Lp Kista Ovarii
-
Upload
shirojudin-wae -
Category
Documents
-
view
49 -
download
3
Transcript of Lp Kista Ovarii
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
DI RUANG (IRD) INSTALASI RAWAT DARURATRSUP Dr SARDJITO
YOGYAKARTA
Laporan kasus ini disusun guna melengkapi laporan individu padaPKK Stase Gawat Darurat Semester V
DISUSUN OLEH : Syarif Hidayatullah
(2020091584)III A
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMOYOGYAKARTA
2011/2012
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS KISTA OVARII
DI RUANG (IRD) INSTALASI RAWAT DARURATRSUP Dr SARDJITO
YOGYAKARTA
Laporan kasus ini disusun guna melengkapi laporan individu padaPKK Stase Gawat Darurat Semester V
DISUSUN OLEH : Syarif Hidayatullah
(2020091584)III A
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMOYOGYAKARTA
2011/2012
LAPORAN PENDAHULUAN
(CYSTOMA OVARII)
A. Definisi
Cystoma ovarri simpleks adalah kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya
bertungkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar.(Ilmu kandungan)
Cystoma ovarri adalah katub tertutup yang normal / abnormal, berlais jaringan eitel dan
mengandung cairan/bahan setengah padat pada ovarium (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalam berisi cairan seperti balon yang berisi air.
Pada wanita organ yang paling sering terjadi Kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan
apakah indung telur kiri atau kanan. Pada kebanyakan kasus justru tak memerlukan operasi.
(http:// suara merdeka.com)
Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya
memakai kesuburan. (Soemadi, 2006)
B. Sifat Kista
1. Kista Fisiologis
Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja. Sasuai suklus
menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan gambaranya seperti
kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan
pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak
perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati
apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak.
Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih
mengalami menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu, karena mungkin
kistanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis tidak menimbulkan nyeri pada saat haid.
2. Kista Patologis (Kanker Ovarium)
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium
merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian
yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan
keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada stadium lanjut,
penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka kematian penyakit ini di Indonesia
belum diketahui dengan pasti.
Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi relative cepat, yang kadang tidak disadari
si penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu
sebabnya diagnosa aalnya agak sulit dilakukan. Gejala gejala seperti perut yang agak
membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan saat
ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan
pengangkatan melalui proses laparoskopi, sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan di bagian
perut penderita. Setelah di angkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak.
Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan ganas.
Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak kista ini
dapat berubah menjadi ganas. Sayangnya sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti
penyebab perubahan sifat tersebut.Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat
sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi
cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat
ganas.
C. Jenis Kista
Jenis kista indung telur meliputi:
1. Kista Fungsional.
Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seprti terpuntir/ pecah,
tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa
mengecil dalam waktu 1-3 bilan.
2. Kista Dermoid.
Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa
jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan
biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah.
3. Kista Cokelat. (Edometrioma)
Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar
dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam ragim tetapi melekat pada dinding luar
indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilakan darah haid
yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur.
Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse.
4. Kistadenoma.
Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat
menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada
bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi
tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
Contoh Kistadenoma;
1. Kistadenoma ovarii serosum.
Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler perlu dicurigai
adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum.
Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat timbul
asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum.
2. Kistadenoma ovarii musinosum.
Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain
mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama
dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi
sangat bersar.
Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul
pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal. Selain itu, bisa terjadi ileus
karena perlekatan dan produksi musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.
Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa
salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista.
