LTM Biomol-Deteksi Protein
-
Upload
mustikaaryanti -
Category
Documents
-
view
33 -
download
19
description
Transcript of LTM Biomol-Deteksi Protein
Nama : Rossalina Kurniawan
NPM : 1406552982
Jurusan : Teknik Kimia
- DETEKSI PROTEIN -
Abstrak
Dalam menganalisis protein, ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan tergantung dari jenis analisis yang dilakukan dan tujuan dari analisis tersebut. Secara umum terdapat dua macam analisis untuk mendeteksi protein yaitu analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. Serta analisis yang dapat juga dibagi berdasarkan fungsi dari analisis tersebut seperti analisis struktur dan jenis protein. Pada lembar tugas mandiri ini akan dibahasas berbagai macam jenis cara untuk mendeteksi kandungan protein dalam suatu sampel beserta prinsip kerja dari metode tersebut.
Kata Kunci: kristalogafi sinar-x, spektroskopi nmr, septroskopi cd, elektroforesis, tes xantorprotein, tes Hopkins-cole, tes millon, tes biuret, tes nitroprusid, tes sakaguchi, pereaksi ninhidrin, metode Sullivan, metode kjehdahl, metode biuret.sequencing protein, metode lowrly, titrasi formo
A. Metode Kuantitatif
1. Analisis Struktur Protein
1.1. Metode Kristalografi Sinar-X
Struktur protein tiga dimensi penting untuk diketahui sebab dapat merepresentasikan aktivitas,
fungsi, stabilitas, maupun paramater fisika-kimia lainnya. Metode penentuan struktur tiga
dimensi protein yang luas digunakan saat ini adalah kristalografi sinar-X (X-ray
crystallography). Kristalografi sinar-X menggunakan pancaran sinar-X yang ditembakA. Metode Kuantitatif
1. Analisis Struktur Protein
1.1. Metode Kristalografi Sinar-X
Struktur protein tiga dimensi penting untuk diketahui sebab dapat merepresentasikan aktivitas,
fungsi, stabilitas, maupun paramater fisika-kimia lainnya. Metode penentuan struktur tiga
dimensi protein yang luas digunakan saat ini adalah kristalografi sinar-X (X-ray
crystallography). Kristalografi sinar-X menggunakan pancaran sinar-X yang ditembakkan
mengenai suatu protein yang telah dimurnikan atau memiliki kemurnian tinggi sehingga
berbentuk kristal. Pancaran gelombang sinar-X yang mengenai struktur kristal protein
kemudian akan terhambur. Hamburan sinar-X yang muncul kemudian dibaca dan struktur
kristal protein dapat diketahui.
kan
mengenai suatu protein yang telah dimurnikan atau memiliki kemurnian tinggi sehingga
berbentuk kristal. Pancaran gelombang sinar-X yang mengenai struktur kristal protein
kemudian akan terhambur. Hamburan sinar-X yang muncul kemudian dibaca dan struktur
kristal protein dapat diketahui.
1.2. Metode Spektroskopi NMR
Pada Protein, tidak semua protein dapat dikristalisasi. Sebaga contoh, membrane protein yang
memiliki banyak asam amino hidrofobik akan sulit untuk mengkristalisasi. Teknik lain untuk
melakukan analisis protein dalam larutan tanpa kristalisasi adalah nuclear magnetic resonance
(NMR). NMR bekerja berdasarkan prinsip jika nuclei dari beberapa elemen atom. Seperti
hydrogen, akan beresonansi saat sebuah molekul, seperti protein, ditempatkan pada medan
magnet kuat. NMR mengukur perubahan kimia pada nuclei atom pada protein, yang
tbergantung pada atom di sekitarnya dan jarak dengan atom di sekitarnya . NMR akan
mnghasilkan data berupa kemungkinan struktur yang terjadi, bukan sebuah struktur. Untuk
protein kecil, NMR dapat secara akurat memprediksi strukturnya secara tiga dimensi.
