemia maupun hiperkalemia. Deplesi potasium dengan apapun penyebabnya dapat mengakibatkan kelemahan otot. Pada kasus yang berat, kelemahan otot mengalami progresi menjadi kuadriplegia, gagal nafas mirip dengan Guilain Barre Syndrome. Adapun hiperkalemia dapat ditemukan pada pasien dengan hemolisis sel darah merah. Hiperkalemia yang bermakna dapat menyebabkan manifestasi kardiak berat dan kelemahan yang mirip dengan hipokalemia.

Hipokloremia merupakan sindrom yang ditandai oleh anoreksia, letargi, gagal tumbuh, kelemahan otot dan alkalosis metabolic hipokalemik yang dapat ditemukan pada bayi-bayi yang mengkonsumsi formula yang dapat mengurangi klorida selama 1 bulan atau lebih. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan lingkar kepala, keterlambatan bahasa, defifisit visual motor dan gangguan deficit.

Kalsium merupakan kation divalen ekstraseluler utama. Baik itu level kalsium serum rendah maupun tinggi dapat menimbulkan gangguan neurologis. Terdapat 3 bentuk kalsium dalam serum yaitu; terikat protein, chelated, dan terionisasi. Secara umum kenampakan neurologis berkorelasi dengan level kalsium terionisasi dengan level 2,5 mg/dl atau kurang. Hipokalsemia merupakan salah satu penyebab umum kejang pada periode neonatal. Terdapat 2 bentuk hipokalsemia neonatal. Tipe yang pertama terjadi pada 2 hari pertama kehidupan bayi premature atau pada bayi dengan kondisi kritis. Kondisi ini jug dapat ditemukan pada bayi yang mengalani asfiksia perinatal dan pada bayi dari ibu diabetes yang bergantung insulin. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah , memiliki level kalsium < 7 mg/dL. Mekanisme pasti dari bentuk hipokalsemia ini masih belum jelas. Peningkatan level kalsitonin diajukan sebagai faktor etiologi hipokalsemia pada bayi premature. Hiperparatiroid maternal agenensis kelenjar paratiroid congenital dan gangguan fungsi ginjal dapat menginduksi hipiokalsemia congenital. Bentuk kedua adalah tetanus neonatal klasik (late hypocalcemia). Mekanisme terjadinya pertama kali diajukan oleh Bakwin pada tahun 1973. Terjadi diantara hari ke-5 dan ke-10 kehidupan, sebagian disebabkan karena asupan susu sapi yang meningkatkan beban fosfat. Pada bentuk hipokalsemia ini, hiperfosfatemia dan hipomagnesemia umum terjadi. Kejang hipokalsemik dapat fokal, multifocal, atau generalisata. Hiperkalsemia dapat terjadi akibat hiperparatiroidisme namun jarang pada anak-anak. Sebagaimana pada dewasa hiperkalsemia dapat menyertai penyakit malignan termasuk leukemia dan imobilisasai pasien dengan gagal ginjal stadium akhir. Hiperkalsemia bisa menjadi tanda pertama anak dengan leukemia. Confusion, gangguan gerakan, dan koma dapat muncul pada hiperkalsemia sebagaimana seperti pada gangguan elektrolit lainnya.Selanjutnya hipomagnesemia dapat berdiri sediri ataupun terjadi bersamaan dengan hipokalsemia. Hipomagnesemia kongenital merupakan penyebab klasikal tetani dan kejang pada minggu pertama kehidupan. Deplesi magnesium umum terjadi selama terapi cisplatin dan sering kali disertai dengan deplesi potasium. Terapi ini disertai dengan defek tubular renal permanen kehilangan magnesium yang mengakibatkan terjadinya kejang dan ensefalopati episodik. Adapun hipermagnesemia dapat mengurangi pelepasan transmitter dan melemahkan otot namun tidak sampai kehilangan kesadaran. Deplesi fosfat dan hipofosfatemia telah dikaitkan pula dengan ensefalopati namun jarang. Bisa merupakan komplikasi dari nutrisi parentral total. Gejala dapat berupa tremor, agitasi, optalmoplegi, bahkan koma.

