LP KNF
-
Upload
dwi-handayani -
Category
Documents
-
view
32 -
download
2
description
Transcript of LP KNF
1. DEFINISI
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak
dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan
dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap
nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak
dan pembuluh darah.
Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding
depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang
berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring.
Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba
eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut
torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau
resessus lateral.
Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal
asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari
pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus
pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf
sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari
saraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke anterior nasofaring.
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di
rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di
Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring,
kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan
tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.
Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma nasofaring
merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Karsinoma nasofaring adalah
tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring. Tumor ini tumbuh
dari epitel yang meliputi jaringan limfoit, dengan predileksi di Fosa Rossenmuller
pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah
menjadi skuamosa dan atap nasofaring (Asroel, 2002). Tumor primer dapat
mengecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe.
2. KLASIFIKASI
Ukuran tumor (T)
T Tumor
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2
Tumor terdapat pada dua lokalisasi
atau lebih tetapi masih terbatas pada
rongga nasofaring
T3Tumor telah keluar dari rongga
nasofaring
T4
Tumor telah keluar dari rongga
nasofaring yang telah merusak tulang
tengkorak atau saraf saraf otak
Regional Limfe Nodes
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesaran tetapi homolatral dan masih bisa di gerakan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/biltral dan masih dapat di gerakan
N3Terdapat pembesaran baik, homolateral, kontralateral, bilateral yang
sudah melekat pada jaringan sekitar
Metatase Jauh(M)
M0 Tidak ada metatese jauhM1 Metatase jauh
Stadium Tumor Nasofaring
Stadium 1 T1 N0 dan M0
Stadium 2 T2 N0 dan M0
Stadium 3 T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3 dan N0 dan M0
Stadium 4T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N2 /N3 dan M0 atau
T1/T2/T3.T4 dan N0/N1/N2/N3/N4 dan M1
Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
a. Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Deferensiasi baik sampai sedang.
Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
b. Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK).
Paling banyak pariasinya.
Menyerupai karsinoma transisional
c. Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell
Carsinoma”, varian sel spindel.
Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Kaitan antara suatu kuman yang di sebut sebagai virus Epstein-Barr dan konsumsi
ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut
dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu
kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini di butuhkan
suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan asin secara
terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang
mendiator yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Karsinoma
Nasofaring. Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma
nasofaring ialah :
a. Virus EB (Eipstein-Barr)
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik
seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA),
antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring ,
alasannya adalah :
Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB
(termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) , dengan frekuensi positif maupun rata-
rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan
penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor.
Selain itu titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi
pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk.
Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA
virus dan EBNA.
Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus
EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran
pembelahan inti juga banyak.
Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat
menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring
fetus manusia.
b. Zat Nitrosamin
Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator
penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di
Greenland . juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di tunisia,
dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
Lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di
rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya,
meningkatnya jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah
juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.
d. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen.
Yaitu yang dapat menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene,
Benzoathracene ( sejenis Hidrokarbon dalam arang batubara ), gas kimia, asap
industri, asap kayu dan beberapa Ekstrak tumbuhan- tumbuhan.
e. Ras dan keturunan.
Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini.Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina,
baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan
Indonesia termasuk yang agak banyak kena.
f. Radang Kronis di daerah nasofaring.
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan
terhadapa karsinogen lingkungan.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin sangat diperlukan..
Gejala telinga:
Sumbatan tuba eustachius atau kataralis.
Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai
dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara
tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi
makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani
dengan akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung :
Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-
ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga
berwarna kemerahan.
Sumbatan hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita
radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada
stadium dini (Roezin & Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).
Gejala Lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher
Tidak semua benjolan leher menandakan kekhasan penyakit ini jika timbulnya di
daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan
biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan
oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.
Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa
lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi, seperti penjalaran tumor
melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat juga
mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia).
Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari
nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.Bila sudah
mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral.Dapat juga disertai dengan
destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya
buruk.
Gejala akibat metastasis
Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh.Yang sering
ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan
prognosis sangat buruk (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009).
Sebagai pedoman :
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
A. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
B. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
C. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.
5. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Nasofaringoskopi
Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
Biopsi multiple
Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy
(bila dicurigai metastase tulang)
Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan
sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi
tergantung dari saraf yang dikenai.
b. Foto tengkorak, yaitu foto bagian/ potongan anteriposterior, lateral, dan waters
menunjukkan massa jaringan lunak didaerah nasofaring. Foto dasar tengkorak
dapat terlihat destruksi atau erosi tulang didaerah fosa serebri media.
c. CT scan daerah kepala dan leher terlihat adanya massa dengan terlihat adanya
kesuraman. CT scan dengan kontras menunjukkan massa yang besar mengisi
sisi posterior dari rongga hidung dan nasofaring dengan perluasan ke sisi kiri
dalam daerah nasofaring.
d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/
daerah yang dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan),
melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi
posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil
negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi
dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan
bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening
leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar
tersebut suatu metastasis.
e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk
melihat/mendeteksi metastasis.
f. Pemeriksaan serologi, beruoa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus Epsten-
Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
g. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring belum jelas
dengan pembesaran kelenar leher yang diduga akibat metatasisi karsinoma
nasofaring.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Radioterapi
Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila
infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200
rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher
yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan
juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh
atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik.
Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
Sampai saaat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah
radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang Bersifat radiosensitif.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat
kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac).
Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang
parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta
klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan
preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar.
Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam
rongga nasofaring saat ini banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal
pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan cidera yang seius pada jaringan
sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus-kasus yang telah
memeperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa
jaringan kanker atau pada kasus kambuh lokal.
perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah memungkinkan
pemberian radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan
menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai
IMRT ( Intersified Modulated Radiotion Therapy ) telah digunakan dibeberapa
negara maju.
Prinsip Pengobatan Radiasi, inti sel dan plasma sel terdiri dari (1) RNA
“Ribose Nucleic Acid“ dan (2) DNA “ Desoxy Ribose Nucleic Acid “. DNA terutama
terdapat paa khromosom “ ionizing radiation “ menghambat metabolisme DNA
dan menghentikan aktifitas enzim nukleus. Akibatnya pada inti sel terjadi
khromatolisis dan plasma sel menjadi granuar serta timbul vakuola-vakuola yang
kahirnya berakibat sel akan mati dan menghilang.
Pada suatu keganasan ditandai oleh mitosis sel yang berlebihan ; stadium
profase mitosis merupakan stadium yang paling rentan terhadap radiasi. daerah
nasofaring dan sekitarnya yang meliputi fosa serebri media, koane dan daerah
parafaring sepertiga leher bagian atas. Daerah-daerah lainnya yang dilindungi
dengan blok timah. Arah penyinaran dri lateral kanan dan kiri, kecuali bila ada
penyerangan kerongga hidung dan sinus paranasal maka perlu penambahan
lapangan radiasi dari depan.
Pada penderita dengan stadium yang masih terbataas (T1,T2), maka luas
lapangan radiasi harus diperkecil setelah dosis radiasi mencapai 4000 rad ,
terutama dari atas dan belakang untuk menghindari bagian susunan saraf pusat .
Dengan lapangan radiasi yang terbatas ini, radiasi dilanjutkan sampai mencapai
dosis seluruh antara 6000- 7000 rad . pada penderita dengan stadium T3 dan T4,
luas lapangan radiasi tetap dipertahankan sampai dosis 6000 rad. Lapangan
diperkecil bila dosis akan ditingkatkan lagi sampai sekitar 7000 rad. Daerah
penyinaran kelenjar leher sampai fosa supraklavikula. Apabila tidak ada
metastasis kelenjar leher, maka radiasi daerah leher ini bersifat profilaktik dengan
dosis 4000 rad, sedangkan bila ada metastasis diberikan dosis yang sama
dengan dosis daerah tumor primer yaitu 6000 rad, atau lebih. Untuk menghindari
gangguan penyinaran terhadap medullaspinalis, laring dan esofagus, maka
radiasi daerah leher dan supraklavikula ini, sebaiknya diberikan dari arah depan
dengan memakai blok timah didaerah leher tengah.
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 – 7000 rad, dalam waktu 6 – 7
minggu dengan periode istirahat 2 – 3 minggu (“split dose”). Alat yang biasanya
dipakai ialah “cobalt 60”, “megavoltage”orthovoltage”.
Syarat-sarat bagi penderita yang akan di radio terapi :
a. Keadaan umum baik
b. Hb> 10 g%
c. Leukosit > 3000/mm3
d. Trombosit > 90.000 mm3
Indikasi Radioterapi
a. Radikal : Tumor satadium permulaan yang belum infiltrasi ke jaringan
sekitarnya dan belum terdapat penyebaran
b. Paliatif : Tumor stadium lanjut : Mengurangi rasa nyeri dan keluhan
c. Post Operatif :
d. Pada tumor brd/lymphatic field of drainage
e. Untuk menghancurkan sel-sel ganas
b. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi.
Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2
mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari
1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol
terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
c. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih
d. Perawatan paliatif
Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu
penyinaran. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa
kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan
paliatif diindikasikan langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala
dan memperpanjang usia.