1.3. Metode Spektroskopi CD
Spektroskopi Circular Dichroism (CD) mengukur perbedaan antara penyerapan cahaya yang
terpolarisasi tangan kiri versus cahaya terpolarisasi takan kanan yang muncul akibat struktur
yang asimentri. Tidak adanya struktur regular akan menunjukan intensitas CD yang bernilai no,
sementari struktur yang berurutan dalam spectrum dapat menunjukan nilai intensitas CD yang
berupa positif atau negative. Spektrum CD dari protein pada daerah spektrum “near-UV” (25-0350 nm) akan sensitive pada beberapa aspek struktur tersier. Pada panjang gelombang
sebesar ini, chromophores-nya adalah asam amino aromatic dan ikatan disulfide, dan sinyal
CD yang dihasilkan akan sensitive pada struktur tersier protein secara keseluruhan. SInyal
pada daerha spectrum dari 250-270 nm akan cocok dengan residu phnylalanine, sinyal pada
daerah 270-290 nm akan menunjukan tirosin, 280-300 akan cocok dengan atribut tryptophan.\
2. Pewarnaan
2.1. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji
ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang
berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah violet atau biru violet.
2.2. Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2
reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang
dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi
reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru
intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah penyerapan zat
suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri
dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau
senyawa secara kuantitatif. Dalam pratikum ini penggunaan KMnO
4
bertujuan untuk
memudahkan dalam pengenalan dan latihan awal spektrofotometri. Kekuatan warna biru
terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan
metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret (Sudarmaji, 1996).
3. Analisis Berat Molekul Protein
3.1. Metode Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen/molekul bermuatan berdasarkan perbedaan
tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik (Westermeier, 2004). Kecepatan molekul yang
bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian
elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam
nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan pewarnaan atau
autoradiografi, atau pun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer. Seperti halnya dengan
elektroforesis DNA, elektroforesis protein memungkinkan kita untuk memisahkan protein
berdasarkan ukurannya dan memperlihatkan hasilnya. Akan tetapi protein jauh lebih beragam
dalam ukuran dan strukturnya, karena itu tekniknya jauh lebih rumit
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen pada elektroforesis protein
Densitas muatan molekul – berbeda diantara pH media dan pl molekul.
Pengaruh buffer
pH – akan mempengaruhi densitas muatan protein dan akibatnya mempengaruhi
tingkat dan arah pergerakannya
Kekuatan ionik – mempengaruhi tingkat pemisahan
Komposisi – bisa berinteraksi dengan protein menyebabkan perubahan dalam
densitas muatan sebagai contoh ion borak dan glikoprotein
Bentuk dan ukuran molekul
Media pendukung
Restriksi pada mobilitas
Pengaruh difusi
Elektroendosmosis
Mikro-heterogenitas molekuler spesies
4. Titrasi Asam Amino
4.1. Metode Kjehdahl
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut
sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel
didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan
menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam
borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada
asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan
asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan
amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah
banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan
secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya.
Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein
dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut
sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin
yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
4.2. Metode Titrasi Formol
Pada metode ini, larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin
akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah
terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir
titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat
terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik
B. Metode Kualitatif
5. Analisis Asam Amino (pembentukan warna protein)
5.1. Tes Xantoprotein
Pereaksi xantoprotein adalah larutan asam nitrat pekat. Jika larutan HNO
3
pekat dimasukkan
ke dalam larutan protein secara hati-hati, akan terbentuk endapan putih, dan berubah menjadi
kuning jika dipanaskan. Gejala ini akibat nitrasi pada inti benzena yang terdapat dalam protein.
Pereaksi xantoprotein positif terhadap protein yang mengandung asam amino dengan gugus
samping fenil, seperti asam amino tirosin, fenilalanin, dan triptofan.
5.2. Tes Hopkins-Cole
Pereaksi Hopkins-cole dibuat dari asam oksalat dan serbuk magnesium dalam air. Pereaksi ini
positif terhadap protein yang mengandung asam amino dengan gugus samping indol, seperti
pada asam amino triptofan.