Hepatic Encephalopathy

Kerusakan hati baik itu akut maupun kronik akan menginisiasi terjadinya serangkaian keluhan neuropsikiatrik yang disebut dengan ensepalopati hepatik. Pada gagal hati akut, perubahan morfologi pada otak didominasi oleh perubahan astrositik, terutama pembengkakan astrositik dan edema otak sitotoksik. Seiring dengan progresivitas edema otak, tekanan intracranial meningkat dan menghasilkan herniasi serebral. Pada gagal hati kronik, kelainan mikroskopik prinsipal diantaranya adalah pembesaran dan peningkatan jumlah astrosit protoplasmik. Sel-sel ini (sel-sel Alzheimer II) merupakan astrosit dengan nukleus yang membesar, pucat, dan penyusutan pada protein asidik fibrilari glial. Sel-sel tersebut dapat ditemukan pada korteks serebral, basal ganglia, nuclei batang otak, dan lapisan purkinje serebelum. Hal ini juga dapat ditemukan pada pasien ensepalopati HIV. Pernah ditemukan adanya myelinolisis pontin sentral namun jarang. Berdasarkan konsensus, ensepalopati hepatik adalah multifaktorial dan menunjukkan adanya kegagalan komunikasi dan kerja sama glioneural. Terdapat 2 faktor terpenting pada pathogenesis ensepalopati yakni peningkatan konsentrasi ammonia plasma maupun otak. Di otak ammonia akan diubah menjadi glutamine yang siklusnya berjalan dari astrosit sampai neuron, dan selanjutnya akan diubah menjadi glutamate. Setelah pelepasan glutamate ke celah sinaptik, reuptake terjadi pada astrosit. Terdapat postulat bahwa peningkatan sintesis glutamine akan mengosongkan -ketoglutarat dan mengurangi konsentrasi fosfat berenergi tinggi sehingga memperlambat reaksi pada siklus asam trikarboksislik krebs. Penurunan konsumsi oksigen dan metabolisme glukosa terjadi secara sekunder terhadap ensepalopati hepatik. Selain peningkatan glutamate, gagal hati juga menginduksi gangguan multisystem yang berat yang selanjutnya akan menggangu fungsi neurologis. Gangguan multisystem tersebut diantaranya bakteri yang berasal dari usus dan produk toksik mereka yang diketahui menyebabkan cedera pada hepar dan menimbulkan penyakit sistemik. Level sitokin proinflamatori serum meningkat pada kondisi ensepalopati hepatic. Derajat keparahan ensepalopati berkaitan dengan level TNF- serum.

Gagal Ginjal.

Basis molekular esepalopati uremik masih kompleks dan belum dimengerti dengan baik. Sejauh ini dapat diterima bahwa ensepalopati tersebut bisa muncul akibat uremia ataupun akibat treatment. Dikatakan terjadi akumulasi asam organic toksik pada system saraf pusat atau efek toksik langsung hormon paratiroid. Kreatinin, p-cresol, guanidine, asam organik, fosfat dan hiperparatiroidisme sekunder diyakini berkontribusi terhadap ensepalopati. Parathormon juga diyakini bertanggung jawab terhadap beberapa aspek keluahan neurologis yakni neuropati dan miopati perifer. Aliran darah serebral juga menunjukkan defek pada penggunaan oksigen. Defek ini mungkin muncul karena peningkatan permeabilitas otak dan gangguan fungsi membran sehingga memungkinkan produk-produk toksik memasuki jaringan otak. Asam-asam yang memasuki otak ini akan mengubah fungsi pompa ion sodium natrium.

2.5

Gambaran Klinis

Gangguan metabolisme adalah penyebab umum dari gangguan kesadaran dan selalu dipertimbangkan bila tidak ada bukti penyakit otak fokal dari pencitraan (baik melalu CT-scan ataupun MRI) dan cairan serebrospinal ditemukan dalam batasan normal.Gejala klinis utama dari ensefalopati metabolic adalah delirium dengan disorientasi dan inattentiveness. Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor, dan koma. Gejala utama dari delirium adalah gangguan konsentrasi dan perhatian. Pasien tidak bisa mengeja mundur, dan perhatiannya mudah teralihkan. Selain itu didapatkan pula adanya tremor, asteriksis, dan myoclonus multifokal.4

Anamnesis yang baik dan akurat diperlukan untuk dapat menetukan penyebab metabolik ensefalopati dan bagaimana prognosisnya. Penting adanya untuk mengetahui apakah gejala-gejala neurologis terjadi tiba-tiba atau secara bertahap, apakah gejala berkembang sejak pertama kali muncul.

Riwayat penyakit terdahulu harus dikaji secara rinci. Sebuah riwayat memiliki diabetes mellitus menunjukkan bahwa hipoglikemia iatrogenik dapat dikaitkan dengan keadaan nonketotic hiperosmolar.

