Eklampsi Post Partum

33
IDENTIFIKASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Pasien Nama : Ny. S Umur : 26 th Pendidikan : SD Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Suku : Sunda Alamat : tulang bawang Masuk RS : 17 Maret 2012 Jam masuk RS : 21.15 WIB II. ANAMNESIS (SUBYEKTIF) A. Keluhan utama : Kejang-kejang B. Anamnesa khusus : P2A0 telah melahirkan seorang bayi laki-laki 1 hari SMRS ditolong oleh bidan datang dengan keluhan kejang- kejang segera setelah melahirkan. Menurut suami pasien, pasien mengalami kejang-kejang sebanyak kurang lebih 3 kali, setiap kali kejang kurang lebih selama 3 menit, selama kejang ibu tidak sadar. Riwayat tekanan darah tinggi diakui ibu sejak hamil 8 bulan saat kontrol ke Case Report Page 1

Transcript of Eklampsi Post Partum

Page 1: Eklampsi Post Partum

IDENTIFIKASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Pasien

Nama : Ny. S

Umur : 26 th

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Sunda

Alamat : tulang bawang

Masuk RS : 17 Maret 2012

Jam masuk RS : 21.15 WIB

II. ANAMNESIS (SUBYEKTIF)

A. Keluhan utama :

Kejang-kejang

B. Anamnesa khusus :

P2A0 telah melahirkan seorang bayi laki-laki 1 hari SMRS ditolong oleh bidan

datang dengan keluhan kejang-kejang segera setelah melahirkan. Menurut suami

pasien, pasien mengalami kejang-kejang sebanyak kurang lebih 3 kali, setiap kali

kejang kurang lebih selama 3 menit, selama kejang ibu tidak sadar. Riwayat

tekanan darah tinggi diakui ibu sejak hamil 8 bulan saat kontrol ke Posyandu,

selama hamil ibu tidak kontrol teratur. Karena keluhannya itu ibu dibawa ke

RSAM.

C. Riwayat Obstetri

Anak 1 : Bidan, 9 bulan, spontan, perempuan, 8 tahun, hidup.

Anak 2 : Bidan, 9 Bulan, Spontan, laki-laki, 1 hari, hidup.

D. Riwayat Perkawinan :

Status : Menikah untuk pertama kali

Case Report Page 1

Page 2: Eklampsi Post Partum

Usia saat menikah : Perempuan : 16 tahun, SD, Ibu Rumah Tangga

Laki-laki : 22 tahun, SD, Petani

E. Haid

Siklus haid : teratur

Lama haid : 3-4 hari

Banyaknya darah : Banyak

Nyeri haid : (- )

Menarche usia : Lupa

H.P.H.T : Lupa

F. Riwayat kontrasepsi

Suntik 3 bulan, sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2010

Alasan berhenti Kb : banyak keluhan

G. Prenatal Care

Bidan, Puskesmas, Posyandu

H. Keluhan Selama Kehamilan

Tekanan darah tinggi

I. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Liver, Penyakit Hipertensi

III. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 180/110 mmHg

Nadi : 110 x/menit

Suhu : 38,5 °C

Pernafasan : 24 x/menit

Kepala : Konjungtiva anemis : -/-

Sklera ikterik : -/-

Cor : Bunyi Jantung I – II murni dan reguler

Pulmo : Sonor, Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/

Abdomen : Datar, lembut

Hepar dan lien : Sulit dinilai

Case Report Page 2

Page 3: Eklampsi Post Partum

Ekstremitas : Edema +/+, Varises -/-

STATUS OBSTETRIK

Pemeriksaan luar:

Tinggi Fundus Uteri / Lingkar Perut : 2 jari dibawah pusat / ( - )

Kontraksi : Baik

Letak Anak : ( - )

His : ( - )

Djj: ( - )

Pemeriksaan dalam:

Tidak dilakukan

DIAGNOSIS (ASSESMENT) :

P2A0 dengan Eklampsia Post Partum

RENCANA PENGELOLAAN:

Infus RL jaga

Drip MgSO4 20% 4 gram ( Habis dalam 15 menit )

Drip MgSO4 20% 10 gram ( Maintenance )

Inj.vicellin

Nifedipin 2X10 mg

R/ EKG, Konsul IPD

Observasi KU, Input-Output

Case Report Page 3

Page 4: Eklampsi Post Partum

LABORATORIUM TANGGAL 17 MARET 2012

1. HEMATOLOGI

Darah rutin

Hemoglobin 11,2 gr / dl

Hematokrit 32 %

Lekosit 26,700 / mm3

Trombosit 116,000 / mm3

Eritrosit 5,71 juta / mm3

2. KIMIA KLINIK

AST (SGOT) 159

ALT (SGPT) 80

Ureum 27

Kreatinin 0,93

Glukosa Darah Sewaktu 110

3. URINE

Urine Rutin

Kimia Urine

Berat Jenis Urine 1,025

pH Urine 5,5

Nitrit Urine Negatif

Protein Urine POS (++++)

Glukosa Urine Negatif

Keton Urine Negatif

Urobilinogen Urine NORMAL

Bilirubin Urine Negatif

Case Report Page 4

Page 5: Eklampsi Post Partum

LABORATORIUM TANGGAL 20 MARET 2012

URINE

Urine Rutin

Kimia Urin

Berat jenis urine 1,025

pH urine 6,5

Nitrit urine Negatif

Protein urine POS (++)

Glukosa urine Negatif

Keton urine Negatif

Urobilinogen

urine

Normal

Bilirubin urine Negatif

Mikroskopis Urine

Eritrosit 50

Lekosit 3-4

Sel Epitel 10-15

Bakteri Negatif

Kristal Negatif

Silinder Negatif

Case Report Page 5

Page 6: Eklampsi Post Partum

LABORATORIUM TANGGAL 21 MARET 2012

URINE

Urine Rutin

Kimia Urin

Berat jenis urine 1,015

pH urine 7,0

Nitrit urine Negatif

Protein urine POS (++)

Glukosa urine Negatif

Keton urine Negatif

Urobilinogen

urine

Normal

Bilirubin urine Negatif

FOLLOW UP DOKTER

Tanggal/ Jam

CATATAN INSTRUKSI

17/03/12 S = Tidak ada keluhan

O = - KU : Somnolen

- T : 180/110 mmHg

- N : 102 /menit

- R : 20 /menit

- S : 37 oC

- Mata : Konjungtiva

anemis :-/-

Sklera ikterik : -/-

- Abdomen : datar,

lembut

P =

- Infus MgSO4 20% 10 gr /

500 cc RL 20 gtt/menit

- Inj. vicellin

- Nifedipin 3 x 10 gr

- Konsul IPD, dan Neurologi

- Observasi KU,

Input - Output

Case Report Page 6

Page 7: Eklampsi Post Partum

Tanggal/ Jam

CATATAN INSTRUKSI

TFU : 2 jari di bawah pusat

NT (-), DM (-)

Kontraksi : baik

Lochia : rubra

BAK/BAB: DC/-

(diuresis ± 200 cc / 3 jam)

A = P2A0 post partum 1 hari dgn

eklampsia

18/03/12 S = Tidak ada keluhan

O = - KU : Compos Mentis

- T : 127/80 mmHg

- N : 87 /menit

- R : 16 /menit

- S : 37 oC

- Mata : Konjungtiva

anemis :-/-

Sklera ikterik : -/-

- Abdomen : datar,

lembut

TFU : 2 jari di bawah pusat

NT (-), DM (-)

Kontraksi : baik

Lochia : rubra

BAK/BAB: DC/-

(diuresis ± 200 cc / 3 jam)

A = P2A0 post partum 1 hari dgn

eklampsia

P =

- Infus MgSO4 20% 10 gr /

500 cc RL 20 gtt/menit

- Inj. vicellin

- Nifedipin 3 x 10 gr

- Jawaban konsul IPD, dan

Neurologi tidak ditemukan

adanya kelainan

- Observasi KU,

Input - Output

19/03/12 S = Tidak ada keluhan P =

Case Report Page 7

Page 8: Eklampsi Post Partum

Tanggal/ Jam

CATATAN INSTRUKSI

O = - KU : Somnolen

- T : 140/80 mmHg

- N : 80 /menit

- R : 20 /menit

- S : 37 oC

- Mata : Konjungtiva

anemis :-/-

Sklera ikterik : -/-

- Abdomen : datar,

lembut

TFU : 2 jari di bawah pusat

NT (-), DM (-)

Kontraksi : baik

Lochia : rubra

BAK/BAB: DC/-

(diuresis ± 200 cc / 3 jam)

A = P2A0 post partum 1 hari dgn

eklampsia

- Cek Protein Urine

- Lepas DC

20/03/12 S = Tidak ada keluhan

O = - KU : Compos Mentis

- T : 140/100 mmHg

- N : 84 /menit

- R : 20 /menit

- S : 36,5 oC

- Mata : Konjungtiva

anemis :-/-

Sklera ikterik : -/-

- Abdomen : datar,

lembut

TFU : 2 jari di bawah pusat

P =

- Menunggu hasil protein

urine

Case Report Page 8

Page 9: Eklampsi Post Partum

Tanggal/ Jam

CATATAN INSTRUKSI

NT (-), DM (-)

Kontraksi : baik

Lochia : rubra

BAK/BAB: -/-

A = P2A0 post partum 1 hari dgn

eklampsia

Lab (20/05/10) protein urin (++)

21/03/12 S = Tidak ada keluhan

O = - KU : Compos Mentis

- T : 150/110 mmHg

- N : 80 /menit

- R : 20 /menit

- S : 36,6 oC

- Mata : Konjungtiva

anemis :-/-

Sklera ikterik : -/-

- Abdomen : datar,

lembut

TFU : 2 jari di bawah pusat

NT (-), DM (-)

Kontraksi : baik

Lochia : rubra

BAK/BAB: +/-

A = P2A0 post partum 1 hari dgn

eklampsia

P =

- Nifedipin 3 x 10 gr

PEMBAHASAN KASUS

Case Report Page 9

Page 10: Eklampsi Post Partum

PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar ?

2. Apakah prosedur penanganan pada pasien ini sudah tepat?

3. Apa saja komplikasi dari eklampsia dan komplikasi apa yang mungkin terjadi pada

pasien ini?

4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

PEMBAHASAN

1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar ?

P2A0 Post Partum 1 hari dgn Eklampsia

Ibu telah melahirkan anak yang ke dua satu hari smrs, sebelumnya telah melahirkan

satu kali, dan belum pernah keguguran.

Kriteria Diagnosis Eklampsia Post Partum :

1. Tekanan Darah Diastol ≥ 110 mmHg

2. Proteinuri ≥ +2 g/24 jam atau ≥ 2 + dalam pemeriksaan kualitatif ( dipstick)

3. Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat

sebelumnya. Disertai oligouri ( <400 ml / 24 jam)

4. Trombosit < 100.000/mm3

5. Angiolisis mikroangiopati (LDH meningkat)

6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)

7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral

8. Nyeri epigastrium yang menetap

9. Edema paru disertai sianosis

10. Adanya “the HELLP syndrome” ( H: hemolysis; EL : Elevated Liver enzime; LP;

Low Platelet count)

Pada pasien ini di diagnosa dengan eklampsia karena pada anamnesa kita lihat

beberapa tanda eklampsia, antara lain riwayat kejang yang kemudian diikuti dengan

Case Report Page 10

Page 11: Eklampsi Post Partum

penurunan kesadaran dan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum

kehamilan namun pada pemeriksaan fisik dan Laboratorium ditemukan :

TD : 180 / 110 mmHg sejak usia kehamilan 8 bulan

Proteinuri +4

Kreatinin serum 0,93 mg/dl

Edema pada kedua ekstremitas bawah

Adanya “the HELLP syndrome” ( H: hemolysis; EL : Elevated Liver enzime;

LP; Low Platelet count)

Meningkatnya kadar SGOT menjadi 159 U/L dan SGPT menjadi 80 U/L

Trombosit 116.000/ mm3

2. Apakah prosedur penanganan pada pasien ini sudah tepat?

Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait

(Penyakit dalam, Penyakit saraf)

Pengobatan medisinal :

1. Obat anti kejang

a. Pemberian MgSO4 melalui intravena secara kontinyu sesuai dengan

pengelolaan preeklamsi berat (menggunakan infusion pump).

Dosis awal :

4 gram ( 20 cc MgSO4 20% dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat,

diberikan selama 15-20 menit).

Dosis pemeliharaan :

10 gram ( 50 cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL. Diberikan dengan

kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit).

b. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala

Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20cc MgSO4 20 %) diberikan secara i.v

dengan kecepatan 1 gram/menit.

Dosis pemeliharaan: selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc

MgSO4 40%) i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.

2. Obat-obat suportif :

a. Diuretikum, tidak diberikan kecuali bila ada :

Edema paru

Case Report Page 11

Page 12: Eklampsi Post Partum

Payah jantung kongestif

Edema anasarka

b. Obat-obat Antihipertensi diberikan bila Tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg,

diastolik ≥110mmHg. Obat antihipertensi yang diberikan :

Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama

5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai

tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan MAP ( Mean Arterial

Pressure ) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan

setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian

setiap jam sampai tekanan darah stabil. Apabila hidralazin tidak tersedia,

dapat diberikan :

- Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit ( maksimal 120

mg/24jam ) sampai terjadi penurunan tekanan darah.

c. Kardiotonika

Indikasi : bila ada tanda-tanda payah jantung.

d. Lain-lain :

Antipiretik

Antibiotika

Antinyeri

3. Perawatan pasien dengan serangan kejang :

a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.

b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.

c. Kepala direndahkan, daerah orofaring dihisap.

d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari fraktur.

e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus),

diberikan pengobatan sebagai berikut :

Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v. perlahan-lahan.

Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulang.

Benzodiazepin i.v. setiap ½ jam sampai 3 kali berturut-turut.

Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang

ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2

kapsul) pada hari kedua, dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan

seterusnya.

Case Report Page 12

Page 13: Eklampsi Post Partum

Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v. 3 kali berturut-turut pasien

masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul

di dalam 250 cc NaCl 0.9 %) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2

hari.

f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :

Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada tidaknya perdarahan otak.

Punksi lumbal, bila ada indikasi.

Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin,

SGOT, SGPT, analisis gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang

lain.

4. Perawatan pasien dengan koma :

a. Rawat bersama dengan Bagian Saraf :

Diberikan infus cairan Manitol 20 % dengan cara : 200 cc (diguyur), 6 jam

kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi

(diguyur). Total pemberian 500 cc sehari. Pemberian dilakukan selama 5

hari.

Dapat juga diberikan cairan gliserol 10 % dengan kecepatan 30 tetes/menit

selama 5 hari.

Dapat juga diberikan Dexamethason i.v. 4 x 8 mg sehari, yang kemudian di

tappering off.

b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow-

Pittsburgh-Coma Scale.

c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus.

d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT (Naso Gastric Tube).

Pengelolaan pada pasien ini telah sesuai dengan pedoman terapi eklampsia, yaitu atasi

kejang dan diberikan pengobatan suportif :

Infus RL jaga

Drip MgSO4 20% 4 gram ( Habis dalam 15 menit )

Drip MgSO4 20% 10 gram ( Maintenance )

Inj. vicellin

Nifedipin 2X10 mg

R/ EKG, Konsul IPD

Observasi KU, Input-Output

Case Report Page 13

Page 14: Eklampsi Post Partum

3. Apa saja komplikasi dari eklampsia dan komplikasi apa yang mungkin terjadi

pada pasien ini?

Komplikasi

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia.

Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat

dan eklampsia :

1. Solutio Plasenta.

Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada

preeklampsia.

2. Hipofibrinogemia.

Kadar fibrin dalam darah yang menurun.

