Crs Hifema

68
Case Report Session HIFEMA TRAUMATIKA Oleh : RIZKY ERIZKA 0910312105 OSHARINANDA MONITA 1010312106 Pembimbing : dr. Rinda Wati, SpM (K)

description

k

Transcript of Crs Hifema

Case Report SessionHIFEMA TRAUMATIKA

Oleh :

RIZKY ERIZKA

0910312105OSHARINANDA MONITA

1010312106

Pembimbing :

dr. Rinda Wati, SpM (K)BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015DAFTAR ISI

Daftar Isi

iBAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

2

1.3 Tujuan Penulisan

21.4 Manfaat Penulisan

2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata

32.2 Definisi Hifema

82.3 Klasifikasi Hifema

92.4 Etiologi Hifema

102.5 Patofisiologi Hifema

112.6 Diagnosis Hifema

112.7 Diagnosis Banding Hifema

152.8 Penatalaksanaan Hifema

162.9 Komplikasi Hifema

212.10 Prognosis Hifema

24BAB III LAPORAN KASUS

26

BAB IV DISKUSI

41

DAFTAR PUSTAKABAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita. Trauma okuli akibat kecelakaan, kekerasan, ledakan dan cedera olahraga adalah penyebab kebutaan unilateral yang sering pada anak dan dewasa muda. Kerusakan akibat trauma okuli dapat menimbulkan penyulit, salah satunya adalah hifema traumatika.

Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Perdarahan berasal dari iris atau badan siliar yang robek.1 Insiden hifema traumatika yang dilaporkan pada tahun 2007 adalah 17-24 per 100.000 populasi dengan usia puncak dibawah 20 tahun.2 Hifema dapat sembuh sempurna, namun juga dapat disertai dengan beberapa komplikasi. Komplikasi yang sering menyertai hifema adalah peningkatan tekanan intraokuler, iritasi kornea akibat perdarahan, pembentukan sinekia posterior atau anterior, re-bleeding, perdarahan intravitreal, ruptur koroid, iridodialysis dan katarak.3 Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap klinisi harus memperhatikan diagnosis dan penanganan hifema dengan cepat dan tepat.

1.2. Batasan Masalah

CSR ini dibatasi pada pembahasan definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari hifema traumatika.1.3. Tujuan Penulisan

CSR ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari hifema traumatika.

1.4. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan CSR ini berupa laporan kasus, diskusi dan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Bola Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina.

Gambar 1. Struktur anatomi bola mata manusia4Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24,2 mm.

Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :

1. Tunica FibrosaTunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaq atau sklera dan bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Jika tekanan intra okular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan diskus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.

Sklera juga ditembus oleh n.ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2) Membran Bowman (3) stroma (4) membran descement, bagian yang bersifat elastik dan dapat berkembang terus seumur hidup (5) endothel yang berhubungan dengan akuos humor. 12. Lamina vasculosa Vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari (1) koroid, merupakan segmen posterior uvea, diantara sklera dan retina. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan disebelah luar oleh sklera (2) korpus siliare (bagian posterior bersambung dengan koroid dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas korona siliaris, prosessus siliaris dan muskulus siliaris. Prosessus siliaris berfungsi sebagai pembentuk akuos humor sedangkan muskulus siliaris merupakan otot yang mengubah ketegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus untuk objek berjarak dekat maupun jauh (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) merupakan perpanjangan korpus ciliare ke anterior membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier. 4Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis Schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Dari kanal Schlemn, keluar saluran kolektor, 20 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar. 4

Gambar 2. Sudut okuli anterior53. Tunica sensoria (retina)Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga berhubungan dengan membran bruch, koroid, dan sklera. Permukaan luar retina melekat pada koroid dan permukaan dalamnya berkontak dengan korpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptor. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan saraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosesus siliaris dan bagian belakang iris. 4Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supratroklearis. 4

Gambar 3. Vaskularisasi bola mata4Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticosae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.4

Gambar 4. Vaskularisasi segmen anterior42.2. Definisi Hifema

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan akuos humor yang jernih.6 Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut bilik mata depan.4 Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.6Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bilik mata depan. Darah di dalam akuos dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut dapat terjadi apabila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil. 4

2.3. Klasifikasi Hifema

a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).

