LP PK
-
Upload
syahri-dzikri -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of LP PK
LAPORAN PENDAHULUAN JIWA
PERILAKU KEKERASAN
Disusun Oleh :
MUHAMMAD SYAHRI DZIKRI MUBAROK
NIM : 12.03714.0662
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BONDOWOSO
TAHUN 2014
A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisikbaik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif. (Stuart dan Sudden, 1995)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep,
2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Depkes, RI, 2000 ; hal. 147 )
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. (Yosep,
2007 : 146)
B. RENTANG RESPON
ASERTIF FRUSTASI PASIF AGRESIF KEKERASAN
Keterangan
1. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan
2. Frustasi : Induvidu gagal mencapai tujuan kepuasaan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative
3. Pasif : Induvidu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol
5. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya .kontrol.
RESPON ADAPTIF
RESPON MALADAPTIF
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KEKERASAN
1. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend,1996, terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang
faktor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya:
a. Teori Biologik
Berdasarkan teori biologik, terdapat beberapa hal yang dapat berpengaruh
terhadap faktor biologik, yaitu
1) Pengaruh Neurofisiologik, beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
2) Pengaruh Biokimia, Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa
berbagai neurotransmiter (a.l: epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetilkolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan
serotonin dan GABA(6,7) pada cairan cerebrospinal dapat merupakan faktor
predisposisi yang penting pada terjadinya perilaku agresif.
3) Pengaruh Genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetik, yaitu termasuk genetik type karyotype XYY, yang pada
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal.
4) Gangguan Otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan cerebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal),
trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologik.
c. Teori Sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecendrungan menerima perilaku kekerasan
sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi:
a. Internal: semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya percaya
diri, takut sakit, hilang kontrol, dll.
b. Eksternal: penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis, dll.
Hal-hal lainnya yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan/penganiayaan antara
lain (Shives,1998):
kesulitan kondisi sosial ekonomi
kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa
pelaku mungkin mempunyai riwayat prilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi
kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
TANDA-TANDA DAN GEJALA EMOSI
1. Tanda dan Gejala
Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.
Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
AKIBAT PERILAKU KEKERASAN
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi menciderai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko menciderai merupakan suatu tindakan yang
memungkinkan dapat melukai / membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata – kata ancaman dengan rencana melukai\
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
MEKANISME KOPING
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu
klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial,
dan reaksi formasi.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya.
Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga
diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul
dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halunasi berupa suara-suara atau
bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat
berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat memengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).
PENATALAKSANAAN
a. Terapi Somatik
Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa terapi Somatik adalah terapi
yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
maladaptife menjadi perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien .
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah tiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
POHON MASALAH
Risiko tinggi mencederai diri, orang lain & lingkungan
Perilaku kekerasan Halusinasi
Berduka disfungsional
Harga diri rendah isolasi social menarik diri Kronis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Pengumpulan data
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses dan merupakan proses yang sistematis
untuk mengumpulkan data, menganalisis data dan menentukan diagnosa keperawatan
(Keliat, 1998). Adapun data yang diperoleh pada klien dengan prilaku kekerasan adalah
sebagai berikut : menyatakan melakukan prilaku kekerasan, mengatakan perasaan
jengkel / kesal, sering memaksakan kehendak, merampas atau memukul. Tekanan darah
meningkat. Wajah memerah, pupil melebar, mual, kewasapadaan meningkat disertai
ketegangan otot, pandangan mata tajam, sering menyendiri, harga diri rendah merasa
keinginan tercapai. Dari data tersebut didapatkan beberapa rumusan masalah :
Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
Gangguan hubungan sosial: harga diri rendah
Ideal diri tidak tercapai.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
3. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/ amuk
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
1. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
2. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
3. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
4. Beri rasa aman dan sikap empati.
5. Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
• Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal /
kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
• Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
• Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
• Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien :
• Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
• Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
• Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri
rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
1. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga