Lp Post Partum

22
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN I. MASA NIFAS (POST PARTUM) A. Pengertian Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra- hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8 minggu. B. PEMBAGIAN MASA NIFAS Nifas dibagi dalam 3 periode : 1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. 2. Puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu. 3. Remute Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bila berminggu-minggu bulanan atau tahunan. Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-perubahan yang lain yang penting yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogenik dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma. C. INVOLUTIO MASA KANDUNGAN Involusio masa kandungan dibagi atas :

description

Lp Post Partum

Transcript of Lp Post Partum

Page 1: Lp Post Partum

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASA NIFAS (POST PARTUM)

A. Pengertian

Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai

alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8

minggu.

B. PEMBAGIAN MASA NIFAS

Nifas dibagi dalam 3 periode :

1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan

berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja

setelah 40 hari.

2. Puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang

lamanya 6 – 8 minggu.

3. Remute Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bila berminggu-minggu bulanan atau

tahunan.

Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan berangsur-

angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat

genetalia ini dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-perubahan yang lain yang

penting yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena

pengaruh hormon laktogenik dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma.

C. INVOLUTIO MASA KANDUNGAN

Involusio masa kandungan dibagi atas :

1. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga akhirnya

kembali seperti sebelum hamil.

Involusio Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus

Bayi lahir

Plasenta lahir

1 minggu

Setinggi pusat

2 jari bawah pusat

Pertengahan pusat

100 gram

750 gram

500 gram

Page 2: Lp Post Partum

2 minggu

6 minggu

8 minggu

simfisis

Tidak teraba diatas

simfisis

Bertambah kecil

Sebesar normal

350 gram

50 gram

30 gram

2. Bekas implantasi palsenta: plasental bed mengecil karena kontraksi dan

menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm., dan akhirnya pulih.

3. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.

4. Rasa sakit yang disebut after pain, (meriang atau mules-mules) disebabkan

kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan

pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat

diberikan obat-obat anti sakit.

5. Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam

masa nifas.

a. Lochia rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-

sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca

persalinan.

b. Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari

ke 3 – 7 pasca persalinan.

c. Lochia serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari 7 – 14

pasca persalinan.

d. Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

e. Lochia statis : lochia tidak lancar keluarnya.

6. Serviks : setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong

berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, terkadang terdapat perlukaan-

perlukaan kecil, setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim,

setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 – 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1

jari.

7. Ligamen – ligamen : ligamen fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada

waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan

pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi

retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula

wanita mengeluh kandungannya turun.

8. Endometrium :

Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah timbulnya thrombosis

degenerasi dan nekrosis terutama di tempat implantasi plasenta :

Page 3: Lp Post Partum

a. Pada hari pertama tebalnya 2 – 5 mm, permukaan kasar akibat

pelepasan desidua dan selaput janin.

b. Setelah 3 hari permukaan mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian-

bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium

terlepas.

c. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang

memakan waktu 2 – 3 minggu.

D. HEMOKONSENTRASI

Pada masa hamil didapat hubungan pendek yang dikenal sebagai “shunt”

antara sirkulasi ibu dan plasenta. Setelah melahirkan, “shunt” akan hilang

dengan tiba-tiba volume darah pada ibu relatif bertambah. Keadaan ini

menimbulkan beban pada jantung, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi

dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti

semula.

E. LAKTASI

Perubahan-perubahan yang terjadi pada kedua mamma antara lain sebagai

berikut :

1. Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolis mammae dan

lemak.

2. Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dikeluarkan

berwarna kuning (kolostrum).

3. Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam

mammae. Pembuluh-pembuluh vena berdilatsi dan tampak dengan jelas.

4. Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron

terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis

kembali, antara lain hormon laktogenik (prolaktin) yang akan

menyebabkan kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga terjadi

pengeluaran air susu.

Umumnya produksi air susu baru berlangsung benar pada hari ke-2 sampai

ke-3 postpartum, selain pengaruh hormonal tersebut, salah satu rangsangan

terbaik untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi itu sendiri.

F. PERUBAHAN LAIN SAAT NIFAS

Page 4: Lp Post Partum

After pain atau mules-mules sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang-

kadang sangat mengganggu selama 2 – 3 hari postpartum. Perasaan mules ini

lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui, perasaan sakit ibupun timbul

bila terdapat sisa-sisa dan selaput ketuban, sisa plasenta atau gumpalan darah

di dalam kavum uteri.

1. Vital Sign sebelum kelahiran:

Suhu :

a. saat partus lebih 37,20C

b. sesudah partus naik + 0,50C

c. 12 jam pertama suhu kembali normal

Nadi :

a. 60 – 80 x/mnt

b. Segera setelah partus bradikardi

Tekanan darah :

TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan, hal ini akan

normal kembali dalam waktu 1 jam

2. Vital sign setelah kelahiran anak :

Temperatur :

Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi 380C (100,40F)

disebabkan oleh efek dehidrasi dari persalinan. Kerja otot yang berlebihan

selama kala II dan fluktuasi hormon setelah 24 jam wanita keluar dari

febris.

Nadi :

Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik

pada jam pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah kelahiran anak, harus

turun ke rata-rata sebelum hamil.

Pernapasan :

Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum

persalinan.

Tekanan darah :

Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik hipotensi adalah

indikasi merasa pusing atau pusing tiba-tiba setelah terbangun, dapat

terjadi 48 jam pertama.

Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :

a. Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu

menjadi 380C (100,4F0)

Page 5: Lp Post Partum

b. Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi

hipovolemik akibat perdarahan.

c. Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena tingginya

sub arachnoid (spinal) blok.

d. Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik sekunder

dari perdarahan, bagaimana tanda terlambat dan gejala lain dari

perdarahan kadang-kadang merupakan sinyal tenaga medis.

3. Sistem Muskuloskeletal

Ibu yang terjadi selama kehamilan merupakan kebalikan dari

puerperium, adaptasi termasuk relaksasi dan hipermobilisasi dan tulang-

tulang, perubahan pusat gravitasi pada ibu disebabkan karena

membesarnya uterus. Stabilisasi tulang-tulang komplit 6 -8 minggu setelah

kelahiran.

4. Sistem Integumen

Cloasma pada kehamilan kadang-kadang menghilang pada akhir

kehamilan. Hiperpigmentasi pada areola dan linea ligra mungkin tidak susut

hilang secara sempurna setelah kelahiran beberapa wanita akan

mempunyai kelebihan pigmen pada daerah tersebut secara menetap.

Bagian tanda pada dada, abdomen, pinggul dan paha mungkin menghilang,

tapi kadang-kadang tidak.

G. ADAPTASI PSIKOSOSIAL PADA POST PARTUM

1. Fase-fase transisi :

a. Fase antisipasi kehamilan :

Fase antisipasi orang tua, membuat keputusan dan harapan, membagi

pekerjaan dalam keluarga.

b. Fase bulan madu (periode post partum)

Kontak lebih lama dan intim, menggali keadaan anggota keluarga

yang baru.

Menurut Rubin, fase adaptasi ibu meliputi :

1. Taking In

- Dependent

- Pasif

- Fokus pada diri sendiri

- Perlu tidur dan makan

Page 6: Lp Post Partum

2. Taking Hold

- Dependent

- Independent

- Fokus melibatkan bayi

- Melakukan perawatan diri sendiri

- Waktu yang baik untuk penyuluhan

- Dapat menerima tanggung jawab

3. Letting Go

- Independence pada peran yang baru

- Letting go terjadi pada hari-hari terakhir pada minggu pertama

persalinan.

Adaptasi psikologis ayah :

1. Respon ayah :

- Bangga dan takut memegang bayi.

- Diekspresikan secara berbeda-beda, dekat dengan keluarga,

mengadakan pesta dengan teman-teman.

- Pada waktu immediately ; kelihatan lelah dan mengantuk.

- Bila ada komplikasi bayi, maka ayah akan mencari informasi untuk ibu

dalam merawat bayinya.

2. Psikologis ayah :

Tergantung keterlibatan selama proses kelahiran berlangsung.

Biasanya ayah merasa lelah dan ingin selalu dekat dengan istri dan

anaknya. Bila ada masalah dengan bayinya dan harus dirawat terpisah

dengan ibunya, maka ayah merupakan sumber informasi bagi ibu

mengenai anaknya. Dalam hal ini ayah sering merasa khawatir tentang

keadaan istri dan anaknya.

Ayah juga dapat mengalami post partum blue karena masalah

keuangan keluarga, merasa tidak yakin akan kemampuannya sebagai

orang tua dan kesulitan beradaptasi terhadap perubahan hubungan

dengan istrinya.

3. Psikologi keluarga :

Kehadiran bayi yang baru lahir di dalam keluarga menimbulkan

adanya perubahan-perubahan peran dan hubungan di dalam keluarga

tersebut. Umpamanya anak yang lebih besar sekarang menjadi kakak,

orang tua menjadi kakek, suami-istri harus saling membagi perhatian

Page 7: Lp Post Partum

karena tuntutan dan ketergantungan bayi dalam memenuhi

kebutuhannya. Bila banyak anggota keluarga yang dapat membantu

dalam merawat bayi, mungkin keadaannya tidak sesulit bila tidak ada

yang membantu.

Mengingat kompleksnya tugas-tugas ibu pada masa sesudah

melahirkan, dimana ibu harus merawat dirinya, merawat bayinya dan

melakukan tugas rumah tangga, maka perawat bidan

bertanggungjawab untuk mempersiapkan ibu sebelum melahirkan.