5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).7b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) 6:

1. Grade I: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (25 mmHg dan 10% TIO >5 mmHg. Peningkatan ini kelihatannya akibat gangguan pasase akuos humor melalui jalur anyaman trabekular karena obstruksi saluran keluarnya oleh sel darah merah, fibrin/aggregat platelet, dan produk degradasi sel. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Kerusakan anyaman trabekular langsung karena trauma dan inflamasi memperburuk keadaan seperti halnya penggunaan steroid topikal atau sistemik. Tatalaksana glaukoma yang menyertai hifema tergantung tingkat elevasi TIO dan apakah pasien memiliki penyakit sickle cell. Terapi dimulai bila TIO >30 mmHg pada keadaan akut dan elevasi TIO >25 mmHg yang persisten 2 minggu.

3. Hemosiderosis Kornea

Selama proses penyembuhan, darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin.Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.

Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).Insidensinya 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.64. Sinekia PosteriorSinekia posterior dapat timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini akibat iritis atau iridosiklitis. Sinekia posterior jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa. Sinekia posterior lebih sering terjadi pada pembedahan yang dilakukan untuk mengevakuasi hifema.65. Sinekia Anterior PeriferSinekia anterior perifer sering terjadi pada pasien yang ditangani secara medis, namun hifema masih tertinggal di bilik mata depan untuk waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 9 hari. Patogenesis sinekia anterior perifer mungkin disebabkan iritis yang terjadi cukup lama disebabkan oleh trauma awal dan/atau iritasi kimia akibat darah pada bilik mata depan.Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dan memberikan rasa sakit sekali.

Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan intraokuler akibat adanya darah yang penuh dalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat hemoglobin atas siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.6. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. Atrofi papil nervus optikus terjadi pada peningkatan TIO yang lama atau jika terdapat kontusio pada N. optikus. Hal ini bisa terjadi pada TIO yang menetap tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari.4,8

2.10. PrognosisPrognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.1,6Hifema yang penuh di bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk dibandingkan dengan hifema sebagian, dengan kemungkinan timbul glaucoma dan imbibisio kornea. Keberhasilan penyembuhan hifema bergantung pada tiga hal, yaitu :

Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata

Apakah terjadi hifema sekunder

Apakah terjadi komplikasi akibat hifema

Sekitar 80% dari penderita hifema kurang dari sepertiga pengisian ruang anterior kembali ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sekitar 60% dari penderita dengan hifema yang menempati lebih dari satu setengah tapi kurang dari total pada ruang anterior kembali ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sementara, hanya 35% dari penderita dengan hifema total memiliki visual baik.6BAB III

LAPORAN KASUSIdentitas Pasien

Nama

: Tn. M

Umur

: 55 tahun

Alamat

: Sei Jaring

Anamnesis

Seorang pasien laki-laki berumur 55 tahun dirawat di bangsal mata RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 16 Februari 2015 dengan:

Keluhan Utama: mata kiri terbentur kayu sejak 4 jam sebelum masuk RS.Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengaku sedang mengendarai motor, lalu tiba-tiba mata sebelah kiri pasien terbentur kayu dan pasien langsung jatuh dari motor. Dari mata kiri pasien keluar darah yang banyak dan penglihatan mata kiri pasien langsung menjadi gelap. Nyeri mata kiri (+) Muntah (-) Pasien merupakan rujukan dari RSUD Lubuk Basung dengan diagnosa hifema traumatika OS. Pasien diberi floxa ED 3 x gtt 2 OS, asam mefenamat 500 mg, metilprednisolon 4 mg, IVFD RL 12 jam/kolf.Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak ada riwayat penyakit mata sebelumnya Riwayat trauma sebelumnya (-) Riwayat operasi mata sebelumnya (-)

Riwayat hipertensi (+)Status OftalmologikusStatus OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superiorEdema (-)

Hematom (-)Edema (+)

Ekskoriasi (+)

Palpebra inferiorEdema (-)

Hematom (-)Edema (+)

Hematom (+)

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-)Folikel (-)Papil (-)

Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Kemosis (+) 3600, superior lebih hebat

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di nasal dan temporal, hifema melayang (+)

IrisCoklat, rugae (+)Coklat, rugae (+)

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Keruh nukleus kapsul posterior

Korpus vitreusBening Tidak bisa dinilai

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi N -1 Palpasi

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Pemeriksaan Penunjang

USG

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksiPenatalaksanaan :Rawat InapBed rest total