8. KOMPLIKASI
Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat menyebabkan
penurunan pendengaran tipe konduksi yang refersibel. Hal ini terjadi akibat
pendesakan tumor primer terhadap tuba Eustachius dan gangguan terhadap
pergerakan otot levator pelatini yang berfungsi untuk membuka tuba. Kedua hal
diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba. Infiltrasi tumor melalui liang
tuba Eustachius dan masuk kerongga telinga tengah jarang sekali terjadi . Dengan
radiasi, tumor akan mengecil atau menghilang dan gangguan-gangguan diatas dapat
pula berkurang atau menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali.
Terlepas dari hal-hal diatas, radiasi sendiri dapat juga menurunkan pendengaran,
baik bertipe konduksi maupun persepsi.
Radiasi dapat menyebabkan penurunan pendengaran tipe konduksi, karena :
Terjadi dilatasi pembuluh darah mukosa disertai edema pada tuba Eustachius
yang mengakibatkan penutupan tuba.
Terjadi nekrosis tulang-tulang pendengaran (“radionecrosis”).
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis
dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi,
dan hipoplasia struktur otot dan tulang diradiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau
beberapa hari setelah dilakukannya radioterapi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi
sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat
terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin
terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal dapat terjadi
pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko
untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi
langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat
Efek radiasi terhadap beberapa jaringan
a. Kulit
Dermatitis akut : Terkelupasnya selaput lendir fibrinous, kulit hitam merah dan
edema. Epilasi permanen dengan dekstruksi epidermis, ulserasi, nyeri.
Dermatitis Kronis : Kulit kering, hipertrofi/keratosis, veruka vulgaris. Ca Kulit.
Late Dermatitis Accute effect : pigmintasi , atrofi, talengiektasi, ulserasi dan
epitelioma.
b. Sistem Hemopoetik dan darah
Efek langsung pada sel darah / pada jaringan hemopoitik
Urutan sensitifikasi : Limfosit ? granulosit ? trombosit ? eritrosit
c. Alat pencernaan
Reaksi eritematus pada selaput lendir yang nyeri
Disfagia
Reaksi fibrinous pada selaput lendir dengan nyeri yang lebih hebat
Nausea, muntah, diare, ulserasi dan perforasi (Dosis di tingkatkan)
d. Mata
Konjungtivitis dan keratitis
Katarak
e. Paru – paru
Batuk dan nyeri dada
Sesak nafas, fibrosis paru
f. Tulang
Gangguan pembentukan tulang
Osteoporosis
Patah Tulang (dosis ditambah)
g. Syaraf
Urat saraf menjadi kurang sensitive terhadap stimulus
Mielitis
Degenerasi jaringan otak
h. Penyakit radiasi
Demam
Rasa lemah
Muntah dan diare
Nausea
Nyeri kepala
Gatal
Nafsu makan menurun
9. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Wawancara
Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang
perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut :
Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga
(sumbatan muara tuba dan otitis media) atau adanya gangguan pendengaran.
Selain itu, tanyakan pada pasien mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan
sumbatan hidung.
Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan
makan makanan yang asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan
zat karsinogen, juga adanya radang kronis.
b. Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No
Medrec, diagnosis dan alamat.
Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
c. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan
terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar
dalam tenggorok.
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan
dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya
keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.
d. Dasar Data Pengkajian Pasien
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan
jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Neurosensori
Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.
Pernapasan
Gejala : Adanya asap pabrik atau industri
Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti
massa.
Makanan /cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah.
Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.
Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama /
berlebihan, demam, ruam kulit.
Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan.
Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
e. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna
kulit mengkilat.
Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa
nyeri apabila ditekan.
f. Pemeriksaan THT:
Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
Rinoskopia anterior :
· Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya
banyak sekret.
· Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
Rinoskopia posterior :
· Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
· Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan
jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut b/d agen
injuri fisik
Setelah dilakukan
askep ….. jam klien
menunjukkan tingkat
Manajemen nyeri :
Kaji tingkat nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan dan
level nyeri: klien
terkontrol dg KH:
Klien melaporkan
nyeri berkurang skala
nyeri 2-3
Ekspresi wajah
tenang, klien mampu
istirahat dan tidur
V/S dbn (TD
120/80 mmHg, N: 60-
100 x/mnt, RR: 16-
20x/mnt)
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
3 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
b/d intake nutisi in
adekuat, faktor
biologis
Setelah dilakukan
askep …. jam klien
menunjukan status
nutrisi adekuat
dibuktikan dengan
BB stabil tidak terjadi
mal nutrisi, tingkat
energi adekuat,
masukan nutrisi
adekuat
Manajemen Nutrisi
kaji pola makan klien
Kaji adanya alergi makanan.
Kaji makanan yang disukai oleh
klien.