D. Tanda dan Gejala
1. Nyeri tekan pada perut baghian bawah
2. Perubahan pola eliminasi urin
3. Pembesaran jaringan ovarium
4. Kadang disertai pola menstruasi
5. Kadang disertai oedem
6. Cemas
E. Patofisiologi
Patogenesis :
Neoplastik- Genetik- Bahan
karsinogik
Non Neoplastik- Peradang
an
Pertumbuhan abnormal di el ovarium
Membentuk kista ovarium
Bendungan darah dalam kista
Robekan dinding kista
Nekrosis hemoragik dalam tumor
Implantasi sel kista pada peritonium
Obstruksi usus
Perlekatan pada rongga perut (pseudomiksoma peritoni) ileus, inisiasi
usus, divertikuli usus
Peradangan skunder peritonium
Resti Hipertermi
Menginvasi jaringan sekitar ovarium
Perdarahan
Resti kekurangan vol cairan
Menekan jaringan sekitar ovarium blader,
usus
1. Gangguan pola eliminasi
2. Obstipasi3. Peting
Perubahan pola elminasi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Hasil : Terdapat masa / benjolan di ovarium
2. Foto Rontgen
Hasil : Terjdi pembesaran ovarium, terdapat perdarahan
3. Pemeriksaan Mikroskopik
Hasil : Dinding kista dilapisi oleh epitel, sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar dan
berwarna gelap
G. Penatalaksanaan
Operatif dilakukan salfingo – ovarektomi (pengangkatan ovarium dan tuba falopi)
Masalah Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Nyeri
b. Cemas
c. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan
d. Perubahan pola eliminasi feses
2. Post Operasi
a. Nyeri
b. Resiko Infeksi
c. Resti kekurangan volume cairan
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang dikumpulkan dari
berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan dan keputusan yang diambil pada tahap-
tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya meliputi :
a. Biodata
Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan identitas masuk.
b. Riwayat kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial ekonomi.
c. Status Obstetrikus, meliputi :
1). Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
2). Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
3). Riwayat persalinan
4). Riwayat KB
d. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999)
1). Kaji tingkat kesadaran
2). Ukur tanda-tanda vital
3). Auskultasi bunyi nafas
4). Kaji turgor kulit
5). Pengkajian abdomen
Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
Auskultasi bising usus
Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
Kaji status balutan
6). Kaji terhadap nyeri atau mual
7). Kaji status alat intrusif
8). Palpasi nadi pedalis secara bilateral
9). Evaluasi kembajinya reflek gag
10). Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya waktu di bawah
anestesi.
11). Kaji status psikologis pasien setelah operasi
e. Data penunjang
1). pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
2). terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun peroral
H. Diagnosa Yang Mungkin Muncul.
1. Pre Oprerasia. Cemas b.d prosedur operasi, perubahan konsep diri.
b. Nyeri b.d proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen
c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah intake yang
tidak adekuat.
d. Gangguan harga diri b.d masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan
feminimitas dan efek hubungan seksual.
e. Disfungsi seksual, resiko tinggi terhadap kemungkinan pola respon seksual
f. Eliminasi urinarius, perubahan / retensi b.d adanya edema pada jaringan lokal
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi.
2. Post Operasia. Nyeri b.d prosedur pembedahan, trauma jaringan
b. Risiko infeksi b.d invasi kuman sekunder terhadap pembedahan
c. Kerusakan integritas kulit b.d pengangakatan bedah kulit.
( jaringan, perubahan sirkulasi).
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler, nyeri /
ketidaknyamanan, pembentukan edema.
e. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan
berlebih.
f. Gangguan harga diri b.d biofisikal prosedur bedah yang
mengubah gambaran tubuh, psikososial, masalah tentang ketertarikan social.
C. Intervensi Keperawatan 1. Pre Operasi
Dx 1 : cemas b.d prosedur operasi perubahan konsep diri.Intervensi;
1. Yakinkan informasi klien tenteng diagnosis, harapan, intervensi pembedahan dan terapi
yang akan datang.
2. Jelaskan tujuan dan persipan untuk tes diagnostic
3. Berikan lingkungan perhatian, kterbukaan dan penerimaan juga privasi untuk pasien /
orang terdekat.
4. Dorong pertanyaan dan berikan waktu untuk mengekspresikan takut.
5. Kaji tersedianya dukungan pada pasien.
6. Diskusikan / jelaskan peran rehabilitasi setelah pembedahan.
Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan prases penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ
ruang abdomen
Intervensi
1. Identifikasi karakteristik nyeri dan tindakan penghilang nyeri
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung), hiburan dan
lingkungan.
3. Ajarkan teknik relaksasi
4. Kembangkan rencana manajemen nyeri antara pasien dan dokter
5. Berikan analgesic sesuai resep.
2. Post OperasiDx 1 : Nyeri b.d prosedur pembedahan, trauma jaringan
Intervensi:1. Kaji keluhan nyeri, perhataikan lokasi, lama dan intensitas (skala 0-10), perhatikan petunjuk
verbal dan nonverbal
2. Bantu pasien menemukan posisi nyaman
3. Berikan tindakan kenyamanan dasar
4. Berikan obat nyeri yang tepat pada jadwal terakhir
5. Kolaborasi : berikan / analgetik sesuai indikasi
Dx 2 : Resiko infeksi b.d invasi kuman sekunder terhadap pembedahanIntervensi :1. Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV
2. Gunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien
3. Isolasikan dan instruksikan individu dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum mendekati
pasien
4. Tingkatkan asupan makanan yang bergizi
5. Berikan terapi antibiotik sesuai program dokter
Dx 3 : kerusakan integritas kulit b.d pengangkatan bedah kulit / jaringan, perubahan sirkulasi.
Intervensi:1. Kaji balutan / untuk karakteristik drainase, kemerahan dan nyeri pada insisi dan lengan.
2. Tempatkan pada posisi semi fowler pada punggung / sisi yang tidak sakit dengan lengan
tinggi dan disokong dengan bantal.
3. Jangan melakukan pengukaran TD, menginjeksikan obat / memasukan IV pada lengan yang
sakit.
4. Inspeksi donor/ sisi donor ( bila dilakukan ) terhadap warna, pembentukan lepuh perhatikan
drinase dan sisi donor
5. Kosongkan drain luka, secara periodic( catat jumlah dan karakeristik drainase)
6. Dorong klien untuk menggunakan pakaian yang tidak sempit / ketat.
7. Kolaborasi: berikan antibiotic sesuai indikasi
D. Evaluasia. Cemas klien berkurang
b. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
c. Nyeri berkurang
d. Nutrisi klien terpenuhi
e. Penyebaran infeksi tidak terjadi
f. Pengetahuan klien bertambah.
1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada
tumor.
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
3. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
5. Kurang pengetahuan tenang kondisi prognosi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
rendahnya tingkat pendidikan dan tidak mengenal sumber informasi
6. Resiko gangguan BAB / BAK berhubungan dengan penekanan daerah sekitar tumor.
I. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada
tumor (Tujuan: Setelah diberi tindakan kepw,nyeri berkurang sampai hilang sama sekali)
a. Kaji tingkat dan intensitas nyeri
(R/ mengidentifikasi lingkup masalah)
b. Atur posisi senyaman mungkin
(R/ Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri)
c. Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesic
(R/menghilangkan rasa nyeri)
d. Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi (Merelaksasi otot – otot tubuh).
2. Cemas berhubungan dengan Krisis situasi menghadapi pembedahan
(Tujuan : Setelah 1 X 24 Jam diberi tindakan, gangguan rasa nyaman (cemas) berkurang.
a. Kaji dan pantau terus tingkat kecemasan klien
(R/ mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan
selanjutnya )
b. Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya
(R/ Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan
dirinya )
c. Bina hubungan yang terapeutik dengan klien
(R/ Hubungan yang terapeutuk dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
3. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.
(Tujuan : Selama dalam perawatan, infeksi luka operasi tidak terjadi)
a. Pantau dan observasi terus tentang keadaan luka operasinya
(R/ Deteksi dini tentang terjadinya infeksi yang lebih berat )
b. Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik dan antiseptic
(R. menekan sekecil mungkin sumber penularan eksterna )
c. Kolaborasi dalam pemberian antibiotika
(Membunuh mikro organisme secara rasional )
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa keperawatan. Ed.8. EGC. Jakarta
Marylynn. E.Doengus. (2000). Rencana Asuhan keperawatan, edisi 3, penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Sylvia Anderson. (2000). Patofisiologo penyakit, edisi 4, penerbit EGC buku kedokteran, Jakarta.Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC.
Lowdermilk, perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edition. Philadelphia : Mosby.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.