Elevasi kepala 30-45

LFX ed 6x1 OSPosop ed 6x1 OSMetilprednisolon 1x48 mg

FOLLOW UP

Hari rawatan ke-1, 17 Februari 2015

S/ Mata kiri masih terasa nyeri

O/ Status OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superiorEdema (-)

Hematom (-)Edema (+)

Ekskoriasi (+)

Palpebra inferiorEdema (-)

Hematom (-)Edema (+)

Hematom (+)

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-)

Folikel (-)Papil (-)

Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Kemosis (+) berkurang

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di lensa dan iris

IrisCoklat, rugae (+)Coklat, rugae (+)

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Keruh nukleus kapsul posterior

Korpus vitreusBeningTidak bisa dinilai

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi Hipotoni

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksi

Penatalaksanaan:

Bed rest total

Elevasi kepala 30-45

LFX ed 6x1 OSPosop ed 6x1 OSMetilprednisolon 1x48 mgHari rawatan ke-3, 19 Februari 2015

S/ Nyeri di mata kiri sudah mulai berkurang

O/

Status OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superiorEdema (-), Hematom (-)Edema (+), hematom (+)

Palpebra inferiorEdema (-), Hematom (-)Edema (+), hematom (+)

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-), Folikel (-)Papil (-), Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Kemosis (+) berkurang, perdarahan subkonjungtiva (+)

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di lensa dan iris

IrisCoklat, rugae (+)Coklat, rugae (+)

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Sulit dinilai

Korpus vitreusBeningTidak bisa dinilai

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi Hipotoni

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksi

Penatalaksanaan :

Bed rest total

Elevasi kepala 30-45

Ciprofloxacin 2x500 mgSA ed 3x1 OSPosop ed / 2 jam OSMetilprednisolon 1x32 mg

LFX ed 6x1 OSNoncort ed 6x1 OSHari rawatan ke-4, 20 Februari 2015

S/ Nyeri di mata kiri sudah mulai berkurang

O/

Status OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superiorEdema (-), Hematom (-)Edema (+), hematom (+)

Palpebra inferiorEdema (-), Hematom (-)Edema (+), hematom (+)

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-), Folikel (-)Papil (-), Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Kemosis (+) berkurang, perdarahan subkonjungtiva (+)

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di lensa dan iris

IrisCoklat, rugae (+)Coklat, rugae (+)

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Sulit dinilai

Korpus vitreusBeningTidak bisa dinilai

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi Hipotoni

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksi

Penatalaksanaan :

Bed rest total

Elevasi kepala 30-45

Ciprofloxacin 2x500 mgSA ed 3x1 OSPosop ed / 2 jam OSMetilprednisolon 1x32 mg

LFX ed 6x1 OSNoncort ed 6x1 OSHari rawatan ke-5, 21 Februari 2015

S/ Nyeri mata kiri (-), sekret (-)O/

Status OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra Edema (-), Hematom (-)Edema (+) berkurang, hematom (+) berkurang

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-)

Folikel (-)Papil (-)

Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Perdarahan subkonjungtiva (+)

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di lensa dan iris

IrisCoklat, rugae (+)Membayang coklat

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Tidak bisa dinilai

Korpus vitreusTidak bisa dinilaiBening

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi Hipotoni

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksi

Penatalaksanaan:

Bed rest total

Elevasi kepala 30-45

Ciprofloxacin 2x500 mgSA ed 3x1 OSPosop ed 12 jam OSMetilprednisolon 1x32 mg (VII)LFX ed 6x1 OSNoncort ed 6x1 OSHari rawatan ke-7, 23 Februari 2015

S/ Nyeri mata kiri (-)

O/ Status OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superiorEdema (-), Hematom (-)Edema (+) berkurangHematom (+) berkurang

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-)Folikel (-)Papil (-)

Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Perdarahan subkonjungtiva (+)

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di lensa dan iris

IrisCoklat, rugae (+)Membayang coklat

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Tidak bisa dinilai

Korpus vitreusTidak bisa dinilaiBening

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi Hipotoni

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Pemeriksaan Penunjang

USG

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksi

Penatalaksanaan:

Bed rest total

Elevasi kepala 30-45

Ciprofloxacin 2x500 mgSA ed 3x1 OSPosop ed 12 jam OSMetilprednisolon 1x32 mg (VII)LFX ed 6x1 OSNoncort ed 6x1 OSTransamin 3x1 Vit K 3x1Hari rawatan ke-8, 24 Februari 2015

