LP KNF

29
1. DEFINISI Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral. Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke anterior nasofaring. Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus

description

Laporan Pendahuluan Kanker Nasofarinng

Transcript of LP KNF

Page 1: LP KNF

1. DEFINISI

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak

dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan

dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap

nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak

dan pembuluh darah.

Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding

depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang

berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring.

Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba

eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut

torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau

resessus lateral.

Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal

asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari

pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus

pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf

sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari

saraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke anterior nasofaring.

Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di

rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini

merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di

Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring,

kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan

tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.

Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa

nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma nasofaring

merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Karsinoma nasofaring adalah

tumor ganas yang berasal  dari sel epitel yang melapisi nasofaring. Tumor ini tumbuh

dari epitel yang meliputi jaringan limfoit, dengan predileksi di Fosa Rossenmuller

pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah

menjadi skuamosa dan atap nasofaring (Asroel, 2002). Tumor primer dapat

mengecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe.

Page 2: LP KNF

2. KLASIFIKASI

Ukuran tumor (T)

T Tumor

T0 Tidak tampak tumor

T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja

T2

Tumor terdapat pada dua lokalisasi

atau lebih tetapi masih terbatas pada

rongga nasofaring

T3Tumor telah keluar dari rongga

nasofaring

T4

Tumor telah keluar dari rongga

nasofaring yang telah merusak tulang

tengkorak atau saraf saraf otak

Regional Limfe Nodes

N0 Tidak ada pembesaran

N1 Terdapat pembesaran tetapi homolatral dan masih bisa di gerakan

N2 Terdapat pembesaran kontralateral/biltral dan masih dapat di gerakan

N3Terdapat pembesaran baik, homolateral, kontralateral, bilateral yang

sudah melekat pada jaringan sekitar

Metatase Jauh(M)

M0 Tidak ada metatese jauhM1 Metatase jauh

Stadium Tumor Nasofaring

Stadium 1 T1 N0 dan M0

Stadium 2 T2 N0 dan M0

Stadium 3 T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3 dan N0 dan M0

Stadium 4T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N2 /N3 dan M0 atau

T1/T2/T3.T4 dan N0/N1/N2/N3/N4 dan M1

Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

a. Tipe WHO 1

Page 3: LP KNF

Karsinoma sel skuamosa (KSS)

Deferensiasi baik sampai sedang.

Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

b. Tipe WHO 2

Karsinoma non keratinisasi (KNK).

Paling banyak pariasinya.

Menyerupai karsinoma transisional

c. Tipe WHO 3

Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell

Carsinoma”, varian sel spindel.

Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Kaitan antara suatu kuman yang di sebut sebagai virus Epstein-Barr dan konsumsi

ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut

dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu

kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini di butuhkan

suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan asin secara

terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang

mendiator yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Karsinoma

Nasofaring. Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma

nasofaring ialah :

a. Virus EB (Eipstein-Barr)

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik 

seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA),

antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB  memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring ,

alasannya adalah :

Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB

(termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) , dengan frekuensi positif maupun rata-

rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan

penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor.

Selain itu titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi

pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.

Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi  zat petanda  virus EB seperti DNA

virus dan EBNA.

Page 4: LP KNF

Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus

EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran

pembelahan inti juga banyak.

Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat

menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring

fetus manusia.

b. Zat Nitrosamin

Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator

penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di

Greenland . juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di tunisia,

dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina.

c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.

Lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di

rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya,

meningkatnya jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah

juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.

d. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen.

Yaitu yang dapat menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene,

Benzoathracene ( sejenis Hidrokarbon dalam arang batubara ), gas kimia, asap

industri, asap kayu dan beberapa Ekstrak tumbuhan- tumbuhan.

e. Ras dan keturunan.

Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini.Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina,

baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan

Indonesia termasuk yang agak banyak kena.

f. Radang Kronis di daerah nasofaring.

Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan

terhadapa karsinogen lingkungan.