Kolaborasi dg ahli gizi untuk
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
dengan kebutuhan klien.
Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 Risiko infeksi b/d
imunitas tubuh
primer menurun,
prosedur invasive
Setelah dilakukan
askep …… jam tidak
terdapat faktor risiko
infeksi pada klien
dibuktikan dengan
status imune klien
adekuat: bebas dari
gejala infeksi, angka
lekosit normal (4-
11.000),
Konrol infeksi :
Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada keluarga
untuk mencuci tangan saat kontak
dan sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba
untuk mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan.
Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat pelindung.
Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan
berikan antibiotik sesuai
program.
Proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan
WBC.
Monitor kerentanan terhadap
infeksi..
Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka, insisi
bedah.
Ambil kultur jika perlu
Dorong istirahat yang cukup.
Monitor perubahan tingkat
energi.
Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi.
Laporkan jika kultur positif.
5 Kurang
pengetahuan
tentang penyakit
dan perawatan nya
b/d kurang terpapar
dg informasi,
terbatasnya kognitif
Setelah dilakukan
askep ........jam,
pengetahuan klien
meningkat. Dg KH:
Klien / keluarga
mampu menjelaskan
kembali penjelasan
yang telah dijelaskan
Klien / keluarga
kooperatif saat
dilakukan tindakan.
Teaching : Dissease Process
Kaji tingkat pengetahuan klien
dan keluarga tentang proses
penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi
penyakit, tanda dan gejala serta
penyebab yang mungkin
Sediakan informasi tentang
kondisi klien
Siapkan keluarga atau orang-
orang yang berarti dengan
informasi tentang perkembangan
klien
Sediakan informasi tentang
diagnosa klien
Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau
kontrol proses penyakit
Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau pengobatan
Jelaskan alasan
dilaksanakannya tindakan atau
terapi
Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul
pada petugas kesehatan
kolaborasi dg tim yang lain.
7 Defisit self care b/d
kelemahan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
…. jam klien mampu
Perawatan diri
Self care :Activity
Daly Living (ADL)
dengan indicator :
Pasien dapat
melakukan aktivitas
sehari-hari (makan,
berpakaian,
kebersihan, toileting,
ambulasi)
Kebersihan diri
pasien terpenuhi
Bantuan perawatan diri
Monitor kemampuan pasien
terhadap perawatan diri
Monitor kebutuhan akan
personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan
Beri bantuan sampai klien
mempunyai kemapuan untuk
merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin
Evaluasi kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri sehari
hari.
8 Harga diri rendah
b/d perubahan
gaya hidup
Setelah dilakukan
askep …. jam klien
menerima keadaan
dirinya Dg KH:
Mengatakan
penerimaan diri &
keterbatasan diri
Menjaga postur
yang terbuka
Menjaga kontak
mata
Komunikasi terbuka
Secara seimbang
dapat berpartisipasi
dan mendengarkan
dalam kelompok
Menerima kritik
yang konstruktif
Menggambarkan
kebanggaan
terhadap diri
Peningkatan harga diri
Monitor pernyataan pasien
tentang harga diri
Anjurkan pasien utuk
mengidentifikasi kekuatan
Anjurkan kontak mata jika
berkomunikasi dengan orang lain
Bantu pasien mengidentifikasi
respon positif dari orang lain.
Berikan pengalaman yang
meningkatkan otonomi pasien.
Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
meningkatkan harga diri.
Monitor frekuensi pasien
mengucapkan negatif pada diri
sendiri.
Yakinkan pasien percaya diri
dalam menyampaikan
pendapatnya
Anjurkan pasien untuk tidak
mengkritik negatif terhadap
dirinya
Sampaikan percaya diri terhadap
kemampuan pasien mengatasi
situasi
Bantu pasien menetapkan tujuan
yang realistik dalam mencapai
peningkatan harga diri.
Bantu pasien menilai kembali
persepsi negatif terhadap dirinya.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan tanggung jawab
terhadap dirinya.
Gali alasan pasien mengkritik diri
sendiri
Anjurkan pasien mengevaluasi
perilakunya.
Berikan reward kepada pasien
terhadap perkembangan dalam
pencapaian tujuan
Monitor tingkat harga diri
DAFTAR PUSTAKA
Herawati, Sri & Rukmini, Sri. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan
Untuk Mahasiswa Fakultar Kedokteran gigi. Jakarta: EGC
Nasir,N, 2009. Karsinoma Nasofaring Kedokteran Islam.[diakes melalui
http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html
Roezin & Anida. 2007. Karsinoma Nasofaring Dalam:Buku Ajar Telinga Hidung,Tenggorok
Kepala Dan Leher.Edisi 6. Jakarta: FKUI