4. Cara adaptasi Sibling :

a Ajak saudara kandung jenguk ke rumah sakit

b Telepon

c Waktu pulang ; ayah memegang bayi, ibu memegang peranan

dalam sibling

d Sibling merawat boneka, ibu merawat bayi

e Jangan mengurangi waktu

f Beri hadiah dari bayi untuk sibling

g Anjurkan pengunjung untuk menegur sibling

H. PERAWATAN PASCA PERSALINAN

1. Mobilisasi, karena lelah sehabis bersalin, ibu harus diistirahatkan tidur

terlentang selama 8 jam pasca persalinan, kemudian boleh miring-miring ke

kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis, tromboemboli. Pada

hari kedua diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan dan hari keempat dan

kelima sudah diperbolehkan pulang.

2. Diet : makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan

makanan yang mengandung protein, banyak cairan sayur-sayuran dan buah-

buahan.

3. Miksi : hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang-

kadang wanita mengalami sulit kencing karena sfingter uretra ditekan oleh

kepala janin dalam spasme otot iritasi sfingter ani selama persalinan, juga

karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila

kandung kemih penuh dan wanita hamil sulit kencing, sebaiknya dilakukan

kateterisasi.

4. Defekasi : buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari pasca persalinan. Bila

masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras, dapat

diberikan obat laksans peroral, atau per rektal, jika belum bisa lakukan

klisma.

Page 8: Lp Post Partum

5. Perawatan payudara (mamma) ; perawatan payudara dimulai sejak wanita

hamil supaya puting susu lemah tidak keras dan kering sebagai persiapan

untuk menyusui bayinya, bila bayi meninggal laktasi harus dihentikan

dengan :

6. Membebat payudara

7. Memberi obat estrogen untuk supresi LH. Seperti tablet lynoral dan parlodel.

8. Laktasi untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan.

9. Cuti hamil dan bersalin ; menurut UU bagi wanita pekerja berhak mengambil

cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan, 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan

setelah bersalin.

10. Pemeriksaan pasca persalinan

Pemeriksaan post natal antara lain :

a. Pemeriksaan umum ; TD, nadi, keluhan dan sebagainya

b. Keadaan umum ; suhu badan, selera makan dan lain-lain

c. Payudara ; ASI, putting susu

d. Dinding perut ; perineum, kandung kemih dan rektum

e. Sekret yang keluar; lochia, flour albus

f. Keadaan alat-alat kandungan

II. RUPTURE PERINEUM

A. PENGERTIAN RUPTUR PERINEUM

1. Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara

spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum

umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin

terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara

(Winkjosastro,2005).

2. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya

disebabkan oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).

3. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADI ROBEKAN

1. Faktor Predisposisi

Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor

janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat

diuraikan sebagai beriut :

Page 9: Lp Post Partum

a. Faktor Ibu

1) Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah

kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih

dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang

telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat

jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara

robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada

persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).

2) Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila

pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus

di dukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan

dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin

merasa dapat meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu

(JHPIEGO, 2005). Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam

memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk mencegah terjadinya

ruptur perineum, diantaranya :

a) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan

alamiahnya selama kontraksi.

b) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran.

c) Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu

berbaring miring atau setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu,

dan menempelkan dagu ke dada.

d) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.

e) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran

bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko distosia bahu dan

ruptur uteri.

f) Pencegahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan

terutama saat kelahiran kepala dan bahu.

b. Faktor Janin

1) Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000

gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko

trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus

Page 10: Lp Post Partum

brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu

seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).

2) Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan

sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu

(Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang

ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada

pemeriksaan dalam. Macam-macam presentasi dapat dibedakan menjadi

presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.

a) Presentasi Muka

Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang,

sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul

atau diameter submento bregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian

terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada

presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella dan bregma

(Oxorn, 2003). Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di

depan dan 30% posisi dagu di belakang.

Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap flexi

dapat menjadi penyebab pesentasi muka. Sikap ekstensi memiliki

hubungan dengan diproporsi kepala panggul dan merupakan

kombinasi yang serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan

panggul yang kecil atau kepala yang besar. Presentasi muka

menyebabkan persalinan lebih lama dibanding presentasi kepala

dengan UUK (Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka merupakan

pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang

menguntungkan.

Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan

lebih maju semuanya akan berjalan lancar. Ibu harus bekerja lebih

keras, lebih merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi

dari pada kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi

yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun anaknya.

b) Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal

ini berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.

Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan

bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah

Page 11: Lp Post Partum

adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan

diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).

Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai

jarang dijumpai, kebanyakan adalah skunder yakni terjadi setelah

persalinan dimulai. Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi

menjadi presentasi belakang kepala atau ekstensi menjadi presentasi

muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih berat,

dan lebih traumatik pada ibu dibanding dengan presentasi lain.

Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas

sampai fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang

harus melewati PBP (Pintu Bawah Panggul).

c) Presentasi Bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan

dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan

penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi

bokong dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi

bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki,

dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan pada persalinan

bokong adalah terdapat peningkatan resiko maternal.

Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan

resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya

dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan

setelah coming head lewat servik yang belum berdilatasi lengkap,

dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun keduanya.

Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan robekan

perineum yang lebih dalam (Cunningham, 2005).

c. Faktor Persalinan Pervaginam

1. Vakum ekstrasi

Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin

dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat

vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang

diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih

lama daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai

untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi

yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan

robekan pada vagina dan ruptur perineum. (Oxorn, 2003).

2. Ekstrasi Cunam/Forsep

Page 12: Lp Post Partum

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin

dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer,

2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi

forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum,

syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).

3. Embriotomi

Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan

jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ

tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih

besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin,

2002). Komplikasi yang mungkin terjadi atara lain perlukaan vagina,

perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas bila perforator meleset

karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala janin atau karena tulang

yang terlepas saat sendok tidak dipasang pada muka janin, serta

cedera saluran kemih/cerna, atonia uteri dan infeksi ( Mansjoer, 2002).

4. Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung

sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh

abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada

keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada

saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang

sangat kuat (Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap

untuk menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol,

kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan

memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 1998). Menurut

buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) laserasi spontan pada

vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan.

Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan

tidak terkendali.

d. Faktor Penolong Persalinan

Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang

dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah

merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga

sangat diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual

Page 13: Lp Post Partum

yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi

untuk mencegah laserasi.

C. KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum

dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

1. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a) Mukosa Vagina

b) Komisura posterior

c) Kulit perineum

2. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a) Mukosa Vagina

b) Komisura posterior

c) Kulit perineum

3. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a) Sebagaimana ruptur derajat dua

b) Otot sfingter ani

4. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan

adalah :

a) Sebagaimana ruptur derajat tiga

b) Dinding depan rectum

D. TANDA DAN GEJALA RUPTUR PERINEUM

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi

rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan

lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum

antara lain:

1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.

2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.

3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada

mukosa vagina.

4. Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, di antara fourchette dan

sfingter ani.

E. PENANGANAN RUPTUR PERINEUM

Page 14: Lp Post Partum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara

melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai

terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-

bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu

dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera

memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir

tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan

bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya

dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :

a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke

arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian

lapis luar.

b) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan

aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan

menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.

c) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan

robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum

dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput

lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.

Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit

dengan benang catgut secara jelujur.

d) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan

rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal

dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

e) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah

karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3

jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit

lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

F. MEMINIMALKAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM

Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu

dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu,

dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada

Page 15: Lp Post Partum

perineum. Cara-cara yang dianjurkan untuk meminimalkan terjadinya ruptur

perineum diantaranya adalah :

1. Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), penolong meletakkan kain yang bersih

dan kering yang dilipat sepertiganya di bawah bokong ibu dan menyiapkan kain

atau handuk bersih di atas perut ibu, untuk mengeringkan bayi segera setelah

lahir.

2. Melindungi perineum dengan satu tangan dengan kain bersih dan kering, ibu jari

pada salah satu sisi perineum dan empat jari tangan pada sisi yang lain pada

belakang kepala bayi.

3. Menahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar

secara bertahap melewati introitus dan perineum.

4. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala, bahu, dan seluruh

tubuh bayi secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi regangan

berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.

G. BAHAYA DAN KOMPLIKASI RUPTUR PERINEUM

1. Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur

derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva

mengenai clitoris.

2. Laserasi perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat

dengan anus. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu

sehingga timbul jaringan parut.

III. DIAGNOSA YANG LAZIM MUNCUL

a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi,

efek-efek hormonal.

b. Menyusui in efektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi

bayi, tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.

c. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb,

prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur keluban lama,

mal nutrisi.

d. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan,

efek-efek anesthesia.

e. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat,

kehilangan cairan belebihan.

f. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan

analgesia, kurang masukan, nyeri perineal.

Page 16: Lp Post Partum

g. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang

terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor.

h. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau

ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.

i. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi,

tidak mengenal sumber-sumber

DAFTAR PUSTAKA

Irawati, D. (1996), Standart Praktek Keperawatan, Tidak dipublikasikan, Jakarta;

Bahan Kuliah FIK-UI.

Orem, D. E. (1971), Nursing Concepts of Practise, New York Mc. Graw - Hill

Prawiroharjo. S (1992), Ilmu Kebidanan, Jakarta.Yayasan Bina Pustaka.

Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.

Sahar, J. (1996), Standart Praktek Keperawatan, Disampaikan pada kuliah

Manejement Keperawatan, Jakarta. FIK – UI

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Tridasa. Jakarta