Pemeriksaan fisik sangat penting dilakukan. Terutama untuk menetukan penyebab dan jenis ensefalopati yang diderita oleh pasien. Ikterus, petekie, perdarahan saluran cerna, asites, atau hipotermia mungkin menunjukkan adanya disfungsi hati. Jerawat, obesitas, dan hipertensi umum terdapat pada pasien dengan Cushing sindrom. Trek jarum di kulit meningkatkan kemungkinan terjadinya ensefalopati toksik. Hipertensi mengindikasikan bahwa ensefalopati disebabkan oleh gangguan metabolik (misalnya, gangguan ginjal atau endokrin) atau gangguan iskemik (kondisi misalnya, kardiovaskular atau serebrovaskular).5

Pada metabolik ensefalopati, tanda-tanda neurologis fokal atau lateralisasi, sering tidak ada. Respon pupil terhadap cahaya seringkali normal pada orang dengan metabolik ensefalopati, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya abnormalitas pada refleks pupil. Misalnya pupil melebar atau tidak responsif sering terjadi pada anoksia serebral akut atau keracunan dengan agen antikolinergik. Selain itu, beberapa kerusakan struktural yang multifokal dan dapat meniru penyakit otak metabolik. Contohnya lesi massa supratentorial dapat menyebabkan perpindahan lateral daripada struktur otak, menyebabkan koma sebelum refleks cahaya pupil mengalami abnormalitas.6,7

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding dapat berupa berbagai macam pemeriksaan, antara lain:

Tes darah rutin dan darah lengkap (DL) dapat memberikan informasi tentang kemungkinan infeksi, anemia atau vitamin. Tes kimia dapat mengevaluasi elektrolit, glukosa, ginjal dan fungsi hati. Jika memungkinkan maka dapat di lakukan alcohol and drug screening.

CT-Scan pada kepala

Punksi lumbal (untuk menyingkirkan meningitis)

AGD (untuk membedakan antara penyebab yang berbeda dari metabolik ensefalopati)

EEG (untuk melihat seberapa jauh kerusakan yang telah terjadi)

2.7Tatalaksana

Penanganan ensefalopati meliputi menstabilkan pasien dan cepat mengobati kondisi yang mendasari yang menyebabkan terjadinya ensefalopati dan memberikan perawatan suportif.

Pada pasien yang datang dalam keadaan koma tanpa diketahui apa penyebab daripada ensefalopatinya, maka diperlukan tindakan emergensi.

Meliputi:

menjaga respirasi dan sirkulasinya (air way, breathing dan circulation)

mendapatkan sampel darah (digunanakan untuk pengecekan gula darah, darah lengkap, elektrolit, tes fungsi hati dan liver, dan toxic dan drug screening)

Dextrose 25g IV (or D5050) dengan asumsi adanya kemungkinan pasien mengalami keadaan hipoglikemia. Semakin lama pasien berada dalam keadaan kekurangan gula darah, makan prognosisnya akan semakin buruk.

Thiamine 100mg IV untuk mencegah atau mengobati Wernickes encephalopathy

Naloxone 1mg IV dengan asumsi adanya kemungkinan pasien mengalami opiate overdose.2.8Prognosis

Kebanyakan ensefalopati karena gangguan metabolisme adalah reversibel, tetapi beberapa memiliki potensi untuk kecacatan jangka panjang. Semakin tua umur pasien dan semakin parah ensefalopati dan kegagalan multiorgannya, maka semakin tinggi mortalitas.

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIENNama

: Tn. A

Jeis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 83 tahun

Suku Bangsa

: Minangkabau

Pekerjaan

: Purnawirawan TNI

Seorang pasien laki-laki umur 83 tahun, masuk bangsal saraf RS DR M.Djamil Padang pada tanggal 30 Januari 2014, pindah rawat dari bagian Penyakit Dalam setelah dirawat selama 4 hari dengan penurunan kesadaran ec sequele stroke + sepsis ec HAP + ISK + Anemia normositik normokrom ec penyakit kronis + ulkus decubitus + ulkus pedis sinistra, dengan

Keluhan Utama :

Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penurunan kesadaran yang terjadi sejak 1 bulan yang lalu, pasien sering tampak mengantuk, tidak menyahut, namun masih buka mata saat dipanggil keluarga dan sejak 4 hari ini pasien demam dan sesak napas.

Tidak tampak kelemahan anggota gerak oleh keluarga.

Pasien sudah terbaring lama sehingga pergerakan anggota gerak terbatas.