4. MANIFESTASI KLINIS

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring  adalah :

Gejala Dini

Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan

pengobatan yang sedini mungkin sangat diperlukan..

Gejala telinga:

Sumbatan tuba eustachius atau kataralis.

Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai

dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.

Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.

Page 5: LP KNF

Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara

tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi

makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani

dengan akibat gangguan pendengaran.

Gejala Hidung :

Epistaksis

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat

terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-

ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga

berwarna kemerahan.

Sumbatan hidung

Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam

rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-

kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala

telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,

karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan

lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita

radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada

stadium dini (Roezin & Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).

Gejala Lanjut

Pembesaran kelenjar limfe leher

Tidak semua benjolan leher menandakan kekhasan penyakit ini jika timbulnya di

daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan

biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan

oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan

mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.

Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher

merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar

Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa

lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi, seperti penjalaran tumor

melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat juga

mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia).

Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan

XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari

nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.Bila sudah

mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral.Dapat juga disertai dengan

Page 6: LP KNF

destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya

buruk.

Gejala akibat metastasis

Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh

yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh.Yang sering

ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan

prognosis sangat buruk (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009).

Sebagai pedoman :

Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :

A. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.

B. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.

C. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.

5. PATOFISIOLOGI

(Terlampir)

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Nasofaringoskopi

Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

Biopsi multiple

Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy

(bila dicurigai metastase tulang)

Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan

sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi

tergantung dari saraf yang dikenai.

b. Foto tengkorak, yaitu foto bagian/ potongan anteriposterior, lateral, dan waters

menunjukkan massa jaringan lunak didaerah nasofaring. Foto dasar tengkorak

dapat terlihat destruksi atau erosi tulang didaerah fosa serebri media.

c. CT scan daerah kepala dan leher terlihat adanya massa dengan terlihat adanya

kesuraman. CT scan dengan kontras menunjukkan massa yang besar mengisi

sisi posterior dari rongga hidung dan nasofaring dengan perluasan ke sisi kiri

dalam daerah nasofaring.

d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/

daerah yang dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan),

melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi

posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil

negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi

dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan

Page 7: LP KNF

bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening

leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar

tersebut suatu metastasis.

e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk

melihat/mendeteksi metastasis.

f. Pemeriksaan serologi, beruoa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus Epsten-

Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.

g. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring belum jelas

dengan pembesaran kelenar leher yang diduga akibat metatasisi karsinoma

nasofaring.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Radioterapi

Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila

infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200

rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher

yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan

juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh

atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik.

Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.

Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah

radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang Bersifat radiosensitif.

Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat

kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac).

Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang

parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta

klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan

preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar.

Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam

rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal

pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang seius pada jaringan

sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah

memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa

jaringan kanker atau pada kasus kambuh lokal.

perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan

pemberian radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan

menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai

Page 8: LP KNF

IMRT ( Intersified Modulated Radiotion Therapy ) telah digunakan dibeberapa

negara maju.

Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA

“Ribose Nucleic Acid“ dan (2) DNA “ Desoxy Ribose Nucleic Acid “. DNA terutama

terdapat paa khromosom “ ionizing radiation “ menghambat metabolisme DNA

dan menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi

khromatolisis dan plasma sel menjadi granuar serta timbul vakuola-vakuola yang

kahirnya berakibat sel akan mati dan menghilang.

Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium

profase mitosis merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. daerah

nasofaring dan sekitarnya yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah

parafaring sepertiga leher bagian atas. Daerah-daerah lainnya yang dilindungi

dengan blok timah. Arah penyinaran dri lateral kanan dan kiri, kecuali bila ada

penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu penambahan

lapangan radiasi dari depan.

Pada penderita dengan stadium yang masih terbataas (T1,T2), maka luas

lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai 4000 rad ,

terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat .

Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai

dosis seluruh antara 6000- 7000 rad . pada penderita dengan stadium T3 dan T4,

luas lapangan radiasi tetap dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan

diperkecil bila dosis akan ditingkatkan lagi sampai sekitar 7000 rad. Daerah

penyinaran kelenjar leher sampai fosa supraklavikula. Apabila tidak ada

metastasis kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan

dosis 4000 rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama

dengan dosis daerah tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari

gangguan penyinaran terhadap medullaspinalis, laring dan esofagus, maka

radiasi daerah leher dan supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan

dengan memakai blok timah didaerah leher tengah.

Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 – 7000 rad, dalam waktu 6 – 7

minggu dengan periode istirahat 2 – 3 minggu (“split dose”). Alat yang biasanya

dipakai ialah “cobalt 60”, “megavoltage”orthovoltage”.

Syarat-sarat bagi penderita yang akan di radio terapi :

a.      Keadaan umum baik

b.     Hb> 10 g%

c.      Leukosit > 3000/mm3

d.     Trombosit > 90.000 mm3

Page 9: LP KNF

Indikasi Radioterapi

a.      Radikal : Tumor satadium permulaan yang belum infiltrasi ke jaringan

sekitarnya dan belum terdapat penyebaran

b.     Paliatif : Tumor stadium lanjut : Mengurangi rasa nyeri dan keluhan

c.      Post Operatif :

d.     Pada tumor brd/lymphatic field of drainage

e.      Untuk menghancurkan sel-sel ganas

b. Kemoterapi

Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat

digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.

Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2

mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari

1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol

terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.

c. Operasi

Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa

kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa

tumor primer sudah dinyatakan bersih

d. Perawatan paliatif

Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering

disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu

penyinaran. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa

kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala,

kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan

paliatif diindikasikan langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala

dan memperpanjang usia.

8. KOMPLIKASI

Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat menyebabkan

penurunan pendengaran tipe konduksi yang refersibel. Hal ini terjadi akibat

pendesakan tumor primer terhadap tuba Eustachius dan gangguan terhadap

pergerakan otot levator pelatini yang berfungsi untuk membuka tuba. Kedua hal

diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba. Infiltrasi tumor melalui liang

tuba Eustachius dan masuk kerongga telinga tengah jarang sekali terjadi . Dengan

radiasi, tumor akan mengecil atau menghilang dan gangguan-gangguan diatas dapat

pula berkurang atau menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali.

Page 10: LP KNF

Terlepas dari hal-hal diatas, radiasi sendiri dapat juga menurunkan pendengaran,

baik bertipe konduksi maupun persepsi.

Radiasi dapat menyebabkan penurunan pendengaran tipe konduksi, karena :

Terjadi dilatasi pembuluh darah mukosa disertai edema pada tuba Eustachius

yang mengakibatkan penutupan tuba.

Terjadi nekrosis tulang-tulang pendengaran (“radionecrosis”).

Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis

dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi,

dan hipoplasia struktur otot dan tulang diradiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau

beberapa hari setelah dilakukannya radioterapi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi

sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat

terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin

terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal dapat terjadi

pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko

untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi

langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat

Efek radiasi terhadap beberapa jaringan

a. Kulit

Dermatitis akut : Terkelupasnya selaput lendir fibrinous, kulit hitam merah dan

edema. Epilasi permanen dengan dekstruksi epidermis, ulserasi, nyeri.

Dermatitis Kronis : Kulit kering, hipertrofi/keratosis, veruka vulgaris. Ca Kulit.