3. Hemolisis.

Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang

tidak berwarna menjadi merah.

4. Perdarahan Otak.

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia

5. Kelainan mata.

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu.

6. Edema paru.

Pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.

7. Nekrosis hati.

Nekrosis periportal pada preeklampsia, eklapmsia merupakan akibat vasopasmus

anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.

8. Sindrome Hellp.

Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.

9. Kelainan ginjal.

Kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel

endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul

ialah anuria sampai gagal ginjal.

10. Komplikasi lain.

Lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania

aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)

Case Report Page 14

Page 15: Eklampsi Post Partum

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

Tidak terdapat komplikasi yang cukup berarti pada pasien ini dikarenakan

penatalaksanaan yang tepat di RSAM.

4. Bagaimana prognosis pasien ini?

Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu,

prognosisnya kurang baik untuk ibu maupun anak. Bila pada pasien ini prognosisnya

cukup baik karena prognosis eklampsia dipengaruhi oleh paritas dan umur ibu, artinya

multipara mempunyai prognosis yang lebih buruk, terutama jika umurnya melebihi 35

tahun dan juga oleh keadaan pada waktu pasien masuk rumah sakit.

Diuresis juga mempengaruhi prognosisnya. Jika produksi urin lebih dari 800 cc

dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam, prognosisnya akan lebih baik. Sebaliknya, oliguri

dan anuri merupakan gejala yang buruk.

Gejala-gejala lain yang memperberatkan prognosis telah dikemukakan oleh Eden,

yaitu :

1. Koma yang lama

2. Nadi diatas 120x/menit

3. Suhu diatas 39ºC

4. Tensi diatas 200mmHg

5. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan

6. Proteinuri 10 gram sehari atau lebih

7. Tidak adanya edema

Edema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului

kematian.

Pada pasien ini :

1. Umur masih 26 tahun.

2. Anak ke 2

3. Tidak disertai koma

4. Nadi 84x/mnt

5. Suhu 36,5oC

Case Report Page 15

Page 16: Eklampsi Post Partum

6. Tensi 180/110mmHg, dan menurun seiring pemberian obat suportif.

7. Proteinuria menurun dari awal masuk RS, Proteinuri +4 menjadi +2 setelah

perawatan.

8. Tidak terdapat edema paru

Sehingga prognosis pada pasien ini dubia ad bonam.

EKLAMPSIA

1.Definisi Eklampsia

Preeklampsia-eklampsia adalah penyakit pada orang hamil yang secara langsung

disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuri

akibat kehamilan setelah kehamilan 20 minggu atau segera setelah melahirkan, sedangkan

eklampsia merupakan preaklampsia yang disertai kejang dan disusul koma yang timbul

bukan akibat dari kelainan neruologi.

2. Etiologi

Sebab eklampsia belum diketahui pasti, tapi ada beberapa teori mencoba menjelaskan

perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai

the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia terdapat kerusakan pada endotel vaskuler

sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal

meningkat. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin

sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Immunologis

Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang

semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

3. Peran Faktor Genetik/Familial

Case Report Page 16

Page 17: Eklampsi Post Partum

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian PE-E

antara lain:

a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari

ibu yang menderita PE-E.

c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil

dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.

4. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).

3. Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan

peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga

akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,

kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, adanya

vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter

yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan

merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri

memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu

metabolisme di dalam sel.

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan

hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila

keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,

maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan

kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan

pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang

berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah

melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang

dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut.

Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain

a) Adhesi dan agregasi trombosit.

b) Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

c) Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya

trombosit.

d) Produksi prostasiklin terhenti.

Case Report Page 17

Page 18: Eklampsi Post Partum

e) Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

f) Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

4. Kriteria Diagnosis

I) Preeklampsia berat

Apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah

ini:

1.Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi

(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.

2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.

3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma.

4. Gangguan visus dan serebral.

5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.

6. Edema paru dan sianosis.

7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.

8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count).

Apabila pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,

diplopia, penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah sering

merupakan petunjuk terjadinya impending eklampsia. Jika keadaan ini tidak segera

ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan

yaitu:

1. Tingkat awal atau aura

Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,

kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau kekiri.

2. Tingkat kejangan tonik

Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan

kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan berhenti,

wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan disusul oleh

tingkat kejangan klonik.

3. Tingkat kejangan klonik

Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot berkontraksi

dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan

lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar lidah yang

Case Report Page 18

Page 19: Eklampsi Post Partum

berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien

bernafas dengan mendengkur.

4. Tingkat koma

Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita biasa

menjadi sadar lagi.

5. Komplikasi

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan

bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia.

Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan

eklampsia :

12. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada preeklampsia.

13. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.

14. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma

darah yang tidak berwarna menjadi merah.

15. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia

16. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama

seminggu.

17. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.

18. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat

vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.

19. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.

20. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan

sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang

dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

21. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang

preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)

22. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

6. Penatalaksanaan

a. Tujuan Terapi Eklampsia

- Menghentikan berulangnya serangan kejang

Case Report Page 19

Page 20: Eklampsi Post Partum

- Menurunkan tensi, dengan vasosporus.

- Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose

5%-10%.

- Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.

b. Penanganan Kejang

- Beri obat anti konvulsan

- Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan

tabung O2 ).

- Lindungi pasien dari trauma.

- Aspirasi mulut dan tonggorokkan.

- Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi.

- Beri oksigen 4-6 liter / menit.

c. Penanganan Umum

- Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolik

diantara 90-100 mmHg.

- Pasang infuse RL dengan jarum besar (18 gauge atau lebih).

- Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.

- Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuri.

- Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam.

- Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam

- Pantau kemungkinan oedema paru.

- Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu dan janin.

- Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam

- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru

hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik

- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside

- Pemberian antikejang dengan dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai

larutan 20%, selama 5 menit.

- Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai

24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.

- Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16x /menit.

Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.

- Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < 16x/menit.

Case Report Page 20

Page 21: Eklampsi Post Partum

- Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium

glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai pernafasan mulai

lagi.

Sebenarnya, pada pasien dengan preeklampsia atau eklampsia terapi cairan yang

diberikan adalah rumatan, karena pasien tidak berada dalam keadaan syok. Volume plasma

berkurang pada pasien preeklampsia. Mungkin pasien mendapat manfaat dari ekspansi

volume jika tujuannya meningkatkan sirkulasi ke ibu dan janin. Namun, metaanalisis tidak

memperlihatkan manfaat ekspansi volume untuk wanita preeklampsia. Restriksi cairan

dianjurkan untuk mengurangi kelebihan beban cairan selama persalinan dan postpartum.

Biasanya, jumlah cairan dibatas 80 ml/jam atau 1 ml/kg/jam. Terapi cairan sebaiknya dibatasi

dengan kristaloid rumatan

DAFTAR PUSTAKA

Cuningham G. Norman F. Et all. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Obstertri Williams.

Ed 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. 624-681

Krisnadi. Rifayani S. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSU

Dr. Hasan Sadikin. Bag pertama (Obstetrik). 2005; 60-70

Case Report Page 21

Page 22: Eklampsi Post Partum

Mose J. Gestosis. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed 2. Penerbit Buku

Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. 2005. 68-82

Norwitz E. Schorge J. Gangguan hipertensi dalam kehamilan. At a glance Obstetri

dan Ginekologi. Ed 2. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2007. 88-9

Supriyadi, T., Gunawan. J. Hipertensi Selama Kehamilan. Kedaruratan Obstetri dan

Ginekologi. EGC. 2001. 235-346

Tjandra O. Rambulangi J. Preeklamsia dan Eklamsia. Pedoman Diagnostik dan

Terapi. Bagian/ SMF Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanudin: Perdarahan Uterus Disfungsional. Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Wahidin Sudirohusodo. Ujung Pandang. 1999 ; 153-166

Wiknjosastro H. Pre-eklamsi dan Eklamsi. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pistaka Sarwono

Prawirohardjo. 2006. 281-301

Case Report Page 22