S/ Nyeri mata kiri (-)O/

Status OftalmikusODOS

Visus tanpa koreksi5/201/300

Visus dengan koreksi5/6-

Refleks fundus+-

Silia/supersiliaTrichiasis (-)

Madarosis (-) Trichiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superiorEdema (-), Hematom (-)Edema (+) berkurang, hematom (+) berkurang

Aparat lakrimalisLakrimasi N Lakrimasi N

Konjungtiva tarsalisPapil (-)

Folikel (-)Papil (-)

Folikel (-)

Konjungtiva fornicsHiperemis (-)Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbiInjeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)Perdarahan subkonjungtiva (+)

SkleraPutihPutih

KorneaBeningBening

Kamera Okuli AnteriorCukup dalamHifema 3 mm, koagulum (+), menempel di lensa dan iris

IrisCoklat, rugae (+)Membayang coklat

PupilBulat, RP (+/+), 3 mmBulat, RP (-/-), 4 mm

LensaBening Tidak bisa dinilai

Korpus vitreusTidak bisa dinilaiBening

Fundus: - MediaBeningKeruh

Papil OptikusBulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4Tidak bisa dinilai

Aa/vv retinaAa:vv = 2:3Tidak bisa dinilai

RetinaPerdarahan (-),eksudat (-)Tidak bisa dinilai

MakulaRefleks Fovea (+)Tidak bisa dinilai

Tekanan bulbus okuliN Palpasi Hipotoni

Posisi Bola mataOrthoOrtho

Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah

Diagnosis : Hifema traumatika grade I OS

Iridoplegia OS

Susp Perdarahan Vitreous OS

Susp Ablasio Retina OS

Presbiopi OD dengan koreksi

Penatalaksanaan:

Bed rest total

Elevasi kepala 30-45

Ciprofloxacin 2x500 mgSA ed 3x1 OSPosop ed 12 jam OSMetilprednisolon 1x32 mg (VII)LFX ed 6x1 OSNoncort ed 6x1 OSTransamin 3x1 Vit K 3x1DISKUSI

Diagnosa Hifema traumatika grade I OS ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien. Dari anamnesis didapatkan mata kiri pasien terbentur kayu dan penglihatan mata kiri menjadi gelap, serta dari mata kiri keluar darah yang cukup banyak.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan visus mata kanan 5/6 dan kiri 1/300. Pada reflex fundus (+) mata kanan dan (-) pada mata kiri, kemosis (+) dan lensa keruh nukleus kapsul posterior (+) pada mata kiri, kornea mata kanan edem dan kiri bening, kamera okuli anterior kanan terdapat hifema di bagian bawah dan koagulum. Pemeriksaan tekanan bulbus okuli kanan N dan kiri N-1 secara palpasi. Berdasarkan literatur, kelainan yang terjadi akibat trauma tumpul pada mata bisa berupa kelainan orbita, kelainan kelopak mata, kelainan konjungtiva, kelainan kornea, kelainan bilik mata depan, kelainan pupil dan iris, kelainan lensa, kelainan fundus, perubahan tekanan bola mata, dan kelainan gerakan bola mata. Pada kasus ini, berdasarkan kecepatan dan kekuatan trauma, kelainan yang muncul dapat berupa kelainan konjungtiva, kelainan kornea, kelainan bilik mata depan, kelainan pupil dan iris, dan kelainan lensa. Selain itu, mekanisme trauma pada bola mata yang berupa trauma tumpul dapat merusak struktur bola mata hingga retina. Mekanisme ini dikenal dengan blowout fracture yang terjadi akibat perubahan penyebaran tekanan bola mata pada saat terjadi benturan. Blowout fracture dapat menyebabkan ruptur sklera, ablasio retina dan terjadi penurunan TIO.Berdasarkan mekanisme blowout fracture maka pada pasien ini diduga terjadi ablasio retina dan perdarahan vitreous.Dari anamnesis diperoleh pasien mengeluh nyeri pada mata kiri akibat terbentur kayu. Nyeri ini disebabkan oleh adanya dua kemungkinan, yaitu pertama karena adanya dilatasi pembuluh darah perifer dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan pelepasan substansi peradangan akibat refleks akson saraf yang cedera. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah tersebut diikuti oleh pelepasan mediator-mediator vasoaktifdari sel mastyang akan menimbulkan peradangan (edema neurogenik). Peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga mengakibatkan ekstravasasi zat-zat algogenik (zat yang menimbulkan nyeri)misalnya histamin dan serotonin. Karena edema terjadi di jaringan ikat longgar maka secara klinis terlihat palpebra mengalami pembengkakan didaerah superior maupun didaerah inferior. Kemungkinan yang kedua adalah karena adanya abrasi kornea. Tapi pada pasien ini belum dilakukan tes fluoresensi. Kemungkinan nyeri lainnya akibat peningkatan dari tekanan intraokuler, tetapi pada palpasi pasien ini didapatkan hipotoni.

Pada palpebra didapatkan adanya edema pada palpebra superior dan inferior sinistra yang dikarenakan oleh adanya penimbunan cairan di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah di palpebra yang dapat ditandai dengan adanya bengkak yang disertai hematom disekitar daerah mata.Penurunan visus pada kasus ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu terhalangnya jalur refraksi, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau retina. Adanya Iriodoplegia dikarenakan oleh trauma tumpul pada bola mata yang mengakibatkan paralisis atau ruptur otot-otot iris sehingga membuat kelemahan otot dan mengakibatkan pupil berdilatasi, yang berarti tidak adanya respon terhadap cahaya akibat kerusakan dari otot pupil.

Berdasarkan data dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis kerja hifema grade I mata kiri. Penderita ditidurkan terlentang dengan posisi kepala 30-45 dialas dengan bantal. Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Mata yang hifema traumatika ditutup, untuk mengurangi pergerakan mata.

Obat-obatan yang diberikan cendoxytrol sebagai kombinasi antibiotik dan kortikosteroid yang berguna untuk mencegah infeksi sekunder, sulfas atropin sebagai long-acting topical cyclopegic agent yang berguna untuk melebarkan pupil (midriasis) sehingga untuk memberikan kenyamanan pada pasien, dan juga untuk evaluasi segmen posterior serta mengurangi pergerakan iris dan metilprednisolon sebagai kortikosteroid untuk mengurangi komplikasi dan perdarahan sekunder.Pengobatan pada pasien ini diberikan antibiotik dan anti-inflamasi untuk mencegah terjadinya infeksi. Yang diberikan adalah LFX, Posop dan metilprednisolon. Pemberian obat ini dilakukan pada hari pertama.

Pada hari ketiga pengobatan ditambah dengan ciprofloxacin (antibiotik), Sulfas Atropin sebagai agen midriatik untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi nyeri. Nocort (na diklofenak) diberikan untuk mengurangi nyeri.

Pada hari ke delapan ditambahkan Transamin sebaga agen anti-fibrinolitik dan vitamin K yang berperan dalam proses pembekuan darah. Tujuannya adalah untuk menghentikan proses perdarahan yang sedang terjadi pada orbita.Prognosis hifema tidak bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan, tetapi tergantung pada penyulit yang menyertainya. Jika terjadi rebleeding atau perdarahan berulang maka prognosis untuk penglihatan pasien jelek.

Keberhasilan penyembuhan hifema tergantung dari tiga hal, yaitu: jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata apakah terjadi hifema sekunder dan apakah terjadi komplikasi akibat hifema seperti glaukoma, bercak darah pada kornea dan atrofi optikus.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S dan Yulianti SR. Trauma Mata dalam: Ilmu penyakit mata (ed. 4, cet. III). Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2013. Pp 264-265.2. Khan BS, Hussain I, and Nawaz A. Management of Traumatic Hyphema with Raised Intraocular Pressure. Pak J Ophthalmol; Vol 23 No.4, 2007.3. Turkcu FM et al. Demographic and Etiologic Characteristic of Children with Traumatic Serious Hyphema. Turkish Journal of Trauma & Emergency Surgery; Vol 19 (4). 2013. Pp 357-362. 4. Vaughan and Asbury. Hifema dalam Oftalmologi Umum. EGC : Jakarta. 2012. Pp 377-378.5. American Academy of Ophtalmology. Pediatric Ophtalmology and Strabismus; Section 6. AAO Publisher : Singapore. 2012. Pp 409-4116. Sheppard, John D. Hyphema. http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overviewdiakses pada tanggal 29 Mei 2014. 2011.7. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular Trauma : Principles and Practice. Pp 375, 243, 2011.8. Optocase. Hyphema. Optometry Continuing Education. www.optocase.com/archieve/Hyphema.aspx diunduh pada tanggal 29 Mei 2014, 2012.1