Keuntungan teknik blot adalah ;
a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks.
b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan.
c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih singkat.
d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum dianalisis.
e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode analisis yang dipakai
Matriks Yang Di Gunakan Dalam Metode Blot
Matriks yang biasa dipakai dapat berupa nitroselulosa (NC). Namun NC juga memiliki kekurangan, yaitu beberapa komponen yang memiliki afinitas lemah dapat hilang selama pemrosesan. Matriks lain yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangannya yaitu kertas diazobenzyloxymethyl (DBM). Ada pula kertas lain, yaitu iazophenylthioeter (DPT).
Macam Macam Metode Blotting
1. Southern Blot
Southern blot pertama kali dikemukakan oleh Southern (1975). Teknik ini mentransfer DNA ke kertas NC dengan menggunakan prosedur aliran pelarut. Caranya yaitu dengan menempatkan gel elektroforesis ke kertas matriks yang direndam buffer dan berada di atas sesuatu seperti spons yang telah dibasahi dengan buffer. Membran tersebut diletakkan di atas gel dan ditumpuk pula beberapa kertas peresap di atasnya. Buffer kemudian akan mengalir pelan-pelan ke membran, demikian pula dengan gel yang membawa molekul ke kertas membran, sementara gelnya diserap oleh kertas peresap. Fragmen DNA yang spesifik dideteksi dengan menggunakan pelacak. Pelacak biasanya merupakan DNA yang dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik radionukletida. Lokasi sinyal yang terlihat setelah autradiografi membuat kita dapat menentukan ukuran dari fragmen DNA tersebut.
2. Northern Blot
Northern Blot merupakan tekniknya sama dengan Southern Blot, namun menggunakan kertas DBM dan biasanya mendeteksi RNA.
3. Eastern Blot
Eastern Blot merupakan teknik yang ditemukan oleh Reinhard dan Malamud (1982), adalah proses transfer bidirectional dengan menggunakan aliran pelarut protein dari gel ke NC berdasarkan titik isoelektrik.
4. Western Blot
Teknik ini pertama kali dibuat oleh W. Neal Burnette dan dinamai western blot sebagai olok-olokan terhadap tekini southern blot yang pertama kali ditemukan.
Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogenat ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target.
Western blot dapat mendeteksi suatu protein dalam kombinasinya dengan sangat banyak protein lain, dapat memberikan informasi mengenai ukuran dan ekspresi protein tersebut.
Western blot adalah proses pemindahan protein dari gel hasil elektroforesis ke membran. Membran ini dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap.
Langkah-langkah dalam Western Blot :
1) Menyiapkan sampel yang akan diteliti, apakah itu limfosit T atau fibroblas ataupun sel darah tepi. Sampel harus dijaga tetap dingin.
2) Menyiapkan buffer agar pH dapat berada pada jangkauan yang stabil.
3) Menyiapkan antibodi yang akan digunakan sebagai pelacak
Monoklonal antibodi maupun poliklonal antibodi dapat digunakan
a. Antibodi monoklonal adalah yang lebih baik digunakan, karena :
• Sinyal yang lebih baik
• Spesifisitas yang lebih tinggi
• Hasil yang lebih jernih pada proses pembuatan film western blot
b. Antibodi Poliklonal
- Mengenali lebih banyak epitop
4) Melisis Sel
Kita perlu melisis sel untuk mengeluarkan protein yang diinginkan dari sel. Untuk melisis sel dapat digunakan detergen SDS dan RIPA. Bila yang diinginkan adalah sebuah protein yang terfosforilasi, maka perlu ditambahkan inhibitor fosfatase agar gugus fosfat pada protein tersebut tidak dibuang. Cara melisis : sentrifuge dan ambil pellet yang terbentuk. Jaga agar tetap dingin dengan menggunakan kotak es. Tambahkan buffer lisis, lalu kumpulkan dalam tabung eppendorf, jaga agar tetap dingin.