Late Dermatitis Accute effect : pigmintasi , atrofi, talengiektasi, ulserasi dan

epitelioma.

b. Sistem Hemopoetik dan darah

Efek langsung pada sel darah / pada jaringan hemopoitik

Urutan sensitifikasi : Limfosit ? granulosit ? trombosit ? eritrosit

c. Alat pencernaan

Reaksi eritematus pada selaput lendir yang nyeri

Disfagia

Reaksi fibrinous pada selaput lendir dengan nyeri yang lebih hebat

Nausea, muntah, diare, ulserasi dan perforasi (Dosis di tingkatkan)

d. Mata

Konjungtivitis dan keratitis

Katarak

e. Paru – paru

Batuk dan nyeri dada

Sesak nafas, fibrosis paru

Page 11: LP KNF

f. Tulang

Gangguan pembentukan tulang

Osteoporosis

Patah Tulang (dosis ditambah)

g. Syaraf

Urat saraf menjadi kurang sensitive terhadap stimulus

Mielitis

Degenerasi jaringan otak

h. Penyakit radiasi

Demam

Rasa lemah

Muntah dan diare

Nausea

Nyeri kepala

Gatal

Nafsu makan menurun

9. ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

a. Wawancara

Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang

perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut :

Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga

(sumbatan muara tuba dan otitis media) atau adanya gangguan pendengaran.

Selain itu, tanyakan pada pasien mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan

sumbatan hidung.

Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan

makan makanan yang asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang

rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan

zat karsinogen, juga adanya radang kronis.

b. Identitas

Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,

status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No

Medrec, diagnosis dan alamat.

Page 12: LP KNF

Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

c. Riwayat kesehatan

Keluhan utama

Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan

terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar

dalam tenggorok.

Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.

Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit

sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan

dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya

keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.

Riwayat kesehatan dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada

hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan

klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.

d. Dasar Data Pengkajian Pasien

Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan

jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.

Neurosensori

Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.

Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.

Pernapasan

Gejala : Adanya asap pabrik atau industri

Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti

massa.

Makanan /cairan

Gejala : anoreksia, mual/muntah.

Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.

Keamanan

Page 13: LP KNF

Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama /

berlebihan, demam, ruam kulit.

Seksualitas

Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat

kepuasan.

Interaksi sosial

Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

e. Pemeriksaan fisik

Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna

kulit mengkilat.

Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa

nyeri apabila ditekan.

f. Pemeriksaan THT:

Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.

Rinoskopia anterior :

· Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya

banyak sekret.

· Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,

tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.

Rinoskopia posterior :

· Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak

menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.

· Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan

jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.

X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut b/d agen

injuri fisik

Setelah dilakukan

askep ….. jam klien

menunjukkan tingkat

Manajemen nyeri :

      Kaji tingkat nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi,

Page 14: LP KNF

kenyamanan dan

level nyeri: klien

terkontrol dg KH:

      Klien melaporkan

nyeri berkurang skala

nyeri 2-3

      Ekspresi wajah

tenang, klien mampu

istirahat dan tidur

      V/S dbn (TD

120/80 mmHg, N: 60-

100 x/mnt, RR: 16-

20x/mnt)

karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi.

      Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan.

      Gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri klien

sebelumnya.

      Kontrol faktor lingkungan yang

mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan,

kebisingan.

      Kurangi faktor presipitasi nyeri.

      Pilih dan lakukan penanganan

nyeri (farmakologis/non

farmakologis)..

      Ajarkan teknik non farmakologis

(relaksasi, distraksi dll) untuk

mengetasi nyeri..

      Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri.

      Evaluasi tindakan pengurang

nyeri/kontrol nyeri.

      Kolaborasi dengan dokter bila

ada komplain tentang pemberian

analgetik tidak berhasil.

      Monitor penerimaan klien

tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :

      Cek program pemberian

analogetik; jenis, dosis, dan

frekuensi.

      Cek riwayat alergi..

      Tentukan analgetik pilihan, rute

pemberian dan dosis optimal.

      Monitor TTV sebelum dan

Page 15: LP KNF

sesudah pemberian analgetik.

      Berikan analgetik tepat waktu

terutama saat nyeri muncul.

      Evaluasi efektifitas analgetik,

tanda dan gejala efek samping.

3 Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

b/d intake nutisi in

adekuat, faktor

biologis

Setelah dilakukan

askep …. jam klien

menunjukan status

nutrisi adekuat

dibuktikan dengan

BB stabil tidak terjadi

mal nutrisi, tingkat

energi adekuat,

masukan nutrisi

adekuat

Manajemen Nutrisi

      kaji pola makan klien

      Kaji adanya alergi makanan.

