LP THYPOID.doc

21
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Thypoid Oleh : Dewa Ayu Lydia Citra Dewi (1302105089) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Transcript of LP THYPOID.doc

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan

Pada Anak Dengan Demam Thypoid

Oleh :Dewa Ayu Lydia Citra Dewi

(1302105089)

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

2014

A. KONSEP DASAR PENYAKIT1. Definisi PengertianTifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhiyang ditandai dengan malaise (Corwin, 2000)Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman Salmonella typhidari terkontaminasinya air/makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi&Yuliani, R., 2001)Demam tifoid adalah penyakit menular yang biasanya ditemukan di daerah beriklim tropis yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).2. EpidemiologiData World Health Organization (WHO) tahun 2009, memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Insidens rate demam tifoid di Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea sekitar 1.208 per 100.000 penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10% (Nainggolan, R, 2011).

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa Barat) tahun 2009, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah Jawa Barat, terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat kesehatan lingkungan (Simanjuntak, C.H, 2009).3. EtiologiDemam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 54,4C selama 1 jam atau suhu 60C selama 15 menit), pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin (Mansjoer, A. 2000).4. Patofisiologi

Masa inkubasi tifoid umumnya 10-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari. Masa inkubasi ini bergantung pada jumlah bakteri yang tertelan dan faktor host. Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Setelah bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia dan sampai di lambung maka timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu dengan adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. Keadaan asam lambung tersebut menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar bakteri akan mati dengan cepat sedangkan sebagian bakteri yang tidak mati akan mencapai usus halus. Selain itu, adanya bakteri anaerob di usus juga menghalangi pertumbuhan bakteri dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan asam.

Apabila bakteri mampu mengatasi mekanisme pertahanan tubuh maka bakteri akan melekat pada permukaan usus. Kemudian bakteri akan menembus ke epitel usus, selanjutnya berkembang biak dan akan difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian, Salmonella typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya perlindungan oleh kapsul bakteri. Bakteri masuk ke dalam peredaran darah melalui pembuluh limfe usus halus hingga mencapai organ hati dan limpa. Bakteri yang tidak dihancurkan akan berkembang biak di dalam hati dan limpa sehingga terjadi pembesaran pada organ-organ tersebut disertai rasa nyeri pada perabaan. Kemudian bakteri Salmonella typhi masuk kembali ke dalam peredaran darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak. Tukak tersebut dapat mengakibatkan mual dan muntah.Jika demikian keadaannya maka kotoran dan air seni penderita akan mengandung S. typhi yang siap menginfeksi orang lain melalui makanan ataupun minuman yang dicemari. Pada penderita yang tergolong carrier, bakteri dapat terus menerus berada di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. Oleh karena itu, apabila bakteri S. thypi masuk ke dalam saluran cerna maka bakteri tersebut akan masuk ke dalam saluran darah dan tubuh akan merespon dengan menunjukkan beberapa gejala seperti demam.

5. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan tersebut tidak saja antara berbagai bagian dunia tetapi juga di daerah dari waktu ke waktu. Gambaran penyakit juga bervariasi mulai dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian.

Pada minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala pada saat masuk rumah sakit hampir sama dengan infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, nyeri otot, badan lesu, anoreksia, mual, muntah serta diare. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh meninggi secara bertingkat dari suhu normal sampai mencapai 38-40C. Suhu tubuh lebih tinggi pada sore hari dan malam hari dibandingkan pada pagi hari. Demam tinggi biasanya disertai nyeri kepala hebat yang menyerupai gejala meningitis. Pada saluran pencernaan terjadi gangguan seperti bibir kering dan pecah-pecah, lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue). Terjadi juga reaksi mual berat sampai muntah. Hal ini disebabkan bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa. Selanjutnya terjadi pembengkakan yang menekan lambung hingga menimbulkan rasa mual. Mual yang berlebihan menyebabkan makanan tidak dapat masuk secara sempurna dan biasanya keluar melalui mulut. Pada beberapa kasus Tifoid, penderita disertai dengan gejala diare. Namun dalam beberapa kasus lainnya penderita mengalami konstipasi (sulit buang air besar). Gejala lain yang dapat dilihat dari penderita Tifoid berupa bintik-bintik di dada dan perut (rose spot) yang akan menghilang 2-5 hari.

Setelah minggu kedua maka tanda-tanda klinis semakin jelas berupa demam remiten, hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali (pembesaran limpa) meteorismus (perut kembung), dan dapat disertai gangguan kesadaran ringan sampai berat. Dalam minggu ketiga apabila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai menurun. Meskipun demikian, pada stadium ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi akibat lepasnya kerak dari ulkus. Jika keadaan penderita memburuk maka akan terjadi tanda-tanda yang khas berupa delirium atau stupor, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin diikuti peningkatan tekanan abdomen serta nyeri perut. Apabila denyut nadi penderita semakin meningkat disertai peritonitis lokal maupun umum maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus, penderita akan mengalami kolaps. Sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita tifoid pada minggu ketiga. Pada minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.6. Pemeriksaan Diagnostik

Ada dua cara untuk mendiagnosis penyakit tifoid yaitu secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis sering tidak tepat karena gejala klinis khas tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama terdapat pada penyakit lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratrium untuk membantu menegakkan diagnosis tifoid.a. Pemeriksaan Darah TepiDiagnosis tifoid dengan pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan gambaran lekopenia dan limfositosis relatif pada permulaan sakit. Disamping itu, pada pemeriksaan ini kemungkinan terdapat anemia dan trombositopenia ringan.18 Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita tifoid atau bukan. Akan tetapi, adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis tifoid.

b. Pemeriksaan BakteriologisDiagnosis pasti tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang positif dapat memastikan tifoid akan tetapi hasil negatif belum tentu tidak menderita tifoid karena tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan antara lain : penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat. Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.c. Pemeriksaan Serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada tifoid ini meliputi : 1) uji Widal; 2) tes TUBEX; dan 3) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).1) Uji WidalUji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Namun demikian uji Widal memiliki kelemahan seperti rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil sehingga membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita tifoid. Pemberian antibiotika sebelum pengambilan serum dapat memberikan hasil negatif palsu sedangkan kesamaan antigen O dan H yang dimiliki S. typhi dengan salmonella lain, bahkan kesamaan epitop dengan Enterobactericeae lain dapat menyebabkan hasil positif palsu. Hingga saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaat test Widal masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari standar titer uji Widal harus ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi. Meskipun pemeriksaan Widal memiliki banyak keterbatasan namun pemeriksaan ini masih dianjurkan untuk dilakukan karena proses pengerjaannya cepat, tidak membutuhkan instrumental dan relatif murah.2) Tes TUBEXTes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG. Penelitain oleh Olsen,Sonja et al, 2004 menyebutkan perbedaan antara tes TUBEX dan uji Widal yaitu sensitivitas (78/64), spesifisitas (94/76). Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal karena memiliki keunggulan yang lebih baik daripada tes Widal dan dapat menutupi kelemahan tes Widal.3) Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9. Antigen ini mampu membedakan organisme ini >99% dari serotype bakteri salmonella yang lain, sehingga tes ini sangatlah spesifik terhadap salmonella serotype thypi. Tes diagnostik ELISA memiliki keunggulan dari tes lainnya karena uji ini dapat digunakan pada fase akut danmemiliki nilai yang akurat dengan hanya satu kali pemeriksaan serta memiliki sensitifitas dan spesififitas yang jauh lebih baik daripada uji Widal. Adapun kelemahan uji ELISA antara lain dilakukan dengan sistem multistep, menggunakan enzim konjugat dan proses pembacaan sampel menggunakan media elektronik sehingga harga uji ini menjadi mahal.7. PenatalaksanaanMenurut Soedarto, 2007 penatalaksanaan tifoid dibagi menjadi 2 :

a. Penatalaksanaan keperawatan

Mengawasi kondisi klien dengan pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau dan apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena terputusnya suplai oksigen ke otak berakibat rusaknya sel-sel otak yag menyebabkan terganggunya fungsi intelektual tertentu. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Berikan minum sebanyak-banyaknya. Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu dipermukaan tubuh anak yang diakibatkan karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).b. Obat-obatan Antipiretik

Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.

Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.

8. KomplikasiKomplikasi tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

a. Komplikasi Intestinal

Perdarahan usus

Terjadi pada 10-15%, sekitar 25% penderita tifoid dapat mengalami perdrahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok tetapi bisa sembuh dengan sendirinya.

Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 1-5% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi pada minggu pertama. Penderita tifoid dengan perforasi usus mengeluh nyeri perut yang hebat dapat disertai dengan tekanan darah turun nadi bertambah cepat bahkan sampai syok.b. Komplikasi Ekstraintestinal Komplikasi kardiovaskuler: miokarditis, trombosis, tromboflebitis, syok.

Komplikasi hematologi: anemia hemolitik, koagulasi intravaskuler diseminata (KID), trombositopenia.

Komplikasi respirasi: bronkitis, pneumonia, empiema, dan pleuritis. Komplikasi neuropsikiatri: delirium, ensefalopati, psikotik, meningitis, gangguan koordinasi. Komplikasi tulang: osteomielitis, periositis dan arthritis.

Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajiana. Identitas klien

Nama

:

Umur

:

Jenis Kelamin

:

Pendidikan

:

Alamat

:

Pekerjaan

:

Agama

:

Suku

:

Tanggal Masuk RS:

Nomor Register

: Penanggung jawab

Nama

:

Usia :

Jenis kelamin

:

Pekerjaan

:

Hubungan dengan klien:b. Riwayat penyakit Keluhan utama

: Pasien mengalami demam sejak 8 hari yang lalu disertai mual dan muntah Riwayat penyakit sekarang: Thypoid Riwayat penyakit dahulu: Ibu pasien mengatakan pasien pernah dirawat karena DB Riwayat penyakit keluarga: -Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon :

a. Pola persepsi kesehatan

Mengkaji bagaimana tindakan keluarga saat ada salah satu keluarga terserang penyakit, apakah dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat atau tidak.b. Pola nutrisi dan metabolikMengkaji pasien dengan tifoid apakah mengalami penurunan nafsu makan, mual dan muntah atau tidak.c. Pola eliminasi Mengkaji apakah pasien mengalami konstipasi ataukah diare.d. Pola aktivitas dan latihan

Mengkaji apakah pasien tifoid mengalami penurunan aktivitas fisike. Pola istirahat tidur

Mengkaji bagaimana pola tidur pasien, apakah pasien bisa tidur dengan nyaman.

f. Pola persepsi, sensori dan kognitif

Mengkaji apakah keluarga maupun pasien sudah mengerti tentang keadaanya.g. Pola persepsi diri dan konsep diri

Mengkaji apakah keluarga dan pasien mengalami peningkatan rasa kekhawatiran tentang penyakit yang dideritanya

h. Pola hubungan dengan orang lain

Mengkaji bagaimana pola hubungan pasien dengan kelurga, pasien lain, dan perawat.

i. Pola reproduksi / seksual

Kaji apakah pasien mengalami gangguan pada pola/proses reproduksinya.j. Pola mekanisme koping

Mengkaji apakah pasien maupun keluarga dapat melalui proses pengobatan dan bagaimana tanggapan dalam menghadapi masalah.k. Pola nilai kepercayaan / keyakinan

Kaji apakah pasien selama di rumh sakit rutin melakukan ibadah sesuai kepercayaannya. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah

: ...mmHgNadi

: ...x/menit

Respirasi

: ...x/menit

Pernapasan

: x/menit Status Pernapasan (frekuensi, irama dan ke dalaman, bunyi napas, dan efektifitas upaya batuk)2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal.

b. Kekurangan volume cairan kehilagan cairan aktif yang ditandai dengan penurunan turgor kulit, kelemahan, dan membran mukosa kering.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsoprsi nutrien ditandai dengan membran mukosa pucat dan kurang minat pada makanan.

d. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan kurang aktivitas fisik yang ditandai dengan pasien mengeluh tidak bisa BAB, mual, dan muntah.3. Rencana Asuhan Keperawatan

Terlampir.4. Evaluasia. Hipertermi berhubungan dengan penyakit yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normalS : Ibu pasien mengatakan pasien sudah tidak panas lagiO : suhu 36,2CA : Masalah teratasi

P : Pertahankan intervensi

b. Kekurangan volume cairan kehilagan cairan aktif yang ditandai dengan penurunan turgor kulit, kelemahan, dan membran mukosa keringS : Ibu pasien mengatakan pasien sudah mau minum banyakO : turgor