5) Gel Elektroforesis
Gel yang biasa dipakai misalnya SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate- polyacrylamide gel electrophoresis) untuk memisahkan protein berdasarkan ukurannya dengan adanya arus listrik. Akrilamid 10% juga ditambahkan. Kerja SDS-PAGE ini adalah dengan mendenaturasi polipeptida setelah terlebih dahulu polipeptida tersebut dibuang struktur sekunder dan tersiernya. Sampel terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sumur gel. Satu jalur biasanya
untuk satumarker. Protein sampel akan memiliki muatan yang sama dengan SDS yang negatif sehingga bergerak menuju elektroda positif melalui jaring-jaring akrilamid. Protein yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat melewati jaring-jaring akrilamid. Perbedaan kecepatan pergerakan ini akan terlihat pada pita-pita yang tergambar pada tiap jalur.
6) Transfer Gel
Agar protein tersebut dapat diakses oleh antibodi, maka protein tersebut harus dipindahkan dari gel ke sebuah kertas membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF. Membran ini diletakkan di atas gel, dan tumpukan kertas penyerap diletakkan di atasnya. Larutan buffer kemudian akan merambat ke atas melalui reaksi kapiler dengan membawa protein-proteinnya.
Cara lain untuk mentransfer protein adalah dengan menggunakan teknik elektroblotting. Teknik ini menggunakan arus listrik untuk menarik protein dari gel ke membran.
Selain itu, diperlukan pula sebuah prosedur untuk mencegah terjadinya interaksi antara molekul-molekul yang tidak diinginkan agar hasil yang diperlukan lebih jernih (to reduce ‘noise’). Caranya adalah dengan menempatkan membran pada BSA (Bovine serum albumin) atau non-fat dry milk dengan sedikit detergen tween 20 sehingga serum tersebut akan menempel pada pada daerah yang tidak ditempeli protein sampel. Hal ini bertujuan untuk membuat antibodi hanya akan dapat menempel pada binding site protein target. Setelah itu, barulah membran dengan protein sampel tersebut diinkubasi dnegan antibodi.
7) Deteksi
Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengan sebuah enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
a. Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali dihasilkan sistem imun ketika terpajan protein target. Antibodi terlarut kemudian diinkubasi bersama kertas membran paling sedikit selama 30 menit.
b. Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih dahulu barulah diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder adalah antobodi yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer. Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan pada
antibodi primer yang berasal dari tikus. Antibodi sekunder biasanya berikatan dengan enzim reporter seperti alkaline fosfatase atau horseradish peroxidase. Antibodi sekunder ini kemudian akan menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh antibodi primer.
Sekarang, proses deteksi dapat dilakukan dengan satu langkah saja, yaitu dengan menggunakan antibodi yang dapat mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki label yang mudah dideteksi
8) Analisis
a. Colorimetric detection
Metode ini digunakan bila substrat dapat bereaksi dengan reporter enzyme sehingga dapat mewarnai membran nitorselulosa
b. Chemiluminescent
Metode ini digunakan bila substrat merupakan molekul yang bila bereaksi dengan antibodi sekunder atu dengan reporter enzyme akan teriluminasi. Hasilnya kemudian diukur dengan densitometri untuk mengetahui jumlah protein yang terwarnai. Teknik terbarunya yang paking canggih disebut Enhanced Cheiluminescent (ECL). Teknik inilah yang paling banyak digunakan sekarang.
c. Radioactive detection
Metode ini menggunakan X-ray yang bila mengenai label akan menciptakan region gelap. Namun metode ini sangat maha dan beresiko tinggi terhadap kesehatan.
d. Fluorescent detection
Pelacak yang mmepunyai label yang dapat mengalami fluorosensi lalu kemudian dideteksi oleh fotosensor seperti kamera CCD yang menangkap image digital dari western blot. Hasil kemudian dapat dianalisi secara kuantitaif maupun kualitatif
Metode ini juga merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan karena sangat sensitif.
Daftar Pustaka