      Kaji makanan yang disukai oleh

klien.

      Kolaborasi dg ahli gizi untuk

penyediaan nutrisi terpilih sesuai

dengan kebutuhan klien.

      Anjurkan klien untuk

meningkatkan asupan nutrisinya.

      Yakinkan diet yang dikonsumsi

mengandung cukup serat untuk

mencegah konstipasi.

      Berikan informasi tentang

kebutuhan nutrisi dan pentingnya

bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi

      Monitor BB setiap hari jika

memungkinkan.

      Monitor respon klien terhadap

situasi yang mengharuskan klien

makan.

      Monitor lingkungan selama

makan.

      Jadwalkan pengobatan dan

tindakan tidak bersamaan dengan

waktu klien makan.

      Monitor adanya mual muntah.

      Monitor adanya gangguan

dalam proses mastikasi/input

makanan misalnya perdarahan,

Page 16: LP KNF

bengkak dsb.

      Monitor intake nutrisi dan kalori.

4 Risiko infeksi b/d

imunitas tubuh

primer menurun,

prosedur invasive

Setelah dilakukan

askep …… jam tidak

terdapat faktor risiko

infeksi pada klien

dibuktikan dengan

status imune klien

adekuat: bebas dari

gejala infeksi, angka

lekosit normal (4-

11.000),

Konrol infeksi :

      Bersihkan lingkungan setelah

dipakai pasien lain.

      Batasi pengunjung bila perlu.

      Intruksikan kepada keluarga

untuk mencuci tangan saat kontak

dan sesudahnya.

      Gunakan sabun anti miroba

untuk mencuci tangan.

      Lakukan cuci tangan sebelum

dan sesudah tindakan

keperawatan.

      Gunakan baju dan sarung

tangan sebagai alat pelindung.

      Pertahankan lingkungan yang

aseptik selama pemasangan alat.

      Lakukan perawatan luka dan

dresing infus setiap hari.

      Tingkatkan intake nutrisi dan

cairan

      berikan antibiotik sesuai

program.

Proteksi terhadap infeksi

      Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal.

      Monitor hitung granulosit dan

WBC.

      Monitor kerentanan terhadap

infeksi..

      Pertahankan teknik aseptik

untuk setiap tindakan.

      Inspeksi kulit dan mebran

mukosa terhadap kemerahan,

Page 17: LP KNF

panas, drainase.

      Inspeksi kondisi luka, insisi

bedah.

      Ambil kultur jika perlu

      Dorong istirahat yang cukup.

      Monitor perubahan tingkat

energi.

      Dorong peningkatan mobilitas

dan latihan.

      Instruksikan klien untuk minum

antibiotik sesuai program.

      Ajarkan keluarga/klien tentang

tanda dan gejala infeksi.

      Laporkan kecurigaan infeksi.

      Laporkan jika kultur positif.

5 Kurang

pengetahuan

tentang penyakit

dan perawatan nya

b/d kurang terpapar

dg informasi,

terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan

askep ........jam,

pengetahuan klien

meningkat. Dg KH:

      Klien / keluarga

mampu menjelaskan

kembali penjelasan

yang telah dijelaskan

      Klien / keluarga

kooperatif saat

dilakukan tindakan.

Teaching : Dissease Process

      Kaji tingkat pengetahuan klien

dan keluarga tentang proses

penyakit

      Jelaskan tentang patofisiologi

penyakit, tanda dan gejala serta

penyebab yang mungkin

      Sediakan informasi tentang

kondisi klien

      Siapkan keluarga atau orang-

orang yang berarti dengan

informasi tentang perkembangan

klien

      Sediakan informasi tentang

diagnosa klien

      Diskusikan perubahan gaya

hidup yang mungkin diperlukan

untuk mencegah komplikasi di

masa yang akan datang dan atau

kontrol proses penyakit

      Diskusikan tentang pilihan

Page 18: LP KNF

tentang terapi atau pengobatan

      Jelaskan alasan

dilaksanakannya tindakan atau

terapi

      Dorong klien untuk menggali

pilihan-pilihan atau memperoleh

alternatif pilihan

      Gambarkan komplikasi yang

mungkin terjadi

      Anjurkan klien untuk mencegah

efek samping dari penyakit

      Gali sumber-sumber atau

dukungan yang ada

      Anjurkan klien untuk melaporkan

tanda dan gejala yang muncul

pada petugas kesehatan

      kolaborasi dg tim yang lain.

7 Defisit self care b/d

kelemahan

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

…. jam klien mampu

Perawatan diri

Self care :Activity

Daly Living (ADL)

dengan indicator :

   Pasien dapat

melakukan aktivitas

sehari-hari (makan,

berpakaian,

kebersihan, toileting,

ambulasi)

   Kebersihan diri

pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri

      Monitor kemampuan pasien

terhadap perawatan diri

      Monitor kebutuhan akan

personal hygiene, berpakaian,

toileting dan makan

      Beri bantuan sampai klien

mempunyai kemapuan untuk

merawat diri

      Bantu klien dalam memenuhi

kebutuhannya.

      Anjurkan klien untuk melakukan

aktivitas sehari-hari sesuai

kemampuannya

      Pertahankan aktivitas perawatan

diri secara rutin

      Evaluasi kemampuan klien

dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

Page 19: LP KNF

      Berikan reinforcement atas

usaha yang dilakukan dalam

melakukan perawatan diri sehari

hari.

8 Harga diri rendah

b/d perubahan

gaya hidup

Setelah dilakukan

askep …. jam klien

menerima keadaan

dirinya Dg KH:

      Mengatakan

penerimaan diri &

keterbatasan diri

      Menjaga postur

yang terbuka

      Menjaga kontak

mata

      Komunikasi terbuka

      Secara seimbang

dapat berpartisipasi

dan mendengarkan

dalam kelompok

      Menerima kritik

yang konstruktif

      Menggambarkan

kebanggaan

terhadap diri

Peningkatan harga diri

  Monitor pernyataan pasien

tentang harga diri

  Anjurkan pasien utuk

mengidentifikasi kekuatan

  Anjurkan kontak mata jika

berkomunikasi dengan orang lain

  Bantu pasien mengidentifikasi

respon positif dari orang lain.

  Berikan pengalaman yang

meningkatkan otonomi pasien.

  Fasilitasi lingkungan dan aktivitas

meningkatkan harga diri.

  Monitor frekuensi pasien

mengucapkan negatif pada diri

sendiri.

  Yakinkan pasien percaya diri

dalam menyampaikan

pendapatnya

  Anjurkan pasien untuk tidak

mengkritik negatif terhadap

dirinya

   Sampaikan percaya diri terhadap

kemampuan pasien mengatasi

situasi

   Bantu pasien menetapkan tujuan

yang realistik dalam mencapai

peningkatan harga diri.

   Bantu pasien menilai kembali

persepsi negatif terhadap dirinya.

   Anjurkan pasien untuk

meningkatkan tanggung jawab

Page 20: LP KNF

terhadap dirinya.

   Gali alasan pasien mengkritik diri

sendiri

   Anjurkan pasien mengevaluasi

perilakunya.

   Berikan reward kepada pasien

terhadap perkembangan dalam

pencapaian tujuan

  Monitor tingkat harga diri

DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Sri & Rukmini, Sri. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan

Untuk Mahasiswa Fakultar Kedokteran gigi. Jakarta: EGC

Nasir,N, 2009. Karsinoma Nasofaring Kedokteran Islam.[diakes melalui

http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html

Roezin & Anida. 2007. Karsinoma Nasofaring Dalam:Buku Ajar Telinga Hidung,Tenggorok

Kepala Dan Leher.Edisi 6. Jakarta: FKUI