Pasien tampak peot, pasien makan makanan cair sejak 1 bulan ini melalui sonde.Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sebelumnya selama 1 bulan sebelumnya dirawat di bagian Penyakit Dalam dengan penurunan kesadaran suspek stroke iskemik + hiponatremi + CAP +Anemia ringan + pasien pulang dengan terpasang NGT dengan daily living tergantung dengan keluarga.

Riwayat lemah anggota gerak kiri tahun 2008, pasien dirawat di rumah kemudian pulih dan dapat berjalan lagi dengan sedikit menyeret tungkai kirinya.

Riwayat hipertensi diketahui sejak 5 tahun yang lalu. Pasien pernah membeli obat di apotek, namun pasien tidak ingat namanya dan tidak kontrol teratur, tekanan darah tertinggi 180/100 mmHg.

Riwayat DM dan sakit jantung tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak diketahui ada anggota keluarga yang menderita DM, hipertensi, sakit jantung, dan stroke.Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien seorang purnawirawan TNI, tinggal dengan istri dan anak, akrivitas jalan pagi 1 kali seminggu

Riwayat merokok dan minum kopi tidak ada.PEMERIKSAAN FISIKTanda-tanda vital

Keadaan umum: Berat

Kesadaran

: Somnolen, GCS 10 (E3,M5,V2)

Tekanan darah

: 160/90 mmHgFrekuensi nadi

: 80 x/menit

Frekuensi nafas: 20 x/menit

Suhu

: 36,7o CStatus InternusKelenjer getah bening

: tidak teraba pembesaran KGB leher, aksila, dan inguinalMata

: konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterikLeher

: JVP 5-2 cmH2O

Bruit karotis (-)Thorak

Paru

: Inspeksi: Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Fremitus sukar dinilai

Perkusi : Sonor

Auskultasi: Bronkovesikuler, Rh +/+, Wh -/-

Jantung

: Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: Iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI

Perkusi: Batas jantung melebar

Auskultasi: Irama reguler, Heart rate 100x/menit, bising (-)Abdomen

: Inspeksi: Tidak tampak membuncit

Palpasi: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normalKorpus Vertebrae

: Inspeksi: Deformitas (-)

Palpasi: Gibbus (-)

Status Neurologikus

1. GCS

: 10 (E3M5V2)2. Tanda rangsangan meningeal

Kaku kuduk: (-)

Brudzinsky I: (-)

Brudzinsky II: (-)Kernig

: (-)3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

Muntah proyektil: Tidak ada

Sakit kepala progresif: Tidak ada

4. Nervus Kranialis

N. I

: Tidak bisa dinilai

N. II

: Tidak bisa dinilai

N. III,IV,VI

: Pupil bulat, isokhor, ukuran masing-masing 3 mm, posisi

bola mata central, reflek cahaya +/+, Dolls Eyes Manuever bergerak

N. V

: Refleks kornea +/+N. VII: Raut wajah simetris, plika nasolabialis kiri dan kanan

N. VIII

: Tidak bisa dinilai

N. IX, X

: Refleks muntah +/+N. XI

: Tidak bisa dinilaiN. XII

: Deviasi lidah sukar dinilai5. Koordinasi

: Tidak bisa dinilai

6. Motorik

: Keempat anggota gerak hipertonus, eutrofiAnggota gerak kiri dan kanan jatuh bersamaan dengan tes jatuh.

Keempat anggota gerak berespon dengan rangsangan nyeri7. Sensorik

: Berespon terhadap rangsangan nyeri8. Reflek Fisiologis: Biseps: ++/++

Triseps: ++/++

APR

: ++/++

KPR

: ++/++9. Reflek Patologis: Hoffman- Tromner: -/-

Babinski

: -/-

Chaddoks

: -/-

Oppenheim

: -/-

Gordon

: -/-

Schaeffer

: -/-10. Fungsi Luhur

: Tidak bisa dinilai LaboratoriumDarahHb

: 6,6 gr/dL

Ht

: 20 %Leukosit

: 14.800 /mm3Trombosit

: 368.000/mm3

GDR

: 129 mg/dLTotal kolesterol: 142 mg/dLHDL

: 35 mg/dLLDL

: 90 mg/dLTrigliserida

: 84 mg/dLUreum

: 29 mg/dLKreatinin

: 1 mg/dLNatrium

: 129 mEq/L

Kalium

: 4,4 mEq/LAlbumin

: 2,7 g/dL

Globulin

: 3,5 g/dL

Asam Urat

: 6,9 mg/dLUrinalisa

: Protein urine : ++

Leukosit: ++++Diagnosis

Diagnosis klinis

: Ensefalopati metabolik

Diagnosis topik

: Intrakranial

Diagnosis etiologi

: Prolong Hiponatremia

Diagnosis sekunder

: Hipertensi stage II

ISK

Anemia berat ec penyakit kronis

Sepsis ec HAP

TerapiTerapi umum

: Elevasi kepala 30

O2 3L/ menit

IVFD RL 12 jam/ kolf

NGT : diet MC RG II 1900 kkal

Kateter : balance cairan

Terapi khusus

: Ceftriaxone 2x 1 g (iv)

Ciprofloxacine infus 2x 200 mg (iv)

Paracetamol 4x 500mg

N-Asetil Sistein 2x1 amp (iv)

Citicolin 2x 500 mg (iv)

Aspilet 2x80 mg (po)

Transfusi PRC

Rencana pemeriksaan

EKG Rontgen Foto Thorax PA Kultur Urine Brain CT-ScanFollow Up

Rabu, 12 Februari 2014S/ dapat membuka mata spontan, kontak (-)

O/ Keadaan umum: tampak sakit berat

Kesadaran

: Somnolen

Tekanan Darah: 150/90 mmHg

Nadi

: 90 x/ menit

Nafas

: 24x/ menit

Suhu

: 37,4 C

Status Neurologikus

GCS 11 (E4M5V2)

Paresis N. Cranialis (-)

Motorik : anggota gerak kiri dan kanan jatuh bersamaan

Sensorik : respons (+) terhadap rangsangan nyeri

Otonom : terpasang kateter

RF : ++ / ++

RP : - / -

A/ Ensefalopati Metabolik + Hipertensi Stage IITerapi

: Umum : Elevasi kepala 30

O2 3L/ menit

IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/ kolf

NGT MC RG II

Khusus : citicolin 2x 1 g (iv)

Ciprofloxacin infus 2 x 200 mg (iv)

N-Asetil sistein 2x 1 g (iv)

Paracetamol 4 x 500 mg (po)

Lisinopol 1 x 5 mg (po)

Kamis, 13 Februari 2014S/ dapat membuka mata spontan, kontak (-)

O/ Keadaan umum: tampak sakit berat

Kesadaran

: Somnolen

Tekanan Darah: 150/90 mmHg

Nadi

: 84 x/ menit

Nafas

: 26 x/ menit

Suhu

: 36,5 C

Status Neurologikus

GCS 11 (E4M5V2)

Paresis N. Cranialis (-)

Motorik : anggota gerak kiri dan kanan jatuh bersamaan

Sensorik : respons (+) terhadap rangsangan nyeri

Otonom : terpasang kateter

RF : ++ / ++

RP : - / -

A/ Ensefalopati Metabolik + Hipertensi Stage II

P/ pasien pulang

Home careTerapi

: Umum : Elevasi kepala 30

O2 3L/ menit

IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/ kolf

NGT MC RG II

Khusus : citicolin 2x 1 g (iv)

Ciprofloxacin infus 2 x 200 mg (iv)

N-Asetil sistein 2x 1 g (iv)

Paracetamol 4 x 500 mg (po)

Lisinopol 1 x 5 mg (po)BAB III

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki umur 67 tahun yang dirawat di Bangsal Neurologi RS Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosa klinis Hemiparese Sinistra tipe spastik + parese N VII dan N XII tipe sentral.

Diagnosa ditegakkan berdaarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa diketahui lengan dan tungkai sebelah kiri lemah dan bicara pelo. Pasien juga mempunyai riwayat hipertensi sejak tahun 1990. Dari pemeriksaan fisik didapatkan sudut bibir kiri tertinggal saat pasien memperlihatkan gigi, lidah deviasi ke kiri ketika dijulurkan. Raut wajah simetris dan pasien masih dapat mengerutkan dahi serta menutup rapat kedua mata. Pada lengan dan tungkai kiri didapatkan tonus otot yang meningkat, kekuatan otot yang berkurang (222), sensibilitas halus dan kasar yang berkurang, serta reflek Babinsky positif pada kaki kiri.

Pada awalnya trombosis serebri ditegakkan sebagai diagnosa etiologi mengingat serangan timbul pada waktu istirahat , tidak adanya penurunan kesadaran, serta adanya riwayat hipertensi. Namun demikian tetap diperlukan pemeriksaan CT scan untuk mengetahui etiologi yang lebih tepat. Ternyata hasil CT scan memberi kesan adanya perdarahan intra serebral hemisfer kanan dan infark hemisfer kiri. Maka diagnosis etiologi pada pasien ini adalah perdarahan intra serebral.